Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK KHUSUS LANSIA


DI PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA PANDAAN

Oleh:
Kelompok 6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai


paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang
kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar
11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan
berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993),
kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%,
tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk
Indonesia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita
golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen
populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena
aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan
derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi
keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik,
sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia
berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic
nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam
bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah
perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita
berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun)
tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi,
hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65
tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai
dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia
di Panti.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengenal masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada
lansia.
c. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia yang berada
di panti.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga
dapat meningkatkan kesehatan lansia.
e. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan
kesehatan).

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.
b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia
yang berada di panti.
c. Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia yang
berada di panti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008).
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

2.2 Batasan Lanjut Usia


Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3 Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam
buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz),
para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri
sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri
dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia
dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan
mental.

2.4 Proses Penuaan


Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan
atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

2.5 Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia


Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut:
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,
dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami
stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.
2. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit
berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap
dan mempunyai pemikiran demikian.
3. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis
yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya, tidak semua
lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang
rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
4. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang
masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah
kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
6. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya, kehidupan seks para
lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan
banyaknya lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada
rencana untuk menikah lagi.
7. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya, banyak
para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktivitas mental
maupun material.

Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan


keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan
sebagian lagi tidak mengalaminya.

2.6 Teori Proses Penuaan


Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia
berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada
satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
2.6.1 Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram
oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel).
b. Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh
lelah (terpakai).
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori
akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot
jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan
mengganggu sel itu sendiri.
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus
yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan
autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke
dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
h. Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
i. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
j. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan, dan hilangnya fungsi.
k. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.

2.6.2 Teori Kejiwaan Sosial


a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliknya.
c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu
oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepsakan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1) Kehilangan peran (Loss of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values)

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan


R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi
penuaan adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress

2.8 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur.
Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal 170 mmHg,
diastole normal 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200
mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis,
atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan
tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan
sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa
tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan
depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik.

2.9 Permasalahan pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia
antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):
1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia.
e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.

2.10 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia


Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Bronkitis Kronis
d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul
f. Anemia
g. Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada
orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini
disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-
organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi
hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering
pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat
berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam
tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup
serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu
berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan
obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu
diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang
berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang.
Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam
tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan
dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu
dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang
menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi
(iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat
untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-
obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping
obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat,
ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan
berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa
(depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya
saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi
gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya.

2.11 Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti dan Terapi Modalitas


1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dip anti agar mereka
dapat hidup layak.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh
petugas kesehatan maupun petugas panti.
2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dip
anti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan
kesehatan lansia di panti.
2. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti
3. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat
kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun
masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau
pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia
a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.
b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
4) Mengenal kasus gangguan jiwa
a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
5) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.
6) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat
luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa
kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan
yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan
KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas
maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi
masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi
kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan
sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan
pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal.
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau
petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut
ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti
yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas
kesehatan/puskesmas.
2) Pengobatan jalan di puskesmas.
3) Perawatan dietetik.
4) Perawatan kesehatan jiwa.
5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
6) Perawatan kesehatan mata.
7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan
ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan
kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang
telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang
dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari
sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia.
Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan
tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya
mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat
keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan,
tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya.
Tinggal di rumah masih jauh lebih baik dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak
berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu
mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan
pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal
menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah
sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan
dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).
4. Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai
dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya
terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat,
tebak gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan
dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu
luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya
dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas
dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat,
mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan,
dan melihat pemandangan.
10) Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan
rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha


Dalam kehidupan dewasa ini jumlah lanjut usia akan semakin banyak, itu semua
disebabkan karena adanya peningkatan kualitas hidup maka dari itu para lanjut
usia wajib mendapatkan perlindungan, perawatan, kesejahteraan dan juga
pendidikan yang layak dan sesuai dengan keadaan lanjut usia, terutama bagi lansia
yang terlantar. Wujud nyata tindakan tersebut adalah dengan dibangunnya panti-
panti sosial bagi lansia yang bertujuan untuk melindungi, merawat,
mensejahterakan serta mendidik usia lanjut.

3.1.1 Identitas Panti Sosial Tresna Werdha


Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi
para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi
ketentraman lahir dan batin.

3.1.2 Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha


Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979
dengan nama Sasana Tresna Werdha (STW) Sejahtera Pandaan yang mula-mula
berkapasitas 30 orang, dan pada tanggal 17 Mei 1982 oleh Menteri Sosial Bapak
Saparjo diresmikan pemakaiannya berdasarkan KEP. MENSOS RI NO.
32/HUK/KEP/VI/82 dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati area
seluas 16.454 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg
Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat/Panti/Sasana
dilingkungan Departemen Sosial sesuai SK Mensos RI. No. 14/HUK/1994 dengan
nama Panti Sosial Tresna Werdha Sejahtera Pandaan. Melalui SK Mensos RI
No. 8/HUK/1998 ditetapkan termasuk kategori panti percontohan tingkat Provinsi
dengan kapasitas tampung 110 orang Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan, merupakan unit
pelaksana teknis Dinas sosial Provinsi Jawa Timur. Dengan keluarnya Perda No.
14 th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial yang berisi
bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan berubah menjadi Panti Sosial Tresna
Werdha Pandaan-Bangkalan yang merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas
Sosial Provinsi Jawa Timur.

3.1.3 Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Maksud didirikannya panti sosial tresna werdha adalah untuk memberikan
pelayanan bagi para lanjut usia yang terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidup
secara bio, psiko, sosial, dan spiritual.
b. Tujuan
1. Terpenuhinya kebutuhan biologis atau jasmani yang meliputi:
a) Kebutuhan pokok hidup seperti sandang, pangan dan papan.
b) Pemeliharaan kesehatan bagi lansia.
c) Kebutuhan rekreatif untuk mengisi waktu luang.
2. Terpenuhinya kebutuhan psikologis yang meliputi:
a) Kebutuhan kasih sayang.
b) Kebutuhan rasa aman.
c) Kebutuhan untuk rasa ketenangan.
d) Peningkatan semangat hidup.
e) Peningkatan rasa percaya diri.
3. Terpenuhinya kebutuhan sosial yang meliputi:
a) Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama bimbingan sosial antar penghuni
wisma yang lain.
b) Terpenuhinya kebutuhan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
c) Terpenuhinya kebutuhan untuk ikut bergabung dalam kegiatan lansia.
d) Terpenuhinya kebutuhan untuk dihargai dari orang lain.
4. Terpenuhinya kebutuhan spiritual yang meliputi:
a. Kebutuhan untuk beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
b. Kebutuhan untuk menerima siraman rohani sesuai dengan agamanya masing-
masing.

3.1.4 Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha


a. Sebagai pusat pemberi pelayanan bagi kesejahteraan lanjut usia.
b. Sebagai pusat informasi dan konsultasi masalah lanjut usia.
c. Sebagai pusat pengembangan kesejahteraan sosial.

3.1.5 Prosedur Pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha


Sarana dan Prasarana Panti
1. Bangunan
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah
tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat
pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas:
a. Gedung wisma sebanyak 11 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga,
mawar, melati, kemuning, teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun
diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya
ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar mandi.
1. Gedung kantor seluas 210 m2
2. Gedung lokal kerja 70 m2
3. Musholla seluas 160 m2
4. Dapur umum seluas 160 m2
5. Aula seluas 160 m2
6. Pos satpam seluas 6 m2
7. Rumah dinas tipe 50
8. Rumah dinas tipe 36
b. Sarana air bersih
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan
bantuan air dari perusahaan air minum Vivi.
c. Jamban keluarga
Setiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai
septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu dengan
yang lainnya.
d. Sarana pembuangan air limbah
Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke
tempat pembuangan limbah akhir.
e. Sarana ibadah setiap wisma
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak disebelah barat
panti.
f. Kebun dan kolam
Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.1.7 Hubungan Lintas Program dan Lintas Sektoral


1. Lintas Program
Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada
juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental
agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan
dan lain sebagainya.
2. Lintas Sektoral
Panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas Pandaan,
RSU Bangil, Pemda setempat.

3.1.8 Persyaratan Masuk Panti Sosial Tresna Werdha


1. Lansia umur 60 tahun ke atas.
2. Terlantar sosial dan ekonominya.
3. Tidak ada yang menanggung kelangsungan hidupnya.
4. Atas kemauan sendiri atau dipaksa.
5. Tidak mempunyai penyakit menular/kronis yang membahayakan orang lain.
6. Surat keterangan RT/RW.
7. Surat rekomendasi dari kantor sosial kabupaten atau kota setempat.
8. Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.
9. Lulus seleksi dari petugas panti dan mengisi formulir yang disediakan oleh
panti.

3.1.9 Distribusi Pendanaan


Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial
Propinsi Jawa Timur.

3.2 Pengkajian
3.2.1 Data Demografi
1. Umur

Analisa data
Berdasarkan kriteria umur menurut World Health Organization (WHO), lansia
terbanyak yang menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
adalah dari kelompok umur 75-90 tahun yang termasuk yaitu dalam kategori
lanjut usia tua (old) dengan prosentase 47,2%.
2. Jenis kelamin

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa lansia terbanyak yang
menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah perempuan
dengan prosentase 72%.

3. Status perkawinan

Analisa Data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa status perkawinan terbanyak di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah janda dengan prosentase
63,8%.

4. Tingkat Pendidikan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan terbanyak di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah sekolah dasar dengan
prosentase 52,8%.

5. Agama

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Agama yang dianut oleh lanjut
usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah Islam dengan
prosentase 88,8%.

3.2.2 Kebiasaan sehari-hari


1. Pola makan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan pola makan pada lanjut usia di wisma
Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 3 kali/hari dengan prosentase
94,6 %. Sebagian klien ada yang makan 1-2 kali/hari karena faktor spiritual
(kepercayaan) seperti : puasa.

2. Pola minum

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola minum pada lanjut usia di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah >5 kali/hari dengan
prosentase 38,9 %.

3. Pola mandi

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mandi pada lanjut usia di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan
prosentase 66,7%.

4. Pola keramas

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola keramas pada lanjut usia di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 kali/minggu dengan
prosentase 66,7%.

5. Pola gosok gigi

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola gosok gigi pada lanjut usia
di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan
prosentase 66,7%.

6. Pola memotong kuku

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola memotong kuku pada
lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1
kali/minggu dengan prosentase 75%.

7. Pola ganti pakaian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola ganti pakaian pada lanjut
usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 dan 2 kali/hari
dengan prosentase sama yaitu 50%.

8. Pola mencuci pakaian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mencuci pakaian pada
lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2-3
kali/minggu dengan prosentase 58,3%.

9. Pola berhias

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola berhias pada lanjut usia di
wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah berhias dengan
prosentase 83,3%.

3.2.3 Pola aktivitas


1. Istirahat dan tidur

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola aktivitas (istirahat dan
tidur) pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah
tidak terganggu dengan prosentase 80,6%.

2. Kegiatan panti (keagamaan)

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan pada lanjut
usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak
mengikuti dengan prosentase 55,6%.

3. Kegiatan keterampilan dan kesenian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keterampilan dan
kesenian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 55,6% dikarenakan adanya
beberapa faktor yaitu adanya cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti
kegiatan dan dan tempat jauh dari wisma.

4. Kegiatan bimbingan sosial

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan bimbingan sosial pada
lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah
tidak mengikuti dengan prosentase 52,8 % dikarenakan adanya beberapa faktor
yaitu cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti kegiatan dan tempat jauh dari
wisma.
5. Kegiatan Senam Tera

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan senam Tera pada
lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah
tidak mengikuti dengan prosentase 61% dikarenakan kurangnya minat, kurangnya
kesadaran, kurangnya informasi tentang kesehatan dan kecacatan fisik.

6. Kegiatan Pertanian,Perikanan, dan Perkebunan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertanian dan
perkebunan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 80,6 %.

7. Kegiatan kebersihan lingkungan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kebersihan lingkungan
pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak
adalah mengikuti dengan prosentase 58,3%.

8. Kebiasaan yang merugikan kesehatan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan yang merugikan
kesehatan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
terbanyak adalah tidak ada kegiatan yang merugikan kesehatan dengan prosentase
86,1%.

9. Kegiatan membersihkan rumah/kamar

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan
rumah/kamar pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
terbanyak adalah 2 kali/hari dengan prosentase 96,8 %.

10. Kegiatan membersihkan kamar mandi

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan kamar
mandi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek
terbanyak adalah tidak pernah membersihkan kamar mandi dengan prosentase
52,8 % dikarenakan sebagian dari wisma telah membagi tugas pada masing-
masing lansianya pada kegiatan lain-lain.

11. Kegiatan membersihkan selokan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan selokan
pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak
adalah tidak pernah membersihkan selokan dengan prosentase 100 % dikarenakan
banyaknya selokan yang sudah rusak dan sebagian Wisma tidak memiliki selokan.

3.3 Data Subsistem


3.3.1 Lingkungan
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan dengan kapasitas tampung 110 orang dan
menempati area seluas 16.960 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah
tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat
pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas: Gedung wisma sebanyak 11
wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga, mawar, melati, kemuning,
teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2.
Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang
rekreasi, dapur, dan kamar mandi. Gedung kantor seluas 210 m2. Gedung lokal
kerja 70 m2. Musholla seluas 160 m2. Dapur umum seluas 160 m2. Aula seluas
160 m2. Pos satpam seluas 6 m2. Rumah dinas tipe 50. Rumah dinas tipe 36.
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan
bantuan air dari perusahaan air minum Vivi. Setiap wisma minimal memiliki 1
kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank
ini tidak terhubung antar yang satu dengan yang lainnya. Setiap wisma terdapat
sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke tempat pembuangan
limbah akhir. Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak
disebelah barat panti. Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.3.2 Pelayanan Kesehatan dan Sosial


Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi
para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi
ketentraman lahir dan batin.
Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada
juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental
agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan
dan lain sebagainya. Selain itu, panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU
Malang, Puskesmas Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat untuk menunjang
kondisi kesehatan para lansia.

3.3.3 Ekonomi
Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial
Provinsi Jawa Timur.

3.3.4 Transportasi dan Keamanan


Untuk kegiatan di dalam panti biasanya para lansia hanya berjalan kaki untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Panti juga menyediakan kendaraan berupa mobil
untuk keadaan darurat, misalnya keadaan dimana lansia harus segera mendapat
penanganan di rumah sakit. Selain itu, masing-masing wisma juga dijaga oleh
tenaga keamanan yang diperkerjakan di panti tersebut.

3.3.5 Politik dan Pemerintahan


Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan merupakan Unit Pelaksana Teknis dari
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang memiliki struktur organisasi sesuai
dengan Perda Provinsi Jawa Timur No. 14 Tahun 2002 yang terdiri dari: Kepala
Panti, Kelompok Jabatan Fungsional, Ka. Sub. Bagian Tata Usaha, Ka. Sie Unit
Pelayanan Sosial Pandaan dan Bangkalan. Panti Sosial Tresna Werdha juga
memiliki prosedur pelayanan yang sistemastis untuk mencapai lansia yang
sejahtera. Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan memiliki 33 pegawai yang
memiliki peran dan fungsinya masing-masing.

3.3.6 Komunikasi
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki fasilitas ruang tamu dan aula yang biasa
dimanfaatkan oleh para lansia untuk berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-
hari.

3.3.7 Pendidikan
Dalam Panti Sosial Tresna Werdha, para lansia banyak sekali difasilitasi dengan
berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan keagamaan, ketrampilan dan kesenian,
bimbingan sosial serta senam tera yang bertujuan untuk menjaga kebugaran para
lansia.

3.3.8 Rekreasi
Para lansia biasa mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang
diselenggarakan oleh panti. Di sela-sela aktivitas biasanya mereka mengobrol,
membaca koran atau sekedar menonton TV di dalam ruangan rekreasi yang
disediakan sebagai fasilitas panti. Selain itu lansia juga bisa berjalan-jalan di
kebun belakang panti dan disana terdapat kolam ikan yang bisa digunakan untuk
memancing.

3.4 Analisa Data


No Data Masalah
1. Data Subyektif
Banyak lansia di wisma binaan mengatakan bahwa di lingkungan wisma banyak
yang malas mandi dan merapikan tempat tidur sehingga baunya kurang sedap.

Data Objektif :
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia
yang tidak mencuci pakaian sebanyak 5,6%, lansia yang tidak mencuci rambut
sebanyak 8,3% dan yang mandi 1x sebanyak 11,1% serta lansia yang tidak berhias
sebanyak 22,7%.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia
yang tidak pernah membersihkan kamar sebanyak 13,9% dan 69,6% lansia tidak
pernah membersihkan kamar mandi.
Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Data Subjektif
Banyak lansia mengatakan malas untuk mengikuti senam tera

Data Objektif :
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa
61% lansia tidak mengikuti senam tera.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa
8,3% lansia merokok.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa
lansia yang makan 1 kali/hari sebanyak 2,7% dan 2 kali/hari sebanyak 2,7%
Risiko penurunan derajat kesehatan
Kriteria Penapisan

Diagnosa
Keperawatan
Komunitas. Kriteria Penapisan
Sesuai dengan peran perawat komunitas Jumlah yang berisiko Besarnya risiko
Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan untuk
diatasi Sesuai dengan program pemerintah Tersedia Sumber
Sumber daya tempat Sumber daya waktu Sumber daya dana Sumber daya
peralatan Sumber daya orang Jumlah Skor
Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan 5 5 5 3 3 4 5 5 5 5 5 5 55
Risiko penurunan derajat kesehatan 5 5 4 3 3 4 5 5 5 5 5 5 54
Keterangan
Skore 0-5
0 : Paling rendah
1 : rendah
2 : sedang
3 : cukup
4 : tinggi
5: Paling tinggi

3.6 Prioritas Masalah


1. Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan.
2. Risiko penurunan derajat kesehatan

3.7 Rencana Keperawatan


Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi Tanggal/ Waktu Tempat Penanggung
Jawab Sasaran Evaluasi
Jangka Panjang Jangka Pendek Proses Hasil
1.Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan Setelah dilakukan asuhan
keperawatan komunitas di panti sosial Tresna Werdha selama 2 minggu
diharapkan :
1. Meningkatkan kebersihan perorangan pada lansia.
2. Meningkatkan kebersihan lingkungan di tiap-tiap wisma.
3. Menurunkan resiko penurunan derajat kesehatan pada lansia. 1. Lansia dapat
menerapkan personal hygiene secara mandiri.
2. Lansia dapat memenuhi kebersihan lingkungan di setiap wisma secara mandiri.
Penurunan derajat kesehatan pada lansia dapat berkurang secara bertahap.
Lansia dapat terhindar dari resiko penularan penyakit. 1. Membe-rikan penyu-
luhan keseha-tan tentang personal hygiene.
2. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal latihan personal hygiene.

Jumat,14 Desember 2012 / 09.00 WIB Aula Panti Sosial Tresna Werdha Ka.Sie
Unit Pelayanan Soial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di Panti Tresna
Werdha 1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai rencana yang telah dibuat
2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nang-gapi de-ngan antusias.
3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-
ti, penu-runan pendenga-ran, pendidikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi
penu-runan daya ingat sehingga informasi yang diberikan ku-rang bisa diterima
oleh para lansia 1. Terjadi pening-katan kebersihan pero-rangan pada lansia.
2. Terjadi pening-katan keber-sihan ling-kungan dise-tiap wisma binaan.
2. Risiko penurunan derajat kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas selama 2 minggu di panti sosial
Tresna Werdha diharapkan:
1. Meningkat-nya kesadaran mengikuti kegiatan senam tera.
2. Meningkat-kan pola hidup sehat pada lansia. 1. Lansia dapat mengikuti
kegiatan senam tera sesuai jadwal kegiatan.
2. Melakukan kegiatan jalan pagi disekitar panti.
3. Kebiasaan merokok beberapa lansia berkurang.
4. Pola makan lansia teratur 1. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal
makan dan latihan senam tera.
2. Memberikan motivasi pada para lansia agar melaku-kan senam tera.
3. Membe-rikan pendidi-kan keseha-tan tentang kerugian merokok kepada para
lansia Jumat, 14 Desember 2012/ 09.00 WIB Halaman Panti Sosial Tresna
Werdha Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di
Panti Tresna Werdha 1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai renca-na yang
telah dibuat
2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nanggapi de-ngan antu-sias.
3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-
ti, penu-runan pendengar-an, pendi-dikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi
penu-runan daya ingat sehingga infor-masi yang diberikan ku-rang bisa diteri-ma
oleh para lansia Terjadi peningkatan derajat kesehatan pada lansia.

3.8 POA (Planning Of Action)


No Nama Kegiatan Waktu/Tempat Penanggung Jawab dr mhsw PJ dari Pok Sus
Sumber Dana
1 Penyuluhan tentang Personal Hygiene Jumat 14 Desember 2012/ Aula Panti
Sosial Tresna Werdha. Ghora Ibu Anik Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa
Timur
2 Senam Tera Sabtu, 15 Desember 2012/ Halaman Panti Sosial Tresna Werdha
Heni Ibu Anik Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

3.9 Implementasi
1. Penyuluhan
Penyuluhan tentang Personal Hygiene dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Jumat, 14 Desember 2012
Tempat : Aula Panti social tresna werdha
Waktu : Pukul 09.00 WIB
Sasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werdha
Yang dihadiri oleh lansia di Panti Sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh
mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu :
a. Fase pembukaan
Pada fase ini dimulai denagn salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan
dari penyuluhan yaitu tentang personal hygiene.
b. Fase penyampaian materi
1. Pada fase ini mahasiswa menyampaikan materi penyuluhan mulai dari
pengertian dari personal hygiene, serta faktor-faktornya kebutuhan kebersihan dan
fungsi kulit, kebutuhan kebeersihan rambut dan pemeliharaan rambut, memasang
kap kutu, kebutuhan gigi dan mulut.
2. Selama materi penyuluhan peserta sangat antusias mendengarkan dan
memperhatikan.
c. Fase penutup
1. Pada fase ini terdiri dari tanya jawab antara lansia dan mahasiswa.
2. Penyuluh menjawab pertanyaan dari peserta.
3. Penyuluh menyimpulkan materi penyuluhan.
4. Penyuluh mengucapkan salam dan mengucapkan terima kasih.

2. Senam Tera
Kegiatan Senam Tera dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Desember 2012
Tempat : Halaman Panti social tresna werdha
Waktu : Pukul 07.00 WIB
Sasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werdha
Yang dikuti oleh lansia di panti sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh
mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu:
d. Fase pembukaan
Pada fase ini dimulai dengan salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan
dari senam tera.
e. Fase penyampaian materi
1. Pada fase ini mahasiswa memperagakan senam Tera.
2. Selama senam peserta sangat antusias menggerakkan badannya.
f. Fase penutup
Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan observasi,
menunjukkan bahwa lansia di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek
tingkat perilaku hidup sehat pada khususnya personal hygiene atau kebersihan
perorangan serta lingkungan tempat tinggal (kamar atau wisma) masih kurang
memenuhi standart kesehatan. Jumlah klien di wisma Kemuning, Seruni, Cendana
dan Anggrek sebanyak 36 lansia. Status personal hygiene kurang memenuhi
standart kesehatan sekitar 43 %, dan personal hygiene cukup baik sebanyak 57%
dari keseluruhan jumlah lansia di 4 wisma. Sedangkan, lingkungan wisma yang
kurang bersih dari ke empat wisma tersebut sebanyak 75 % dan hanya 25 % yang
kebersihan lingkungannya cukup baik. Dengan demikian, maka hal tersebut perlu
perhatian khusus karena dapat berdampak kurang baik pada lansia di kemudian
hari.
Dari hasil yang telah dicapai, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
pengetahuan, perilaku hidup sehat, kemauan dan kesadaran diri dari para lansia
maka mahasiswa bersama petugas panti dan para ansia turut berperan aktif dalam
mengatasi masalah personal hygiene pada lansia.

4.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan, kelompok menganjurkan saran yang diharapkan dapat
menjadi pertimbangan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan para lansia khususnya di wisma
Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek dan ruang isolasi Cempaka dan
Flamboyan dapat terwujud :
1. Pembinaan yang berkesinambungan dari petugas kesehatan panti sangat
diperlukan untuk memotivasi lansia memelihara dan meningkatkan status
kesehatan khususnya melalui petugas yang ada dalam setiap wisma dan perlu
peningkatan kesehatan lingkungan.
2. Rencana tindak lanjut yang perlu di buat bersama lansia dan perlu di pantau
dalam pelaksanaan dan hasilnya secara terus-menerus oleh petugas Panti Sosial
Tresna Werdha Pandaan.
3. Setiap lansia di wisma diharapkan dapat memahami permasalahan kesehatan
yang ada sekaligus melalui upaya-upaya kesehatan oleh lansia maupun dengan
bantuan pelayanan yang baik.
4. Pelayanan yang ada terus-menerus untuk melakukan penyuluhan kesehatan dan
lingkungan pada lansia baik secara formal maupun secara informal untuk
mengatasi masalah-masalah yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Elizabeth T. dan Judith McFarlane. Buku Ajar Keperawatan


Komunitas: Teori dan Praktik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ekasari, Mia Fatma, dkk. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan:
Keperawatan Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. Jakarta:
EGC.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

FORMAT KUESIONER WAWANCARA

Tanggal pengumpulan data : Wisma :


I. Data Demografi
1. Nama :
2. Tempat dan tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Agama :
5. Status perkawinan :
6. Tinggi badan / Berat badan :
7. Penampilan umum :
8. Ciri-ciri tubuh :
9. Orang yang dapat dihubungi :
10. Hubungan dengan klien :
11. Alamat :

II. Kebiasaan Sehari-Hari


1. Makan./hari
1x 2x 3x

2. Minum./hari
1-2x 3-4x >5x
3. Mandi./hari
1x 2x 3x

4. Keramas./minggu
Tidak 1x 2x 3x

5. Gosok gigi./hari
Tidak 1x 2x 3/lebih

6. Memotong kuku./minggu
Tidak 1x

7. Ganti pakaian./hari
Tidak Ya Ket : 1x 2/lebih

8. Mencuci pakaian.
Tidak Ya Ket : Setiap hari

2-3 hari

1 minggu
9. Berhias.
Tidak Ya

III. Pola Aktivitas


1. Istirahat tidur
Tidur malam : . Jam (.-. WIB)
Tidur siang : . Jam (.-. WIB)
Jumlah : . Jam
2. Olah raga./minggu
Tidak mengikuti mengikuti Ket : 1x 2x
3x
Alasan :
3. Kegiatan panti
a. Keagamaan Tidak mengikuti Mengikuti
Alasan :

b. Keterampilan dan kesenian : Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

c. Bimbingan sosial Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

d. Senam tera Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

e. Pertanian Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

f. Kebersihan Masjid Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

g. Kebersihan Lingkungan Tidak mengikuti Mengikuti


Alasan :

4. Kebiasaan yang merugikan kesehatan


Tidak Ya Ket : Merokok Alkohol

Dll

5. Membersihkan rumah/kamar/./hari
Tidak Ya Ket : 1x 2x
Alasan :

6. Membersihkan kamar mandi./minggu


Tidak Ya Ket : 1x 2x
Alasan :

7. Membersihkan selokan./minggu
Tidak Ya Ket : 1x 2x

Anda mungkin juga menyukai