Anda di halaman 1dari 42

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Angka kejadian penyakit kanker usus besar ( kolon ) dan rektum cukup tinggi di dunia
termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap kanker ini masih minim.
Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di
Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat
lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di
seluruh dunia setiap tahunnya.
Dibandingkan penyakit jantung koroner, penyakit keganasan atau kanker usus besar
(kolon) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian masyarakat awam. Padahal
angka kejadiaanya cukup tinggi. Apalagi diikuti dengan makin bertambahnya usia harapan
hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin meningkat.
Penderita karsinoma kolorektal biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan lanjut,
oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum dalam
stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis dari
keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada, apakah di
kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola buang
air besar. Karena banyak kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang lanjut,
jelas bermanfaat untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian diagnostik
skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum atau mereka
yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat keluarga.

1.2 Tujuan Penulisan


Mendeteksi dan mendiagnosis dini kanker kolorektal, sehingga pengelolaan dapat
dilakukan lebih awal dan terencana yang akhirnya angka kesakitan dan kematian.

BAB II

Hal 1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker kolorektal atau dikenal sebagai ca colon atau kanker usus besar adalah tumor
ganas epitelial pada usus besar yang memanjang dari sekum hingga rektum.1
2.2 Anatomi
Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari ileum terminalis sampai
dengan anus. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi 2,5 cm dalam
kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum. Bagian asendens dan
desendens terutama retroperitoneum,sedangkan kolon sigmoideum dan transversum mempunyai
mesenterium, sehingga terletak di intraperitoneum.2,3
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli.
Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra.2,3
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai
rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, transversum, dan
sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri
atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.3
Dalam perkembangan embriologi kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional
sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap. Keadaan ini
memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.2

Hal 2
Gambar 1. Anatomi Kolon.2

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu : tunika serosa, tunika
muskularis, tunika submukosa, dan tunika mukosa. Tunika serosa membentuk apendises
epiploika, sedangkan tunika mukosa yang terdiri dari epitel selapis toraks dan tidak mempunyai
vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi
mukus yang ada di keseluruhan kolon. Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus
mienterikus (Auerbach) terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.3

Hal 3
Gambar 2. Lapisan Dinding Kolon.4

Suplai darah kolon terutama melalui arteria mesenterika superior dan inferior dan
inferior. Masing-masing mempunyai anatomis dengan arteria terdekat, yang membentuk
pembuluh darah kontinyu di sekeliling keselurahan kolon. Drainase vena kolon sejajar sistem
arteria, tetapi tidak memasuki sistem vena kava inferior. Vena mesenterika superior dan inferior
bergabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta dan berdrainase ke hati.3
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan
melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.
mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam
vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis
menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus
dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas
rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara
sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.2,3
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke nodi
limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini penting diketahui
sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon.
Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum
mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari

Hal 4
kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a. kolika
sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis.3
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena distribusi persarafan
usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi
pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau
di atas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian
berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal
dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat dan nyeri perut.3

2.3 Fisiologi
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Fisiologi usus besar meliputi:3,5
1. penyerapan H2O (700-1000 ml menjadi 180-200)
2. penyimpanan feses untuk sementara waktu
3. ekskresi mukus
4. aktivitas bakteria
Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari
dikeluarkan sebagai feses. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum.
Bila jumlah air melampaui batas misal karena ada kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan
terjadi diare.3
Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 %
kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif
melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap
secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif
disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif
melalui pertukaran klorida-bikarbonat.5
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh
bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2,
H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam

Hal 5
feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah
menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.5
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang
terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan
bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohidrat dan
protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan
kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat pertunbuhan
bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri pada colon dapat
menyebabkan sepsis, abses dan infeksi.5
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi
intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen
dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida
diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam
lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-
200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.5
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di
dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan
dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada
infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di jalan
cerna yang menimbulkan flatulensi (gembung karena kelebihan gas di lambung dan usus).
Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung karbohidrat yang
tidak dapat dicerna.5
Sekresi di kolon ialah cairan kental yang banyak, terjadi di dalam mukus dengan PH 8,4.
cairan mukus terdiri atas 98% air dan mengandung 85-93 mEq/l baik bikarbonat maupun
amilase, maltase, invertase, peptidase dan musin. Pada keadaan normal tidak ada laktase,
protease, dan enterokinase. Gunanya untuk pelicin dan melindungi mukosa kolon.5
Rangsangan untuk sekresi ialah rangsangan mekanik sisa makanan. Rangsangan pada
nervus pelvikus serta pemberian pilokarpin akan memperbesar sekresi. Rangsangan simpatikus
serta pemberian atropin akan mengurangi sekresi. Usus besar juga mempunyai fungsi ekskresi
mineral misal Ca, Mg, Hg, As, dan Fe.5

Hal 6
Selain melakukan ekskresi mineral tersebut juga bahan makanan lain yang tidak dapat
dicernakan misalnya selulosa, sebagian zat lemak, sebagian kecil protein dan lain-lainnya. Zat-
zat tersebut berupa tinja yang dalam kolon asendens seperti bubur. Pada kolon desendens mulai
menjadi padat, kemudian dikumpulkan di kolon sigmoideum dan sampai di ampula rekti
sehingga pada suatu waktu terjadi rangsangan pada rektum dan terjadilah defekasi. Berat akhir
feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari
residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang
tidak diabsorbsi.5
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yang khas
adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif,
tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup
waktu untuk absorbsi.5
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal
dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra dan (2) peristaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah
makan pertama masuk pada hari itu.3
Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting dalam
stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan emosi. Waktu transit di
kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan
yang tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan kolon normal
lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum dalam 4 jam dan
24 pada rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan feses.5
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang
mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi
kolon dan variasi hormonal.Jenis- jenis gerakan :5
- Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang
lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan elektrolit
- Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular.

Hal 7
- Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi antegrade
dan propulsif.

2.4 Etiologi
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker kolon dan rektum
merupakan interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor
lingkungan yang multipel bereaksi terhadap predisposisi gentik atau defek yang didapat dan
berkembang kanker kolon dan rektum. Terdapat 3 kelompok kanker kolon dan rektum
berdasarkan perkembangannya, yaitu:6
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus kolon
dan rektum. Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan
kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini.
Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang pada waktu dilahirkan sudah dengan
mutasi sel germinativum pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel yang
lain.
2. Kelompok sporadik. Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari
seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertamadari pasien kanker kolorektal memiliki
peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
3. Faktor lingkungan.Yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak jenuh
meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk individu
dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari
negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.Dari bukti-bukti eksperimental dan
survei makanan, ditunjukkan bahwa faktor berikut ini sangat berpengaruh terhadap
timbulnya karsinoma kolon yaitu : tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani,
meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon, tumor yang memproduksi asam
empedu sekunder, diet rendah serat, dan kemungkinan defisiensi bahan makanan
protektif (yang mencegah timbulnya kanker) dalam diet.Teori yang pernah dikemukakan
adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan pertumbuhan kuman-
kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides. Organisme ini
bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat merusak mukosa kolon
dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk
Hal 8
senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida
(suatu bahan karsinogen) dari amin dan amida yang dilepaskan oleh diet yang
mengandung daging dan lemak hewani. Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya
serat dalam diet akan memperkecil volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan
usus. Keadaan ini mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan
karsinogen. Diet rendah serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan
serta sayur-sayuran yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek
anti kanker.

2.5 Epidemiologi
Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.
Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden laki-laki dengan
perempuan adalah 3:1. Kurang dari 50% karsinoma kolon dan rektum ditemukan di
rektosigmoid, dan merupakan penyakit pada usia lanjut. Pemeriksaan colok dubur merupakan
penentu karsinoma rektum.3

Gambar 3. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi

2.6 Patofisiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang
lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan genetik
yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak
muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon
(seperti pada displasia adenoma).3,5

Hal 9
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol
pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya
karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2
mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu :
instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit
(Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya sel kanker kolon melalui mekanisme CIN yang
melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya
aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan
atau missmatchrepair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch.5
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi kanker kolon.3,5

Gambar 4. Progresi Mutasi Gen dari Adenoma Colorectal jadi Carcinoma.6

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen
Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini
menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi
pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.5
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang

Hal 10
mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap
dapat melakukan replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah.5
Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang berisi
beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor
tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir
menuju keganasan. Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :5

Gambar 5. Progresi Mutasi Gen.5

2.6.1 Penyebaran Tumor


Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:1,5
Penyebaran langsung.
Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi kolon
kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1
tahun bagi tumor untuk melingkari bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan
berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti
hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, kandung kemih,

Hal 11
vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding
vagina, kandung kemih, prostat atau sakrum.
Metastasis hematogen
Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem vena
porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena
lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik.
Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien
wanita dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu
operasi dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.
Metastasis kelenjar getah bening regional
Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase
proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior.
Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus
diangkat sewaktu operasi.
Metastasis transperitoneal
Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas
peritoenal.
Metastasis intraluminal
Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.

2.7 Manifestasi Klinis


Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya
sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering
dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia dan
konstipasi). Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai
bagian dari komplikasi seperti obstruksi.5-7
Perdarahan invasi lokal. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon
desendens dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang
proksimal. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total
terjadi akan menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat berdarah

Hal 12
sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya
tersamar namun hematokezia timbul pada sebagian kasus.5-7
Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematokezia atau darah tumor dalam
feses, tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Invasi lokal dari
tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra.
Gejala nyeri abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi.
Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi
akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat
menimbulkan nyeri perut, ikhterus dan hipertensi portal.5-7
Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam usus
besar. Ukuran dan ekstenbilitas ukuran usus kanan kira-kira enam kali lebih besar daripada
daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus bagian
kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak tumbuh
mengelilingi usus.5-7
Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di kolon kanan tidak
disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang tidak enak atau kolik di
abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan kehilangan darah kronis
yang dideteksi dengan tes darah samar.5
Sebaliknya tumor di daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi
normal dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras.Gejala obstruksi akut
atau kronis adalah gambaran klinis yang penting. Di samping itu pasien dapat mengalami
perubahan dalam pola defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber
feses. Perdarahan adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi
permukaan feses.5-7
Dengan kata lain, gambaran klinis kanker kolorektal tergantung pada tempat tumor. Sekitar
seperempat tumor usus besar terletak pada kolon kanan. Kolon transversal dan kolon desenden
relatif jarang terkena, sehingga kebanyakan tumor terletak pada kolon sigmoid dan rektum.
Gejala berdasarkan lokasi kanker dibagi menjadi:1,7

Hal 13
Kolon kanan
a. Pasien dengan obstruksi : sekitar seperempat pasien datang dengan tanda obstruksi
usus kecil di bagian bawah yaitu kolik, muntah, konstipasi dan distensi. Foto polos
abdomen memperlihatkan dilatasi usus kecil.
b. Tanpa obstruksi : banyak pasien yang datang tanpa obstruksi tidak mempunyai gejala
yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Mereka memberikan riwayat anemia
dan penurunan berat badan akibat perdarahan gastrointestinal samar. Gejala yang
kompleks ini memberikan kemungkinan karsinoma lambung, tetapi karsinoma kolon
kanan (yang seharusnya lebih membutuhkan terapi) seringkali terlewatkan. Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukannya massa yang dapat dipalpasi dalam fossa iliaka kanan.
Apakah ini ada atau tidak, seluruh kolon harus diperiksa dengan kolonoskopi atau pada
pemeriksaan barium enema.
Kolon kiri
a. Pasien dengan obstruksi : pada semua 25-30% pasien datang dengan lesi pada kolon
kiri datang sebagai pasien gawat darurat. Pasien dapat menderita perforasi dengan abses
perikolik atau bahkan peritonitis umum tetapi lebih sering obstruksi usus besar. Sejauh
ini penyebab paling umum dari obstruksi usus besar adalah karsinoma, penting untuk
menyingkirkan penyebab lain yang mungkin dapat ditangani dengan terapi konservatif.
Pemeriksaan barium enema darurat diindikasikan pada semua kasus obstruksi usus besar
untuk mengkonfirmasi derajat obstruksi dan untuk mendiagnosis pseudo-obstruksi yang
tidak membutuhkan pembedahan. Kolonoskopi darurat telah dianjurkan sebagai
alternatif dari pemeriksaan barium enema.
b. Pasien tanpa obstruksi : gangguan kebiasaan defekasi merupakan keluhan pasien yang
datang tanpa obstruksi. Hal ini bisa berupa konstipasi yang meningkat, diare atau
berubah-ubah antara kedua hal tersebut, pasien biasanya menemukan darah bersama
feses dan mengeluh nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen bawah. Penurunan berat
badan umum ditemukan dan pada umumnya merupakan tanda yang buruk. Karsinoma
kadang-kadang bisa diraba dengan palpasi abdomen.
Karsinoma rektum
Pasien dengan karsinoma rektum hampir tidak pernah datang sebagai pasien gawat
darurat. Pasien mengalami perdarahan yang jelas melalui rektum. Mungkin terdapat

Hal 14
perubahan kebiasaan defekasi dan sering tenesmus, perasaan defekasi yang belum selesai
dengan keinginan defekasi yang berulang-ulang, tetapi yang keluar hanya lendir dan
darah. Tumor sampai 10 cm dari anal biasanya dapat dilihat dengan sigmoidoskopi.

Tabel 1. Manifestasi Klinis.8


KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM
ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis
NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi
DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus
menerus
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu
DARAH PADA Samar Samar/makroskopik Makroskopik
FESES
FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat
MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat
KEADAAN UMUM

2.8Pendekatan Diagnosis
Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa
tanda seperti : anemia mikrositik, hematokezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan
defekasi oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan
darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasma namun bila tidak ada darah samar tidak
dapat menyingkirkan lesi neoplasma.8
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang yang mendukung diagnosis karsinoma kolon.8

2.8.1 Anamnesis
Dari anamnesis kita dapat menduga seseorang menderita karsinoma kolorektal, pada
mereka yang usia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi buang air besar terganggu yaitu bila

Hal 15
buang air besar sulit, disertai darah lendir, atau buang air besar disertai darah segar.Dapat juga
untuk menggali riwayat :1,5,8
Perubahan kebiasaan defekasi seperti diarea, konstipasi, frekuensi, konsistensi
Perdarahan rectal atau occult bleeding(meskipun demikian, feses sering normal)
Kram atau nyeri perut
Kelelahan dan fatigue
Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
Riwayat menderita polip kolorektal
Riwayat menderita Chronic Inflammatory Bowel Desease
Diet kurang serat

2.8.2 Pemeriksaan fisik


Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor sigmoid
sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati, akan teraba hati yang
nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen, apabila
ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan dinding abdomen distensi, dumb
countur, dumb steifung.1,8
Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada perkusi abdomen,
auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan
burburigmi, metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik Bisa juga ditemukan
nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.1,8
Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna (massa
berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir
darah pada sarung tangan.Diagnosis pada pasien dapat dilakukan sesuai bagan di bawah ini:1-8

Hal 16
Gambar 6. Pendekatan Diagnosa Kanker Kolorektal.9

Hal 17
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
2.8.3.1 Pemeriksaan laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil
normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar feses
atau anemia defisiensi besi.8
Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa tes
darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan
metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50%
kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC.
Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelah tes darah samar positif. Jadi, tes darah
samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.8
Pada pasien dengan gejala-gejala yang dicurigai karsinoma kolon, diagnosis definitif
biasanya ditegakkan dengan endoskopi (fleksibel sigmoidoskopi dan colonoscopy) atau barium
enema. Pemeriksaan lain diperlukan untuk pemeriksaan derajat penyakit dan mencari metastase.
Ada berbagai pilihan penyaringan tersedia mencakup Fecal occult bleeding (FOBT), fleksibel
sigmoidoskopi (FS), sinar-x enema barium, dan kolonoskopi dan fecal immunochemical test
(FIT).8
Fecal Occult Bleeding Test
FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti efektif
dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan tetapi,
penurunan angka kematian termasuk rendah (1533%).

Fecal Immunochemical Test (FIT)


Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru, dikenal sebagai fecal immunochemical test
(FIT), mendeteksi porsi spesifik dari protein darah manusia. Test ini dilakukan sama seperti
FOBT yang konvensional, tetapi lebih spesifik dan dapat mengurangi hasil positif palsu.
Vitamin atau makanan tidak mempengaruhi fecal immunochemical test, dan formatnya
hanya memerlukan 2 spesimen feses (FOBT konvensional membutuhkan 3), jadi lebih
mudah untuk digunakan. Fecal immunochemical test mempunyai beberapa kelemahan sama
seperti FOBT konvensional, seperti tidak bisa untuk mendeteksi tumor yang tidak berdarah.

Hal 18
Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah
carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel membran
banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi
dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses.
Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA
tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur
screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5

2.8.3.2 Pemeriksaan non Laboratorium


Barium Enema
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon
dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering untuk divisualisasi oleh karena itu
pemeriksaan rektosigmoideskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan
pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaaan lumen barium teknik kontras
ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak bisa
mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa memeriksa
bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.1
Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective dan
memeriksa keseluruhan kolon. Barium enema sebaiknya menggunakan kontras ganda dan
usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila ditemukan kelainan. Pada foto kolon
dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. Selain itu dapat
ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut.1

Gambar 7. Pemeriksaan kontras barium enema radiograf.4

Hal 19
Persiapan dan pemeriksaan barium enema
Persiapan:
Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya
10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans
Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans
Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.
Gambaran normal:
Pasase lancar (gambaran haustre)
Refluks kontras ke dalam ileum
Post evakuasi: feather like appereance

Gambar 8. Radiografi menggunakan Barium.4

Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan dapat
sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap
dapat mencapai >95% pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul dapat dikurangi dengan pemberian
obat penenang intravena meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan. Kolonoskopi dengan
enema barium terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi merupakan
Hal 20
prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip kolon. Kolonskopi mempunyai
sensitivitas 95% dan spesitivitas 99% paling tinggi untuk mendeteksi polip adenomatous, di
samping itu dapat melakukan biopsi untuk menegakkan diagnosis secara histologis dan tindakan
polipektomi penting untuk mengangkat polip.1,5
Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polyp
adenomatosa dan polypectomy. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan colon yang
dapat mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal. Kolonoskopi mempunyai
sensitifitas terbaik pada metoda screening yang ada saat ini. Kerugian kolonoskopi adalah biaya,
resiko yang ditingkatkan seperti pendarahan dan perforasi, persiapan pasien yang sulit, dan
membutuhkan pemberian obat sedasi.1,5
Secara endoskopi umumnya bentuk kanker kolorektal ialah polipoid yang ireguler, anular
seperti bunga kool yang ulseratif, striktura, sirkular, dan dapat menemukan letak obstruksi.
Apabila dibandingkan, kolonoskopi menjadi suatu metoda surveilen yang lebih efektif dibanding
dengan kontras barium enema ganda. Setelah melakukan pemeriksaan kolonoskopi dengan
disertai polypectomy, 580 pasien dilakukan surveilen dengan kolonoskopi dan kontrol barium
enema ganda (DCBE). Hasil kolonoskopi menemukan 392 polyp, DCBE menemukan polyp
sebanyak 139 (35%) pada kasus yang sama.1,5

Gambar 9. Kolonoskopi

Hal 21
Rigid Proctoscopy
Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid.
Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya.
Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian
obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa digunakan
untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.8
Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker
rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon tidak
dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya
sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.8

Gambar 10. Proctoscopy.5

CT Colonografi
Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi akurasi
tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk
menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan
udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdeteksi lesi.6
CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah Virtual Colonography
merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi-slice) CT Scan yang dapat
menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi
exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.
Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar
dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter rektal.

Hal 22
Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi.
Penelitian meta-analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang
tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya CTC
dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98%
untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan
dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.8

Evaluasi histologis

Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan, yang paling
sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum 10% dan adenoma serrata 1%.
Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat. Gambaran
atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh membran
basalis.6
Bilamana sel ganas menembus membran basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa
disebut karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma berhubungan
dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.Gambaran histologis kanker kolon bisa
dilihat pada gambar di bawah ini :6

Gambar 11. (A) polip adenomatous, (B) karsinoma dengan diferensiasi baik, (c)
karsinoma dengan diferensiasi kurang baik.5

Hal 23
Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian masing-masing Pemeriksaan Penunjang.5

Adapun pemeriksaan penunjang yang disebutkan diatas dapat digunakan sebagai


pemeriksaan penyaring. Pada populasi dengan resiko rata-rata antara lain: asimptomatik, tidak
ada riwayat kanker kolorektal dalam keluarga, tidak ada sindroma familial, dimulai saat usia
diatas 50 tahun.
Prosedur yang dianjurkan antara lain: FOBT, flexibel sigmoidoscopy setiap 5 tahun,
FOBT dan flexibel sigmidoscopy yang dikombinasikan dengan barium enema dengan kontras
udara setiap 5 tahun atau kolonoskopi setiap 10 tahun. Pasien dengan faktor resiko lain
seharusnya dilakukan pemeriksaan screening lebih dini dan lebih sering, seperti yang tertera
pada tabel dibawah ini:5

Hal 24
Tabel 3. Pemeriksaan Screening.5

2.8.4 Diagnosa banding


Perlu dipikirkannya beberapa diagnosa banding sesuai dengan lokasi anatomis yang
ditemukan. Adapun beberapa diagnosa banding yang ada antara lain seperti tertera dalam tabel
dibawah ini:2
Tabel 4. Berbagai Diagnosa Banding.5
Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri Rektum
Abses apendiks Tukak peptik Kolitis ulserosa Polip
Massa apendiks Karsinoma lambung Polip Prokitis
Amuboma Abses hati Divertikulitis Fisura anus hemoroid
Enteritis regionalis Karsinoma hati Endometriosis Karsinoma anus
Kolesistitis
Kelainan pankreas
Kelainansal empedu

Hal 25
2.9Staging Tumor
Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan dalamnya
penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis
jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya
diperhatikan oleh Dukes.5
Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman
penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada tidaknya metastase
jauh.5
Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah bening
(KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih dalam namun tidak
menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas sampai
lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa dan KGB
disebut stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau tulang
mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan maka sulit
menentukan stadium.5
Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting
dalam menentukan stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah
pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan.
Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi.5
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau ke hati
melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar
kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang rekuren disertai metastase ke hati
dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu meninggal. 5
Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau otak
tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat
terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebra kemudian
dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata
harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 9 bulan (hepatomegali dan gangguan
pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan CEA dan
gambaran CT-scan).5

Hal 26
T Tumor primer
Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai
T0: Tidak ada tumor primer
Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial
T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa
T2: Invasi tumor di lapisan otot propria
T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang
tidak dilapisi peritoneum atau perirektal
T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum viseral.

Gambar 12. Gambaran Kedalaman Tumor.2

N Kelenjar limfe regional


Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional
N1: Metastase di 1 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal
N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal
N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau pada
kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).
M Metastase jauh
Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai
M0: Tidak ada metastase jauh
M1: Terdapat metastase jauh

Hal 27
Tabel 5. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal.6,7
Stadium Deskripsi Bertahan 5
Dukes TNM Derajat histopatologis tahun (%)

A T1N0M0 I Kanker terbatas >90


padamukosa/submukosa

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai 85


muskularis
B2 T3N0M0 II Kanker cenderung 70-80
masuk atau melewati
lapisan serosa
C TxN1M0 III Tumor melibatkan kgb 35-65
regional
D TxNxM1 IV Metastasis 5

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat
pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding
kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat
menyebabkan perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang
tinggi. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang dimodifikasi
dari skala Dukes-Turnbull.6,7
Untuk semua pasien hasil kelangsungan hidup adalah sekitar 25% tetapi pada pasien yang
bisa diobati dengan reseksi meningkat menjadi 50% dan jika tidak menembus seluruh ketebalan
dinding kolon maka harapan hidupnya hampir normal. Kriteria terpenting adalah keterlibatan
KGB regional saat dilakukan reseksi primer, pasien dengan tumor yang belum menembus
dinding kolon dan belum terdapat keterlibatan KGB regional mempunyai harapan hidup 90%,
tapi bila KGB regional sudah terlibat angka harapan hidup menurun tinggal 40%.
Jumlah KGB regional yang terlibat juga penting, karena apabila lebih dari 3 KGB regional
terlibat angka harapan hidup menjadi lebih rendah yaitu 15-26%. Pada intinya kanker yang sudah
menunjukkan gejala biasanya pada stadium yang sudah parah dan angka harapan hidup secara
keseluruhan ahanya berkisar 50%. Prognosis yang buruk juga terjadi pada pasien dengan usia

Hal 28
muda, menderita kanker koloid, dan menunjukkan gejala obstruksi atau perforasi.Klasifikasi
kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada gambar di bawah ini :5
Tabel 6. Klasifikasi Kanker Kolorektal menurut Dukes-turnbull.2

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau kolonoskopi dengan
biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium untuk menentukan luasnya tumor.
Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor yang
terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor secara total
dengan tepi minimal 6 cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah bening di akar
mesenterium.10

2.10Penatalaksanaan

Hal 29
2.10.1 Operatif
2.10.1.1 Reseksi Kolon
Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase
regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi
metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon
ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh
darah yang mengaliri bagian kanker tersebut.5
Organ atau jaringan penyokong seperti omentumnya harus direseksi en blok dengan
tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis
dilakukan diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang
diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.5
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma (field defect) dan harus
dilakukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor (reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.5
Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi, maka
tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan
anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan
membutuhkan proksimal stoma atau bypass.5
Stage 0 ( Tis, N0,M0)
Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko
metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko karsinoma
invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.
Polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien ini, diikuti
dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak terbentuk
karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat seluruhnya, maka dilakukan reseksi
segmental.5

Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)

Hal 30
Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke kelenjar
getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada
invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi.5
Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)
Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi.
Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh
dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi
komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan disarankan
untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).5
Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)
Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi terhadap
rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen
yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin mengurangi rekurensi
dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah as capecitabine,
irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.5
Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)
Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik,
sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi
untuk sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini meningkat bila dibandingkan dengan
pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang
tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting
untuk lesi obstruksi kolon kiri.5
Kanker kolon kanan. Kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi dengan
hemikolektomi kanan dan anstomosis primer. Reseksi diindikasikan meskipun ada metastasis
hepatik, karena reseksi merupakan paliasi terbaik. Pada pasien dengan obstruksi yang nyata,
operasi harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Kadang-kadang reseksi tidak mungkin
dilakukan, dan ahli bedah harus memintas tumor dengan menganastomosis ileum ke kolon
transversal.Pengangkatan usus kanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :3,5

Hal 31
Gambar 13. Hemikolektomi Kanan. A dianastomosis ke B

Kanker kolon kiri. Jika tidak ada obstruksi usus, maka terapi pilihan untuk kanker kolon
kiri adalah eksisi luas dengan hemikolektomi kiri atau kolektomi sigmoid dengan anstomosis
primer. Reseksi dilakukan meskipun ada tumor sekunder dari hepar, karena reseksi memberikan
paliasi terbaik. Kolostomi saja tidak pernah dipertimbangkan bila tidak ada obstruksi, karena
mempunyai nilai paliatif yang kecil. Hemikolektomi kiri dapat dilihat pada gambar di bawah ini
:1,3,5

Gambar 14. Hemikolektomi Kiri. A dianastomosis ke B.

Hal 32
Pada kasus dengan obstruksi kolon kiri, metode tradisional yang digunakan adalah
prosedur 3 tahap:3
1. Kolostomi saja
2. Reseksi dengan anastomosis
3. Penutupan kolostomi
Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya kecenderungan ke arah reseksi sebagai
prosedur primer. Seringkali tidak dilakukan anastomosis pada operasi darurat. Kolon atas yang
tersisa dikeluarkan seperti pada kolostomi, dan kolon bawah dikeluarkan (dengan menghasilkan
fistula mukus) atau ditutup (dengan prosedur Hartmann). Operasi kedua dapat dilakukan jika
pasien sudah benar-benar pulih dan kesinambungan usus dapat dipertahankan.3
Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara tidak hanya mereseksi tumor tetapi juga
melakukan anastomosis primer. Hal ini dibantu dengan pembilasan kolon di atas meja operasi,
yang membersihkan kolon dari feses dan mengurangi disproporsi ukuran antara usus yang di atas
dan di bawah karsinoma yang direseksi. Pilihan lebih lanjut adalah melakukan kolektomi
subtotal dan anastomosis usus kecil ke sisa kolon distal atau rektum.3
Kolostomi
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop
kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir
dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding
abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmanns pouch. Penutupan
kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan identifikasi usus
distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.

Hal 33
Gambar 15. Kolostomi. (1) Massa pada kolon sigmoid dan rektum telah diangkat, (2)
lubang dibuat di perut, bagian bebas dari ujung kolon ditarik menuju lubang dan
dikaitkan ke abdomen membentuk kolostomi.1
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan
terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.6

2.10.1.2 Reseksi Kolorektal


Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan
ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.5
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengeliminasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kuratif dari CRC dicapai dengan
ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara
radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum
dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau
proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.
Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi
dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik membutuhkan
waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.

Hal 34
2.10.1.3 Reseksi Rektum
Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan prinsip
operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ apapun yang
terkena. Akan tetapi dikarenakan struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan
pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang
sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi.5
Karsinoma setengah bagian atas rektum yang dioperasi dapat dieksisi secara adekuat dan
dianastomosis dengan baik. Prosedur ini disebut reseksi anterior dan rektum. Anastomosis dapat
dilakukan dengan penjahitan manual, tetapi dengan adanya alat stapler sirkuler secara teknik
mempermudah untuk dilakukannya beberapa reseksi anterior. Prosedur reseksi pada kaarsinoma
rektum dapat dilihat pada gambar di bawah ini :1,3,5

Gambar 16. Prosedur Reseksi Anterior. A dianastomosis ke B. Prosedur reseksi


abdominoperineal. A dieksteriosasi sebagi Ujung Kolostomi

Hal 35
Jenis Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segmen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau stapled.5
Jenis anastomosis :
1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis usus
kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan pada
obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens usus
dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

End to end End to side

Side to side
Gambar 17. Anastomosis
2.10.2 Penatalaksanaan Non Operatif
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi
ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolon setelah operasi. Pasien
dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan
harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada pasien
dengan kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang masa
harapan hidup. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel meliputi : Nd-YAG foto
Hal 36
koagulasi laser. Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium
kanker pasien, seperti bagan bawah ini:1,5,7

Penentuan stadium

A B C

Tumor metastasis
Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan
paliatif
Pembedahan radikal Pembedahan radikal

Observasi Observasi

Percobaan klinis Kemoterapi


dengan terapi ajuvan

Keterangan :
A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum mempenetrasi keseluruhan
tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak diperlukan, tetapi rencana pengawasan
ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi harus dilakukan. Tindakan tersebut harus termasuk
adanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik antigen (CEA) tiap 3 bulan
dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus diulangi dalam waktu 1 tahun
untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip dan, jika negatif selanjutnya harus
diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang lebih ketat diperlukan pada pasien dengan
tumor yang timbul pada keadaan peradangan usus (inflammatory bowel disease) atau
sindroma poliposis herediter. Pada kasus tersebut, harus diambil pertimbangan untuk
melakukan kolektomi profilaksis.
B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan muskularis
dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil pertimbangan untuk
memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis terapi ajuvan. Pada saat ini, data dari
percobaan terkontrol tidak mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan.

Hal 37
C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap reseksi paliatif
tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan perforasi mungkin ditemukan.
Metastasis simptomati harus dihilangkan dengan kemoterapi. Bagi pasien dengan metastasis
ke hepar, pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk
reseksi hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan kemungkinan
hidup yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus.

Stage I: Operasi yang adekuat, tidak dibutuhkan terapi adjuvant. Stage II: Operasi yang adekuat,
penggunaan kemoterapi masih kontroversial, akan tetapi penelitian terkini menyebutkan dapat
diberikannya adjuvant kemoterapi pada stage II. Regimen dari kemoterapi yang diberikan adalah
5FU+ Leucovorin atau 5FU + Leucovorin dan Oxaloplatin. Stage III: Diketahui adanya manfaat
jika memberikan kemoterapi. Dengan menambahkan oxaloplatin dengan 5FU dan leucovorin
memberikan hasil yang lebih baik dengan angka survival 3 tahun.10

2.10.3 Persiapan Pre-operatif


Jika kanker kolon atau rektum telah didiagnosa, maka harus dievaluasi mengenai
stadiumnya. Kolon juga harus dievaluasi mengenai ada tidaknya synchronous tumours, biasanya
menggunakan kolonoskopi. Synchronous biasanya muncul sampai 5 persen pada pasien. Pada
kanker rekti, DRE dan rigid prostoskopi dengan biopsi harus dilakukan untuk menentukan
ukuran, lokasi, morfologi histologi, dan fiksasi.5
Pemeriksaan foto thorax dan USG abdomen/ Ct Scan pelvic harus dilakukan untuk
mengevaluasi ada tidaknya metastasis. CT-scan pada pelvis hanya dilakukan jika pada foto
rontgen thorax ditemukan adanya kelainan. Pada pasien dengan gejala obstruksi, solusi air
dengan kontras (gastrografin enema) dapat digunakan untuk menggambarkan derajat obstruksi.
Hal yang penting adalah menghindari persiapan mekanikal (baik pada kolonoskopi maupun
operasi) pada pasien yang terlihat ada gejala obstruksi.5
Jika pasien memiliki anemia, maka akan diberikan transfusi PRC terlebih dahulu. Untuk
persiapan gastrointestinal, termasuk pembersihan mekanik dan pemberian antibiotik.
Memberikan diet cair selama 24 jam sebelum operasi, irigasi saluran cerna dengan poliethylene
glycol. Poliethylene glycol adalah solusi garam yang seimbang dan berikan 1 sachet (100 gram)
dengan cara dilarutkan dalam 2 liter air pada malam sebelumnya. Dengan meminum cairan ini,

Hal 38
pasase pasien hampir tidak ada gerakan. Dosis dari metoclopropamid diberikan sebelumnya
untuk mencegah nausea.5
Profilaksis antibiotik diberikan pada saat induksi anestesi. Kombinasi antibiotik
spektrum luas seperti injeksi cefuroxime dan injeksi aminoglikosida seperti amikasi dan injeksi
metronidazole sebaiknya diberikan pada saat induksi anestesi. Profilaksis ini diberikan selama 24
jam. Jika selama intraoperatif terdapat kontaminasi makan antibiotik dilanjutkan 3 sampai 5
hari.5

2.11 Komplikasi
2.11.1 Komplikasi penyakit
Obstruksi kolon kiri sering merupakan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa
menjadi sangat besar, terutama sekum dan kolon ascenden. Tipe obstruksi ini disebut tipe
dileptik. Perforasi terjadi di sekitar tumor akibat nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang
menyebabkan semakin meningkatnya tekanan dalam rongga kolon. Biasanya, perforasi
mengakibatkan peritonitis umum disertai gejala sepsis. Perforasi berakibat fatal bila tidak segera
ditolong.5
Kadan terjadi perforasi dengan pembentukkan abses sekitar tumor sebagai reaksi
peritoneum. Peritoneum dan jaringan sekitarnya menyelubungi perforasi tersebut sehingga
pencemaran terbatas dan membentuk abses. Tumor yang terletak di dekat lambung dapat
mengakibatkan fistel gastrokolika dengan gejala mual dan muntah fekal. Tumor yang terletak di
dekat kandung kemih dapat mengakibatkan fistel vesikokolika dengan tanda pneumaturia.5

2.11.2 Komplikasi operasi


Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rektum abdominoperineal radikal maupun
reseksi rektum anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limfe pararektal
dan daerah retroperitoneal sekitar promontorium dan di daeral preaorta juga dilakukan eksisi
saraf otonom, simpatik, maupun parasimpatik. Gangguan seks mungkin berupa libido kurang
atau hilang, gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, orgasme, dan ejakulasi. Gangguan yang
terjadi mungkin berupa satu atau kombinasi beberapa diatas.5

2.12Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran
tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa

Hal 39
penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa
penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila
disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.5,9
Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi reseksi
secara kuratif atau paliatif, angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase jangka hidup 5 tahun
sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.5,9
Dukes A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %
Dukes B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %
Dukes C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %
Dukes D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat direseksi lagi) :
<5 %
Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi dilakukan
tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi dari sel-sel ganas.
Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan berkembang ke arah keganasan.5
Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama agar dapat mengetahui apakah kanker
itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan sigmoidoskopi, pemeriksaan feses untuk mengetahui
adanya darah, barium enema, kolonoskopi fiiber optik dan serangkaian nilai CEA sebagai
marker untuk deteksi dari kekambuhan tumor. Bila kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan
reseksi kuratif, maka peningkatan dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti
kemungkinan adanya rekurensi.5

2.13 Follow Up
Pasien yang sudah dioperasi dengan satu kanker kolorektal memiliki resiko untuk
kambuh kembali (baik lokal maupun sistemik) atau metachronous (sekunder dari tumor primer).
Pada teori, kanker metachronous seharusnya dicegah dengan melakukan pemantauan dengan
kolonoskopi untuk mendeteksi dan menghilangkan polip sebelum mereka berkembang menjadi
kanker yang invasif. Tujuan dari follow up adalah untuk mendeteksi kanker yang rekuren dan
meningkatkan angka survival. Karena kebanyakan, kanker kembali tumbuh dalam 2 tahun
setelah diagnosis utama ditegakkan.5
Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi tidak adanya
tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi tiap 3-6 bulan kemudian dan

Hal 40
kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 3-5 tahun. Bila tidak
tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan sigmoidoskopi.
Pemeriksaan CEA ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada
kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 2-3 bulan pada pasien selama 2 tahun dan
setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan CT-Scan tidak rutin dilakukan,
tetapi dapat berguna jika ditemukan adanya peningkatan CEA.5

Hal 41
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Insidens karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga
angka kematiannya. Maka dari itu, penegakkan diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosa
karsinoma kolon dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur,
rektosigmoidoskopi, foto kolon dengan kontras ganda. Kepastian diagnosa ditentukan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah
tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat
kuratif maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberi manfaat
kuratif.
Daftar Pustaka
1. Townsend C, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of surgery. 19th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.p.348-50.
2. Drake RL, Vogl AW, Mitchel AW, Tibbits RM, Richardson PW. Gray's atlas of
anatomy.2nd ed. Philadelphia: Churchil Livingstone Elsevier; 2014.p.150-1.
3. Sjamsuhidajat W, Jong WD. Buku ajar bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2013.h.762-88.
4. Olson TD, Pawlina W. A.D.A.M student atlas of anatomy. 3nd ed. New York: Mayo
Clinic; 2010.
5. Burnicardi FC, Anderson DK, Bizliar TR, Durin DL, Hunter JG, Pollock ME. Schwartzs
manual of surgery.9th ed. New York: McGrawhill; 2010.p.749-65.
6. Grace PA, Borley NR. Surgery at a glance. 2nd ed. Oxford: Blackweel science ltd;
2012.p.102-3.
7. Abdullah, Murdani. Tumor kolorektal dalam buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi ke-8.
Jakarta:FKUI; 2011.h.373-8.
8. Diunduh dari: http://www.biology-pages.info/C/Cancer.htmlpada tanggal 16 Desember
2016.
9. Diunduh dari: http://ispub.com/IJGE/2/1/13460pada tanggal 21 Desember 2016
10. Saha ML. Bedside clinical in surgery. New Delhi: Jaypee medical brother publisher;
2013.p.177-9.

Hal 42

Anda mungkin juga menyukai