Anda di halaman 1dari 2

Hari Minggu tak kalah sibuknya dengan hari-hari yang lain.

Jika di hari Senin-Sabtu aku masih bisa


berleha-leha menikmati 15 menit cahaya matahari sambil menyelesaikan aktivitas rumah tangga di
rentang waktu antara pukul 08.00-09.00 pagi, maka di hari minggu tak ada kenikmatan untuk menikmati
paparan sinar matahari. Di waktu bangun yang sama, aku tetap harus menyiapkan sarapan dan berusaha
keras untuk tidak terlambat beribadah.

Dan entah mengapa minggu-minggu selalu saja bolong, entah karena jarak Gereja dan rumah yang jauh,
atau karena memang selalu mencari-cari alasan karena malas dan juga terlena dengan bacaan atau
bermain musik. Dan hari Mingguku selalu berakhir dengan, Ya Tuhan, aku absen lagi.

Sebenarnya gereja tidak harus menjadi tempat pertemuan dengan Tuhan. Karena Tuhan bisa kau temui
di mana saja ; Ia bisa kau rasakan ketika kaki telanjangmu menyentuh rerumputan kering atau pasir
basah di pantai, atau senyum bahagia yang terlukis di wajah anak-anakmu ketika menikmati kue
buatanmu, atau raut wajah letih yang tertidur pulas di wajah suamimu di pagi hari. Begitu sederhananya,
namun tetap ada sesuatu yang hilang. Bangunan yang dinamai Gereja berkubah tiga dengan salib
diatasnya sudah seharusnya kau kunjungi setiap minggunya tanpa alasan. Ada khusyuk yang beda diriingi
puji-pujian lantang nan merdu yang tak bisa kau dapati dalam khusyuk pribadimu untuk bertemu Dia.
Dan aku berharap aku tidak lagi melewatkan Minggu-mingguku yang akan datang untuk melawatiNya.

Hari itu hari Minggu yang cerah, secerah hatiku yang merasa bahagia karena sudah beribadah. Sesaat
aku tiba anak-anak masih belum juga mandi. Si Kakak yang aku tugaskan untuk memandikan adiknya dan
memastikan adiknya makan, malah duduk nonton berdua si adik menghadap Televisi menikmati kartun
Minggu. Sontak aku mematikan televisi, memandikan anak perempuanku dan menyuapinya makan.
Sementara kakaknya mengurus dirinya sendiri.

Selesai mengisi perut anakku, aku lalu ke halaman belakang, mencuci perkakas kotor yang baru saja
digunakan oleh anak-anak. Anak lelakiku datang dan berkata ;

Ma, kakak tidak ingin ke sekolah Minggu.

Berikan mama satu alasan untuk membenarkan hal itu.

Okay Ma, kakak pergi tapi bisakah mama pindahkan kami ke sekolah minggu yang lain?

Mungkin bisa, tapi bilang dulu apa alasannya? kataku sambil membilas piring terakhir yang ada.

Kakak, tidak suka sekolah Minggu disini Ma, ada satu anak yang suka mengejek kakak.

Aku mausk kedalam meletakkan piring-piring bersih itu di meja dan keluar lalu berdiri berhadap-hadapan
dengannya.

Dengar, sepertinya kakak harus mengerti satu hal. Ini masalah yang sama dengan di sekolah yah. Satu
hal yang perlu kakak tahu, mau pindah ke sekolah manapun, hal ini tidak bisa dihindari. Sudah pasti
kakak akan bertemu dengan kawan-kawan yang suka usil, suka mengejek tapi ada juga yang mau
berteman dengan kakak apapun kondisi kakak. Yang harus kakak lakukan adalah menerima diri kakak apa
adanya, bahwa secara fisik kakak berbeda dengan kawan-kawan yang lain. Tapi bersyukurlah, karena
anggota tubuh kakak lengkap, dan Tuhan menciptakan kakak dengan sempurna. Jadi, tidak peduli apa
kata orang-orang, apa kata teman-teman, yang terpenting ingatlah untuk selalu melakukan hal yang
benar dan tidak merugikan orang lain, setuju?

Aku lalu memberikannya pelukan, menepuk punggungnya, Ayo ambil alkitab, panggil adikmu, mama
antar kalian.

Ada mendung kelabu menggores kecerahan hatiku di hari Minggu itu, bahwa bully verbal bisa terjadi di
mana saja, bahkan ada di tempat dimana dengan bersekutu kau bisa bertemu Tuhan. Aku lalu berharap
kalimat-kalimat yang selalu aku katakan kepadanya bisa terus ia ingat dimanapun ia berada.

Akhir dari tulisan ini aku ingin mengajak kita semua terlebih yang berperan sebagai orang tua untuk stop
berverbal bully di rumah. Panggil anak-anak dengan namanya, jangan mencemooh dan menghina orang
lain di depan anak-anak dan kurangi menonton sinetron. Karena saya percaya bahwa kebiasaan untuk
menghina orang lain selalu berawal dari rumah, dan didukung dengan tontonan sinetron yang entah
apakah sudah berubah mendidik atau masih sama seperti dulu-dulu, selalu dengan adegan-adegan yang
tak masuk akal dan mempertontonkan kisah-kisah bully.

Anda mungkin juga menyukai