2014
BAB I
PENDAHULUAN
Faktor resiko terjadinya agenesis vagina secara pasti belum diketahui, beberapa
peneliti menganggap oleh karena adanya kelainangenetik seperti pada autosomal
resesif, gangguan pada transmitted sex-linked autosomal dominant, adanya
hormon antimullerian, teratogens sepertidiethylstilbestrol (DES), thalidomide.1,2
Vagina merupakan organ reproduksi yang sangat penting bagi seorang wanita
berkaitan dengan fungsi reproduksinya seperti untuk melakukan hubungan seks,
menyalurkan darah haid dan juga untuk melahirkan. Tidak terdapatnya vagina
tentu menimbulkan masalah fisik dan psikis, tidak hanya bagi wanita tersebut
tetapi juga bagi pasangan dan keluarganya.3,4 Oleh sebab itu perlu penanganan
yang baik apabila terdapat kasus wanitadengan agenesis vagina.
Penanganan agenesis vagina dapat dilakukan dengan dua metode yaitu non
operatif dan operatif.1,2 Sari pustaka ini membahasbagaimana Rekonstruksi pada
agenesis vaginadan diharapkan dapat menambah pengetahuan kita sebagai
praktisi dibidang Obstetri dan Ginekologi.
BAB II
1
EMBRIOLOGI VAGINA
Pembentukan alat genital dimulai pada minggu ke-5 dan 6, yaitu di lateral
urogenital ridge, di daerah kranial, timbul saluran paramesonefrik (muller duct)
kanan kiri yang tembus terus ke arah bawah lateral dari saluran wolf (saluran
mesonefrik) dan pada suatu tempat di daerah distal, saluran muller ini masuk ke
dalam dan menyilang saluran mesonefrik di anteriornya. Kemudian pada bagian
distal bersatu atau berfusi, dan akhirnya menyentuh sinus urogenitalis. Bagian
bawah saluran muller yang telah berfusi kemudian mengalami rekanalisasi
sehingga terbentuklah vagina, serviks dan uterus. Sedangkan dua saluran yang
tidak berfusi pada bagian proksimal akan berkembang menjadi tuba falopii. Fusi
kedua saluran muller tersebut terjadi pada minggu ke-7 akan tetapi belum
sempurna sampai minggu ke-12. Pada titik pertemuan saluran muller bagian
bawah dengan sinus urogenitalis disebut tuberkel muller, hal ini akan
menyebabkan terjadinya proliferasi dari sinus urogenitalis ke arah atas dan
kemudian terjadi rekanalisasi bersamaan dengan rekanalisasi saluran muller
sehingga terbentuk vagina bagian distal. Sebagian sinus urogenitalis yang terletak
pada anterior tuberkel muller akan menyempit dan membentuk uretra, sedangkan
bagian bawah terbuka lebar akan menjadi vestibulum vulva dengan uretra dan
vagina terbuka di dalamnya.5,6
2
Gambar 2.1. Perkembangan awal organ reproduksi wanita2
Pada hari ke-31 dari perkembangan embrio, sel-sel mesoderm yang telah
berdiferensiasi membentuk mesenkim. Jaringan ini lebih lanjut akan
berdiferensiasi, pada permukaan medial urogenital ridge di daerah servikal dan
torakal embrio, membentuk genital ridge. Genital ridge ini akan dipertahankan
dan ditutupi oleh sel mesoderm yang tak berdiferensiasi, dan ini adalah coelimic
epithelium.5
3
Gambar 2.2. Perkembangan lanjutan duktus mullerian dan sinus urogenital2
4
BAB III
AGENESIS VAGINA
Diagnosis awal agenesis vagina secara klinis ditegakkan pada wanita yang
mengalami amenore primer dengan tanda seks sekundernya berkembang normal
dan pada pemeriksaan vagina tidak didapatkan saluran vagina. Perlu
dilakukanpemeriksaan ultrasonografi(USG), Magnetic Resonance Imaging(MRI)
atau intravenus pielogram (IVP) karena seringkali agenesis vagina disertai dengan
tidak terdapatnya cerviks, uterus bahkan ginjal.1,2,3,4
5
Tabel 3.1. Klasifikasi AFS dan rencana penanganan kelainan duktus mulleri1
6
Gambar 3.1. Segmental atau komplit agenesis atau hipoplasia1
7
BAB IV
8
Gambar 4.1. Klasifikasi tehnik vaginoplasty.11
9
Boersma dan kawan kawan mengatakan perlunya penanganan psikis dari
wanita yang menderita sindrom MRKH. Penelitian dilakukan terhadap 39 wanita
dengan sindrom MRKH dimana 19 wanita mendapatkan penanganan Cognitive
Behavioural Treatment (CBT) dan 20 wanita belum mendapatkannya. Hasilnya
bahwa 19 wanita yang telah mendapatkan penanganan CBT menunjukkan
peningkatan psikologis terhadap kondisi yang dialaminya. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan global severity index (GSI) dari sub scale 90R (SCL-90R)
13
Tabel 3.2. Deskripsi AFS dan rencana penanganan kelainan duktus mulleri klas I 1
10
4.1. Rekonstruksi Agenesis Vagina Dengan Metode Non Operatif
11
pasif dilatasi disarankan pada pasien sebagai terapi awal pembuatan vagina baru.
Apabila metode dilatasi ini tidak berhasil yang seringkali oleh karena
ketidaksabaran penderita, merupakan indikasi untuk melakukan vaginoplasty.14
Gambar 4.3. Menunjukkan dilator acrylic yang dipakai pada metode non bedah14
Gambar 4.4. Menunjukkan kursi tempat duduk sepeda (A) dan kursi kantor (B)14
12
4.2. Rekonstruksi Vagina DenganMetodeOperatif
Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tehnik operasi apa yang paling
baik untuk membuat neo-vagina pada penderita agenesis vagina. Secara
umumtujuan pengobatan penderita dengan agenesis vagina dengan pembedahan
adalah untuk tercapainya saluran vagina dengan panjang dan diameter yang
sesuai, dengan normal sekresi dan lubrikasi sehingga tercapai hubungan sexual
yang nyaman .14,15
Salah satu tehnik rekonstruksi vagina yang cukup dikenal adalah tehnik
operasi McIndoe. Dia menggunakan selaput amnion dari donor sebagai graft.
Selaput amnion yang akan digunakan sebagai graft dipisahkan dari plasenta
segera setelah plasenta lahir . Darah ibu dan pencemar lain dibuang dengan
mencucinya pada larutan saline steril sampai bersih . Selaput amnion kemudian
disimpan pada suhu 4 C dalam cairan yang mengandung 80 mg gentamisin per
100 ml larutan saline steril selama 48 jam sampai 72 jam sebelum digunakan
untuk operasi. Selaput amnion dipasang pada cetakan vagina dari karet
sedemikian rupa sehingga permukaan mesenkim amnion dapat kontak langsung
dengan jaringan penderita.15
Penderita dalam narkose umum dan dalam posisi litotomi. Insisi oblik
dibuat pada ruang rektovesikel secara hati-hati jangan sampai melukai vesika
urinaria dan rektum. Liang vagina dibuat dengan diseksi secara tumpul sedalam
14 sampai 16 cm dan diameter 3 4 cm. Setelah dilakukan hemostasis, cetakan
vagina yang terbungkus dengan lapisan amnion dimasukkan. Dua sampai tiga
jahitan dengan silk pada labia mayora untuk menjaga agar cetakan pada
posisinya.Setelah 10 sampai 14 hari jahitan dibuka dan cetakan vagina
dikeluarkan. Selanjutnya pasien diberitahu cara menggunakan dilator vagina yang
dilapisi kondom dan dianjurkan untuk memasukkan dua sampai tiga kali sehari
selama 10 menit. Jika memungkinkan setelah tiga minggu, penderita dianjurkan
untuk melakukan hubungan seksual, atau melanjutkan menggunakan dilator
13
sampai pasien menikah. Setelah 60 hari post operasi dilakukan pemeriksaan
sampel pada selaput amnion dan didapatkan terjadi perubahan epitel amnion
menjadi epitel skuamosa matang yang menunjukkan epitelisasi yang lengkap.15
14
Chakrabarty dan kawan kawan melaporkan 18 pasien dengan sindrom
MRKH yang dilakukan operasi dengan metode Sheares dimana ruang antara dua
labia dilakukan dilatasi dengan dilator hegar sepanjang duktus mulleri. Kemudian
dua saluran dibuat dengan bagian sentral septum dieksisi untuk membentuk
lubang vagina. Sebuah kasa yang dilapisi dengan selaput amnion dimasukkan
kedalam lubang vagina. Semua kasus diikuti selama kurang lebih enam bulan dan
menunjukkan hasil yang memuaskan, baik ukuran panjang maupun lebar vagina.
Pasien tetap disarankan menggunakan dilator secara teratur.16
Coskun dan kawan kawan melakukan operasi pembedahan untuk
pembentukan vagina baru dengan metode McIndoe, melaporkan pengalamannya
dalam penggunaan silikon berbentuk akrilik untuk stent vagina pada dua kasus
agenesis vagina oleh karena kelainan duktus mulleri. Hasilnya, penggunaan
silikon berbentuk akrilik untuk stent vagina pada pasien post operasi pembuatan
vagina baru dapat mencegah kemungkinan terjadinya konstriksi.17
Gambar 4.6. Vaginal stent yang terbuat dari silikon yang digunakan pada
vaginoplasty dengan metode Mc Indoe17
15
Gambar 4.7. Penggunaan selang infus set untuk memfiksasi silikon sten vagina
keperineal dan hasil operasi setelah satu tahun.17
Gambar 4.8. Vagina baru setelah operasi 3 bulan dengan menggunakan metode
Mc Indoe dan setelah penggunaan silikon berbentuk akrilik.17
16
Tabel 4.1.Data perioperatif morbiditas, anatomi, fungsi karakteristik yang
berhubungan dengan fungsi rekonstruksi vagina menggunakan
selaput amnion manusia pada tujuh pasien Rokitansky setidaknya 4
bulan setelah vaginoplasty.1
Tabel 4.2.Penelitian dan laporan kasus lain yang berkaitan dengan penanganan
sindrom MRKH dengan selaput amnion manusia.1
17
Lin dan kawan kawan melakukan pembuatan vagina baru terhadap delapan
wanita Taiwan dengan sindrom MRKH dengan menggunakan mukosa bukal yang
kurang umum digunakan sebagai graft dalam pembentukan vagina. Tujuannya
adalah membuat vagina baru yang secara fungsional dan kosmetik berfungsi baik
dengan tehnik operasi sederhana. Penderita diintubasi dengan general anestesi.
Mukosa bukal diambil dengan retraktor dengan ukuran 2.5 x 6 sampai 8 cm.
Perdarahan diatasi dengan kasa dan elektrokauter. Dalam posisi litotomi dipasang
kateter foley dan rektal tube untuk menghindari trauma pada saat operasi. Insisi
dilakukan pada cekungan vagina diantara vesika urinaria dan rektum hingga
masuk dua jari. Setelah perdarahan diatasi, stent ukuran 2 cm x 12 cm dibalut
dengan mukosa bukal dan dimasukan kedalam lubang vagina yang baru.
Dilakukan jahitan pada labia minora dan kulit perineal untuk menahan stent.
Kateter dipertahankan selama satu minggu hingga stent dibuka, tujuannya untuk
mencegah kontaminasi urin terhadap luka operasi. Antibiotik juga diberikan
selama perawatan. Hasil operasi cukup memuaskan terhadap kedelapan pasien
walaupun terdapat dua komplikasi saat operasi, satu pasien mengalami perdarahan
pervaginam dan satu dengan trauma pada kandung kemih. Kedua komplikasi
tersebut dapat diatasi dengan baik. Panjang vagina yang terbentuk rata-rata 8 cm
dengan dua jari pemeriksa dapat masuk kedalam lubang vagina yang baru. Tidak
terdapat eksudat, luka operasi kering. Setelah operasi, 3 hari pertama pasien
dianjurakan diet cair, dan diet normal pada hari ke 6. Mobilisasi dilakukan pada
hari ke 10. Luka operasi pada mukosa bukal sembuh dengan baik. Enam bulan
pertama pasien disuruh kontrol setiap bulan, diperiksa mukosa mulut, kedalaman
vagina dan epitel mukosa vagina. Pasien disarankan memakai dilatator vagina
siang dan malam selama 3 bulan pertama sampai melakukan hubungan seks yang
teratur. 18
4.2.2. Rekonstruksi Vagina dengan Kolon Sigmoid
18
keuntungan tehnik ini memberikan hasil anastomosis yang baik. Dengan
peningkatan tehnik anastomosis colorektal, persiapan usus yang baik dan
penggunaan antibiotik profilaksis sehingga sekarang ini penggunaan graft sigmoid
menjadi terapi pilihan pertama. Persiapan mekanis usus (dengan polyethylene
glycol dan enema rektal) dimulai 36 jam sebelum operasi. Antibiotik diberikan
selama operasi dan dilanjutkan empat hari setelah operasi. Prosedur operasi
dengan tehnik insisi pfannensteil. Setelah memeriksa organ genetalia interna,
mobilitas dan panjang kolon, tanduk uterus yang rudimenter dan bagian atas
septum fibromuskuler dibuang. Kemudian sebuah saluran dibuat antara vesika
urinaria dan rektum dari kavum dauglas ke perineum. Perlukaan vesika urinaria
dan rektum dicegah dengan memasukkan ruang vestibuler dengan dilator
transparan yang bercahaya dari perineum. Langkah selanjutnya adalah
mempersiapkan kolon sigmoid secara Champeau. Setelah pengangkatan kolon
sigmoid, 15-20 cm diatas rectosigmoid junction. Kemudian segmen kolon dibawa
ke perineum melalui saluran antara vesika urinaria dan rektum. Dilakukan
anastomosis colovestibular dengan benang polyglactine 3.0 secara terputus. Ujung
neovagina dijahit pada fascia promontorium dengan benang polyester. Tindakan
diakhiri dengan penutupan mesosigmoid dan rongga abdomen.Kateter Foley
dipertahankan selama empat hari. Pada saat keluar dari rumah sakit pasien
disarankan untuk mencuci vagina dengan air setiap hari selama delapan minggu
dan setelah itu dilakukan setiap minggu.Kolon dan ileum dapat digunakan untuk
pembuatan vagina baru, akan tetapi kolon sigmoid lebih baik dari yang lain
karena memiliki kriteria sebagai berikut :19
19
6. Mempunyai vaskuler pedikel
7. Tidak memerlukancetakan
Tidak satupun dari pasien mengeluh iritasi lokal, kekeringan atau nyeri
saat melakukan hubungan sex. Pengeluaran mukus yang banyak dilaporkan pada
bulan-bulan pertama dan berkurang setelah 3-4 bulan. Prolaps mukosa merupakan
salah satu komplikasi post operatif yang dapat ditangani pada kasus-kasus yang
sukses diterapi dengan eksisi. Fiksasi neovagina dengan sigmoid kepromontorium
, sakrum dan atau dinding pelvis dapat mengurangi komplikasi prolaps mukosa
ini.19
20
menggunakan segmen ileum sangat baik secara kosmetik, fungsional dan hasil
anatomi.20
21
4.2.3. Rekonstruksi Vagina dengan Metode Vecchietti
22
Gambar4.9. Prosedur Laparascopi Veccietti24
Metode Vecchietti terdiri dari dua fase yaitu intraoperatif dan postoperatif. Fase
operatif melakukan pembedahan untuk menempatkan olive dan benang traksi.
Fase postoperatif adalah fase invaginasi yang membuat neovagina dengan
menggunakan tarikan konstan yang diteruskan melalui benang keolive yang ada
diperineum. Kecepatan invaginasi rata-rata 1,0-1,5cm/hari, yang menghasilkan
kedalaman neovagina 10-12 cm dalam 7-9 hari. Mobilisasi dini dianjurkan karena
kontraksi otot rektus akan memberikan tambahan tenaga tarikan. Semua pasien
diberikan alat penutup vagina sebelum dipulangkan dan diinstruksikan cara
penggunaannya.24
23
Gambar 4.11. Instrumen Vecchietti terdiri dari alat traksi Vecchietti, pengait
benang lurus dan melengkung, dilation olive24
24
Gambar 4.13. Posisi akhir metode Vecchietti. Dilation olive ditarik pada
psudohimen dan kedua benang traksi telah ditempatkan pada alat
traksi24
25
4.2.4. Rekonstruksi Vagina dengan Laparoscopic Balloon Vaginoplasty
26
Sebuah silikon balon kateter dimasukkan oleh operator yang sudah
berpengalaman melalui transperitoneal dan melalui dinding pelvis dimana balon
diposisikan pada cekungan vagina. Secara perlahan tarikan dinaikkan 1-2 cm/hari
melalui dinding perut selama satu minggu dan dipakai alas berupa tiga buah
DVD. Seiring dengan tarikan, peningkatan kapasitas balon kateter 5 ml tiap hari
juga dilakukan untuk mencapai luas vagina yang diinginkan. Hubungan seks
disarankan satu minggu setelah pembedahan. Meskipun prosedur ini tampaknya
mudah, namun pencapaian intraperitoneal dilakukan secara buta sehingga resiko
usus melingkari loop ataupun terjadi iritasi peritoneum.27
Gambar 4.16. Posisi pasien rekonstruksi vagina dengan balon kateter post
operatif 2
27
BAB V
RINGKASAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
11. Fedele L, Bianchi S, Berlanda N, Fontana E, Raffaelli R, Bulfoni A,
Braidotti P. Neovaginal mucosa after Vechhhiettis laparoscopic operation
for Rokitansky syndrome : Structural and ultrastructural study. American
Journal of Obstetric and Gynecologic 2006;195:56-71
12. Deans R, Berra M, Creighton SM. Management of vaginal hypoplasia in
disorders of sexual development: surgical and non surgical options. Sexual
Development Journal 2010;4:292-299
13. Boersma JG, Schmidt UH, Edmonds DK. A randomized controlled trial of
a cognitive-behavioral group intervention versus waiting-list control for
women with uterovaginal agenesis (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser
syndrome: MRKH). Human Reproduction 2007;22(8):2296-2301
14. Lee MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified
version of Ingrams method. Yonsei Medical Journal 2006;47(6):892-895
15. Fotopoulou C, Sehouli J, Gehrmann N, Schoenborn I, Lichtenegger W.
Functional and anatomic results of amnion vaginoplasty in young women
with Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome. Fertility and Sterility
2010;94(1):317-323
16. Chakrabarty S, Mukhopadhyay P, Mukherjee G. Sheares Method of
Vaginoplasty Our Experience. Journal of Cutaneous and Aesthetic
Surgery 2011;4:118-121
17. Coskun A, Coban YK, Vardar MA, Dalay AC. The use of silicone-coated
acrylic vaginal stent in McIndoe vaginoplasty and review of the literature
concerning silicone-based vaginal stents: a case report. BMC Surgery
2007;7(13):1-4
18. Lin WC, Chang C, Shen Y, Tsai H. Use of autologous buccal mucosa for
vaginoplasty : a study of eight cases. Human Reproduction
2003;18(3):604-607
19. Rawat J, Ahmed I, Pandey A, Khan TR, Singh S, Wakhlu A, Kureel SN.
Vaginal agenesis : Experience with sigmoid colon neovaginoplasty. J
Indian Assoc Pediatr Surg 2010;15:19-22
30
20. Ji-Xiang W, Bin L, Tao L, Wen-zhi L, Young-Guang J, Jie-xiong L,
Chung-sheng W, Hai-ou H, Chen-xi Z. Eighty cases of laparoscopic
vaginoplasty using an ileal segment. Chin Med Journal
2009;122(16):1862-1866
21. Karateke A, Gurbuz A, Haliloglu B, Kabaca C, Koksal N. Intestinal
vaginoplasty : is it optimal treatment of vaginal agenesis? A pilot study
2005;17:40-45
22. Darai E, Toullalan O, Besse O, Potiron L, Delga P. Anatomic and
functional results of laparascopic-perineal neovagina construction by
sigmoid colpoplasty in women with Rokitanskys syndrome. Human
Reproduction 2003;18(11):2454-2459
23. Kanniyan L, Chacko J, George A, Sen S. Colon replacement of vaginal to
restore menstrual function in 11 adolescent girls with vaginal
cervicovaginal agenesis. Pediatr Surg Int 2009;25:675-681
24. Imparato E, Alfei A, Aspesi G, Meus AL, Spinillo A. Long-term results of
sigmoid vaginoplasty in consecutive series of 62 patients. Int Urogynecol J
2007;18:1465-1469
25. Giannesi A, Marchiole P, Benchaib M, Measson MC, Mathevet P, Dargent
D. Sexuality after laparascopic Davydov in patients affected by congenital
complete vaginal agenesis associated with uterine agenesis or hypoplasia.
Human Reproduction 2005;20(10):2954-2957
26. Ismail I, Cutner A, Creighton S. Laparoscopic vaginoplasty: alternative
techniques in vaginal reconstruction. British Journal Obstetric 2006;340-
343
27. Darwish AM. Balloon Vaginoplasty : A Revolutionary Approach for
Treating Vaginal Aplasia 2010;5(1):295-314
31