Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu Kliang, Lombok Tengah
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Sasak
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir
RM : 55-87-41
MRS tanggal : 16 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 16 April 2015

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan batuk darah sejak 1 bulan
yang lalu. Darah hanya berupa garis yang bercampur dengan dahak, berwarna merah
dan tidak berbuih. Batuk darah tidak disertai panas di tenggorokan. Batuk darah tidak
disertai dengan sisa makanan dan rasa mual. batuk dirasakan memberat ketika pasien
bangun tidur di pagi hari dan untuk mengurangi keluhannya pasien biasanya hanya
beristirahat saja.

Pasien juga mengeluh sesak yang dirasakan sejak 15 hari setelah batuk yang
dikeluhkan. Sesak dirasakan semakin memberat, sesak tidak disertai bunyi ngik dan
sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak diraskan memberat jika dahak
masih tertahan di tenggorokan. Sesak yang dirasakan pasien saat ini tidak disertai
dengan nyeri dada.

1
Pasien juga mengeluh demam sejak 20 hari setelah keluhan batuk yang
dirasakan. Demam dikeluhkan saat menjelang sore hingga malam hari, demam tidak
disertai dengan adanya keringat dingin.namun karena demam yang dirasakn tidak
terlalu tinggi pasien tidak pergi berobat. Selain itu pasien juga megeluhkan mengalami
penurunan berat badan yang awalnya berat badan 58 kg sekarang berat badanya 52 kg.

Buang air kecil dengan frekuensi 4-6 kali/hari, berwarna kuning, dengan jumlah
1 gelas belimbing setiap kali BAK, riwayat BAK berwarna merah disangkal pasien.
Buang air besar dengan frekuensi 1 kali/hari, konsistensi lunak, warna kuning-
kecoklatan, riwayat BAB hitam atau berdarah disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat kencing
manis diketuhui sejak tahun 1998. Rwayat tekanan darah tinggi, sesak napas, penyakit
jantung, penyakit ginjal, minum obat selama 6 bulan, sakit kuning disangkal oleh
pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan serupa tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal serupa. Ibu
pasien memiliki riwayat penyakit kencig manis. Riwayat tekanan darah tinggi, sesak
napas, penyakit jantung, penyakit ginjal, batuk lama dan minum obat selama 6 bulan,
sakit kuning disangkal.

Riwayat Pengobatan :
Sejak tahun 1998 pasien di diagnosis diabtes mellitus dan minum obat, amun
pasien tidak rutin minum obat dan jarang datang ke RS untuk kontrol. Nama obat dilupa
oleh pasien karna sudah lama tidak minum obat.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien adalah seorang kepala rumah tangga, tinggal bersama istri dan anaknya.
Pasien bekerja sebagia sopir di salah satu perusahaan dan tidak memiliki teman kerja
yang memiliki keluhan serupa. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok dan
riwayat minum-minuman beralkohol disangkal oleh pasien.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
o Keadaan umum : Baik
o Kesadaran : Compos Mentis
o GCS : Compos Mentis/ E4V4M6
o Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 22 x/menit, regular
Suhu : 35,8 oC
o Status Gizi
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 19,1 (gizi baik)

Status Lokalis :
o Kepala :
Ekspresi wajah : normal
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : berwarna hitam
Edema : (-)
Malar rash : (-)
Parese N VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)

o Mata :
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)

3
Retraksi kelopak mata : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-).
Pupil : Rp +/+, isokor 3mm/3mm, bentuk dbn
Kornea : normal
Lensa : keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal ke segala arah

o Telinga :
Bentuk : normal, simetris
Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
Nyeri tekan tragus (-/-)
Pendengaran : kesan normal

o Hidung :
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal

o Mulut :
Simetris
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), lidah kotor (-).
Gigi : caries (+), gigi tanggal (-)

4
Mukosa pucat (-)

o Leher :
Kaku kuduk (-)
Scrofuloderma (-), pembesaran KGB (-)
Trakea : ditengah
Peningkatan JVP (-)
Otot sternocleidomastoideus tidak aktif, hipertrofi (-)
Pembesaran nodul thyroid (-)

o Thorax :
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada: Normal
2) Pergerakan dinding dada: simetris
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis
tampak pada ICS V midklavikula sinistra.
4) Penggunaan otot bantu napas: SCM aktif (-), hipertrofi SCM (-), otot bantu
napas abdomen aktif (-).
5) Tulang iga dan sela iga: simetris, pelebaran sela iga kanan dan kiri (-)
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula: simetris; Fossa jugularis: trakea
ditengah
7) Tipe pernapasan torako abdominal dengan frekuensi napas 22 kali/menit,
reguler.
Palpasi
1) Posisi mediastinum: trakea ditengah, ictus cordis teraba di ICS V di
midklavikula sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-).
3) Pergerakan dinding dada: simetris
4) Vocal fremitus
Depan :
N

5
N
N N

Belakang :
N
N
N N

Perkusi
R S
S R
S S

1) Batas paru-jantung :
Dextra ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra ICS V di aksila anterior sinistra
2) Batas paru-hepar :
- Inspirasi ICS VI
Ekskursi : 2 ICS
- Ekspirasi ICS IV

Auskultasi
1) Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
- Suara napas :
Depan
V V
V V
V V

Belakang
V V
V V
V V

6
- Rhonki :
Depan
- -
- -
- -

Belakang
- -
- -
- -

- Wheezing :
Depan
+ -
- -
- -

Belakang
+ -
- -
- -

o Abdomen :
Inspeksi :
- Kulit : sikatriks (-), striae (-), vena yang berdilatasi (-), ruam (-), luka bekas
operasi (-), hematome (-)
- Umbilikus : inflamasi (-), hernia (-)
- Kontur Abdomen : distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-), massa (-)
- Peristalsis (-), pulsasi aorta (-)

Auskultasi
- Bising usus (+) normal, metalic sound (-), borborigmy (-)
Perkusi
- Timpani di semua regio abdomen, organomegali (-)

7
Palpasi
- Massa (-), nyeri tekan (-), murphy's sign (-), Hepar dan lien tidak teraba. Defans
muscular (-)

o Ekstremitas :
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Akral hangat : -/- Akral hangat : -/-
Deformitas : -/- Deformitas : -/-
Edema : -/- Edema : -/-
Sianosis : -/- Sianosis : -/-
Petekie : -/- Petekie : -/-
Clubbing finger : -/- Koilonikia : -/-
Koilonikia : -/- Sendi : dbn
Sendi : dbn Ulkus : -/-
CRT : < 2 detik Atrophy disuse : -/-

IV. RESUME

Pasien laki-laki, usia 44 tahun, datang denga keluhan batuk darah sejak 1 bulan yang
lalu. Darah berupa garis pada dahak, berwarna merah dan tidak berbuih. Sesak (+) dirasakan
sejak 15 hari setelah batuk yang dikeluhkan. Demam sejak 20 hari setelah keluhan batuk
yang dirasakan. Riwayat penuruan berat badan (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, laju pernapasan 22 x/menit, suhu axila 35,8 0C, perkusi redup pada pulmo
superior dextra dan pulmo medial sinistra, fremitus vokal menurun pada pulmo superior
dextra- pulmo dan medial sinistra, suara nafas menurun pada pulmo superior dextra- pulmo
dan medial sinistra, wheezing pulmo superior dextra.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik

Parameter 16/4/2015 Normal

8
HGB 13,2 13,0-18,0 g/dL

RBC 5,23 4,5-5,5 g/dL

HCT 39,3 40-50 [%]

WBC 10,56 4,0 11,0 [10^3/ L]

MCV 75,1 82,0 92,0 [fL]

MCH 25,2 27,0-31,0 [pg]

MCHC 33,6 32,0-37,0 [g/dL]

PLT 408 150-400 [10^3/ L]

GDS 451 <160

Kreatinin 0,6 0,9-1,3

Ureum 22 10-50

SGOT 12 <40

SGPT 18 <41

Hasil pemeriksaan BTA sputum tanggal 17 4 - 15 : (+)

2. Foto Thoraks
(15 April 2015)

9
Interpretasi:
Identitas :
Nama : Tn. R
RM : 55-87-41
Usia : 44 tahun
Tanggal foto :15/4/15
Proyeksi : PA, posisi erect
Kondisi : Cukup
Inspirasi : Cukup
Soft tissue : normal, tidak terdapat emfisema subkutis, tidak ditemukan masa
Tulang:
intak, fraktur (-),
deformitas (-), tidak ada pelebaran sela iga
Trakea : ditengah
Hilus : tidak tampak pembesaran hilus pulmo dextra et sinistra
Sudut costofrenikus : kanan tajam dan kiri tajam
Cor: side terletak ditengah, size CTR < 50%, shape normal

10
Hemidiafragma : kanan dome shape dan kiri dome shape
Pulmo : tampak gambaran kavitasi disertai infiltrat disekitarnya pada pulmo dextra
superior, tampak gambaran kavitasi disertai infiltrat paru medial sinistra.
Kesan : TB paru aktif

VI. DIAGNOSIS
Haemoptoe ec TB Paru BTA (+) kasus baru
DM tipe 2

VII. PLANNING TERAPI


1. Medikamentosa
a. IVFD RL 10 tpm
b. As. Tranexamat infus/ 8jam
c. Vit. K 3 x 1
d. 4-FDC 1 x 3
e. Novorapid 10 IU/8 jam
f. Lantus 10 IU/24 jam

2. Non-medikamentosa
a. Diet DM 1900 kal
b. Monitoring : Keadaan umum, tanda vital, dan keluhan.

VIII. USULAN PEMERIKSAAN


1. Sputum BTA, Kultur Sputum
2. GDS, GD2PP

IX. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

Follow Up

11
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning
16/4/15 Batuk (+), Sesak (+) Keadaan Umum : Baik TB Paru BTA (+) - Infus RL 10
Kesadaran : CM kasus baru, tpm
TD : 120/80 mmHg Hemoptoe - As.
N : 80 x/m DM tipe 2 Tranexamat
RR : 22 x/m infs/8 jam
Sax : 35,8 0C - Vit. K 3 x 1
K/L : an -/- , ikt -/- , SCM - Co. Interna
aktif (-), hipertropi (-)
Thor : C = S1S2 tunggal
reguler, galop (-) mur-
mur (-)
P= I : Simetris
P: Pergerakan simetris
P: redup di pulmo
superior dextra dan di
pulmo medial sinistra.
A: Vesikuler menurun di
pulmo superior dextra
dan di pulmo medial
sinistra.
Rh: -/-
Wh: di pulmo superior
dextra
Abdomen : Distensi (-) ,
nyeri (-), BU(+) N, H/L/R
dbn
Ekstremitas : Akral
hangat +/+

18/415 Batuk berkurng, Keadaan Umum : Baik TB Paru BTA (+) - Infus RL 10
sesak berkurang Kesadaran : CM kasus baru, tpm
TD : 120/80 mmHg Hemoptoe - As.
N : 80 x/m DM tipe 2 Tranexamat
RR : 22 x/m infs/8 jam
Sax : 35,8 0C - Vit. K 3 x 1
K/L : an -/- , ikt -/- , SCM - Diet DM
aktif (-), hipertropi (-) 1900 kal
Thor : C = S1S2 tunggal - Inj. Apidra 3
reguler, galop (-) mur- x 8 jam
mur (-) - BPL
P= I : Simetris
P: Pergerakan simetris
P: redup di pulmo
superior dextra dan di
pulmo medial sinistra.
A: Vesikuler menurun di
pulmo superior dextra
dan di pulmo medial
sinistra.
Rh: -/-

12
Wh: di pulmo superior
dextra
Abdomen : Distensi (-) ,
nyeri (-), BU(+) N, H/L/R
dbn
Ekstremitas : Akral
hangat +/+

PEMBAHASAN

13
A. HEMOPTISIS
Definisi
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah
dan berasal dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar melalui
saluran napas bawah glotis. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak
bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan
lokasi perdarahan. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah
yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif adalah batuk darah antara
>100 sampai>600 mL dalam waktu 24 jam. Batuk darah masif memerlukan penanganan
segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggun
kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat
mengancam jiwa.

Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
Pada pasien ditemukan batuk darah yang bercampur dengan dahak, warna darah
merah segar, muncul setiap kali batuk, jumlahnya 1 sendok makan, pasien sudah
mengalami hemoptisis tetapi belum termasuk batuk darah masif, akan tetapi tetap harus
ditangani denggan baik agar tidak semakin memburuk.

Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

14
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah
akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Batuk darah Muntah darah
1. Didahului batuk keras yang tidak 1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah
tertahankan. waktu muntah.
2. Terdengar adanya gelembung- 2. Suara napas tidak ada gangguan.
gelembung udara bercampur darah di 3. Didahului rasa mual / tidak enak
dalam saluran napas. di epigastrium.
3. Terasa asin / darah dan gatal di 4. Darah berwarna merah kehitaman,
tenggorokan. bergumpal-gumpal bercampur sisa
4. Warna darah yang dibatukkan merah makanan.
segar bercampur buih, beberapa hari 5. pH asam.
kemudian warna menjadi lebih tua 6. Frekuensi muntah darah tidak
atau kehitaman. sekerap hemoptoe.
5. pH alkalis. 7. Penyebabnya : sirosis hati,
6. Bisa berlangsung beberapa hari gastritis.
7. Penyebabnya : kelainan paru

Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :


1. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis, emfisema
bulosa
3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated intravascular
coagulation (DIC)
5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena, aneurisma aorta
7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis, systemic
lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura henoch schoenlein,
sindrom chrug-strauss)

15
10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing, hemoptisis
kriptogenik, amiloidosis

Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran
gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi
membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan
dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,
sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah,
seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.
Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada

16
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap warna darah untuk
membedakannya dengan hematemesis, lamanya perdarahan, terjadinya mengi (wheezing)
untuk menilai besarnya obstruksi, serta keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi
dan tingkat kesadaran.

Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi
darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya vit.
K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi
dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a) Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b) Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi.

17
c) Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang
berulang dapat dicegah.

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan
paru yang sehat bersama inspirasi.

B. TB PARU

DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam
ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M.
bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini
merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan
bagian lain tubuh manusia.
TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada orang sehat dan risiko kematian pada
penderita yaitu salah satu masalah yang perlu ditangani oleh segenap lapisan masyarakat dan
petugas kesehatan.

18
Mycobacterium tuberculosis

ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian
African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.

PATOFISIOLOGI

19
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang
aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut
dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan
untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.

Individu dengan Resiko


penyakit TBC infeksi

Paru-paru Jaringan paru Membentuk jaringan


terinfeksi Berkurangnya luas total
di invasi makrofag fibrosa
permukaan membran
Metabolisme
Penurunan kapasitas
meningkat Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektif
difusi paru

Berkurangnya

Gangguan nutrisi oksigenasi darah

kurang dari kebutuhan

Gangguan keseimbangan cairan


malasie
kurang dari kebutuhan

Intoleransi

Kurang perawatan diri aktivitas


Iritasi jaringan paru cemas

Gangguan pertukaran gas

Batuk darah

Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif

Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan


dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara

20
(airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel,
kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang terhirup dan
mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya kuman tersebut
dan adanya interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen yang di suntikan contoh
BCG hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal.
Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imuniitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.
Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresifnya
terutama ditentukan oleh:
1. Jumlah kuman yang masuk dan perkembangbiakan selanjutnya.
2. Resistensi dan hipersensivitas dari hospes.
Saat masuk ke tubuh manusia kuman mycobacterium tuberculosis akan membentuk
dua tipe lesi utama:
1. Tipe eksudatif, ini terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan
kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,
dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan
resolusi sehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif
dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes
tuberculin positif.
2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granuloma
menahun yang terdiri dari 3 daerah:
Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang mengandung
basil tuberkel.
Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.
Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian terbentuk
jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan membentuk
kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar ke

21
seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan oksigen
yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis kaseosa.
Lesi primer paruparu dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada
orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.
Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:
1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei
(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi.
Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memiliki
kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2
jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.
2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas
bagian atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan
membentuk sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut
komplek primer.
3. Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi,
jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat,
sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar
baik secara hematogen atau limfatogen.

Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut. Pada
orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat tetapi
kuman tersebut akan jadi aktif bila:
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Pecandu obat-obat terlarang
Menggunakan hormon steroid

22
Perokok berat

MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri
dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita
bahkan kematian.
Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk lebih dari 3 minggu Demam dan menggigil
Dahak (sputum) Penurunan berat badan
Batuk darah Rasa lelah dan lemah (Malaise)
Sesak nafas Berkeringat banyak terutama di
Nyeri dada malam hari
Wheezing Tidak ada nafsu makan
(Anoreksia)
Sakit-sakit pada otot (Mialgia)

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi
kasus yang meliputi empat hal, yaitu :
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif
3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
2. Mencegah timbulnya resistensi,

23
3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
5. Mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum


a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis
aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Myccobacterium tuberculosis positif

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)

24
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:


1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis
dengan gangguan neurologik dan lain-lain.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain kategori I.
4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.4

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.

25
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)


Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR

26
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru

27
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

c. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).

28
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua.

EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA


Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.

29
PROGNOSIS

1. Jika berobat teratur sembuh total (95%).

2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps.

KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan
napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps
dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,


persendian, dan ginjal.5
C. DIABETES MELITUS

30
Latar Belakang
Diabetes merupakan penyebab kematian terbanyak nomer 7 dari penyakit-penyakit
lain di Amerika Serikat. Setiap tahun rata-rata 130.000 orang meninggal langsung karena
diabetes dan sebagian meninggal karena komplikasi penyakit ini(Center of Disease
Control, 1988). 5,5 juta orang di amerika serikat menderita diabetes dan ditaksir
sejumlah orang yang sama juga menderita diabetes namun mereka tidak
mengetahuinya(American Diabetes Association, 1986).
Demikian halnya yeng terjadi di Indonesia. Apalagi di negara berkembang seperti
indonesia, lebih banyak orang yang tidak mengetahui dirinya menderita diabetes.
Diabetes akan sangat berbahaya jika tidak didiagnosis secepatnya. Makalah ini
membahas tentang ciri-ciri umum penyakit diabetes, tipe-tipe diabetes, dan juga
penatalaksanaan diabetes sehingga lebih banyak orang paham tentang diabetes dan
dampak buruk diabetes dapat dikurangi seoptimal mungkin.
Pembahasan
1. Definisi
Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kadar glokosa yang sangat
tinggi di dalam darah. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak membuat cukup insulin atau
krtika sel tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia. Seorang penderita diabetes
mempunyai beberapa ciri-ciri awal, yaitu: nafsu makan besar namun berat badan
menurun, sering merasa haus setiap waktu, dan juga sering sekali buang air kecil.
2. Klasifikasi dan Patofisiologi
a. Tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin)
Penyakit ini jarang terjadi, hanya sekitar 10% dari jumlah pendrita diabetes dan
gejalanya timbul pada usia < 30 tahun. Penderita tipe ini membutuhkan suntikan
insulin untuk bertahan hidup. Pada diabetes tipe 1 terjadi kerusakan sel yang
memproduksi insulin. Insulin diproduksi oleh sel beta di pankreas.
Gambaran klinis: pada umumnya penderita terlihat kurus, penurunan berat
badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur, misalnya
kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, disertai gejala mual, muntah, mengantuk,
dan takipnea. Penderita membutuhkan insulin.
b. Tipe 2 (diabetes melitus tidak tergantung insulin)
Penyakit ini sering ditemukan pada usia menengah dan manula. Penyakit ini
terutama disebabkan oleh resistensi terhadap kerja insulin di jaringan perifer.
Walaupun pada tahap lanjut defisiensi insulin dapat terjadi, namun tidak ditemukan
defisiensi absolut insulin. Penyakit ini juga dipengaruhi faktor genetik. Pada
kembar identik tingkat kesamaannya adalah 90%, namun tidak ada kaitannya
dengan antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen [HLA]).

31
Gambaran klinis: 80% kelebihan berat badan; 20% datang dengan komplikasi
(penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal, ulkus pada kaki,
gangguan penglihatan). Penderita dapat juga mengalami poliuria dan polidipsia
yang timbul perlahan-lahan. Banyak penderita yang dapat ditangani dengan
pengaturan diet dan obat hipoglikemik oral, walaupun beberapa membutuhkan
insulin.
Bentuk lain diabetes adalah:
a. Kegagalan pankreas eksokrin: pankreatitis, pankreatektomi, kerusakan
(karsinoma, fibrosis kistik, hemokromatosis).
b. Penyakit endokrin: sindrom Cushing, akromegali, glukagonoma,
feokromositoma.
c. Diabetes pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada trimester terakhir
kehamilan dan memiliki patofisiologi yang mirip dengan diabetes tipe 2.
d. Diabetes melitus akibat malnutrisi: ditemukan pada negara berkembang.
e. Penyebab genetik: semuanya jarang ditemukan. Diabetes pada usia muda
(maturity onset diabetes of the young [MODY]) berkaitan dengan gangguan
fungsi sel pankreas, misalnya MODY 1faktor nukleus hepatosit abnormal
HNF-4; MODY 2 defek glukokinase; MODY 3HNF-1 abnormal.
3. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Edukasi penderita: penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri,
dan lain-lain.
b. Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes melitus, lakukan terapi
komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup, pemeriksaan
untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulanpenglihatan (retinopati dan
katarak), sistem kardiovaskular (denyut nadi perifer, tanda-tanda gagal jantung,
hipertensi), sistem saraf (neuropati sistem saraf otonom dan/ atau saraf sensoris
perifer) dan kaki (ulkus, gangren, dan infeksi). Funsi ginjal (kreatinin dan
albuminuria) harus diperiksa.
4. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus
memungkinkan si penderita menjalani hidup normal. Hal ini membutuhkan edukasi
dan dukungan kepada si penderita. Terapi spesifik diabetes melitus
a. Sarankan perubahan pola makan: usahakan mencapai berat badan ideal (karena
obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat
badan dapat mengurangi resistensi pada diabetes tipe 2). Batasi asupan karbohidrat
olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh.
Hindari konsumsi alkohol yang berlebihan.

32
b. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak
cukup mengontrol metabolisme.
5. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes
tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis insulin. Insulin
rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan, walaupun beberapa pasien
lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Sediaan yang berbeda memiliki
onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek, menengah, atau panjang). Sediaan
dengan kombinasi berbeda antara lama kerja pendek dengan menengah/panjang sering
digunakan.

6. Pemantauan kontrol glikemik pada penderita diabetes


Kontrol glikemik yang ketat meningkatkan keberhasilan dan dapat dipantau dari kadar
glukosa darah. Mereka yang sedang dalam terapi dengan obat oral harus memantau
glukosa darah puasa, sedangkan mereka yang sedang dalam terapi insulin harus lebih
sering memeriksa kadar glukosa sewaktu mereka, misalnya sebelum makan.
Pemantauan harus dilakukan lebih sering apabila pasien dalam keadaan tidak sehat.
Beberapa penderita penyakit ini merasa bahwa pemantauan darah sulit dilakukan,
sehingga yang digunakan adalah kadar glukosa urin, walaupun hasilnya tidak seakurat
pemantauan darah karena ambang batas untuk pendeteksian glukosa dalam urin
adalah antara 7 dan 12 mmol/L. Hemoglobin yang mengikat glukosa merupakan
parameter yang dapat digunakan untuk memantau kontrol glikemik selama beberapa
minggu.
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipo- atau
hiperglikemia) atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikro- dan makrovaskular, di
mana risikonya tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko
vaskular konvensional.

33
7. Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskular pada diabetes
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri
yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis
antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.
Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes melitus dan
membutuhkan waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi. Komplikasi
mikrovaskular pada diabetes antara lain:
1. Penyakit mata (retinopati)
Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler, yang menyebabkan
pembuluh darah mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah
tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru), dan edema makula.
Penatalaksanaan: pemeriksaan mata tahunan.
2. Nefropati
Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi
glomerulus) yang menyebabkan penebalan difus pada membran basal glomerulus,
bermanifestasi sebagai mikroalbuminuria (albumin dalam urin 30-300 mg/hari),
merupakan tanda yang sangat akurat terhadap kerusakan vaskular secara umum
dan menjadi prediktor kematian akibat penyakit kardiovaskular. Penatalaksanaan:
terapi antihipertensi dengan inhibitor ACE sebagai terapi pilihan utama.
3. Neuropati
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pada
pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan metabolisme
gula yang abnormal. Ada beberapa manifestasi antara lain: neuropati sensoris
perifer, mononeuropati, amiotropi, neuropati autonom. Penatalaksanaan: terapi
biasanya tidak memuaskan dan bersifat suportif saja.
Kesimpulan
1. Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kadar glokosa yang sangat
tinggi di dalam darah. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak membuat cukup insulin atau
krtika sel tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia. Seorang penderita diabetes
mempunyai beberapa ciri-ciri awal, yaitu: nafsu makan besar namun berat badan
menurun, sering merasa haus setiap waktu, dan juga sering sekali buang air kecil.
2. Terapi diabetes melitus: disarankan untuk melakukan perubahan pola makan, Obat
hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet tidak cukup
mengontrol metabolisme.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit
Dalam FKUI.2006
2. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrisons Principles of Internal Medicine, Mc Graw-Hill
Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.
3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.
4. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI
Jakarta, 1985.
5. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman Diagnostikdan Terapi.
FKUI Jakarta, 1989.

35
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. 2006
7. Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2000 ; 28
(5) : 1642 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis /treatment/shtml 7.http//www.
endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html
8. Jacob LB, Robert WP. Hemoptysis: Diagnosis and Management. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html. accessed July 13, 2012.
9. Rasmin M. Hemoptisis editorial- Jurnal Respirologi Indonesia. available at :
jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf. accessed July 13, 2012
10. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 201
11. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi
offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 327

36

Anda mungkin juga menyukai