PMBHSN
PMBHSN
PEMBAHASAN
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata.
1. Lebam Mayat
2. Kaku Mayat
5. Lilin mayat
6. Mummifikasi
Aspek yang turut mempengaruhi penentuan waktu kematian salah satunya adalah
pembusukan dimana pada pembusukan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar jenazah
seperti, perubahan suhu dan tingkat kelembapan yang dapat mempengaruhi kecepatan waktu
pembusukan.
1) Tahap segar.
Mayat dianggap berada di tahap segar dari saat kematian sampai tanda-tanda pertama
kembung. Ini adalah tahap di mana tiba di mayat dan mulai bertelur atau larva.
2. Tahap Kembung.
Tahap ini menandai awal dari pembusukan. bakteri anaerobik menghasilkan gas sebagai
hasil dari proses metabolisme, sehingga menyebabkan kembung. Kembung biasanya
terjadi pertama di perut.
3. Tahap aktif pembusukan. Tahap ini dimulai ketika gas mulai keluar dan kembung tersebut
menjadi mengempis. Selama tahap ini, larva dipteran membentuk massa belatung besar
yang dominan, dalam jumlah besar coleopterans juga mulai berdatangan. Tahap akhir
pembusukan, sebagian besar Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menjadi menjadi
kepompong.
5. Tahap kering. Dalam tahap ini, sisa-sisa hanya terdiri dari rambut dan tulang dan yang
tersisa adalah tungau sebagai indikator yang berguna dari PMI.
Dari berbagai tahapan tersebut dapat diketahui bahwa proses pembusukkan dapat ditandai
dengan terdapatnya beberapa serangga dengan berbagai tahap perkembangannya seperti
telur, larva sampai dewasa, maka dari itu kemunculan dari serangga dengan berbagai
bentuk perkembangannya dalam peristiwa pembusukan dapat digunakan sebagai salah
satu elemen penentu waktu kematian jenazah dalam kepentingan ilmu kedokteran
forensik terkait dengan bagian entomologi forensik yang berperan dalam bidang
tanatologi.
Jurnal ini memiliki judul perkiraan waktu kematian pada jenazah yang mengalami
mumifikasi menggunakan metode Accumulated Degree Hours berdasarkan sebuah
penelitian kasus dari Punjab, India. Pada jurnal ini melakukan penelitian terkait interval
post mortem dengan meninjau proses pembusukan melalui aplikasi pemanfaatan aspek
entomologi forensic dengan melakukan pemantauan terhadap waktu perkembangan dari
serangga-serangga yang menghinggapi tubuh jenazah yang telah mengalami dekomposisi
berat.
Penelitian ini dilakukan pada jenazah seorang perempuan berusia 23 tahun yang
ditemukan di sawah Desa Krakala, distrik Pahala, Punjab, India pada tanggal 26/10/2014
dimana jenazah tersebut didapatkan dengan kondisi sudah mengalami mumifikasi dimana
bagian jari dan ibu jari kedua tangan menghilang, bagian rongga thorax dan abdomen
beserta organnya tidak ditemukan, columna vertebrae bagian bawah dapat terlihat, dan
pada bagian tengkorak sudah tidak didapatkan jaringan lunak. Pada TKP didapatkan
jenazah telah dihinggapi oleh serangga yang diidentifikaasi berupa lalat (pupa) dan lalat
dewasa yang termasuk dalam kelompok family Calliphoridae seperti spesies Chrysomya
megacephala dan Chrysomya rufifacies, serta didapatkan pula kumbang dewasa dari
famili Dermestidae spesies Dermetes maculatus yang didapatkan dari pakaian jenazah
yang telah sobek dan tengkorak jenazah.
Kemudian lalat dewasa dan kumbang dimasukkan ke dalam vial kaca dan diawetkan
dalam ethanol 80% untuk diidentifikasi dan dilakukan pemantauan mulai dari stadium
telur sampai pupa, dimana identifikasi dilakukan oleh bagian Departemen Zoologi dan
Ilmu Lingkungan Universitas Punjabi, Patiala dan bantuan ahli taksonomi . Pada jurnal
ini digunakan jenis serangga yang dikatakan paling banyak terlibat atau ditemukan dalam
suatu investigasi forensic yakni spesies chrysomya megacephala. Setiap spesies memiliki
kebutuhan suhu yang berbeda untuk setiap tahap perkembangannya, sehingga pada
penelitian ini dapat dilakukan perkiraan waktu kematian dengan perhitungan
Accumulated Degree Hours berdasarkan tahap perkembangan serangga dari telur
hingga dewasa, degan rumus perhitungan sebagai berikut:
ADH = Waktu (jam) x (Suhu rata rata Batas suhu perkembangan minimal).
Maka dari itu pada penelitian ini penting untuk dapat diketahui riwayat suhu dan kelembapan
harian lingkungan untuk dibandingkan dengan suhu pada waktu kematian dalam metode
perhitungan interval post mortem menggunakan metode ADH ini dengan mengetahuinya melalui
data yang diberikan dari Badan Meteorologi Universitas Punjabi, Pandala dengan
menyesuaikannya dengan data waktu tahapan pekembangan Chrysomya megacephala dari
Departemen Zoologi.
4
18/10/1 30 16.5 23.25 10 13.25 318
4
1910/1 30.7 16.6 23.65 10 13.65 327.6
4
20/10/1 31.5 18.4 24.95 10 14.95 358.8
4
21/10/1 31.6 18.1 26.2 10 14.85 356.4
4
Suhu (C) Ambang Growing Degree Day Value ADH
batas suhu (DD) (Suhu rata-rata
Tangg Mak Min. Rata-rata DD x
(C) Ambang batas suhu)
al s. 24
jam
22/10/ 32.8 19.6 26.2 10 16.2 388.8
14
23/10/ 32 17.2 24.6 10 14.6 350.4
14
24/10/ 31.3 18.4 24.8 10 14.8 355.2
14
25/10/ 30.6 18.6 24.6 10 14.6 350.4
14
26/10/ 30.8 20.7 25.7 10 15.7 376.8
14
Dari penelitian ini diketahui bahwa waktu perkembangan C.megacephala dari stadium telur-pupa
pada suhu 2510C membutuhkan kisaran waktu 6.460,8 jam, dan total ADH yang didapatkan
ialah 3.489,6 jam. Sehingga untuk estimasi interval post mortemnya dilakukan pengurangan
antara waktu C. megacephala dari telur-pupa dikurangi dengan total ADH dan didapatkan hasil
29712 yang kemudian dibagi dengan ADH pada saat jenazah ditemukan dan didapatkan hasil 9,6
hari. Dan disimpulkan bahwa jenazah telah berumur 9,6 hari dimana C.megacephala bertelur di
atas tubuh jenazah pada tanggal 17/10/2014 pukul 18.00. kemudian hasilnya dibandingkan
dengan hasil pemeriksaan klinis standard yang dilakukan melalui otopsi 2 hari setelah jenazah
ditemukan, dimana didapatkan hasil perkiraan waktu kematian 10-12 hari.
Pada jurnal ini dikatakan dalam penetuan waktu kematian berdasarkan temuan entomologi
sangat penting dan dinyatakan lebih akurat dibandingkan dengan hasil yang didapatkan dari
otopsi. Namun, harus dipertimbangkan adanya factor perancu seperti, kemungkinan waktu
hinggapnya lalat di tubuh jenazah pada lingkungan yang tertutup, faktor mekanik dan lingkungan
yang dapat mempengaruhi kolonisasi, waktu perkembangan, serta pembusukan jenazah oleh
serangga.