Anda di halaman 1dari 39

Materi Pendidikan IPS SD (PGSD'14 Undiksha)

S e n in , 1 2 Ja n u a r i 2 0 1 5 - Wa wa n Re spe ct

2.1 PENGERTIAN KURIKULUM


Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dapat (paling tidak sedikit) meramalkan hasil pendidikan/pengajaran yang
diharapkan karena ia menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta
didik.
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang
masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung berubah.
Menurut Sudjana (1993 : 37) pada umumnya perubahan struktural kurikulum menyangkut komponen
kurikulum yakni:
1. Perubahan dalam tujuan. Perubahan ini didasarkan kepada pandangan hidup masyarakat dan falsafah bangsa.
2. Perubahan isi dan struktur. Perubahan ini meninjau struktur mata pelajaran -mata pelajaran yang diberikan
kepada siswa termasuk isi dari setiap mata pelajaran.
3. Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi
perubahan teori belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan penyuluhan, perubahan sistem
penilaian hasil belajar.
4. Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas,
juga sarana material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium, perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
5. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk
mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan efesien, relevan dan produktivitas terhadap
program pembelajaran sebagai suatu system dari kutikulum.

2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA


Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,
yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006 serta kurikulum 2013.
b) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP
oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan
Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:
1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum,
2) Beban belajar,
3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
4) Kalender pendidikan.

1) Tujuan diadakannya KTSP


a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum,
mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan
keputusan bersama.
c) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Mulyasa (2006: 22-23)
KTSP perlu diterapkan pada satuan pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut :
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan.
c) Pengambilan keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling tahu yang terbaik
bagi sekolah tersebut.
d) Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan transparansi
dan demokrasi yang sehat.
e) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
g) Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang berubah secara cepat serta
mengakomodasikannya dengan KTSP.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana
dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut.
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b) Beragam dan terpadu.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d) Relevan dengan kebutuhan.
e) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan
dunia kerja.
f) Menyeluruh dan berkesinambungan.
g) Belajar sepanjang hayat,
h) Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.

2) Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut.
a) Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan
diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b) Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c) Kalender pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta
didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.
d) Struktur muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas.
Mata pelajaran
Muatan lokal
Kegiatan pengembangan diri
Pengaturan beban belajar
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
Pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e) Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
f) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen
pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
dijabarkan dalam silabus.

2.2.4 Kurikulum 2013


Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran
yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang
pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam
dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1) Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;
2) Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3) Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi
hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata
pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di
kelas tertentu.
4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan
untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD
pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang
berasal dari pendekatan disciplinarybased curriculum atau content-based curriculum.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan
memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat
dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsungPenilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi,
bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan .
8) kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat
memuaskan).

2.3 Pengembangan Kurikulum IPS SD di Indonesia


Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dassar tahun 2006 yang ditetepakan berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mempunyai
karakteristik tersendiri karena kurikulum IPS yang mulai berlaku tahun ajaran 2006 itu tidak menganut istilah
pokok bahasan, namun cukup simpel,yakni Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini jauh lebih
sederhana dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya dan jam pelajarn relatif lebih sedikit per minggunya.
Kesemuanya ini memberikan peluang yang luas bagi guru sebagai pengembang kurikulum untuk berkreasi
dalam pengembangan kurikulum yang mengacu pada pembelajaran IPS yang PAKEM (Pembelajaran Aktif
Kreatif dan Menyenangkan). Di tangan gurulah, kurikulum ini dapat hidup dan berkembang.
Kurikulum Pendidikan IPS SD tahun 2006 bersifat hanya memberi rambu-rambu untk kedalaman dan
keluasan materi dalam mencapai kompetensi dasar yang diharapkan, di sini aspirasi setempat (muatan lokal)
dapat dituangkan dalam proses pembelajaran IPS Terpadu. Di dalam kompetensi dasar, terdapat kata kerja
operasional yang menunjukan cara pembelajaran yang disarankan. Apabila ditelaah maka kata kerja operasional
tersebut mengacu pada cara belajar aktif, misalnya membuat, menunjukan, menceritakan, mencari,
menggunakan, mengamati, dan menggambar.
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar terdiri dari materi Geografi, Sejarah,
Sosiologi, dan Ekonomi. Materi IPS SD tidak nampak secara nyata, namun terata secara terpadu dalam standar
kompetensi yang dimulai sejak kelas satu sampai dengan kelas enam. Pembelajaran IPS pada kelas 1 sampai
kelas 6 dilaksanakan melalui pendekatan pembelajaran.
Kurikulum 2006 tertata dalam standar kompetensi tertata dalam kompetensi dari kelas 1 sampai kelas 6.
Kurikulum 1994 materi pelajaran ditata lebih terpadu dan sederhana. Kolerasi dalam berbagai ilmu atau disiplin
ilmu penunjang daripada kurikulum 1986.
Kurikulum 1968 materi IPS masih bersiri sendiri-sendiri secara terpisah antara Ilmu Bumi, Sejarah, dan
Pengetahuan Kewarganegaraan.
Kurikulum 1975 Pendidikan Kewarganegaraan dalam IPS mulai dipisahkan menjadi bidang studi sendiri
dengan nama Pendidikan Moral Pancasila.
Kurikulum 1994 PMP dan IPS tetap terpisah, PMP diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN) kelas 1 sampai dengan kelas 6. pelajaran IPS diajarkan sejak kelas 3 SD.

1. Ditinjau dari tujuan kurikuler :


Kurikulum 1964 dan 1968 menekankan unsur tujuan Pendidikan Kewargaan Negara/ Moral. Unsur tersebut
dalam kurikulum1975, 1986, 1994 terwadahi dalam bidang studi PMP/ PPKN.

2. Ditinjau dari segi penyusunan tujuan kurikuler :


Kurikulum 1994 sama dengan kurikulum1986 yakni 4 tujuan kurikuler IPS, masing-masing satu tiap kelas
dan 3 tujuan kurikuler Sejarah Nasional masing-masing satu tiap kelas.

3. Ditinjau dari segi lingkup bahan pengajaran :


- Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan spiral (lingkup terdekat-luas). Pendekatan ini juga berlaku untuk
kurikulum sebelumnya.
- Khusus Sejarah Nasional menggunakan pendekatan periodisasi (zaman kuno- sejarah kontem porer).
- Kurikilum 1994 materi sejarah nasional ditambah ditambah sejarah lokal.
- Kurikulum 1986 disamping sejarah nasional ditambah PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa )

4. Dari materi Kurikulum


- Kurikulum 1964 sd 1986 materinya semakin padat dan sarat .
- Kurikulum 1994 materi mulai di sederhanakan ,pengembangan materi diserahkan kepada guru .
- Kurikulum 1964 ada 18 pokok bahasan
- Kurikulum 1968 ada 19 pokok bahasan
- Kurikulum 1975 ada 29 pokok bahasan
- Kurikulum 1986 ada 39 pokok bahasan
- Kurikulum 1994 ada 29 pokok bahasan

5. Dari segi alokasi waktu


- Kurikulum 1986 dengan kurikulum 1994 tidak mengalami perbedan.
- Kurikulum IPS 2006 relatif lebih sedikit yakni 3 jam dalam 1 minggu.
- Perbedaan yang esensial terletak pada jumlah pokok bahasan. Kurikulum 1986 sarat dan padat
materi,sehingga kedalaman materi kurang.
- Kurikulum 1994 kedalaman dan keluasan diserahkan kepada guru selaku pengembang dan Kurikulum 2006
lebih simpel lagi.

2.4 Pembahasan didalam Kurikulum 2013


Perubahan kurikulum mulai dari Sekolah Dasar, hingga Sekolah Menengah Atas, dilakukan untuk
menjawab tantangan zaman yang terus berubah agar para generasi muda mampu bersaing di masa depan.
Kurikulum baru di SD menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis
test dan portofolio yang saling melengkapi. Di dalam Kurikulum 2013 ada beberapa berubahan ada beberapa
yang berubah dari kurikulum sebelumnya, diantaranya :
1. Pelajaran berbasis tematik
Pada kurikulum sebelumnya, pelaksanaan pelajaran berbasis tematik hanya pada kelas rendah, dan di kelas
tinggi setiap mata pelajaran terkesan berdiri sendiri. Namun, untuk kurikulum 2013 ini anak anak SD tidak
lagi mempelajari masing masing mata pelajaran secara terpisah, namun pembelajaran berbasis tematik
integratif yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar menygyhkan proses belajar berdasarkan tema untuk
kemudian di kombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.

2. Hanya ada 6 mata pelajaran


Pada kurikulum sebelumnya, untuk tingkat Sd ada 10 mata pelajaran yang diajarkan yaitu Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewargaeagaraan, Bhasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, Jasmani
dan Kesehatan, serta Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Sedangkan, pada kurikulum baru mata pelajaran
untuk anak SD yang semula berjumlah 10mata pelajaran dipadatkan menjadi 6 mata pelajaran yaitu. Agama,
PPkn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni Budaya.

3. Pramuka menjadi ekskul wajib


Untuk Pramuka sendiri dalam kurikulum 2013 akan menjadi ekskul yang wajib untuk semua jenjang,
termasuk juga di dalamnya jenjang Sekolah Dasar.

4. Bahasa Inggris hanya sebagai kegiatan ekskul


Bahas Inggris yang dihapus pada kurikulum 2013 ini telah menjadi polemik. Rencana penghapusan ini
didasari kekhawatiran akan membebani siswa dan memprioritaskan terhadap penguasaan Bahasa Indonesia.
Namun untuk kurikulum 2013 di tingkat SD Bahasa Inggris termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler bersama
dengan Palang Merah, UKS, dan Pramuka.

5. Mapel IPA dan IPS diintegrasikan dengan 6 mapel lain.


Empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, muatan lokal dan pengembangan diri, pada
kurikulum 2013 di SD akan diintegrasikan dengan 6 mata pelajaran lainnya. Untuk mata pelajran IPA akan
menjadi materi pembahasaan pelajaran Bahas Indonesia dan Matematika. Mata pelajaran IPS akan menjadi
pembahasan materi Bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sedangkan
mulok dan pengembangan diri itu kaitannya nanti dengan seni Budaya.

6. Belajar di sekolah lebih lama.


Kurikulum 2013 ini justru membuat lama belajar anak disekolah bertambah. Metode baru pada kurikulum
ini mengharuskan anak-anak untuk ikut aktif dalam pembelajran dan mengobservasi setiap temanya.

1.2 Materi IPS yang Diajarkan dalam Kurikulum 2013


Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian
didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang
didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang
pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam
dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1) Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
2) Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri.
3) Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil
belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata
pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di
kelas tertentu.
4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan
untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD
pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang
berasal dari pendekatan disciplinarybased curriculum atau content-based curriculum.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan
memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat
dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
8) Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti
dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria
Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:


1) Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
2) Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program
pendidikan.
3) Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan,
keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
4) Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan
dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery
learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5) Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
perbedaan dalam kemampuan dan minat.
6) Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya.
7) Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8) Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan..
9) Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
10) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11) Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1) Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
- Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
- Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
- Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2) Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 2015
3) Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 2014
4) Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya
kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari Desember 2013
5) Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi
dan upaya penanggulangan: Juli 2013 2016

Berikut materi IPS SD yang diajarkan pada kurikulum 2013 pada masing-masing kelas adalah :
1. Pada kurikulum 2013 di kelas I dan II SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti
PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu
pada pendidikan karakter seperti bagaimana cara menghargai keberagaman penduduk, budaya, agama dan ras di
Indonesia; mengajarkan siswa agar berbudi pekerti yang luhur; mengajarkan siswa bagaimana cara yang baik
dalam kehidupan sosial; serta mengajarkan siswa bagaimana berperilaku yang baik dan benar.
2. Untuk kelas III SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS
yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : mengenal lingkungan sekitar, membuat denah lingkungan,
pentingnya bekerja sama, jenis-jenis pekerjaan, kegiatan jual beli, dan mengenal uang.
3. Pada kurikulum 2013 di kelas IV SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti
PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu
pada pendidikan karakter dengan materi seperti berikut : menghargai kebhinekatunggalikaan dan keberagaman
agama, suku bangsa; menyajikan bentuk-bentuk kepatuhan terhadap kebiasaan, tata tertib,tradisi, dan adat dalam
kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar; mengelompokkan identitas suku bangsa ( pakaian
tradisional, bahasa, pakaian adat, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), social ekonomi ( pekerjaan
orang tua), di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar; mengetahui keteladanan proklamator
kemerdekaan RI melalui pengamatan; menunjukkan keteladanan tokoh proklamator kemerdekaan RI dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan setempat; menerima tempat tinggal dan lingkunyannya sebagaibagian
NKRI (misal:empati terhadap kehidupan sekitarnya).
4. Materi IPS yang diajarkan kepada siswa kelas V SD pada kurikulum 2013 adalah menunjukan prilaku cinta
tanah air dan bangga pada produk Indonesia, memahami nilai-nilai kesejarahan kerajaan-kerajaan pada masa
kerajaan Hindu, Budha, dan Islam melalui bacaaan dan pengamatan; melaksanakan hak dan kewajiban (bidang
sosial, ekonomi, budaya, hukum) sebagai warga negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan UUD 1945;
memahami keragaman agama, sosial dan budaya dalam bingkai kebinekaan; Menghargai perilaku
beriman dan bertaqwa dalam kehidupansehari-hari melalui
kegiatan ibadah dankegiatan sekolah; Menyajikan berbagai permasalahan sosial di lingkungan sekitar
(kabupaten/kota, provinsi) melaluigambar, video, atau cerita; Menerima keputusan atas dasar kesepakatan
(musyawarah mufakat)
;Menghargaikebhinnekatunggalikaan produk budaya;Menunjukkan perilaku cinta tanah airIndonesia dan bangga
terhadap produk Indonesia;
Mengetahuikeanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika melalui pengama
tan; Meneladani tokoh (pahlawan) yangberperan dalam perjuangan menentang
penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia
5. Untuk kelas VI SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS
yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia,
kenampakan alam dan keadaan sosial, benua-benua di dunia, gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara
tetangga, perananan Indonesia pada era global, serta kegiatan ekspor impor.

A. Pengertian RPP dalam perencanaan pembelajaran IPS di SD


1. Pengertian dan Fungsi RPP
Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan yang disusun sebaga pedoman
pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
dikembangkan berdasarkan silabus. Silabus adalah rancangan program pembelajaran satu atau kelompok mata
pelajaran yang berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa, pokok
materi yang harus dipelajari siswa serta bagaimana cara mempelajarinya dan bagaimana cara untuk untuk
mengetahui pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. (Dr. Wina Sanjaya, 2009).
Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.Sesuai dengan Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.
2. Komponen-Komponen RPP
Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran minimal ada lima komponen pokok yaitu:
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dicapai atau dikuasai oleh siswa. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, yang harus dlakukan oleh guru adalah menjabarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SK/KD) menjadi indikator hasil belajar. Indikator hasil belajar adalah pernyataan prilaku
yang memiliki dua syarat utama, yakni bersifat obervable dan berorientasi pada hasil belajar.
2. Materi/isi
Materi/isi pelajaran berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
3. Strategi dan metode pembelajaran
Strategi adalah rancangan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu; sedangkan metode adalah cara
ang digunakan untuk mengimplementasikan strategi. Strategi dan metode pembelajaran harus dirancang sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Satu hal yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi dan metode
pembelajaran adalah strategi dan metode itu harus dapat mendorong sswa untuk beraktifitas sesuai dengan gaya
belajarnya. Sejumlah prinsip seperti yang dijelaskan dalam PP No 19 tahun 2005 adalah proses pembelajaran
harus diselenggarakan secara interaktif, insfiratif, menyenangkan, memberikan ruang yang cukup untuk bagi
pengembangan prakarsa, kretaivitas sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik.
4. Media dan sumber belajar
Media dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu untuk mempermudah pencapaian tujuan
pembelajaran. Sedangkan sumber belajar adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang harus dipelajari
sesuai dengan materi pelajaran. Penentuan media dan sumber belajar harus sesuai dengan karakteristik peserta
didik dan karakteristik daerah.
5. Evaluasi
Evaluasi diarahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam pencapaian hasil
belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap
siswa. Untuk alat evaluas selain tes ada juga non tes dalam bentuk tugas, wawancara, dan lain sebagainya.

B. Perbedaan RPP KTSP dan RPP kurikulum 2013 di SD


Kurikulum 2013 sudah di implementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah
tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 juli 2013. Perbedaan kurikulum
2013 dengan KTSP, sebagai berikut:

NO Kurikulum 2013 KTSP

1 SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan Standar isi ditentukan terlebih


terlebih dahulu, melalui permendikbud No.54 Tahun dahulu melalui
2013. Setelah itu baru ditentukan Standar isi, yang permendiknas No. 22 tahun
berbentuk kerangka dasar kurikulum, yang 2006. Setelah itu ditentukan SKL
dituangkan dalam permendikbud No. 67, 68, 69, dan melalui permendiknas No. 23
70 tahun 2013. Tahun 2006.

2 Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft Lebih menekankan pada aspek
skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi pengetahuan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

3 Di jenjang SD tematik terpadu


Dijenjang SD tematik terpadu untuk kelas I-IV
untuk kelas I-III

4 Jumlah jam pelajaran lebih


Jumlah jam pelajaran perminggu lebih banyak dan
sedikit dan jumlah mata
jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP
pelajaraan lebih banyak
dibanding dengan kurikulum
2013

5 Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan Standar proses dalam


semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK di pembelajaran terdiri dari
lakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific Eksplorasi, Elaborasi, dan
approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran Konfirmasi.
terdiri dari mengamati, menanya, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

6 TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan TIK sebagai mata pelajaran
sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media
pembelajaran

7 Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, Penilaian lebih dominan pada


yaitu mengukur semua kompetensi sikap, aspek pengetahuan
keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses
dan hasil

8 Pramuka menjadi ekstra kulikuler wajib Pramuka bukan ekstra kulikuler


wajib

9 Permintaan (penjurusan) mulai kelas X untuk Penjurusan mulai kelas IX


jenjang SMA/MA

10 BK lebih menekankan pengembangan potens siswa BK lebih pada menyelesaikan


masalah siswa

2.1 Pengertian Strategi Pembelajaran IPS di SD


Strategi pembelajaran merupakan suatu cara atau pola yang digunakan oleh guru di dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar. Dalam pola tersebut tentu terkandung bentuk- bentuk rangkaian perbuatan atau
kegiatan guru dan siswa yang mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran (Raka Joni, 1980).
1.1 Pembelajaran Nilai Dan Keterampilan Sosial
Dalam pengertian sehari-hari nilai diartikan sebagai harga (taksiran harga), ukuran, dan perbandingan dua
benda yang dipertukarkan. Nilai juga bisa berarti angka kepandaian (nilai ujian, nilai rapor), kadar, mutu, dan
bobot. Dalam sosiologi, nilai mengandung pengertian yang lebih luas daripada Pengertian sehari-hari.Nilai
merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan, yang dicita-citakan, dan dianggap penting oleh warga
masyarakat.Nilai sosial adalah segala sesuatu yang dianggap baik dan benar, yang diidam-idamkan masyarakat.
Agar nilai-nilai social itu dapat tercipta dalam masyarakat, maka perlu diciptakan norma sosial dengan sanksi-
sanksi sosial. Nilai sosial merupakan penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik,
penting, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama.
Jadi Keterampilan sosial, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain,
kegagalan dalam berinteraksi dengan orang lain dapat menimbulkan rasa tertekan dan keterpencilan sosial.
Disamping itu keterpencilan sosial dapat pula menjadi sebab depresi terselubung. Misalnya berada diantara
lingkungan sosial yang baru, dan belum mengenal seluk beluk adat setempat membuat seseorang mersa
terpencil, dan mengakibatkan ragu-ragu, rasa rendah diri, takut, cemas, dan sebagainya. Keterpencilan sosial
banyak diderita oleh seseorang yang berada di lingkungan yang jauh dan segalanya serba asing Misalnya guru
yang bertugas di desa terpencil yang jauh dari kampung halaman dan keluarganya, akan merasa terpencil
manakala ia tidak mampu mengembangkan keterampilan sosialnya. Oleh karena itu seseorang yang memiliki
keterampilan sosial, dimanapun ia berada akan merasa nyaman.
Klp 6
2.1 Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam batasan lain, media oleh AECT (Association of Education
and Communication Technology, 1977) diartikan sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Fleming (1987:234) media sering diartikan sebagai alat yang
turut campur tangan dalam mengatur hubungan antara kedua pihak (siswa dan isi bahan belajar). Sedangkan
Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang untuk belajar.
Jadi dapat diartikan secara umum bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dalam proses pembelajaran.Penyampaian materi pelajaran dengan
cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah bahwa
siswa terlalu banyak menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar mengajar yang
tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan memperbesar peluang terjadinya
verbalisme. Media yang difungsikan sebagai sumber belajar bila dilihat dari pengertian harfiahnya juga terdapat
manusia didalamnya, benda, ataupun segala sesuatu yang memungkinkan untuk anak didik memperoleh
informasi dan pengetahuan yang berguna bagi anak didik dalam pembelajaran.
Sasaran penggunaan media adalah agar anak didik mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu
memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan variasi lain yang berguna dalam
kehidupannya,. Dengan demikian mereka dengan mudah mengerti dan mamahami materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru kepada mereka. Dapat dikatakan bahwa media merupakan alat yang memungkinakn
anak muda untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan mudah dan dapat untuk mengingatnya dalam waktu
yang lama dibangdingkan dengan penyampaian materi pelajaran dengan cara tatap muka dan ceramah tanpa alat
bantuan. Cara memilih media pembelajaran yang tepat:
a. dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien
b. dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
c. dapat melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda
d. tidak memilih media hanya dikarenakan media tersebut baru, canggih dan populer.
Alasan-alasan pentingnya media dalam proses belajar mengajar :
1. Dalam proses belajar mengajar akan lebih berhasil apabila anak proaktif dalam proses pembelajaran tersebut..
2. Jumlah informasi yang didapat seseorang rata-rata melalui media indra.
3. Pengetahuan yang dapat diingat seseorang, antara lain bergantung pada melalui indra apa ia memperoleh
pengetahuannya.
Media yang akan digunakan harus memperhatikan beberapa ketentuan dengan pertimbangan bahwa
penggunaan media harus benar-benar berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas
pemahaman siswa.
FUNGSI DAN TUJUAN MEDIA PEMBELAJARAN
Secara umum, media pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti:
a. Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realia, gambar, film bingkai, film atau model.
b. Obyek yang kecil bisa dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photographi.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto maupun
secara verbal.
e. Obyek yang terlalu kompleks, dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain.
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim dll) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar,
video, dll.
3. Mengatasi sikap pasif siswa. Media pembelajaran bisa berperan:
a. Menimbulkan kegairahan belajar siswa
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
d. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengamalan yang berbeda,
akan memberi kesulitan bagi guru untuk menyama-ratakan kemampuan siswa.
2.2 Nilai dan prinsip pemanfaatan media dalam pembelajaran IPS
Nilai-nilai dalam media pembelajaran IPS :
a. Memungkinkan anak berinteraksi secaralangsung dengan lingkungannya.
b. Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.
c. Membangkitkan motivasi belajar.
d. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
e. Menyajikan pesan atau informasi secara serempak bagi seluruh anak.
f. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
g. Mengontrol arah dan kecepatan anak.
2.3 Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media
Setelah kita menentukan pilihan media yang akan kita gunakan, maka pada akhirnya kita dituntut untuk
dapat memanfaatkanya dalam proses pembelajaran. Media yang baik, belum tentu menjamin keberhasilan
belajar siswa jika kita tidak dapat menggunakannya dengan baik. Untuk itu, media yang telah kita pilih dengan
tepat harus dapat kita manfaatkan dengan sebaik mungkin sesuai prinsip-prinsip pemanfaatan media.
Ada beberapa prinsip umum yang perlu kita perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran, yaitu :
a. Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu jenis media yang cocok untuk semua
segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan belajar. Ibaratnya, tak ada satu jenis obat yang
manjur untuk semua jenis penyakit.
b. Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang perlu. Namun harap diingat, bahwa penggunaan
media yang terlalu banyak sekaligus dalam suatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan siswa dan
tidak akan memperjelas pelajaran. Oleh karena itu, gunakan media seperlunya, jangan berlebihan.
c. Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih baik menggunakan media yang
sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita
terheran-heran pasif.
d. Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam penyusunan rencana pelajaran. Tentukan
bagian materi mana saja yang akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan
teknik penggunaannya.
e. Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja.
Jika siswa sadar bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan ini akan selalu
muncul setip kali guru menggunakan media. Penggunaaan media yang sembarangan, asal-asalan, daripada
tidak dipakai, akan membawa akibat negatif yang lebih buruk daripada tidak memakainya sama sekali.
f. Harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media. Kurangnya persiapan bukan
saja membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien, tetapi justru mengganggu kelancaran
proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.

2.3 Macam-macam media pembelajaran IPS


Banyak sekali media yang dapat dipakai dalam kegiatan pembelajaran, termasuk didalamnya kegiatan
pembelajaran dalam pengajaran Pendidikan Ilmu Sosial. Dengan keanekaragaman media ini maka terdapat
berbagai cara yang dapat dipergunakan untuk mengadakan klasifikasi media, atas dasar kategori-kategori
tertentu. Misalnya saja media itu dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Media cetak dan non cetak


2. Media elektronik dan non elektronik
3. Media proyeksi dan non proyeksi
4. Media audio, visual dan audio-visual
5. Media yang sengaja dirancang (by design) dan media yang dimanfaatkan (by utilization)
Satu hal yang perlu diketahui, bahwa hingga saat ini belum ada taksonomi yang sifatnya baku dan berlaku
umum. Yang jelas bahwa klasifikasi jenis-jenis media ini akan sangat dipengaruhi oleh tujuan klasifikasi itu
sendiri.
Sebagai gambaran berikut ini dikemukakan beberapa dari usaha mengklasifikasikan media yang
dilakukan atau dibuat oleh beberapa ahli. Rudy Bretz (1971) membuat klasifikasi media atas dasar ciri utamanya
menjadi 3 unsur pokok yaitu suara, bentuk visual dan gerak. Disamping itu dia juga mengadakan klasifikasi
anatar media rekaman dan media telekomunikasi (transmisi). Atas dasar 2 hal diatas, maka dia menemukan 7
klasifikasi media yaitu: media audio, media gerak, audio visual diam, audio visual gerak, visual gerak, visual
diam. Audio dan media cetak.
Wilbur Schramm (1977) mengklasifikasikan media berdasarkan kompleksitas dan besarnya biaya,
menjadi 2 kelompok yaitu media besar (big-media) dan media kecil (little-media). Ia juga mengklasifikasikan
media atas dasar daya jangkau dan liputannya menjadi: (1). Media yang luas dan serentak meliputi banyak
audience seperti TV, Radio, (2). Media yang terbatas liputannya seperti: film, slide, kaset, video, dsb. dan (3).
Media untuk belajar secara individual (mandiri) seperti: buku, model, program belajar dengan komputer
(Computer Assisted Instruction: CAI).

2.4 Kriteria Pemilihan Media Pengajaran IPS


1. Media yang digunakan dalam pengajaran IPS harus dapat mencapai tujuan pelajaran secara efektif.
2. Media yang digunakan dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis bagi siswa.
3. Media yang digunakan dapat melayani kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda.
4. Media yang digunakan tidak karena alat itu biasa atau canggih, melainkan kebermaknaanya dalam proses
pembelajaran.
5. Media yang digunakan tidak benar-benar bisa dioperasikan oleh guru.
6. Media yang digunakan hendaklah mudah untuk diperoleh dan murah harganya, setidaknya sesuai dengan
kemampuan sekolah untuk mengadakannya.

2.5 Pemanfaatan Media Massa sebagai Sumber Pembelajaran IPS


Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah
sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Adapun bentuk
media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-
buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet). Media massa dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pembelajaran IPS, karena media massa pada hakekatnya merupakan representasi audio-visual
masyarakat itu sendiri. Sehingga fenemona faktual yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung (live)
diliput dan ditayangkan media massa (melalui siaran televisi atau radio, misalnya). Pemanfaatan media massa
artinya penggunaan berbagai bentuk media massa, baik cetak maupun elektronik untuk tujuan tertentu-yang
dalam kajian ini disebut sebagai sumber pembelajaran IPS.
Guru dapat memanfaatkan atau memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS
secara optimal dan efektif sehingga dapat menunjang keberhasilan pembelajaran IPS melalui tiga cara, yaitu :
1. Media massa dapat memperbaiki bagian konten dari kurikulum IPS;
2. Media massa dapat dijadikan alat pembelajaran yang penting bagi IPS; dan
3. Media massa dapat digunakan untuk menolong siswa mempelajari metodologi ilmu-ilmu sosial, khususnya di
dalam menentukan dan menginterpretasi fakta-fakta sosial.(Clark, 1965 : 46-54).
Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS di tingkat
persekolahan, maka menurut Rakhmat (1985 : 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfatan
media massa, yaitu :
1. Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik.
2. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa.
3. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci
siswa dan
4. Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan
kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.
Manfaat positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pengajaran di kelas adalah sebagai berikut:
1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui
media menerima pesan yang sama.
2) Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap
terjaga dan memperhatikan.
3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang
diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
4) Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran
dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan
6) Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan.
7) Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8) Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dalam proses belajar mengajar.

2.6 Penggunaan Media Pengajaran IPS


Suatu masalah atau tujuan pembelajaran dapat ditangani dengan bantuan media ganda (the multimedia
approach). Namun, seperti yang telah kita bahas media pembelajaran haruslah dapat mengefektifkan,
mengefisienkan, memperkenalkan, dan memperluas cakrawala pandangan serta memperkaya khasanah
pengajaran IPS.
Daftar media pengajaran.
1. Papan tulis
Saran dalam penggunaan papan tulis :
a) Rancang dengan baik isi dan pola bahan belajar yang akan ditulis,
b) Hindari menuliskan ikhtisar dan sajian yang panjang,
c) Usahakan agar papan tulis tidak terlalu penuh berjejal dengan tulisan,
d) Tulisan dan gambar harus cukup besar supaya dapat terilihat jelas dari belakang.
Kita juga harus memikirkan letak papan tulis di kelas. Sebaiknya papan tulis diletakkan di depan kelas bagian
tengah. Selain itu, sewaktu kita menghadap papan tulis sebaiknya tidak berbicara.
2. Papan pamer
Isi papan pamer seharusnya mendorong siswa untuk berdiskusi, penuh informasi yang menantang, dan
dapat memperkaya bahan belajar IPS. Keterlibatan siswa sangat penting sekali dalam pembuatannya. Disamping
itu, hal ini pun secara tidak langsung mendorong kreatifitas siswa.
3. Media pengganda
Tugas utama dari media pengganda adalah menunjang media pembelajaran lainnya supaya kegiatan
belajar mengajar lebih bermakna. Yang digandakan adalah bahan belajar IPS yang tidak terdapat dalam buku
pelajaran.
4. Buku-buku
Buku-buku yang ada perlu ditelaah terlebih dahulu, dengan rambu-rambu :
a) sudah mendapat pengesahan dari Depdikbud;
b) isi buku menunjang pencapaian tujuan pengajaran;
c) isinya jelas dapat dipercaya kebenarannya, tepat, dan tidak ketinggalan zaman;
d) tidak menyinggung masalah SARA;
e) gayanya jelas, menarik, merangsang berpikir, dan sesuai dengan kemampuan siswa;
f) ilustrasi, peta, gambar, foto tepat, jelas, menarik, dan memadai.
Yang perlu diingat adalah bahwa bukan buku pelajaran yang menentukan batas pembahasan tetapi sekedar
wahana untuk mendorong siswa belajar.
5. Majalah dan surat kabar
Majalah untuk anak sekarang sudah cukup banyak. Siswa sudah terbiasa membaca dan mempelajari
majalah. Dalam isinya terdapat bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya bahan belajar.
6. Slide dan transparan
Keduanya merupakan media yang dapat diproyeksikan sehingga seluruh kelas dapat menyaksikan.
Bedanya, slide dibuat dengan pengambilan foto, sedang transparan dibuat dengan cara menulisi kertas
transparan tersebut.
7. Filmstrip
Filmstrip mirip dengan slide, bedanya ialah slide merupakan lembaran film yang terpisah. Sedangkan
filmstrip merupakan rangkaian film.
8. Model dan realia
Model adalah alat-alat yang sangat dekat (mirip sekali) dengan kenyataannya. Realia merupakan
representasi dari sesuatu benda yang sebenarnya.
9. Gambar
Tujuan pengajaran menjadi acuan untuk memilih dan menggunakan gambar. Ukuran gambar juga
harus diperhatikan agar memungkinkan untuk dilihat seluruh kelas. Supaya dapat mencapai hasil yang lebih
baik judul dan penjelasan gambar perlu juga dipertimbangkan secara matang.
10. Peta dan globe
Peta merupakan gambaran permukaan bumi dalam bidang datar. Globe merupakan tiruan bola bumi.
Karena peta dapat digambarkan lebih besar maka menurut skala tertentu peta akan dapat menggambarkan
bentuk morfologi lebih tepat dari globe. Sedangkan untuk gambaran bumi secara keseluruhan globe lebih
unggul.
11. Pita suara
Pita suara dapat dapat digunakan untuk merekam suara khas ataupun penjelasan dari narasumber.
12. Radio
Supaya acara radio dapat memberikan manfaat yang optimal untuk pembelajaran maka pertimbangan
berikut perlu terlebih dahulu diikuti dengan seksama: a) apakah acara siaran tersebut membantu para siswa
mencapai tujuan pengajaran; b) apakah bahan belajar yang disajikan bersifat autentik, tepat dan jujur; c) apakah
bahan belajar dan cara penyajiannya sesuai dengan kemampuan anak; d) apakah acara tersebut mendorong
kegiatan tambahan atau memotivasi belajar lebih lanjut.
13. Siaran televise
Beberapa acara televisi dapat dijadikan bahan pengajaran IPS. Hal ini dapat dilakukan dengan
misalnya, menugasi siswa untuk mencatat apa yang diperoleh dalam siaran tertentu.
14. Sumber masyarakat
Sumber masyarakat member pengalaman langsung kepada para siswa dalam arti sebenarnya.
Pengalaman yang didapat lebih nyata.
15. Kunjungan studi
Kunjungan atau wisata studi dapat memberi pengalaman yang mengesankan pada siswa. Hal ini
jangan sampai hanya dianggap sebagai usaha untuk memberikan suasana santai atau selingan dalam belajar tapi
untuk penelitian studi. Sebelum melaksanakan kunjungan studi harus direncanakan terlebih dahulu persiapan
mengenai perizinan, tujuan kunjungan, jadwal berangkat dan kembali, dan apa yang akan diamati dalam
perjalanan para peserta. Sebaiknya bahan amatan itu lahir dalam diskusi kelas pada saat kita membahas suatu
masalah yang pemecahannya memerlukan kunjungan studi.Saat pelaksanaan peserta tidak boleh berkeliaran.
Mereka perlu mendapat penjelasan tentang apa yang harus dikerjakan. Selama di tempat, peserta diminta untuk
membuat catatan supaya hasil kunjungan studi memberi pengayaan kepada bahan telaah IPS di kelas hasilnya
perlu didiskusikan.

Manfaat kunjungan studi antara lain :


a) memberi pengalaman langsung yang sukar diperoleh dengan cara lain,
b) mendorong perhatian lebih tinggi pada pokok yang dipelajari,
c) hal ini dapat menjembatani antara studi di kelas dengan masyarakat yang menjadi sumber telaah,
d) dapat memberikan kesempatan menerapkan pengetahuan dan mendapat informasi baru,
e) memberi kesempatan berlatih dalam pengalaman sosial,
f) dapat mendorong inisiatif, memperluas wawasan, dan menghargai beberapa situasi kehidupan.
16. Narasumber
Yang dapat menjadi narasumber adalah mereka yang mempunyai pengalaman luas atau pejabat
khusus yang dapat memberikan informasi yang autentik. Dalam pelaksanaannya diperlukan persiapan yang
matang. Narasumber yang diundang harus cocok dengan bahan belajar yang akan dibahas.

Klp 7
2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang
mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman
sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks, 2001). Di
dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam
membentuk perilaku manusia.
James A. Banks dalam bukunya Multicultural Education, mendefinisikan Pendidikan Multikultural
sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan
siswa yang merupakan anggota dari kelompmakalah ok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup:
a. Ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya.
b. Gerakan pembaharuan pendidikan.
c. Proses pendidikan.

2.2 Dasar Pendidikan Multikultural


Berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural, maka untuk membentuk negara Indonesia
yang kokoh perlu mengembangkan jenis pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultural. Jenis
pendidikan yang cocok untuk bangsa yang multikultur ini adalah Pendidikan Multikultural. Pendidikan
Multikultural paling tidak menyangkut tiga hal yaitu (1) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman
budaya, (2) gerakan pembaharuan pendidikan dan (3) proses.

1.Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya


Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender,
kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan
Multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu
seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan
keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk
membedakan. Artinya perbedaan itu perlu kita terima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar
kita bisa hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsur yang berbeda itu untuk membeda-bedakan.

2. Gerakan Pembaharuan Pendidikan


Ide penting yang lain dalam Pendidikan Multikultural adalah bahwa sebagian siswa yang berkarakteristik,
ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu sedangkan
siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu. Beberapa karakteristik
institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok siswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan
yang sama, walaupun itu dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bisa
dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan yang lain

3. Proses Pendidikan
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah
terrealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus
dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus (an ongonging process), dan bukan sebagai sesuatu yang
langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara
utuh bukan sekedar meningkatkan skor.

2.3 Tujuan Pendidikan Multikultural


Tujuan Pendidikan Multikultural dapat mencakup tiga aspek belajar (kognitif, afektif, dan tindakan) dan
berhubungan baik nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai instrumental (means) Pendidikan
Multikultural.Tujuan Pendidikan Multikultural mencakup:
1. Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya
Salah satu alasan utama gerakan untuk memasukkan Pendidikan Multikultural dalam program sekolah
adalah untuk memperbaiki kelalaian dalam penyusunan kurikulum. Pertama, kita harus memberi informasi pada
siswa tentang sejarah dan kontribusi dari kelompok etnis yang secara tradisional diabaikan dalam kurikulum dan
materi pembelajaran, kedua, kita harus menempatkan kembali citra kelompok ini secara lebih akurat dan
signifikan, menghilangkan bias dan informasi menyimpang yang terdapat dalam kurikulum. Yang dimaksud
dengan informasi menyimpang ini adalah informasi yang salah tentang sistem nilai dan budaya dari etnis
tertentu atau melihat sistem nilai budaya mereka dari sudut pandang kelompok lain. Siswa masih terlalu sedikit
mengetahui tentang sejarah, pewarisan, budaya, bahasa, dan kontribusi kelompok masyarakat yang beragam dari
bangsanya sendiri.
Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang latar belakang sejarah,
bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial,
politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif,
analistis, dan komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok-kelompok yang
ada.

2. Perkembangan Pribadi
Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang
lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini
merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa,
yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan
prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka
dan reseptif (menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnyanya.
Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan penelitian yang berkaitan dengan adanya
hubungan timbal balik antara konsep diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.

3. Klarifikasi Nilai dan Sikap.


Pendidikan Multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia
(human dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan demokrasi. Maksudnya adalah mengajari generasi muda
untuk menghargai dan menerima pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama dengan
kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa keragaman merupakan bagian integral dari kondisi
manusia. Pengklarifikasian sikap dan nilai etnis didesain untuk membantu siswa memahami bahwa berbagai
konflik nilai itu tidak dapat dielakkan dalam masyarakat pluralistik dan bahwa konflik tidak harus
menghancurkan dan memecah belah.
4. Kompetensi Multikultural
Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan dan memahami orang
yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya. Dunia kita menjadi semakin lebih beragam, kompak,
dan saling tergantung. Namun, bagi sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya dihabiskan
dengan isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan kultural. Kita biasa hidup dalam kantong-
kantong budaya yang sempit yang hanya mengenal budaya yang sempit pula. Peralihan dari generasi ke generasi
mengalami penurunan pemahaman akan budaya kita.
Pendidikan Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan mengajarkan ketrampilan dalam
komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman
sudut pandang dan kerangka berpikir alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi
nilai, sikap, harapan, dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat membantu siswa mempelajari bagaimana
memahami perbedaan budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang semena-mena tentang nilai intrinsiknya.
Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada
siswa untuk mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan situasi yang
berbeda.

5. Kemampuan Ketrampilan Dasar


Tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih
kemampuan ketrampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis. Pendidikan Multikultural dapat
memperbaiki penguasaan membaca, menulis dan ketrampilan matematika; materi pelajaran; dan ketrampilan
proses intelektual seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pemecahan konflik dengan memberi materi
dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka berpikir dari siswa yang berbeda secara etnis.
Menggunakan materi, pengalaman, dan contoh-contoh sebagai konteks mengajar, mempraktekkan, dan
mendemonstrasikan penguasaan ketrampilan akademis dan mata pelajaran dapat meningkatkan daya tarik
pembelajaran, mempertinggi relevansi praktis ketrampilan yang dipelajari, dan memperbaiki tempo siswa dalam
melaksanakan tugas.

6. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan


Tujuan persamaan multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan dasar, namun
lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik
harus memahami secara keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar, dan
keputusan pendidikan. Mereka harus mengembangkan berbagai alat untuk melengkapi hasil belajar yang
menggambarkan preferensi dan gaya dari berbagai kelompok dan individu. Dengan memberi pilihan yang lebih
pada semua siswa pilihan tentang bagaimana mereka akan belajar, pilihan yang sesuai dengan gaya budaya
mereka, tidak seorang pun akan terlalu dirugikan atau diuntungkan pada level prosedural dari belajar. Pilihan ini
akan membimbing ke paralelisme (misalnya persamaan) dalam kesempatan belajar dan lebih komparatif dalam
prestasi maksimum siswa dalam kemampuan intelektualnya.

7. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial


Tujuan terakhir dari Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di sekolah yang pada
akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan
ketrampilan siswa sehingga mereka menjadi agen perubahan sosial (social change agents) yang memiliki
komitmen yang tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial
dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu
memperbaiki pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan kemampuan pengambilan
keputusan, ketrampilan tindakan sosial, kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas harkat dan
persamaan. Mereka tidak hanya perlu memahami dan mengapresiasi mengapa pluralisme etnis dan budaya itu
ada, namun juga bagaimana menterjemahkan pengetahuan kepada keputusan dan tindakan yang berhubungan
dengan isu, peristiwa dan situasi sosiopolitis yang esensial.
8. Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa kebangsaan yang kuat. rasa
kebangsaan itu akan tumbuh dan berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu Pendidikan
Multikultural perlu menambahkan materi, program dan pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan
kenegaraan dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan stereotipe.
9. Memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia.
Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia (world citizen). Namun siswa
harus tetap dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya.
Mahasiswa diajak berpikir secara internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan situasi yang
ada di sekitarnya act locally and globally.

10. Hidup berdampingan secara damai.


Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusian,
dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap kelompok lain dan pada gilirannya dapat
hidup berdampingan secara damai.

2.4 Fungsi Pendidikan Multikultural


The National Council for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah fungsi yang
menunjukkan pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural.
Fungsi tersebut adalah :
1. Memberi konsep diri yang jelas.
2. Membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari sejarahnya.
3. Membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada pada setiap masyarakat.
4. Membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making), partisipasi sosial dan ketrampilan
kewarganegaraan (citizenship skills).
5. Mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Pendidikan Multikultural memberi tekanan bahwa sekolah pada dasarnya berfungsi mendasari
perubahan masyarakat dan meniadakan penindasan dan ketidak adilan. Fungsi pendidikan multikultural yang
mendasar adalah mempengaruhi perubahan sosial. Jalan di atas dapat dirinci menjadi tiga butir perubahan :
1 perubahan diri
2. perubahan sekolah dan persekolahan
3. perubahan masyarakat
Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan dimulai dari diri siswa sendiri itu sendiri yang lebih
menghargai orang lain agar dia bisa hidup damai dengan sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur
dan tata perlakunya di lingkungan sekolah dan berlanjut hingga di masyarakat. Karena sekolah merupakan agen
perubahan, maka diharapkan ada perubahan yang terjadi di masyarakat seiring dengan terjadi perubahan yang
terdapat dalam lingkungan persekolahan. (Gorski, 2001).

2.5 Teori Pendidikan Multikultural

1. Horace Kallen.
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat disebut
pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia
menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat
perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan
bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing
berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui
bahwa budaya yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui bahwa
budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara budaya-budaya yang lain itu dipandang
menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika
2. James A. Banks
Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis
Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa
sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia
menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang
selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi
pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka
ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak
bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah
masa lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and history in the making)
sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki
interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan
penafsiran orang lain.

3. Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin
menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang
nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika
multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar
menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua
umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128).

2.6 Pendekatan terhadap Pendidikan Multikultural


Tahap-tahap Integrasi Materi Multikultural ke dalam Kurikulum:
1. Pendekatan kontribusi
Ciri pendekatan kontribusi adalah dengan memasukkan pahlawan etnis dan benda-benda budaya yang khas ke
dalam kurikulum, yang dipilih dengan menggunakan kriteria budaya aliaran utama.
2. Pendekatan Aditif
Pendekatan aditif memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi etnis ke dalam kurikulum tanpa
restrukturisasi, suatu proses yang akan memakan waktu, usaha, latihan dan pemikiran kembali dari maksud, sifat
dan tujuan kurikulum yang substansial. Pendekatan aditif dapat menjadi fase awal dalam upaya reformasi
kurikulum transformatif yang didesain untuk menyusun kembali kurikulum total dan untuk
mengintegrasikannya dengan materi, perspektif dan kerangka pikir etnis.
3. Pendekatan Transformasi
Pendekatan transformasi (The transformation approach) berbeda secara mendasar dari pendekatan kontribusi
dan aditif. Pada kedua pendekatan, materi etnis ditambahkan pada kurikukulum inti aliran utama tanpa
mengubah asumsi dasar, sifat, dan strukturnya. Dalam pendekatan transformasi ada perubahan dalam tujuan,
struktur, dan perspektif fundamental dari kurikulum.
4. Pendekatan Aksi Sosial.
Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach) mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi
namun menambahkan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat keputusan dan melakukan aksi yang
berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari pengajaran dalam
pendekatan ini adalah mendidik siswa melakukan untuk kritik sosial dan perubahan sosial dan mengajari mereka
ketrampilan pembuatan keputusan. Untuk memperkuat siswa dan membantu mereka memperoleh kemanjuran
politis, sekolah seharusnya membantunya menjadi kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih
dalam perubahan sosial. Tujuan tradisional dari persekolahan yang telah ada adalah untuk mensosialisasi siswa
sehingga mereka menerima tanpa bertanya ideologi, lembaga, dan praktek yang ada dalam masyarakat dan
negara.

2.7 Karakteristik Indonesia Sebagai Masyarakat Multikultur.


A.Karakteristik Indonesia
1. Jumlah penduduk yang besar dengan ketrampilan yang rendah.
2. Wilayah yang luas. Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km persegi yang menduduki urutan 15
terbesar dunia.
3. Posisi silang. Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra Pasifik) dan dua benua
(Asia dan Australia)
4. Ke kayaan alam dan daerah tropis.
5. Jumlah pulau yang banyak.
6. Persebaran pulau.
7. Kualitas hidup yang tidak seimbang
8. Perbedaan dan kekayaan etnis.

B. Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia


1) Keragaman Identitas Budaya Daerah
2) Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
3) Kurang Kokohnya Nasionalisme
4) Fanatisme Sempit
5) Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural
6) Kesejahteraan Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok Budaya
7) Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam memberitakan peristiwa.

C. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural


Beberapa permasalahan awal Pembelajaran Berbasis Budaya pada tahap persiapan awal, antara lain:
1) guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
2) guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam konteks mata
pelajaran yang akan diajarkannya;
3) rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan
pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-
masing dalam konteks pengalaman belajar yang diperoleh (Dikti, 2004: 5).

2.8 Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia


Makna Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan Multikultural :
A.Pendidikan Multikultural sebagai gerakan reformasi pendidikan.
Pendidikan Multikultural dapat dipandang sebagai suatu gerakan reformasi yang mengubah semua
komponen kegiatan pendidikan. Komponen itu mencakup:
a. nilai-nilai yang mendasari, artinya nilai-nilai yang bersifat pluralisme harus mendasari seluruh komponen
pendidikan. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat yang mendasarinya.
b.aturan prosedural, artinya aturan prosedural yang berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok
yang beragam itu.
c.kurikulum. Keragaman budaya menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti
tujuan, bahan, proses, dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang di dalamnya
mencerminkan nilai-nilai multikultural. Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan
daerah dan kebudayaan nasional.
d.bahan ajar, artinya materi multikultural itu harus tercermin dalam materi pelajaran, pada semua bidang studi.
Multikultural bukan hanya diajarkan satu bidang studi melainkan lebih merupakan materi pelajaran yang bisa
disisipkan pada semua bidang studi.
e.struktur organisasi, artinya struktur organisasi sekolah itu perlu mencerminkan kondisi riil yang pluralistik.
Budaya di lingkungan unit pendidikan yang pluralistik adalah sumber belajar dan objek studi yang harus
dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa
f.pola kebijakan artinya pola kebijakan yang diambil oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralisme
budaya.
B. Pendidikan Multikultural sebagai proses.
Pendidikan Multikulturan bermaksud untuk mengubah struktur lembaga pendidikan sehingga semua
siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademis. Pendidikan Multikultural
merupakan suatu proses yang terus menerus yang membutuhkan investasi waktu jangka panjang di samping aksi
yang terencana dan dimonitor secara hati-hati (Banks & Banks, 1993). Selain di lembaga pendidikan, siswa
dapat pula mengalami proses pembelajaran yang diperoleh lewat perilaku yang terencana dan sistematis. Siswa
dapat memperoleh pembelajaran lewat penyadaran dan penghormatan terhadap orang cacat dengan memberi
jalur khusus di stasiun, terminal ataupun bandara. Di kota besar seperti Jakarta, pemberian jalur khusus untuk
orang cacat (misalnya stasiun Gambir dan Bandara Sukarno Hatta) dapat membelajarkan siswa.

2.9 Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia


A. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
Bentuk pengembangan Pendidikan Multikultural di setiap negara dapat berbeda-beda sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
dapat berbentuk :
1. Penambahan materi multikultural yang dalam aktualisasinya berupa pemberian materi tentang berbagai budaya
yang ada di tanah air dan budaya berbagai belahan dunia. Pesan multikultural bisa dititipkan pada semua bidang
studi atau mata pelajaran yang memungkinkan untuk itu. Semua bidang studi bisa bermuatan multikultural.
Namun disadari bahwa ada mata pelajaran yang lebih mungkin dibandingkan yang lain untuk mengajarkan
Pendidikan Multikultural. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial lebih mungkin mengajarkan multikultural
dibandingkan dengan matematika.
2. Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang berdiri sendiri. Sekarang sudah ada perintisan yang dilakukan
dalam bentuk satu mata pelajaran atau bidang studi yang berdiri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan
Multikultural sebagai ide, gerakan reformasi dan proses tidak dilakukan sambil lalu dan seingatnya namun
benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas tidak akan dapat dicapai bila hanya dicantumkan
sebagai satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dalam satu bidang studi.
3. Berbentuk program dan praktek terencana dari lembaga pendidikan. Pendidikan Multikultural berkaitan
dengan tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi dari kelompok yang berbeda. Konsekuensinya, Pendidikan
Multikultural tidak dapat diidentifikasi sebagai praktek aktual satu bidang studi atau program pendidikan saja.
Lebih dari itu, pendidik yang mempraktekkan makna Pendidikan Multikultural akan menggambarkan berbagai
program dan praktek yang berkaitan dengan persamaan pendidikan, perempuan, kelompok etnis, minoritas
bahasa, kelompok berpenghasilan rendah, dan orang-orang yang tidak mampu.
4. Pada wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural mungkin berarti (1) suatu kurikulum yang berhubungan
dengan pengalaman kelompok etnis; (2) suatu program yang mencakup pengalaman multikultural, dan (3) suatu
total school reform, upaya yang didesain untuk meningkatkan keadilan pendidikan bagi kelompok budaya, etnis,
dan ekonomis. Ini lebih luas dan lebih komprehensif dan biasa disebut reformasi kurikulum.
5. Gerakan persamaan. Gerakan persamaan ini lebih dilhat sebagai kegiatan nyata daripada sekedar dibicarakan
dalam forum-forum ilmiah. Di Kabupaten Nabire, Papua ada sebuah kampung yang mencerminkan gerakan
kebhinekaan yang bernama Kampung Bhineka Tunggal Ika. Penduduk Kampung Bhineka Tunggal Ika ini
terdiri dari orang Papua, Timor, Jawa dan Bugis.
6. Proses. Sebagai proses, maka tujuan Pendidikan Multikultural yang berasal keadilan sosial, persamaan,
demokrasi, toleransi dan penghormatan hak asasi manusia tidak mudah tercapai. Perlu proses panjang dan
berkelanjutan. Perlu ada pembudayaan di segenap sektor kehidupan.

2.10 Asas-Asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia


Ada beberapa asas yang menjadi ciri khas Pendidikan Multikultural Indonesia mengingat akan situasi
dan kondisi bangsa Indonesia yang telah ditempa sejarah penjajahan yang panjang. Asas-asas itu antara lain :
a. Asas wawasan nasional/kebangsaan (persatuan dalam perbedaan). Asas ini menekankan pada konsep
kenasionalan/kebangsaan. Asas yang didasarkan kepemilikan bersama (sense of belonging) yang menjadi ciri
budaya bangsa. Pancasila yang menjadi kepribadian bangsa merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa yang
menjadi ciri unik Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain. Batik, wayang, musik keroncong, pencak silat,
kesenian suku Asmat yang dikenal dan diterima di segenap wilayah negara ini sudah menjadi ikon nasional dan
ikon bangsa. Dengan menyebut satu budaya itu dunia mengetahui bahwa itu adalah ciri khas budaya bangsa
Indonesia.
b. Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan). Konsep ini menekankan keragaman dalam budaya
yang menyatu dalam wilayah negara kita. Keragaman dalam jenis tarian, pakaian, makanan, bentuk rumah dan
sebagainya menjadikan Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya yang menjadi mosaik budaya.
c. Asas kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang sederajat, diakui dan
dikembangkan dalam kesetaraan. Tidak ada dominasi yang memaksakan ke kelompok kecil. Kalau kebetulan
budaya Jawa lebih dikenal itu karena persoalan jumlah penduduk yang menduduki wilayah Jawa yang padat
bukan dominasi budaya sebagaimana halnya orang barat menganggap warga kulit putih (White) yang lebih
tinggi daripada kelompok kulit berwarna (colour).
d. Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-
masing, diserasikan dengan kondisi riil masing-masing dan seimbang di seluruh wilayah dan seluruh bangsa
Indonesia.

2.11 Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural


Ada tiga prinsip yang digunakan dalam menyusun program Pendidikan Multikultural,yaitu :
1. Pendidikan Multikultural didasarkan kepada pedagogik baru yaitu pedagogik yang berdasarkan kesetaraan
manusia (equity pedagogy). Pedagogik kesetaraan bukan hanya mengakui hak asasi manusia tetapi juga hak
kelompok manusia, kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan kebudayaannya sendiri.
Ada kesetaraan individu, antarindividu, antarbudaya, antarbangsa, antaragama. Pedagogik kesetaraan
berpangkal kepada pandangan mengenai kesetaraan martabat manusia (dignity of human).
2. Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya. Hanya manusia yang melek
budayalah yang dapat membangun kehidupan bangsa yang berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia
yang membuka diri dari pemikirannya yang terbatas. Manusia yang berbudaya hanya dibentuk di dalam dunia
yang terbuka. Manusia berbudaya juga manusia yang bermoral dan beriman yang dapat hidup bersama yang
penuh toleransi yang bukan sekedar demokrasi prosedural tapi demokrasi substantif.
3. Prinsip globalisasi budaya.Globalisasi kebudayaan ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi, produk
multinasional, perluasan budaya populer. Budaya handphone, internet dan e-commerce sudah menggejala secara
global.

2.12 Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural


Peranan Sekolah Dasar sebagai Sistem Sosial
Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain :
1. Kebijakan dan politik sekolah
Dengan era KTSP sekarang ini kebijakan dan politik sekolah sangat menentukan ke arah mana anak
didik akan dikembangkan potensinya. Kebijakan dan politik sekolah yang bernuansa khas dan unggul dapat
dikembangkan oleh sekolah itu secara terencana dan berkelanjutan.
2. Budaya sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum)
Budaya yang berlangsung di sekolah dan kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) sangat
menentukan kepribadian yang dikembangkan pada lingkungan sekolah. Keunikan budaya sekolah dapat dibaca
sebagai keunggulan komparatif. Misalnya di Sekolah Dasar tertentu dibudayakan untuk setiap hari guru atau
kepala sekolah menyambut kedatangan siswa di depan pagar secara bergiliran untuk bersalaman untuk
mengajarkan nilai keakraban, kekeluargaan, rasa saling hormat dan kasih sayang.
3. Gaya belajar dan sekolah
Gaya belajar dan sekolah ikut mewarnai pembelajaran yang berlangsung di sekolah itu. Gaya belajar siswa
hendaknya diperhitungkan oleh sekolah dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya (style)
sekolah itu dalam menciptkan kondisi belajar yang nyaman dan akrab dengan kondisi siswa. Tentu tidak sama
gaya sekolah perkotaan dengan segala fasilitasnya dengan gaya sekolah pedesaan.
4.Bahasa dan dialog sekolah.
Bahasa dan dialek sekolah di sini berkaitan dengan bahasa dan dialek yang digunakan di sekolah di mana
sekolah itu berada. Sekolah yang ada di Madura tentunya, disadari atau tidak, akan mempengaruhi budaya anak
didiknya karena dalam keseharian guru dan siswa itu akan berkomunikasi lewat bahasa Madura atau minimal
logat dialek Madura yang kental. Sekalipun menggunakan bahasa Indonesia, kita akan dengan mudah mengenali
budaya anak didik dengan mengenal bahasa dan dialek yang digunakan siswanya. Sekolah dasar di Jawa,
khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur yang banyak menggunakan bahasa dan dialek Jawa dapat
membuat program mingguan misalnya. Hari Sabtu untuk menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil pada waktu
istirahat. Kegiatan ini untuk menumbuh sikap hormat dan kesantunan pada anak didik lewat penggunaan bahasa
dan dialek yang dibudayakan di sekolah.
5. Partisipasi dan input masyarakat
Partisipasi dan input sekolah ikut menentukan arah kebijakan dan iklim sekolah yang akan dikembangkan.
Peranan Komite Sekolah sangat bervariasi di tiap-tiap sekolah dasar. Bila kesadaran masyarakat akan
pendidikan tinggi dan komite sekolah dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan pendidikan yang baik maka
sekolah itu akan banyak mendapat bantuan dari masyarakat, baik dana maupun pemantauan ke arah
pengembangan sekolah ke depan. Untuk itu Komite Sekolah perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal,
disegani dan berpengaruh di masyarakat, tetapi juga orang yang memiliki komitemen yang tinggi terhadap
kemajuan pendidikan putra-putrinya.
6. Program penyuluhan/konseling
Program bimbingan dan penyuluhan/konseling akan berperanan dalam membantu mengatasi kesulitan
belajar pada anak, baik itu anak yang mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus.
Petugas penyuluhan dapat memberikan masukan pada kepala sekolah tentang bakat terpendam dari siswa
asuhannya. Kemungkinan ada anak yang lemah dalam mata pelajaran tertentu ternyata dia memiliki bakat yang
besar dalam menari dan menyanyi yang membutuhkan penyaluran bakat yang memadai.
7. Prosedur asesmen dan pengujian
Memang saat ini, kita masih belum boleh melakukan prosedur asesmen dan pengujian sendiri untuk mata
pelajaran yang diujikan dalam UAN (Ujian Akhir Nasional), namun kita bisa mengembangkan pada mata
pelajaran yang bukan termasuk dalam UAN. Asesmen dan pengujian tidak identik dengan duduk di kelas dan
mengerjakan soal dalam bentuk paper-pencil test. Asesmen bersifat holistik yang menggambarkan kemampuan
aktual keseharian anak. Anak akan dinilai secara beda dalam arti dikurangi skornya bila dia terlibat dalam
tindakan yang kurang bermoral misalnya mencuri, sering membolos, kurang sopan, merokok di sekolah dan
sebagainya, walaupun dalam ujian di kelas nilainya bagus. Atau sebaliknya, siswa yang menunjukkan
penampilan dan sikap yang baik akan mendapat skor tambahan yang dapat membantu mengangkat nilainya saat
ujian di kelas.
8. Materi pembelajaran
Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang yang paling cocok dapat memasukkan materi
budaya itu dalam pembelajaran. Penggunaan sempoa pada matapelajaran matematika, materi bacaan pada
pelajaran Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Sosial, permainan tradisional dalam pelajaran olah raga dan
sebagainya. Kurikulum formal dan bidang studi. Kurikulum formal dan bidang studi perlu memasukkan
Pendidikan Multikultural itu sebagai bidang studi tersendiri. Perlu ada bidang studi Pendidikan Multikultural
tersendiri di sekolah dasar untuk lebih mengenalkan budaya secara lebih terencana, terorganisir dan matang,
bukan sekedar dititipkan pada materi yang ada pada bidang studi yang lain. Sekarang ini sudah ada sekolah
dasar yang secara tegas memunculkan bidang studi Pendidikan Multikultural di sekolah dasar. Diharapkan hal
ini akan diikuti oleh sekolah dasar yang lain.
9. gaya dan strategi mengajar
Gaya dan strategi mengajar guru akan turut menentukan pendidikan anak didiknya. Mengapa? Tentunya
guru yang sedang mengajar anak didiknya tentunya sarat dengan nilai budaya. Dia memiliki ideologi dan nilai-
nilai budaya yang diperoleh sepanjang hidupnya. Hal itu tentunya sangat mewarnai gaya dan strategi mengajar
yang dia gunakan di sekolah.
10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah
Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku staf sekolah juga mempengaruhi kinerja sekolah. Seluruh staf
yang mendukung pembelajaran akan sangat membantu menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan dan
begitu juga sebaliknya. Bila staf sekolah biasa berbicara dengan tatakrama yang baik dan sopan maka anak didik
juga akan dibiasakan menggunakan itu di sekolah dan pada gilirannya menggunakannya di rumah dan di
masyarakat. Hal ini berarti staf sekolah perlu dipilih dan diangkat dari orang yang mengerti dan mendapat bekal
pendidikan yang sesuai. Staf sekolah bukan sekedar berurusan dengan benda mati seperti kertas, penggaris, alat
tulis atau tanaman yang ada di sekolah, namun bergaul dengan seluruh komponen sekolah. Sikap sinis dan tidak
peduli dari staf sekolah akan sangat mempengaruhi kinerja sekolah. Untuk itu perlulah memilih orang yang
benar-benar cocok untuk profesi itu.

2.13 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya Menuju Transformasi


Kurikulum Multikultural di Sekolah Dasar. Tahap transformasi kurikulum berikut diadaptasi dari
beberapa model yang ada,termasuk oleh Banks (1993) dan McIntosh (2000), dan Paul C. Gorski.

Tahap 1. Status Quo atau Kurikulum Dominan (curriculum of the mainstream)


Di Amerika, kurikulum dominan berpusat pada Eropah dan pria. Kurikulum sangat mengabaikan pengalaman,
suara, sumbangan, dan perspektif dari individu dan kelompok non-dominan pada semua bidang. Semua materi
pendidikan yang mencakup buku teks, film, dan alat belajar yang lain menyajikan informasi dalam format yang
Eropah-sentris dan pria sentris murni. Sleeter dan Grant (1999: 37) melihat tahap ini bertujuan mengasimilasi
siswa yang terabaikan. Kurikulum dan pembelajaran berfokus pada "strategi mengajar yang memperbaiki
kekurangan atau membangun jembatan antara siswa dan sekolah ".

Tahap 2. Hari Libur dan Pahlawan (Makanan, Festival, & Kesenangan)


Pada tahap ini ada kegiatan "merayakan" perbedaan dengan menyatukan informasi atau sumber tentang orang
terkenal dan benda budaya dari berbagai kelompok ke dalam kurikulum yang dominan. Papan pengumuman
dapat berisi gambar dari tokoh-tokoh kelompok yang bukan dominan dan guru dapat merencanakan perayaan
khusus untuk Hari Kartini, Hari Anak, Hari Pahlawan atau HUT Kemerdekaan. Pagelaran tentang budaya yang
lain berfokus pada kostum, makanan, musik, dan item budaya yang dapat diraba lainnya (other tangible
cultural items). Kekuatan dari tahap ini adalah bahwa pengajar mencoba mendiversifikasi kurikulum dengan
memberi materi dan pengetahuan di luar budaya dominan dan bahwa pendekatan Hari Libur dan Pahlawan
benar-benar mudah diimplimentasikan dengan hanya memerlukan sedikit pengetahuan baru.

Tahap 3: Integrasi. Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan hari libur dengan menambahkan
materi dan pengetahuan substansial tentang kelompok bukan dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat
menambahkan pada koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan suatu
unit yang mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru musik dapat menambah dari daerah
Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara. Pada level sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada
keseluruhan kurikulum.

Tahap 4. Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Kamus Budaya)


Guru mempelajari tradisi dan perilaku budaya asal siswanya dalam upaya untuk lebih memahami bagaimana
guru itu harus memperlakukan siswa itu. Di Barat, khususnya Amerika Serikat, guru memiliki buku pegangan
yang mendeskripsikan bagaimana mereka seharusnya berhubungan dengan siswa Afrika-Amerika, siswa Latin,
siswa Asia Amerika, siswa Amerika Asli, dan kelompok lain berdasarkan interpretasi terhadap tradisi dan gaya
komunikasi dari kelompok tertentu itu. Di Indonesia, khususnya di Jawa guru perlu lebih mengenal budaya Jawa
secara utuh budaya Jawa walaupun dia berasal dari luar Jawa.

Tahap 5: Reformasi Struktural


Materi, perspektif, dan suara baru diserukan dengan kerangka kerja pengetahuan yang mutakhir untuk memberi
tahap pemahaman baru dari kurikulum yang lebih lengkap dan akurat. Guru mendedikasikan dirinya untuk
memperluas dasar pengetahuannya secara berkelanjutan melalui eksplorasi berbagai perspektif, dan berbagi
pengetahuan dengan siswanya. Siswa belajar memandang peristiwa, konsep, dan fakta melalui berbagai
kacamata. Misalnya, untuk "Sejarah Amerika" mencakup sejarah orang Afrika-Amerika, Sejarah Wanita,
Sejarah orang Asia Amerika, Sejarah orang Amerika Latin, dan semua bidang pengetahuan yang berbeda. Nah
sekarang, Anda bandingkan dengan kondisi yang ada di Indonesia. Apa yang sebaiknya dicantumkan untuk
memenuhi ketentuan ini.

Tahap 6 Hubungan Manusia (Mengapa-kita-tidak-semuanya-ikut-serta)


Anggota masyarakat sekolah didorong untuk memperingati perbedaan dengan membuat hubungan lintas
identitas kelompok yang berbeda. Guru memperlihatkan antusiasme untuk mempelajari tentang budaya yang
lain melalui pendekatan Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Intercultural Teaching and Learning approach).
Guru menggambarkan pengalaman pribadi siswa sehingga siswa dapat belajar dari masing-masing yang lain.
Melalui hubungan antar pribadi, itu siswa dapat mengenal budaya siswa yang lain. Perbedaan pengalaman dan
budaya siswa yang berbeda-beda itu dilihat sebagai aset yang memperkaya pengalaman kelas.

Tahap 7. Pendidikan Multikultural Selektif (Kita melakukan Pendidikan Multikultural secara temporer) . Guru
dan staf memulai program temporer dan satu waktu tertentu dengan mengenal adanya keketidak samaan dalam
berbagai aspek pendidikan. Mereka dipanggil bersama-sama dalam suatu pertemuan untuk mendiskusikan
konflik rasial atau mendatangkan seorang konsultan untuk membantu guru merancang perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran yang ditujukan untuk berbagai kelompok yang berbeda.

Tahap 8. Pendidikan Multikultural Transformatif (Pendidikan persamaan dan Keadilan Sosial). Semua praktek
pendidikan dimulai dengan penentuan yang sama pada semua aspek sekolah dan persekolahan dan menjamin
bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai potensi sepenuhnya sebagai pelajar.
Semua praktek pendidikan yang menguntungkan suatu kelompok yang merugikan kelompok lain diubah untuk
menjamin persamaan. Tahap keenam ini sama dan sejalan dengan pendekatan aksi sosial dari James A. Banks.

Klp 8
2.1 Pengertian dan Tujuan IPS
1. Pengertian IPS
IPS sebagai suatu progam pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep pengetahuan
semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga Negara dan warga masyarakat yang
tau akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya. Oleh
karena itu peserta didik yang dibina melalui IPS tidak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan berfikir
tinggi, namun peserta didik diharapkan pula memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap diri
dan lingkungannya.
Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar,
melatih berbagai ketrampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi
warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Mata pelajaran IPS di sekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memilki
sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut
dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara baik.

2. Tujuan IPS
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah :
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b. Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d. Memilki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,
ditingkat lokal, nasional dan global.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran IPS disekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen
yaitu:
a. Memberikan kepada Siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada
masa lalu, sekarang dan masa akan datang.
b. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk mencari dan mengolah informasi.
c. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai / sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian / berperan serta dalam bermasyarakat.

2.2 Pengertian, Tujuan, Fungsi Serta Manfaat Perencanaan Pembelajaran


1. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah sebuah proses pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam suatu
pilihan (Herbert Simon, 1996).Perencanaan bukan hanya membantu untuk mencipkan solusi tapi juga
membantu untuk lebih memahami permasalahan itu sendiri. Perencanaan merupakan suatu proses pemecahan
masalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Definisi lain mengenai perencanaan pembelajaran adalah
proses membantu guru secara sistematik dan menganalisis kebutuhan pelajar dan menyusun kemungkinan yang
berhubungan dengan kebutuhan.

2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Perencanaan Pembelajaran


Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah rumusan kualifikasi kemampuan yang harus dicapai oleh
siswa (pengetahuan, sikap maupun keerampilan) setelah melakukan proses pembelajaran. Tercapainya tujuan
pembelajaran dengan indikator perubahan yang terukur baik dari segi pengetahuan, sikap maupun keterampilan,
tidak berarti bahwa hanya sebatas itulah tujuan pembelajaran tersebut. Tercapainya tujuan pembelajaran,
merupakan merupakan tahap awal atau sebagai perantara untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas,
komplek dan lebih tinggi lagi. Dengan demikian tujuan pembelajaran dalam urutan tujuan, merupakan
penjabaran dari tujuan yang ada diatasnya, yaitu tujuan kurikuler, tujuan lembaga, atau institusional, dan tujuan
pendidikan nasional.
Pada garis besar, perencanaan pembelajaran itu bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing
kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan perencanaan itu memungkinkan guru memilih
metode mana yang sesuai sehingga proses pembelajaran itu mengarah dan dapat mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Bagi guru, setiap pemilihan metode berarti menentukan jenis proses belajar mengajar mana yang
dianggap efektif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuaskan. Hal ini juga mengarahkan bagaimana guru
mengorganisasikan kegiatan-kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dipilihnya. Dengan demikian
betapa pentingnya tujuan itu diperhatikan dan dirumuskan dalam setiap pembelajaran, agar pembeljaran itu
benar-benar dapat mencapai tujuan sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum.
Perencanaan pembelajaranpun memiliki fungsi, yang menurut Kostelnik secara spesifik fungsi
perencanaan pembelajaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengorganisir pembelajaran yaitu proses mengelola seluruh aspek yang terkait dengan pembelajaran agar
tertata secara teratur, logis dan sistematis untuk memudahkan melakukan proses dan pencapaian hasil
pembelajaran secara efektif dan efesien.
2. Berpikir lebih kreatif untuk mengembangkan apa yang harus dilakukan siswa yaitu melalui perencanaan,
proses pembelajaran dapat dirancang secara kreatif, inovatif. Dengan demikian proses pembelajaran tidak
dikesankan sebagai suatu proses yang monoton atau terjadi sebagai suatu rutinitas.
3. Menetapkan sarana dan fasilitas untuk mendukung pembelajaran melalui perencanaan, sarana dan fasilitas
pendukung yang diperlukan akan mudah diidentifikasi dan bagaimana menelolanya sehingga sarana dan fasilitas
yang dibutuhkan dapat terpenuhi untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran yang lebih efektif.
4. Memetakan indikator hasil belajar dan cara untuk mencapainya; yaitu melalui perencanaan yang matang, guru
sudah memiliki data tentang jumlah indikator yang harus dikuasai oleh siswa dari setiap pembelajaran yang
dilakukannya. Dengan demikian guruoun tentu saja sudah membayangkan kegiatan yang harus dilakukan untuk
mencapai setiap indicator tersebut.
5. Merancang program untuk mengakomodasi kebutuhan siswa secara lebih spesifik yaitu melalui perencanaa,
hal-hal penting yang terkait dengan kebutuhan, karakteristik, dan potensi yang dimiliki siswa akan
teridentifikasi dan merencanakan tindakan yang dianggap tepat untuk meresponnya.
6. Mengkomunikasikan proses dan hasil pembelajaran; yaitu melalui perencanaan segala sesuatu yang terkait
dengan kepentingan pembelajaran sudah dikomunikasikan, baik secara internal yaitu terhadap pihak-pihak yang
terkait langsung dengan tugas-tugas pembelajaran, maupun dengan pihak eksternal yaitu pihak-pihak mayarakat
(stake holder).
Manfaat perencanaan pembelajaran (Andi, 2011) :
Ada beberapa manfaat perencanaan pembelajaran , di antaranya adalah:
a. Dengan perencanaan yang matang dan akurat, akan dapat diprediksi seberapa besar keberhasilan yang akan
dicapai.
Oleh kasrena itu akan terhindar dari keberhasilan yang sifatnya untung-untungan sebab segala kemungkinan
kegagalan sudah dapat diantisipasi oleh guru. Dalam perencanaan, guru harus paham tujuan apa yang akan
dicapai, strategi apa yang tepat dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, dan dari mana sumber belajar
yang dapat digunakan.
b. Sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Dengan perencanaan yang mtang, maka segala kemungkinan dan masalah yang akan timbul dapat diantisipasi
sehingga dapat diprediksi pula jalan penyelesaiannya.
c. Untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar secara tepat.
Dengasn perencanaan yang tepat, maka guru dapat menentukan sumber-sumber belajar yang dianggap tepat
untuk mempelajari suatu bahan pembelajaran sebab saat ini banyak sekali sumber belajar yang ditawarkan baik
melalui media cetak maupun elektronik.
d. Perencanaan akan membuat pembelajaran berlangsung secara sistematis.
Dengan perencanaan yang baik, maka pembelajaran tidak akan berlangsung seadanya, tetapi akan terarah dan
terorganisir dan guru dapat memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Maka secara hakiki tujuan yang paling mendasar dari sebuah perencanaan pembelajaran adalah sebagai
pedoman atau petunjuk bagi guru, serta mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses
pembelajaran.
Sedangkan fungsi dari perencanaan adalah mengorganisasikan dan mengakomodasikan kebutuhan
siswa secara spesifik, membantu guru dalam memetakan tujuan yang hendak dicapai, dan membantu guru dalam
mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar.
Dari pendapat diatas, dapat kita simpulkan bahwa perencanaan pembelajaran sangat bermanfaat dalam
memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar
siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses
pembelajaran berlangsung guna mencapai tujuan belajar.

2.3 Pengertian RPP


RPP atau yang kita kenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah sebuah perangkat
pembelajaran yang mendukung seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Ada beberapa definisi RPP yang berkembang akhir-akhir ini, namun pengertian tentang apa itu RPP
yang sebenarnya adalah pengertian RPP yang berlandaskau UU No.19 tahun 2005 yaitu: Seperangkat Rencana
yang menggambarkan proses dan Prosedur pengorganisasian kegiatan pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan di dalam silabus.
Dari pengertian RPP di atas dapat kita pahami bahwa fungsi RPP adalah untuk mencapai satu KD, dan
tidak boleh memuat lebih dari satu kompetensi dasar di dalam sebuah RPP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) merupakan perkiraan atau proyeksi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan
kegiatan pembelajaran. RPP mengambarkan prosedur dan pengoraginasian pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan RPP yaitu; untuk memberikan landasan pokok bagi guru dan
siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator, memberi gambaran mengenai acuan kerja jangka
pendek, karena disusun dengan menggunakan pendekatan sistem, memberi pengaruh terhadap pengembangan
individu siswa, karena dirancang secara matang sebelum pembelajaran, berakibat terhadap nurturant effect.
Komponen RPP seperti tersebut di bawah ini :
1. Kompetensi Dasar (KD)
2. Materi standar
3. Kegiatan Pembelajaran
4. Metode Pembelajaran
5. Media Pembelajaran
6. Sumber Belajar
7. Alokasi Waktu

2.4 Pengertian dan Macam Macam Strategi Pembelajaran Kognitif


1. Pengertian Strategi Pembelajaran Kognitif
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (J.R. David dalam Sanjaya, 2008:126). Selanjutnya
dijelaskan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp dalam Sanjaya, 2008:126). Istilah strategi
sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi
bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran
(Ahmad Rohani, 2004 : 32). Sementara itu, Joyce dan Weil lebih senang memakai istilah model-model
mengajar daripada menggunakan strategi pengajaran (Joyce dan Weil dalam Rohani, 2004:33.
Nana Sudjana menjelaskan bahwa strategi mengajar (pengajaran) adalah taktik yang digunakan guru
dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik)
mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien (Nana Sudjana dalam Rohani, 2004:34). Jadi
menurut Nana Sudjana, strategi mengajar/pengajaran ada pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau
perbuatan guru itu sendiri pada saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan
pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus
mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran
berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan
teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari
metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran
berlangsung.

2. Macam-macam Strategi Pembelajaran IPS


a. Pembelajaran Kemampuan Berpikir
Penanaman konsep merupakan penunjang kemampuan berpikir siswa, Konsep merupakan
keadaan lingkungan ( abstraksi ) dari kesamaan dari jumlah benda atau fenomena. Contoh konsep yakni tanah,
sungai, gunung, uang, cuaca dan lain-lain. Pengajaran konsep mengembangkan kemampuan kognitif dari yang
terendah sampai tingkat tinggi.
Pengajaran konsep dapat dilakukan melalui dua pendekatan:
Pendekatan induktif dilakukan dengan mengkaji fenomena- fenomena sosial untuk mendapatkan informasi yang
selanjutnya dikembangkan menjadi fakta. Fakta-fakta tersebut dirangkai sehingga menunjukkan adanya suatu
kategori atau kesamaan tertentu.
Pendekatan deduktif pengajaran dimulai dengan pemberian konsep dan diteruskan untuk menemukan fakta-fakta
yang menjadi bagian konsep.
Pembelajaran kemampuan berpikir termasuk juga didalamnya yaitu suatu kajian terhadap peristiwa,
kejadian, fenomena atau situasi ( study kasus) tertentu yang terjadi di tempat tertentu dan berhubungan dengan
aspek-aspek kehidupan manusia di masa lalu, masa kini atau masa yang akan datang (S. Hamid Hasan,
1996:192). Sebuah peristiwa dapat dikatakan sebuah kasus atau kejadian karena peristiwa itu unik serta terbatas
pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa tersebut dan tidak terulang di tempat yang lain. Contohnya,
peristiwa kelahiran.
b. Strate Pembelajaran Kemampuan Proses
1. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Dalam pengajaran IPS SD kelas di persekolahan guru dapat mendorong siswa untuk
belajarbmemecahkan masalah dengan menggunakan metode pendekatan pemecahan masala (problem solving).
Dengan cara pendekatan akan terjalin sebuah komunikasi yang baik antara guru dengan siswa sehingga
antara guru dan siswa tidak ada pembatas. Yang mana jika tidak ada pembatas antara guru dan siswa akan
dengan mudah untuk mencari atau mengetahui jalan keluar dari suatu permasalahan.
2 Inkuiri
Inkuiri ialah siswa mampu menemukan jawaban sendiri dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul.
Pengajaran inkuiri merupakan bentuk pengajaran yang mengenalkan konsep-konsep secara induktif. Perbedaaan
yang mendasar antara pengajaran inkuiri dengan pemecahan masalah yakni pengajaran inkuiri lebih
menekankan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah yang terbatas pada disiplin ilmu bukan pada
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
3. Portofolio
Kumpulan pekerjaan peserta didik dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-
panduan yang ditentukan. Portofolio biasanya merupakan karya terpilih dari seorang siswa. Tetapi dapat juga
berupa karya terpilih dari satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif.
c Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pembelajaran yang menghendaki siswa belajar secara bersama-sama, saling
membatu satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan
atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Pembelajaran Nilai
1. Bermain Peran
Suatu proses belajar di mana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan orang lain (S.Hamid Hasan,
1996: 265). Dalam proses belajar bermain peran siswa diajak untuk berpikir, berperan, dan bertindak bukan
sebagai dirinya tetapi sebagai orang lain.
2. Sosio Drama
Ada perbedaan antara sosio drama dengan bermain peran yakni bermain peran lebih luas ruang
lingkupnya sedangkan drama sosial membatasi pada permasalahan yang menyangkut aspek sosial dalam
masyarakat. Perbedaan yang kedua yakni dalam penentuan peran. Dalam sosio drama sebuah peran dapat
ditentukan secara langsung setelah sebuah permasalahan sosial dibahas oleh guru di dalam kelas. Peran yang
dimainkan oleh siswa tidak memerlukan persiapan khusus seperti dalam bermain peran. Dalam sosio drama
reaksi spontan siswa dalam memainkan peran lebih diutamakan sehingga apa yang dikemukakan siswa sebagai
pemegang peran akan berbeda dengan yang aslinya.
e. Pembelajaran Peta dan Globe
Pembelajaran ketrampilan peta dan globe merupakan salah satu metode dalam pembelajaran geografi.
Namun, pembelajaran ini tidak hanya menunjang pembelajaran geografi saja, pembelajaran sejarah, pendidikan
kewarganegaraan, sosiologi bahkan Bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan mampu
membaca dan menunjukkan tempat serta analisa dalam peta dan grafik. Kita ketahui peta tidak hanya
menunjukkan lokasi satu daerah namun, dalam peta memiliki segudang informasi mengenai penduduk, tempat
wisata, pertambangan dan lain-lain.
f. Pembelajaran Aksi Sosial
Newmann (1975:8) model pembelajaran aksi sosial merupakan pola dan aktivitas belajar siswa baik di dalam atau
dengan kelompok yang dilakukan dengan keterlibatan masyarakat sebagai aktivitas di mana siswa
mendemonstrasikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial. Misalnya menyelenggarakan studi,
partisipasi kerja secara sukarela, aktif mengadakan pendampingan di dalam atau di luar sekolah, dan aktivitas
nyata siswa untuk mempengaruhi kebijakan publik di masyarakat yang dilakukan di luar sekolah.
Nasution (1997:179): model pembelajaran aksi social sebagai suatu teknik mengajar guna membantu anak didik
mengembangkan kompetensi social atau kewarganegaraan, sehingga dapat melibatkan diri secara aktif dalam
perbaikan masyarakat.
2.5 Hubungan Perencanaan Pembelajaran IPS dengan Strategi Kognitif IPS
Mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar merupakkan program pengajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat maupun
masalah yang dialami oleh dirinya sendiri. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program pelajaran IPS di
sekolah dapat diorganisasikan secara baik.
Agar seorang guru dapat mengorganisasikan pembelajaran IPS dengan baik dan dapat mencapai tujuan
pembelajaran, maka seorang guru dapat membuat perencanaan pembelajaraan yang sering disebut sebagai RPP.
Perencanaan pembelajaran ini bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Dengan adanya perencanaan pembelajaran tersebut memiliki tujuan untuk memungkinkan
guru memilih strategi mana yang sesuai digunakan dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran tearah
dan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan . Dengan adanya RPP, maka memudahkan guru untuk
menyusun strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. perencanaan dan strategi
pembelajaran, merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi.
Perencanaan pembelajaran kemudian di diimplementasikan kedalam bentuk stategi pembelajaran
sehingga akan keluarlah hasil yang dicapai. Adapun hasil pembelajaran yang telah dicapai sangat ditentukan
oleh kualitas pembelajaran, kualitas perencanaan pembelajaran dan strategi pembelajaran yang tergantung pada
kurikulum yang diberlakukan. Dengan adanya RPP dan strategi pembelajaran maka dapat tercapai rencana
pembelajaran yang telah dibuat, dan proses pembelajaran berjalan lancar.

Klp 9

2.1 Pendidikan Multikultural IPS SD

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam
kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut
nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi Kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu,
tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.

2.2 Tujuh unsur kebudayaan universal


Sistem Religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat
yang lebih dan Maha Kuasa.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling
sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing masing antar individu sehingga timbul rasa
utuk berorganisasi dan bersatu.
Sistem Pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan
dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Sistem Ekonomi
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
Sistem Teknologi dan Peralatan
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang barang dan sesuatu yang baru agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah
komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa
Inggris.
Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan
psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.

2.3 Tiga Wujud Kebudayaan Menurut Dimensi Wujudnya


Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia
Kebudayaan yang muncul dan hidup karena adanya gagasan gagasan baru, konsep yang matang serta
buah dari pikiran yang kreatif. Wujudnya dapat ditemukan dalam sebuah buku buku, arsip dan sebagainya.
Kompleks aktivitas
Aktivitas manusia dengan lingkungan sekitar dalam kegiatan sehari hari dari waktu ke waktu
memunculkan sesuatu untuk diabadikan, difoto dan juga diobservasi.
Wujud sebagai benda
Aktivitas manusia sehari hari umumnya dilakukan dengan menggunakan benda sebagai sarana dan
prasarana. Dari situ lahir kebudayaan dalam bentuk fisik yang konkret, bisa bergerak maupun tidak

2.4 Media Pembelajaran


Media berasal dari bahasa Yunani yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti
perantara atau pengantara. Media memiliki pengertian yang beragam, namun pada intinya media adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan informasi/pesan yang disampaikan pengirim (komunikator)
kepada penerima (komunikan) dengan tujuan tertentu.
Salah satu media yang bermakna bagi pengembangan kesadaran akan multikulturalisme adalah pendidika
IPS. Pendidikan IPS merupakan sarana efektif untuk menanamkan kesadaran multikultural, karena salah satu
misi pendidikan IPS pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah: membekali peserta didik dengan
seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan moral serta keterampilan hidup yang berguna dalam memahami diri
dan lingkungan bangsa serta negaranya (Hasan, 2005). Lingkungan yang dimaksud dalam konteks ini salah
satunya adalah keberagaman suku, agama, ras, etnis, dan bahasa yang ada di negara Indonesia. Pendidikan yang
selama ini ditanamkan dalam kurikulum pendidikan dasar hingga perguruan tinggi telah menjelaskan konsep
keberagaman tersebut. Namun, implementasi pendidikan IPS selama ini belum optimal dalam menekankan
pendidikan tentang keberagaman yang bersifat normatif.
Pengalaman Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di zaman orde baru,
pengajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) pada pendidikan dasar dan menengah, mata kuliah
Kewiraan yang sarat dengan indoktrinasi di perguruan tinggi pada dasarnya juga dimaksudkan untuk
mewujudkan nasionalisme, kesadaran persatuan dan integritas kebangsaan. Namun faktanya, pemahaman
terhadap multikulturkebangsaan oleh masyarakat belum berhasil mencapai sentuhan kesadaran yang utuh,
terbukti masih adanya gerakan anti multikultural, seperti gerakansparatis dan konflik yang berbau sara.
Bila dikaitkan dengan dunia pendidikan atau pembelajaran yang sering disebut dengan media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Jenis-jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi: gambar diam, gambar gerak,
rekaman bersuara, televisi, benda-benda hidup, simulasi maupun model serta instruksional berprogram ataupun
CAI (Computer Assisten Instruction).

2.5 Hubungan Pendidikan Multikultural IPS Berbasis Kebudayaan dan Media Pembelajaran.
Kebudayaan sebagai segala sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, secara langsung memiliki hubungan yang erat dengan
media pembelajaran dan tenaga profesi.
Karena bagaimanapun juga kita telah mengenal bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini dan di masa
akan datang merupakan masyarakat yang berbudaya teknologi. Artinya bahwa adanya perkembangan teknologi
yang telah berlangsung sedemikian besar dan cepatnya hingga menyebar secara luas dan mempengaruhi segenap
aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Dengan adanya perkembangan tersebut diatas, maka memungkinkan untuk diselenggarakannya dan
diciptakannya suatu inovasi dan pembaharuan akan media pembelajaran yang akan meningkatkan keefektifan
kegiatan belajar mengajar. Khususnya hal ini diperuntukan dan perlu diperhatikan bagi tenaga profesi teknologi
pendidikan yang berusaha untuk menggabungkan tuntutan akan pendidikan dan tantangan perkembangan
sesuatu yang baru dan diharapkan dengan adanya sesuatu yang baru tersebut dapat menciptakan dan menambah
sebuah nilai tambah dari langkah sebelumnya. Dorongan untuk melakukan hal tersebut tentunya didasarkan oleh
berbagai kenyataan yang meliputi:
Adanya orang-orang yang belajar yang belum pernah memperoleh perhatian yang cukup tentang kebutuhan,
kondisi dan tujuannya.
Adanya orang yang ingin belajar tetapi tidak cukup memperoleh pembelajaran dari sumber-sumber
tradisional, maka perlunya sumber-sumber baru.
Adanya sumber-sumber baru seperti orang, isi pesan, bahan, dan alat serta lingkungan.
Adanya kegiatan yang bersistem dalam mengembangkan sumber belajar.
Adanya pengelolaan atas kegiatan belajar yang memanfaatkan berbagai sumber, kegiatan menghasilkan dan
atau memilih sumber belajar.
Kelima dorongan tersebut diatas merupakan gejala yang menjadi bidang garapan para teknologi
pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan isomeristik yang meliputi:
Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-
lain secara bersistem.
Memecahkan masalah secara menyeluruh dan serempak dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi
dan saling keterkaitannya.
Digunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah.
Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai
nilai lebih dari sekadar penjumlahan.
Seusai Perang Dunia II mulai dikembangkan pengalaman di kalangan angkatan bersenjata tersebut untuk
keperluan pendidikan dan pelatihan. Pada saat itu, pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih berorientasi
teoritis dan mengganggap fungsinya adalah mempersiapkan peserta didik untuk masa depan yang siap latih atau
siap memasuki dunia kerja atau dengan landasan just in case. Untuk itu, pada zaman sekarang ini,
perkembangan budaya dan teknologi sangat dirasakan begitu cepat perkembangannya dan diperlukannya tenaga
profesi yang mampu untuk bergerak lebih maju mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
Untuk itu, bagi para tenaga profesi yang mampu bergerak mengimbangi pesatnya perkembangan
kebudayaan teknologi harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesionalnya dalam
menyelenggarakan proses belajar bagi setiap orang dengan dikembangkannya dan digunakannya berbagai
sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pembelajar serta perkembangan lingkungan. Sebut
saja, pada zaman dahulu pembelajaran hanya diperoleh dari orang-orang terpercaya yang ada di sekitar
lingkungan yang dapat mendidik setiap individu. Seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi, maka
guru dan buku telah dipercaya memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai media
belajar. Dan yang terakhir, adalah sekarang ini munculnya teknologi-teknologi komputer yang dapat digunakan
oleh tenaga profesi dalam melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut menjadi cermin atas apa yang dikatakan
oleh Sir Eric Ashby (1972, h.9-10) tentang 4 revolusi yang terjadi dalam dunia pendidikan, yakni :
Revolusi pertama, orang tua/keluarga mempercayai orang lain untuk memberikan pendidikan kepada anaknya
karena orang tua sudah tidak mampu untuk mendidik.
Revolusi kedua, guru bertanggung jawab dalam mendidik, disampaikan secara verbal/lisan, dan dilembagakan
dengan berbagai ketentuan.
Revolusi ketiga, buku dijadikan media utama dalam pendidikan yang sejalan dengan ditemukannya mesin
cetak yang memberikan informasi iconic dan numeric.
Revolusi empat, perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan pesan-pesan disampaikan lebih cepat dan
lebih bervariasi.
Untuk sekarang ini, dengan adanya perkembangan budaya dan teknologi, dalam bidang pendidikan tidak
hanya guru yang harus bisa dan mampu menggunakan media yang tersedia untuk menunjang kegiatan
mengajarnya, namun diperlukannya juga tenaga profesi lainnya seperti tenaga ahli media pendidikan. Dimana
tenaga ahli media pendidikan ini bertugas dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola
sumber belajar yang ada.
Dengan semakin berkembangnya kebudayaan dengan segala unsur-unsurnya, guru bukanlah satu-satunya
pemegang kendali penuh dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, guru hanya berperan sebagai
pengelola kegiatan belajar dan siswa dapat belajar dari sumber-sumber lain selain guru mereka. Sumber-sumber
tersebut bisa mencakup buku, masyarakat, media sederhana dan konvensional serta media-media baru seperti
radio, televisi, film, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam proses pembelajaran budaya-budaya yang terkait dengan media sederhana dan
konvensional tidaklah dihilangkan atau dihapuskan begitu saja, karena bagaimanapun juga media sederhana dan
konvensional tersebutlah yang menjadi cikal bakal munculnya media-media baru seperti sekarang ini. Untuk itu,
dalam hal ini media sederhana dan konvensional berperan sebagai pendamping dari media-media baru seperti
media komputer dan internet. Karena seperti yang diketahui bahwa seorang tenaga profesi media pembelajaran
juga membutuhkan sebuah media sederhana dan konvensional untuk mentransformasikan media-media
sederhana tersebut menjadi sebuah media baru sebagai media pembelajaran guna untuk mengefektifkan kegiatan
belajar mengajar.
Sehingga dengan begitu, siswa memiliki pengalaman yang lebih dan kaya akan pengalaman belajarnya
karena mereka tidak hanya sekadar belajar konvensional saja melainkan juga belajar dengan menggunakan
model dan metode yang baru.
Seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat inilah maka perlu juga diadakannya sebuah
pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi mereka-mereka yang berperan sebagai tenaga profesi untuk
memberikan sebuah kesiapan mental tenaga profesi agar mereka mampu bekerja sebagai tenaga professional
dalam hal mendidik dan mengajar.
Sebenarnya pendidikan dan pelatihan dalam bidang media pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun
1950-an di sekolah guru (SGB dan SGA). Latihan ini diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan tenaga
yang berkarier dalam bidang media pendidikan. Adapun tenaga yang dipersiapkan meliputi penulis naskah,
produser, penilai, dan pengelola pemanfaatan siaran radio pendidikan.
Dalam lingkungan pekerjaan dirasakan perlunya setiap individu untuk terus-menerus belajar mengikuti
perkembangan IPTEK dan tuntutan lingkungan dengan melakukan pelatihan atau penataran lingkungan kerja,
baik itu dengan tenaga pelatih dari dalam lingkungan sendiri atau mendatangkan pelatih dari luar.
Pada hakekatnya, hubungan kebudayaan, media pembelajaran dan tenaga profesi terletak bagaimana
seorang tenaga profesi mampu memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran di tengah pesatnya
perkembangan kebudayaan yang semakin cepat guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.

Klp 10
2.1 Pengertian Penilaian (Evaluasi)
Menurut Sardiyo (2009: 3) penilaian adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau
menjelaskan unjuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sukardi (2008:1) bahwa evaluasi atau penilaian merupakan
proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Evaluasi juga merupakan proses
memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil
keputusan. Menurut Oktaviandi (2012) penilaian atau assessment adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik
atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian hasil belajar pada dasarnya berfokus pada bagaimana guru dapat mengetahui hasil
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru harus mengetahui sejauh mana siswa telah mengerti bahan yang telah
diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.
Evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan tiga istilah yang sering rancu untuk digunakan.
Menurut Cangelosi dalam Oktaviandi (2012) dijelaskan bahwa

1. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-
judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
2. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh

3. tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak
didik melalui program kegiatan belajar.
4. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan
merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan yang dimaksud
pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penilaian adalah kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan hasil
belajar peserta didik sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk pengambilan keputusan dalam
menentukan tingkat pencapaian kompetensi.
2.2 Tujuan Penilaian (Evaluasi)
Menurut Arikunto (2010:10) tujuan penilaian (Evaluasi) sebagai berikut:
1. Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian
terhadap siswanya. Penilaian tersebut mempunyai berbagai tujuan yaitu :
a) Untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2. Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian guru dapat melakukan diagnosis pada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya sehingga dapat diketahui sebab-sebab kelamahan dan cara untuk mengatasinya.
3. Penilaian bersifat sebagai penempatan
Dalam menentukan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kelompok dapat dilakukan
penilaian. Penilaian digunakan untuk menentukan posisi pasti di kelompok mana seorang siswa harus di
tempatkan. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian sama akan berada dalam kelompok yang sama
dalam belajar.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan.
2.3 Prinsip dan Acuan Penilaian pada Pembelajaran IPS
Dalam melaksanakan penilaian (evaluasi) hasil belajar pada pembelajaran IPS, pendidik perlu
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:
1. Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam
standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti
menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2. Objektif dan Adil
Penilaian hasil belajar peserta didik tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik dan tidak
dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa,
gender, dan hubungan emosional.
3. Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan
dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang
berkepentingan.
4. Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
6. Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan
dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
7. Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
8. Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.
9. Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Dalam melakukan penilaian, selain memperhatikan prinsip juga harus memperhatikan acuan yang dipakai
dalam penilaian. Berikut ini beberapa acuan penilaian pada pembelajaran IPS sebagai berikut:

1. Acuan norma (norm reference)

Acuan norma merupakan acuan penilaian yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif
seorang siswa terhadap siswa lain di dalam kelompok kelasnya (Sukardi, 2008:22). Pada acuan norma nilai atau
skor siswa dibandingkan dengan nilai atau skor siswa sekelompoknya digunakan pada pembelajaran yang
bersifat kompetitif. Penilaian dengan acuan norma diterapkan pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan norma menurut Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a) Menentukan ranking siswa dalam satu kelas.
b) Mengelompokkan siswa dalam satu kelas berdasarkan prestasi belajar.
c) Menentukan/ menyeleksi siswa ke dalam kelas unggul dan kelas normal.
d) Membandingkan antar siswa.
e) Menyeleksi siswa yang mewakili lomba antar sekolah.
f) Menyeleksi siswa yang hendak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.

2. Acuan Kriteria

Acuan kriteria adalah acuan penilaian dimana hasil penampilan siswa menunjukkan posisinya sendiri
terhadap kriteria tertentu tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain (Sukardi, 2008: 23). Pada
acuan kriteria nilai atau skor yang diperoleh siswa dibandingkan dengan standar tertentu yang ditentukan
sebelumnya, biasanya digunakan pada pembelajaran koperatif dan individualistik, dan nilai yang diperoleh
siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian menggunakan acuan kriteria digunakan pada KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan kriteria Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a) Menentukan sejauh mana siswa telah mencapai target/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum
b) Memberikan remidi atau pengayaan bagi siswa-siswa tertentu
c) Memperkirakan mutu suatu sekolah berdasarkan standar mutu nasional yang tergambar dalam pencapaian daftar
kompetensi yang tercantum dalam kurikulum oleh siswa.
2.4 Teknik dalam Penilaian (Evaluasi) Pembelajaran IPS
Penilaian pembelajaran baik proses maupun hasil belajar selayaknya memenuhi bersifat komprehensif
mencakup seluruh potensi dan kemampuan peserta didik disamping perlu memenuhi rasa keadilan bagi peserta
didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menilai selayaknya menggunakan teknik tes dan non-tes.
1. Tes
Syarat-syarat tes yang baik antara lain harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak
diukur dan harus andal (reliable). Keandalan dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketepatan (precision) dan
keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan.
Sebelum merancang sebuah test, terlebih dahulu harus memperhatikan tujuan tes dan kisi-kisi tes.
Tujuan tes dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam pokok bahasan tertentu setelah
materi diajarkan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. Sedangkan kisi-kisi
merupakan rambu-rambu ruang lingkup dan isi soal yang akan diujikan. Sebelum membuat kisi-kisi tes terlebih
dahulu harus melihat kurikulum sekolah yang digunakan.
2. Non Tes
Non tes merupakan salah satu bentuk penilaian dalam mengambil keputusan terhadap hasil proses
pembelajaran untuk kompetensi yang bersifat afektif atau kompetensi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.
Apabila penilaian dengan tes selalu dapat dinyatakan dengan angka/skala maka penilaian dengan teknik non-tes,
umumnya menghasilkan deskripsi secara kualitatif meskipun untuk kompetensi tertentu ada yang berupa
angka/skala. Beberapa teknik non tes antara lain:
a. Panduan Observasi
Pada jenjang Sekolah Dasar alat penilaian non tes dapat dikembangkan sendiri oleh guru kelas (teacher-
made) yang bersangkutan. Demikian pula, panduan observasi dapat dikembangkan oleh guru sehingga tidak
menutup kemungkinan terjadinya bias akibat subyektifitas guru. Namun inilah ciri khas dari penilaian afektif
yang tidak mjungkin steril dari pengaruh subjektivitas guru. Ada beberapa petunjuk untuk mengurangi
kelemahan dalam penyusunan panduan observasi (Zaenul, 1993: 67):
Rencanakan terlebih dahulu apa yang akan diamati, untuk menghindari tertariknya pengamat pada hal lain yang
menarik perhatiannya. Selain itu juga ditetapkan tingkah laku apa yang akan diamati, kriterianya, yaitu yang
paling besar kontribusinya untuk menjelaskan hasil belajar peserta didik.
Agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan kontinyu untuk memperoleh data yang seobjektif mungkin,
maka diperlukan alat perekam data observasi yang mudah dan jelas untuk dilaksanakan.
Sebaiknya melibatkan orang lain selain guru sebagai pengamat dalam melakukan pengamatan, misalnya saja
orang tua murid, konselor, wali murid, guru lain, teman sebaya dan sejenisnya. Dengan demikian orang tua
peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
b. Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk menilai sikap dalam pembelajaran, banyak digunakan skala sikap Likert.
Dalam skala ini pernyataan afektif menunjukkan pernyataan yang secara langsung mengungkapkan perasaan
terhadap suatu objek sikap. Sedangkan pernyataan psikomotor menunjukkan pernyataan pilihan tingkah laku
atau maksud tingkah laku yang berkenaan.
3. Daftar Check-list
Daftar ceklis adalah suatu alat penilaian non tes yang digunakan secara terstruktur untuk memperoleh
informasi tentang sesuatu yang diamati. Alat ini sangat bermanfaat untuk menilai hasil belajar ataupun proses
pembelajaran secara lebih rinci. Penggunaannya sangat sederhana, karena hanya dengan membubuhkan tanda
ceklis pada kolom yang sesuai dengan apa yang diamati.
4. Wawancara
Pedoman wawancara disusun seperti daftar pertanyaan yang akan diajukan saat wawancara.
Respondennya adalah peserta didik. Ada sedikit perbedaan antara pedoman wawancara dengan pertanyaan saat
ujian lisan. Pedoman wawancara tidak menghendaki jawaban yang benar atau salah seperti dalam ujian lisan
yang menentukan lulus atau tidak lulus, melainkan hanya mengungkapkan informasi tentang sikap yang digali
yang dapat menggambarkan keadaan peserta didik saat itu.
5. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang terbaik. Portofolio sebagai salah satu penilaian
dimaksudkan penilaian terhadap hasil karya siswa. Kumpulan pekerjaan siswa biasanya berupa sampel termasuk
foto-foto kegiatan, komentar-komentar secara tertulis termasuk perasan, sikap terhadap topik kegiatan, dan
keinginan siswa yang perlu diketahui guru yang selanjutnya dimasukkan kedalam folder. Portofolio merupakan
alat yang sangat baik sebagai bahan bagi guru ketika bertemu dengan orang tua siswa. Guru dapat menjelaskan
secara kronologis tentang aktivitas siuswa dan hasilnya. Jadi penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan
dalam penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.

Category: 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

0 komentar:

Poskan Komentar
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.

divine-music.info

Anda mungkin juga menyukai