Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

MASA NIFAS (PUERPERIUM)

A. Definisi
- Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, dimulai dari selesai persalinan
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 -
8 minggu.
- Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 1 jam setelah kelahiran plasenta sampai 6 minggu
(42 hari) setelah itu. (Prawirohardjo, Sarwono. 2010 : 356)
- Masa Nifas dimulai setelah 2 jam kelahiran plasenta sampai 6 minggu (42 hari)
(Pitriani, Risa. dkk. 2014)
- Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6
minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir
plasenta sampai 6 minggu berikutnya. (Rukiyah, Ai Yeyeh. 2011)

B. Tahapan masa nifas

a. Puerperium dini : Kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta
mnejalankan aktifitas layaknya wanita normal lainnya.
b. Puerperium intermediate : Kepulihan menyeluh alat-alat genital yang lamanya sekitar 6-
8 minggu.
c. Puerperium remote : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan tanpa kompiklasi. (Vivian Nanny. 2010)

C. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Memberikan pelayanan keluarga berencana. (Sulistyawati.Ari,2009: 2)
D. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a. Uterus
Pada uterus terjadi proses involusi. Proses involusi adalah proses kembalinya
uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap
ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini, besar
uterus kira-kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira
sebesar jeruk asam) dan beratnya kira-kira 100 gr.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam
fundus normal akan berada di pertenahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus
tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr (11 sampai 12
ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. (Dewi, Vivian
Nanny Lia. 2011)
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Berikut
merupakan perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum :
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram
Akhir kala III 2 jari di bawah pusat 750 gram
Pertengahan pusat dan
7 hari (minggu I) 500 gram
simpisis
14 hari (minggu II) Teraba di atas simpisis 350 gram
6 minggu Tidak teraba 50 gram
(Sulistyawati, 2009)
b. Lokhea
Lokhea dalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi
asam yang ada pada vagina normal.
Lokhea mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat
dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea mengalami perubahan
karena proses involusi. Pengeluaran lokhea dapat dibagi menjadi :
1) Lokhea rubra/merah (kruenta)
Lokhea ini keluar pada hari ke 1-4 masa nifas. Cairan yang keluar berwarna
merah karena terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
2) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini keluar pada hari ke 4-7. Lokhea ini berwarna merah kecoklatan
dan berlendir
3) Lokhea serosa
Lokhea ini keluar pada hari ke 7-14. Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan
karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
4) Lokhea alba/putih
Lokhea ini keluar pada hari ke 2-6 minggu. Lokhea ini mengandun leukosit,
sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan mati.
Bila terjadi infeksi maka cairan akan keluar nanah berbau busuk yang
disebut lokhea purulenta. (Marmi.2014)
c. Serviks
Serviks menjadi lembek segera setelah persalinan dikarenakan korpus uteri yang
berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus
dan serviks uteri berbentuk cincin. Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh
dengan pembuluh darah. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan
serviks dapat sembuh. Namun ostium eksternum tidak dapat kembali lagi pada
keadaan sebelum hamil. (Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 98)
d. Payudara
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan.
Wanita yang menyusui akan berespon terhadap stimulus bayi yang disusui. Hal ini
akan menyebabkan terus lepasnya hormone dan stimulasi alveoli yang memproduksi
susu.(Varney, 2007)
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-
perubahan pada kelenjar mammae yaitu :
Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak
bertambah
Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum
berwarna kuning putih susu.
Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena-vena
berdilatasi sehingga tampak jelas.
Setelah pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang maka timbul
pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air
susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari postpartum.
e. Perubahan Sistem Pencernaan
Pada umumya ibu akan mengalami konstipasi karena pada saat persalinan alat
pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan berlebih, kurangnya asupan makan dan minum, serta kurang
aktivitas tubuh.
f. Perubahan Sistem Perkemihan
1) Hemostasis internal
Beberapa hal yang berhubungan dengan cairan tubuh antara lain adalah edema
dan dehidrasi. Edema terjadi karena adanya penimbunan cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh, sedangkan dehidrasi terjadi
karena volume cairan tubuh yang keluar berlebihan tidak diganti.
2) Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal pH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Lebih dari itu disebut alkalosis
dan jika kurang dari itu disebut asidosis.
3) Pengeluaran sisa metabolisme
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin pada masa
postpartum menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg. Bila
pascapersalinan ibu tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, dapat segera
dipasang dower kateter selama 24 jam. (Nugroho, Taufan.,dkk. 2014)
g. Perubahan sistem muskulosketal
Pembuluh darah pada otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan
perdarahan. Ligament-ligamen, difragma pelvis, serta fasia yang meregang pada
waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi sempit dan pulih kembali
sehingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8
minggu setelah persalinan. (Sulistyawati, Ari. 2009 )
h. Sistem endokrin
1) Hormone plasenta
Hormone plasenta (HCG) menurun setelah plasenta terlahir, sehingga
menyebabkan kadar gula darah menurun pada ibu postpartum.
2) Hormone pituitary
Hormone pituitary terdiri dari hormone prolaktin, FSH, dan LH. Hormon
prolaktin meningkat dengan cepat pada ibu pascapersalinan dan akan menurun
dalam 2 minggu pada ibu yang tidak segera menyusui bayinya. Hormone
prolaktin berfungsi sebagai perangsang produksi susu dan pembesaran payudara.
3) Hipotalamik pituitary ovarium
Hormone ini akan mempengaruhi lamanya mendapat menstruasi pada ibu yang
menyusui maupun tidak menyusui. Kebanyakan pada wanita menyusui akan
mendapatkan menstruasi pada 12 minggu pascapersalinan.
4) Hormone oksitosin
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga
dapat membantu involusi uteri.
5) Hormone Esterogen dan Progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen
yang tinggi memperbesar hormone antidiuretik yang dapat meningkatkan
volume darah. Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ni
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum, dan vulva serta vagina. (Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2011)
i. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban
pada jantung dan akan menimbulkan decompensation cordis pada pasien dengan
vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasai dengan mekanisme kompensasi dengan
tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.
Umumnya hal ini terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, Ari 2009)
j. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Dalam satu hari postpartum suhu tubuh akan meningkat yaitu (37,5-38 0C)
sebagai akibat kerja keras dalam melahirkan. Pada hari ketiga suhu akan naik
kembali akibat pembentukan ASI.
2) Denyut nadi
Terjadi peningkatan denyut nadi dari normalnya (60-80 kali per menit). Apabila
melebihi 100 kali per menit merupakan keadaan abnormal, kemungknan dapat
terjadi infeksi.
3) Tekanan darah
Tekanan darah umumnya tidak berubah, apabila terjadi perubahan maka tekanan
darah ibu akan menurun akibat dari kehilangan darah selama persalinan. Apabila
terjadi kenaikan tekanan darah merupakan tanda terjadinya pre eklampsi post
partum.
4) Respirasi
Keadaan pernapasan berhubungan dengan suhu dan tekanan darah. Apabila suhu
dan denyut nadi tidak normal, maka pernapasan juga mengikutinya, kecuali bila
terdapat gangguan khusus pada saluran pencernaan.(Sulistyawati, Ari. 2009 )
E. Perubahan Psikologis Masa Nifas
1) Fase Taking-In
Berlangsung pada hari ke 1-2 setelah melahirkan.
Ibu masih pasif dan tergantung dngan orang lain.
Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan pada tubuhya
Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan.
Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal.
Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
Kurangnya nafsu makan merupakan tanda proses pengembalian kondisi tubuh tidak
berlangsung normal.
2) Fase Taking Hold
Berlangsung pada hari ke 2-4 setelah melahirkan.
Ibu memperhatikan kemampuannya menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung
jawab atas bayinya.
Ibu menfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAB, BAK dan daya
tahan tubuh.
Ibu berusaha untuk menguasai beberapa keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui demandikan dan mengganti popok.
Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan untuk dirinya sendiri.
Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu
membesarkan bayinya.
3) Fase letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan dan perhatian dari
pihak keluarga.
Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahani kebutuhan
bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan social.
Depresi postpartum sering terjadi pada fase ini. (Pitriani, Risa. dkk. 2014)
F. Kunjungan Masa Nifas
1) Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan)
Mencegah perdaraha masa nifas karena atonia uteri
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru
lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
2) Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal,
Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan 3 (2 minggu setelah persalinan)
Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
4) Kunjungan 4 (6 minggu setelah persalinan)
Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami.
Memberikan konseling untuk KB secara dini. (Saifuddin, Abdul Bahri. 2009)
G. Kebutuhan Masa Nifas
1) Gizi
Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan 800 kkal, untuk
memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri.
Status gizi tidak mempengaruhi mutu ASI tetapi mempengaruhi volumenya.
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama mencapai 500 kkal dan tambahan
protein sebesar 20 gram/hari.
Beberapa anjuran untuk pemenuhan gizi ibu menyusui, antara lain :
Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori.
Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral, dan vitamin.
Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui.
Mengonsumsi tablet zat besi selama masa nifas.
Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
2) Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien
keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini tidak
dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan
keadaan lain yang membutuhakan istirahat.
Keuntungan dari ambulasi meliputi :
Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara
merawat bayinya.
Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebih ekonomis)
3) Kebersihan diri dan bayi
Menganjurkan ibu menjaga kebersihan tubuhnya untuk mencegah infeksi dan alergi
kulit pada bayi.
Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau minimal 2 kali dalam sehari.
Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap selesai membersihkan daerah kemaluan.
Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka.
4) Istirahat dan tidur
Ibu membutuhan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan
fisiknya. Kurangnya istirahat dapat mengakibatkan :
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
5) Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa nifas
dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan normal
dan tidak ada penyulit post partum.
6) Hubungan seks
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti
dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
(Sulistyawati, Ari. 2009)
7) Eliminasi
BAB
Dalam 24 jam pertama, pasien harus dapat buang air besar.
BAB biasanya tertunda 2-3 hari karena edema persalinan dan perineum yang sakit.
Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia
Ambulasi dini dapat membantu dalam regulasi BAB.
Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan. (Suheni. 2009)
BAK : dalam 6 jam pertama, pasien harus dapat buang air kecil.(Sulistyawati, Ari.
2009)
H. Tanda-tanda bahaya, meliputi :
Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa pasca persalinan (memasuki masa nifas)
karena itu sangat penting untuk mendidik para ibu dan keluarganya mengenai tanda-tanda
bahaya masa nifas sehinggaa ibu dapat segera mencari pertolongan medis jika terdapat
tanda-tanda bahaya masa nifas yang disebutkan di bawah ini :
Perdarahan per vaginam yang luar biasa/tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan biasa) memerlukan penggantian pembalut 2-3x dalam setengah jam.
Pengeluaran vagina yang baunya menusuk.
Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung.
Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik.
Gangguan masalah penglihatan/penglihatan kabur.
Pembengkakan di wajah atau tangan.
Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK atau merasa tidak enak badan.
Payudara yang berubah menjadi merah, panas atau terasa sakit.
Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama.
Rasa sakit, merah, lunak atau pembengkanan pada kaki.
Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri
sendiri.
Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah. (Varney, 2007)

I. Komplikasi Masa Nifas


1) Perdarahan post pastum (keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml Kebutuhan Masa
Nifas selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi)
2) Infeksi
a. Endometritis (radang edometrium)
b. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
c. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
d. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjdi keras dan
berbenjol-benjol)
3) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak
sedikit, dan nyeri pada perabaan ; Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses)
4) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial yang
menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan
kemerahan atau nyeri.)
5) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3 C, nadi <
100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna
kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
6) Gangguan psikologis
a. Depresi post partum
b. Post partum Blues
c. Post partum Psikosa
7) Gangguan involusi uterus

LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CAESARIA
A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
B. KLASIFIKASI

1. Sectio cesaria transperitonealis profunda

Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini
adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang
tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi
uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
C. ETIOLOGI
Manuaba (2007) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan
tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2006).

D. PATHWAY
E. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
5. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke
kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah

2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5
pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7
hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada
hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.

DAFTAR PUSTAKA
Marmi. 2014. Asuhan kebidanan nifas. Yogyakarta. Jakarta : Pustaka Belajar

Nanny,Vivian.2010.Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.Jakarta:Salemba Medika

Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika

Pitriani, Risa. Rika Andriyani. 2014. Ibu Nifas Normal. Yogyakarta : C.V Budi Utama

Prawiroharjo, Sarwono. 2010 . Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2010. Asuhan kebidanan III (nifas). Jakarta : Trans Info Media

Sulistyawati, Ari. 2009.Buku Ajar Nifas.Jakarta : Fitramaya.

Syaifuddin, Abdul Bahri. 2009. Buku Acuan Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai