Makalah - Kejang - Epilepsi - Docx Filename UTF-8''makalah Kejang Epilepsi
Makalah - Kejang - Epilepsi - Docx Filename UTF-8''makalah Kejang Epilepsi
Oleh Kelompok 2
Yudi Purwanto
PADALARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kejang, convulsive, seizure, atau insult pada anak seringkali merupakan
Keluhan tersebut mungkin disertai dengan keluhan tambahan misalnya demam, sakit
paroximal dalam waktu terbatas (time limited). Akibat dari adanya aktivitas listrik
abnormal dalam otak. Kejang terdapat pada anak dengan frekuensi sampai 10%. Kejang
pada anak umumnya disebabkan oleh provokasi yang berasal dari tubuh sendiri diluar
otak seperti suhu tubuh meningkat, infeksi, sinkop, trauma kepala, hipoksia, toksin,
aritmia jantung atau karena obat. Sepertiga dari kasus kejang disebabkan oleh epilepsi
yaitu kejang yang terjadi karena letupan pelepasan muatan listrik di sel saraf secara
berulang tanpa ada provokasi. Terdapat beberapa keadaan seperti break boalding spells
dan gastroesophageal reflux yang menunjukan gelaja yang menyerupai kejang dan
adapula kasus dengan sebab psikologis yang menunjukan gejala-gejala seperti kejang.
termasuk pemeriksaan investigasi dan terapi adekuat karena mungkin disebabkan oleh
penyakit sistemik atau penyakit sistem saraf yang dapat mengancam keselamatan hidup
pasien.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan makalah yang akan dibahas dan menurut latar belakang di atas maka penulis
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis merumuskan tujuan , antara lain :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kejang epilepsi
2. Untuk mengetahui apa saja etiologi serta patofisiologi dari kejang epilepsi
3. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinik, tes diagnostik dan penatalaksanaan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi, baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Maryuni,
2009).
2. Kejang merupakan keadaan kegawatdaruratan atau tanda bahaya yang sering
2011).
5. Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak
cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Otak merupakan jaringan yang
glaukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relative konstan, hal ini
disebabkan oleh metabolism otak yang merupakan proses yang terus menerus
tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam
jaringan otak maka metabolism menjadi terganggu dan jaringan saraf akan
yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut structur subkortikal.
Korteks serebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal,
mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap
tubuh.
b. Thalamus, merupakan pusat rangsang nyeri
c. Hipotalamus: pusat tertinggi integrasi dan koordinasi system saraf otonom
dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks
dan motivasi.
d. Hipofise bersama dengan hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan
menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh
bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-
depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150gr atau 8% dari berat
kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya
dengan sempurna.
Batang otak atau brainstern terdiri dari atas diencephalon, mid brain, pons, dan
medulla oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat
pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah,
2. Medulla Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan medulla oblongata kearah kaudal di
hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I II. Terdiri dari 31 segmen yang
setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medulla spinalis
bagian cervical keluar 8 pasang, dar bagian thorakal 12 0pasang, dari bagian
lumbal 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya
otak, medulla spinalis pun terbungkus oleh selaput meningen yang berfungsi
substansia grisea dan subsantansi alba. Substansia grisea ini mengelilingi canalis
ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh subdtansia alba atau badan putih yang
berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari SSP menuju SST.
medulla spinalis. Disepanjang medulla spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan
dari medulla spinalis yang disebut sebagai jaras desenden. Substansia alba berisi
berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari system tepi ke
otak dan impuls motoric dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi
menyilag garis tengah. Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke
otak sisi kanan dan sebaliknya. Demekian juga dengan impuls motoric. Seluruh
impuls motoric dari otak dihantarkan ke saraf tepi melalui medulla spinalis akan
menyilang.
Upper motor neuron (UMN) adalah neuron-neuron motoric yang berasal dari
koeteks motori serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-
sarafnya yang ada di dalam system saraf pusat. Lower motor neuron (LMN)
adalah neuron-neuron motoric yang berasal dari system saraf pusat tetapi serat-
serat sarafnya keluar dari system saraf pusat dan membentuk system saraf tapi dan
kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sift
ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang reflex otot rangka
(rigid ), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan reflex otot
rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling
menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motoric otot rangka akan menyilang,
sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumuhan pada
lingkungan eksternal. Kegiatan reflek terjadi melalui suatu jalur tertentu yang
sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neurin motoric (sel
saraf/penggerak).
e. Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban
reflex. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel
kelenjar.
system saraf tepi (SST). Secara anatomic digolongkan ke dalam saraf-sraf otak
digolongkan kedalam
a. Saraf sensorik (aferen) somatic: membawa informasi dari kulit, otot rangka,
Saraf eferan visceral disebut juga system saraf otonom. System saraf tepi
C. Etiologi
Terhadap beberapa faktor yang dapat menyebabkan epilepsi, yaitu:
1. Faktor fisiologi
2. Faktor biokimiawi
3. Faktor anatomis
4. Gabungan faktor-faktor di atas, atau
5. Penyakit yang pernah diderita (trauma lahir, trauma kapitis, radanag otak, tumor
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan kejang demam yaitu:
1. Demam tinggi atau peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba
dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik, umunya kejang berhent sendiri. Begitu kejang berhenti tidak memberi reaksi
apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.
Di Sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai
menunjukkan kelaian
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.
E. Patofisiologi
Mekanisme tentang timbulnya kejang belum diketahui pasti.
kejng. Kejang dapat terjadi karena adanya sel neuron yang mampu
daerah dengan sel saraf yang rusak, dan di area ini mendorong
gejala kejang menjadi hilang. Kejang lebih sering terjadi pada anak
normal.
Faktor genetika mempunyai peran pada 20% dari kasus
epilepsi mioklonik progresif dan lain lain lagi. Dari adanya data-data
terjadi injuri.
Dampak dari kejang ditentukan oleh intensitasdan ekstensitas
pada jenis kejang yaitu apakah vokal atau umum dan berapa lama
melalui pembakaran hidrat arang, yang pada suatu saat bila hidrat
kesadaran menurun).
2) Lama serangan (durasi masing-masing waktu serangan).
3) Frekuensi serangan.
4) Waktu terjadinya serangan (pagi, siang, malam, waktu tidur, sedang tidur,
kejang, penyakit saraf dan penyakit lainnya, hal ini perlu pada saat
kelang demam).
e) Bagaimana percakapan mental dan motorik.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah tepi secara rutin.
2) Pemeriksaan lain sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit.
3) Pemeriksaan CSS (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna,
epileptiform.
1) Dischargelepileptiform activity misalnya spike dan wive serta paroxismal
slow activity.
2) Dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi, apakah fokal, multifokal,
e. Pemeriksaan Radiologi
Hasil foto tengkorak memperlihatkan:
1) Tulang tengkorak simetri
2) Destruksi tulang
3) Kalsifikasi intrakranium yang abnormal (disebkan oleh tumor, hematoma
tursika.
yaitu:
gambaran otak.
2) Adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus, arakhnoiditis.
3) Pada pneumoensefalografi udara (zat kontras dimasukkan melalui lumbal
dilakukan pneumoensefalografi.
4) Arteriografi (memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah)
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan Kuratif (Kausal)
Selidiki adanya penyakit yang masih aktif (tumor otak, hematoma
subdural kronis) pada lesi aktif atau progresif yang belum ada obatnya
spontan, tanpa faktor provokasi yang kuat atau nyata. Pengobatan kejang pada
3. Terapi
Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara intensif untuk
penatalaksanaan yang adekuat. Tindakan yang utama untuk kasus anak dengan
dapat diatasi maka diharapkan gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami
eksaserbasi.
a. Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang dalam
keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan kesehatan, ialah :
1) Memposisikan anak secara lateral agar sekresi mulut dapat mengalir keluar
mengalami kejang
4) Menjaga agar lidah tidak tergigit dengan memasang batang elastik /
ialah :
1) Benzodiazepine : diazepam dan lorazepam intravena digunakan sebagai
epilepsi akinetik.
4) Gabapentin : biasanya diberikan sebagai tambahan terapi pada kasus
sekunder.
5) Lamotrigine : diberikan sebagai tambahan terapi pada kejang parsial
obat tambahan
9) Topiramate : digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang
pengaturan ketat terhadap kalori, cairan dan protein. Perimbangan diet tersebut
dibawah kulit pada vagian atas dada kiri yang diikat pada kabel yang
ditempatkan di leher. VNS biasanya dilakukan pada anak umur 12 tahun, dan
oksigen, dan lain lain yang dilaksanakan dalam perawatan secaar regular
maupun intensif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko tinggi cedera b.d serangan kejang.
a. Koping individu/keluarga tidak efektif b.d stress akibat epilepsi.
b. Kurang pengetahuan tentang epilepsi dan cara mengontrolnya yang b.d
kurangnya informasi.
9. Klien dengan
epilepsi daat
mengalami
10. Miringkan klien serangan secara
dengan kepala fleksi mendadak
ke depan pada saat sehingga dapat
serangan kejang. mengakibatkan
luka bakar karena
terjatuh ke dalam
tungku, atau
tenggelam saat
berada di kolam,
sumur, bak atau
sungai.
10. Tindakan ini
memungkinkan
lidah jatuh ke
depan dan
memudahkan
pengeluaran saliva
dan mukus. Jika
disediakan
pengisap, gunakan
jika perlu untuk
membersihkan
sekret.
2. Koping individu/ Setelah dilakukan 1. Kaji perasaan takut, 1. Klien dengan
keluarga tidak efektif intervensi asing, depresi dan status epilepsi
b.d stress akibat keperawatan, koping tidak pasti. biasanya
epilepsi individu/ keluarga diasingkan dari
membaik, dengan 2. Kaji adanya masalah berbagai aktivitas.
Ditandai dengan: kriteria: psikologis seperti 2. Beberapa klien
1. Klien/keluarga skizofrenia dan dengan epilepsi
DS: Keluarga dapat mengatasi impulsif atau perilaku dapat mengalami
mengatakan klien masalah yang cepat marah. masalah
berpenyakit epilepsi. dihadapi. psikologis yang
2. Klien/keluarga disebabkan oleh
DO: dapat memahami kerusakan otak
1. Ketakutan kondisi dan (area yang
berhubungan keterbatasan yang mengontrol pikirn
dengan diakibatkan oleh 3. Lakukan konseling dan emosi),
kemungkinan epilepsi terhadap individu dan Sehingga
yang terjadi 3. Klien dan keluarga keluarga. memerlukan
setelah kejang mau bekerjasama penanganan
2. Ekspresi wajah dengan petugas kesehatan mental
tegang kesehatan. yang
3. Tampak takut komprehensif.
3. Konseling akan
membantu
individu dan
keluarga
memahami
kondisi dan
keterbatasan yang
diakibatkan oleh
epilepsi
3. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Berikan pendidikan 1. Pendidikan
tentang epilepsi dan intervensi mengenai penyebab, epilepsi
cara mengontrolnya keperawatan, pencegahan dan cara bermanfaat untuk
b.d kurangnya pengetahuan klien dan perawatan epilepsi. mengubah
informasi keluarga tentang perilaku klien dan
Ditandai dengan: epilepsi meningkat, 2. Ajarkan keluarga keluarga terhadap
dengan kriteria: cara perawatan bila penyakitnya
DS: Klien/keluarga 1. Klien/keluarga terjadi serangan sendiri.
menanyakan tentang dapat kejang. 2. Dengan
cara pencegahan menyebutkan mengetahui
serangan kejang, gejala, penyebab 3. Beritahukan keluarga perawatan bila
pengobatannya dan dan perawatan untuk melakukan terjadi serangan,
perawatannya epilepsi. kontrol secara teratur dapat mencegah
2. Klien dan keluarga ke unit pelayanan risiko cedera pada
DO: Klien/keluarga dapat bekerja kesehatan. klien.
banyak bertanya sama dengan 3. Kontrol secara
4. Beritahukan klien teratur ke unit
petugas kesehatan
untuk mengkonsumsi pelayanan
selama perawatan.
3. Klien dan keluarga obat yang diresepkan kesehatan dapat
melakukan kontrol dokter. meningkatkan
kesehatan secara status kesehatan
teratur ke unit klien.
pelayanan 4. Dengan
kesehatan. mengkonsumsi
4. Klien obat yang hanya
mengkonsumsi diresepkan dokter
obat yang dapat mencegah
diresepkan oleh klien
dokter. mengkonsumsi
obat yang dapat
beresiko bagi
keamanan
dankeselamatan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Maryuni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dn Penyakit pada Neonatus. Jakarta: Trans
Info Media
Marcdante, Karen J Nelson. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Singapura ; Elsevier
Meadow, Sir Roy dan Simon J. Newell. 2005. Pediatrika. Jakarta ; Erlangga.