Anda di halaman 1dari 13

tentang kesehatan

Rabu, 21 November 2012


makalah kesehatan dan keselamatan kerja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah K3


Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di
Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap
Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat
kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting
perusahaan.

Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-


perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000
lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3.
Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa
program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika
diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai
akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar
rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.

Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di
Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data
terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak
16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.

Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan


kenyataan di lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi
lagi. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka
kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari
angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain
rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang
berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan
oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang
dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di
samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat
ringan.

Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia
produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya
secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping
berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian material yang sangat
besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita
penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.

B. Tujuan penulisan
1.Tujuan Umum
Untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Komunitas
2.Tujuan Khusus
a) Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan
keperawatan komunitas
b) Memberikan gambaran dalam tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan
komunitas
c) Memberikan saran tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitas

C. Ruang Lingkup Penulisan

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode Studi kepustakaan, yaitu
mempelajari buku dan sumber lainnya untuk mendapatkan dasar ilmiah yang berhubungan
dengan permasalahan dalam makalah ini.

E. Sistematika Penulisan

Laporan kasus ini terdiri dari 3 (tiga) bab yang disusun secara sistematik, adapun sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teoritis yang terdiri dari pengertian, konsep hiperkes, peran dan fungs perawat,
kebijakan pemerintah
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulann dan saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian K3
Adapun pengertian dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

Secara filosofi : suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah amupun rokhaniah tenaga kerja pada khususnya manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.

Secara keilmuan : Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah


kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

B. Konsep Hiperkes
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat
bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-
hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila
timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak
semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya
dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan
arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.

K3 Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan
perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat
pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya
untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk
meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban


menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang
K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan
perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan,
bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan
K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang
pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah
ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.

Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:

1. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

4. memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

5. memberikan pertolongan pada kecelakaan;

6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;m

7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu,


kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;

9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik

11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya

14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang

15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan


penyimpanan barang

17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya


kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja
sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.

C. Peran dan fungsi perawat


D. Kebijakan pemerintah
Berbicara penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum
penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang jelas
mengenai aturan apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan. Adapun sumber hukum
penerapan K3 adalah sebagai berikut:

1) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


2) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3) PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.
5) Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,
pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang kewajiban


dan hak Tenaga Kerja terhadap Keselamatan Kerja untuk:

Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli
keselamatan kerja;

Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;

Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;

Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan


kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-
batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya sebagai perwujudan program K3 yang ditujukan sebagai program


perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu
suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Program jamsostek lahir dan diadakan dan selanjutnya dilegitimasi dalam UU No. 3
Tahun 1992 tentang Jamsostek sebagai pengakuan atas setiap tenaga kerja berhak atas
jaminan sosial tenaga kerja. Sedangkan ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja
dalam Undang-undang ini meliputi:

1) Jaminan Kecelakaan Kerja;


2) Jaminan Kematian
3) jaminan Hari Tua
4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Program Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan


berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan, yang memiliki
kriteria sebagai berikut:

1) Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 10 orang atau lebih


2) Perusahaan yang membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan
(walaupun kenyataannya tenaga kerjanya kurang dari 10 orang).

Akibat hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankan program jamsostek ini adalah
Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila setelah
dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya,
maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan)
bulan dan dicabut ijin usahanya, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Tidak memenuhi hak buruh untuk mengikuti program Jamsostek


2) Tidak melaporkan adanya kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor
Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari)
3) Tidak melaporkan kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak
lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari) setelah si korban dinyatakan oleh dokter yang merawatnya
bahwa ia telah sembuh, cacad atau meninggal dunia
4) Apabila pengusaha melakukan pentahapan kepesertaan program jamsostek, tetapi melakukan
juga pentahapan pada program jaminan kecelakaan kerja (program kecelakaan kerja mutlak
diberlakukan kepada seluruh buruh tanpa terkecuali)

Hal tersebut diatas berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1)
dan (2) UU No. 3 tahun 1992 & pasal 27 sub a PP No. 14 tahun 1993. Sanksi lain yang
mungkin diterapkan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun
1992 pada Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila
setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang
dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya
8 (delapan) bulan dan, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) tidak mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan
Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya
2) tidak memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-
perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri
sendiri
3) tidak menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan program jamsostek kepada Badan Penyelenggara
4) menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak
terdaftar sebagai peserta program jamsostek
5) menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran
jaminan kepada si korban
6) menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran
jaminan oleh Badan Penyelenggara
7) apabila pengusaha telah memotong upah buruh untuk iuran program jamsostek tetapi tidak
membayarkannya kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan

Selain sanksi-sanksi yang sudah disebutkan diatas, ada pula sanksi administratif
berupa pencabutan ijin usaha seperti yang diatur dalam Pasal 47 sub a PP No. 14 tahun
1993. Peringatan ini dapat dikenakan apabila pengusaha melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:

1) tidak mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program Jamsostek
kepada Badan Penyelenggara walaupun perusahaannya memenuhi kriteria untuk berlakunya
program Jamsostek
2) tidak menyampaikan kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja kepada masing-
masing tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan
Penyelenggara
3) tidak melaporkan perubahan

alamat perusahaan

kepemilikan perusahaan

jenis atau bidang usaha

jumlah tenaga kerja dan keluarganya besarnya upah setiap tenaga kerja palling lambat 7
(tujuh) hari sejak terjadinya perubahan;

4) tidak memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan
5) tidak melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari
2 x 24 jam setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa
6) tidak membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan selama tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, sampai adanya penetapan dari menteri.
Pengusaha dapat pula dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan
yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar, apabila melakukan keterlambatan
pembayaran iuran program Jamsostek. Selanjutnya apabila ada pengusaha yang tidak
menjalankan program jamsostek padahal telah memenuhi kriteria, maka pekerja yang cepat
tanggap dapat melaporkan hal ini pada Departemen Tenaga Kerja, yang kemudian akan
diadakan penyelidikan terhadap perusahaan selanjutnya ditangani oleh petugas-petugas
penyelidik dalam hukum acara, yaitu:

1) Kepolisian Republik Indonesia


2) Pegawai negeri sipil yang mempunyai kewenangan dalam hal ini pegawai pengawas
Depnaker.

E. Pembahasan
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (k3) agar tidak menjadikan hal-hal yang
negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang
diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (k3), seharusnya pengawasan terhadap
kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan
pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan
dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang
baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja
terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat
kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para
pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana
yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan.

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara
lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor tersebut
saling berpengaruh satu sama lainnya, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama
mempunyai kondisi yang optimal, maka status kesehatan akan tercapai secara optimal.
Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan pengolahanya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta melakukan cara-
cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1989, hal 12).
(Budiono, 2003, hal 171) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang
lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta
cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberi perlindungan
sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan produktifitas.
(Sumamur 1989, hal 13) berpendapat bahwa kesehatan kerja merupakan spesialis ilmu
kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usahapreventif atau kuratif
terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan serta terhadap penyakit umum.

(Budiono, 2003, hal 14) mengemukakan indikator keselamatan dan kesehatan kerja (k3),
meliputi :

1. Faktor manusia/pribadi

Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan
psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, dan stress serta motivasi yang tidak
cukup

2. Faktor kerja/lingkungan

Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian/pengadaan


barang, perawatan, standar-standar kerja dan penyalah gunaan.

Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator tentang keselamatan
dan kesehatan kerja (k3) meliputi: faktor lingkungan dan faktor manusia. (Anoraga, 2005, hal
76) mengemukakan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja (k3) meliputi :

3. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau keryawan dalam beraktifitas
bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, suhu, penerangan, dan
situasinya

4. Alat kerja dan bahan

Alat kerja dan bahan merupakan hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk
memproduksi barang. Dalam memproduksi barang alat-alat kerja sangatlah vital digunakan
oleh para pekerja dalammelakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-
bahan utama yang akan dijadikan barang.

5. Cara melakukan pekerjaan


Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda
yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam
melakukan semua aktifitas pekerjaan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Melihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian


kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian keselamatan dan
kesehatan kerja (k3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk
memperoleh jamianan atas keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dalam melakukan pekerjaan
yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri
dan lingkungan kerjanya.

Pada hakekatnya keselamatan dan kesehatan (k3) merupakan suatu keilmuan


multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan
kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja
terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian
akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran
lingkungan kerja dll.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan diatas maka kami ajukan saran-saran
sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan
Bagi pihak perusahaan untuk disarankan untuk menekankan seminimal mungkin
terjadinya kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan baik dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan
sering diadakan sosialisasi tentang manfaat dan arti pentingnya program keselamatan dan
kesehatan kerja (k3) bagikaryawan, seperti misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara
penggunaan peralatan, pemakaian alat pelindung diri, cara mengoprasikan mesin secara baik
dan benar. Selain itu perusahaan harus meningkatkan program keselamatan dan kesehatan
kerja (k3) serta menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dalam
kegiatan operasional.

2. Bagi karyawan

Bagi karyawan lebih memperhatikan program keselamatan dan kesehatan kerja (k3)
dengan bekerja secara disiplin dan berhati-hati serta mengikuti prosed.

Diposkan oleh rizki aprili di 18.03


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

it's me

rizki aprili
Lihat profil lengkapku

Arsip ku

2012 (2)

o November (2)
KMB OSTEOATRITIS

makalah kesehatan dan keselamatan kerja

RIZKI APRILI. Tema Tanda Air. Gambar tema oleh clintspencer. Diberdayakan oleh
Blogger.

Anda mungkin juga menyukai