Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
S e n in , 1 2 Ja n u a r i 2 0 1 5 - Wa wa n Re spe ct
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana
dikutip dari Mulyasa (2006: 151-153) adalah sebagai berikut.
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b) Beragam dan terpadu.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d) Relevan dengan kebutuhan.
e) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan kebutuhan hidup dan
dunia kerja.
f) Menyeluruh dan berkesinambungan.
g) Belajar sepanjang hayat,
h) Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
2) Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki enam komponen penting sebagai berikut.
a) Visi dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan
diharapkan dalam suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b) Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
c) Kalender pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta
didik, dan menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik.
d) Struktur muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas.
Mata pelajaran
Muatan lokal
Kegiatan pengembangan diri
Pengaturan beban belajar
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
Pendidikan kecakapan hidup
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e) Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
f) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen
pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
dijabarkan dalam silabus.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi
hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang
sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata
pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di
kelas tertentu.
4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan
untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD
pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang
berasal dari pendekatan disciplinarybased curriculum atau content-based curriculum.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan
memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat
dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan
memerlukan proses pendidikan yang tidak langsungPenilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi,
bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan .
8) kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat
memuaskan).
Berikut materi IPS SD yang diajarkan pada kurikulum 2013 pada masing-masing kelas adalah :
1. Pada kurikulum 2013 di kelas I dan II SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti
PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu
pada pendidikan karakter seperti bagaimana cara menghargai keberagaman penduduk, budaya, agama dan ras di
Indonesia; mengajarkan siswa agar berbudi pekerti yang luhur; mengajarkan siswa bagaimana cara yang baik
dalam kehidupan sosial; serta mengajarkan siswa bagaimana berperilaku yang baik dan benar.
2. Untuk kelas III SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS
yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : mengenal lingkungan sekitar, membuat denah lingkungan,
pentingnya bekerja sama, jenis-jenis pekerjaan, kegiatan jual beli, dan mengenal uang.
3. Pada kurikulum 2013 di kelas IV SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti
PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu
pada pendidikan karakter dengan materi seperti berikut : menghargai kebhinekatunggalikaan dan keberagaman
agama, suku bangsa; menyajikan bentuk-bentuk kepatuhan terhadap kebiasaan, tata tertib,tradisi, dan adat dalam
kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar; mengelompokkan identitas suku bangsa ( pakaian
tradisional, bahasa, pakaian adat, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), social ekonomi ( pekerjaan
orang tua), di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar; mengetahui keteladanan proklamator
kemerdekaan RI melalui pengamatan; menunjukkan keteladanan tokoh proklamator kemerdekaan RI dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan setempat; menerima tempat tinggal dan lingkunyannya sebagaibagian
NKRI (misal:empati terhadap kehidupan sekitarnya).
4. Materi IPS yang diajarkan kepada siswa kelas V SD pada kurikulum 2013 adalah menunjukan prilaku cinta
tanah air dan bangga pada produk Indonesia, memahami nilai-nilai kesejarahan kerajaan-kerajaan pada masa
kerajaan Hindu, Budha, dan Islam melalui bacaaan dan pengamatan; melaksanakan hak dan kewajiban (bidang
sosial, ekonomi, budaya, hukum) sebagai warga negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan UUD 1945;
memahami keragaman agama, sosial dan budaya dalam bingkai kebinekaan; Menghargai perilaku
beriman dan bertaqwa dalam kehidupansehari-hari melalui
kegiatan ibadah dankegiatan sekolah; Menyajikan berbagai permasalahan sosial di lingkungan sekitar
(kabupaten/kota, provinsi) melaluigambar, video, atau cerita; Menerima keputusan atas dasar kesepakatan
(musyawarah mufakat)
;Menghargaikebhinnekatunggalikaan produk budaya;Menunjukkan perilaku cinta tanah airIndonesia dan bangga
terhadap produk Indonesia;
Mengetahuikeanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika melalui pengama
tan; Meneladani tokoh (pahlawan) yangberperan dalam perjuangan menentang
penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia
5. Untuk kelas VI SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS
yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia,
kenampakan alam dan keadaan sosial, benua-benua di dunia, gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara
tetangga, perananan Indonesia pada era global, serta kegiatan ekspor impor.
2 Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft Lebih menekankan pada aspek
skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi pengetahuan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
6 TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan TIK sebagai mata pelajaran
sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media
pembelajaran
Klp 7
2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang
mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman
sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara (Banks, 2001). Di
dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam
membentuk perilaku manusia.
James A. Banks dalam bukunya Multicultural Education, mendefinisikan Pendidikan Multikultural
sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan
siswa yang merupakan anggota dari kelompmakalah ok ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
Jadi Pendidikan Multikultural akan mencakup:
a. Ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya.
b. Gerakan pembaharuan pendidikan.
c. Proses pendidikan.
3. Proses Pendidikan
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses (pendidikan) yang tujuannya tidak akan pernah
terrealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus
dipandang sebagai suatu proses yang terus-menerus (an ongonging process), dan bukan sebagai sesuatu yang
langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara
utuh bukan sekedar meningkatkan skor.
2. Perkembangan Pribadi
Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang
lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini
merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa,
yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keseluruhan
prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa. Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka
dan reseptif (menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan identitasnyanya.
Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan penelitian yang berkaitan dengan adanya
hubungan timbal balik antara konsep diri, prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.
1. Horace Kallen.
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya itu dapat disebut
pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia
menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat
perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan
bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing
berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui
bahwa budaya yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui bahwa
budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara budaya-budaya yang lain itu dipandang
menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika
2. James A. Banks
Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis
Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa
sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia
menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang
selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi
pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka
ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak
bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah
masa lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and history in the making)
sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki
interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan
penafsiran orang lain.
3. Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or Transformational?, Bill Martin
menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang
nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika
multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-benar
menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua
umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128).
Tahap 3: Integrasi. Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan hari libur dengan menambahkan
materi dan pengetahuan substansial tentang kelompok bukan dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat
menambahkan pada koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan suatu
unit yang mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru musik dapat menambah dari daerah
Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara. Pada level sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada
keseluruhan kurikulum.
Tahap 7. Pendidikan Multikultural Selektif (Kita melakukan Pendidikan Multikultural secara temporer) . Guru
dan staf memulai program temporer dan satu waktu tertentu dengan mengenal adanya keketidak samaan dalam
berbagai aspek pendidikan. Mereka dipanggil bersama-sama dalam suatu pertemuan untuk mendiskusikan
konflik rasial atau mendatangkan seorang konsultan untuk membantu guru merancang perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran yang ditujukan untuk berbagai kelompok yang berbeda.
Tahap 8. Pendidikan Multikultural Transformatif (Pendidikan persamaan dan Keadilan Sosial). Semua praktek
pendidikan dimulai dengan penentuan yang sama pada semua aspek sekolah dan persekolahan dan menjamin
bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai potensi sepenuhnya sebagai pelajar.
Semua praktek pendidikan yang menguntungkan suatu kelompok yang merugikan kelompok lain diubah untuk
menjamin persamaan. Tahap keenam ini sama dan sejalan dengan pendekatan aksi sosial dari James A. Banks.
Klp 8
2.1 Pengertian dan Tujuan IPS
1. Pengertian IPS
IPS sebagai suatu progam pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-konsep pengetahuan
semata, namun harus pula mampu membina peserta didik menjadi warga Negara dan warga masyarakat yang
tau akan hak dan kewajibannya, yang juga memiliki atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya. Oleh
karena itu peserta didik yang dibina melalui IPS tidak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan berfikir
tinggi, namun peserta didik diharapkan pula memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap diri
dan lingkungannya.
Sebagai program pendidikan IPS yang layak harus mampu memberikan berbagai pengertian yang mendasar,
melatih berbagai ketrampilan, serta mengembangkan sikap moral yang dibutuhkan agar peserta didik menjadi
warga masyarakat yang berguna, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Mata pelajaran IPS di sekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memilki
sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut
dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara baik.
2. Tujuan IPS
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah :
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b. Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d. Memilki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk,
ditingkat lokal, nasional dan global.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran IPS disekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen
yaitu:
a. Memberikan kepada Siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada
masa lalu, sekarang dan masa akan datang.
b. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk mencari dan mengolah informasi.
c. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai / sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian / berperan serta dalam bermasyarakat.
Klp 9
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam
kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut
nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi Kebudayaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu,
tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
2.5 Hubungan Pendidikan Multikultural IPS Berbasis Kebudayaan dan Media Pembelajaran.
Kebudayaan sebagai segala sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, secara langsung memiliki hubungan yang erat dengan
media pembelajaran dan tenaga profesi.
Karena bagaimanapun juga kita telah mengenal bahwa masyarakat Indonesia sekarang ini dan di masa
akan datang merupakan masyarakat yang berbudaya teknologi. Artinya bahwa adanya perkembangan teknologi
yang telah berlangsung sedemikian besar dan cepatnya hingga menyebar secara luas dan mempengaruhi segenap
aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan.
Dengan adanya perkembangan tersebut diatas, maka memungkinkan untuk diselenggarakannya dan
diciptakannya suatu inovasi dan pembaharuan akan media pembelajaran yang akan meningkatkan keefektifan
kegiatan belajar mengajar. Khususnya hal ini diperuntukan dan perlu diperhatikan bagi tenaga profesi teknologi
pendidikan yang berusaha untuk menggabungkan tuntutan akan pendidikan dan tantangan perkembangan
sesuatu yang baru dan diharapkan dengan adanya sesuatu yang baru tersebut dapat menciptakan dan menambah
sebuah nilai tambah dari langkah sebelumnya. Dorongan untuk melakukan hal tersebut tentunya didasarkan oleh
berbagai kenyataan yang meliputi:
Adanya orang-orang yang belajar yang belum pernah memperoleh perhatian yang cukup tentang kebutuhan,
kondisi dan tujuannya.
Adanya orang yang ingin belajar tetapi tidak cukup memperoleh pembelajaran dari sumber-sumber
tradisional, maka perlunya sumber-sumber baru.
Adanya sumber-sumber baru seperti orang, isi pesan, bahan, dan alat serta lingkungan.
Adanya kegiatan yang bersistem dalam mengembangkan sumber belajar.
Adanya pengelolaan atas kegiatan belajar yang memanfaatkan berbagai sumber, kegiatan menghasilkan dan
atau memilih sumber belajar.
Kelima dorongan tersebut diatas merupakan gejala yang menjadi bidang garapan para teknologi
pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan isomeristik yang meliputi:
Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-
lain secara bersistem.
Memecahkan masalah secara menyeluruh dan serempak dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi
dan saling keterkaitannya.
Digunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah.
Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai
nilai lebih dari sekadar penjumlahan.
Seusai Perang Dunia II mulai dikembangkan pengalaman di kalangan angkatan bersenjata tersebut untuk
keperluan pendidikan dan pelatihan. Pada saat itu, pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih berorientasi
teoritis dan mengganggap fungsinya adalah mempersiapkan peserta didik untuk masa depan yang siap latih atau
siap memasuki dunia kerja atau dengan landasan just in case. Untuk itu, pada zaman sekarang ini,
perkembangan budaya dan teknologi sangat dirasakan begitu cepat perkembangannya dan diperlukannya tenaga
profesi yang mampu untuk bergerak lebih maju mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.
Untuk itu, bagi para tenaga profesi yang mampu bergerak mengimbangi pesatnya perkembangan
kebudayaan teknologi harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesionalnya dalam
menyelenggarakan proses belajar bagi setiap orang dengan dikembangkannya dan digunakannya berbagai
sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pembelajar serta perkembangan lingkungan. Sebut
saja, pada zaman dahulu pembelajaran hanya diperoleh dari orang-orang terpercaya yang ada di sekitar
lingkungan yang dapat mendidik setiap individu. Seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi, maka
guru dan buku telah dipercaya memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai media
belajar. Dan yang terakhir, adalah sekarang ini munculnya teknologi-teknologi komputer yang dapat digunakan
oleh tenaga profesi dalam melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut menjadi cermin atas apa yang dikatakan
oleh Sir Eric Ashby (1972, h.9-10) tentang 4 revolusi yang terjadi dalam dunia pendidikan, yakni :
Revolusi pertama, orang tua/keluarga mempercayai orang lain untuk memberikan pendidikan kepada anaknya
karena orang tua sudah tidak mampu untuk mendidik.
Revolusi kedua, guru bertanggung jawab dalam mendidik, disampaikan secara verbal/lisan, dan dilembagakan
dengan berbagai ketentuan.
Revolusi ketiga, buku dijadikan media utama dalam pendidikan yang sejalan dengan ditemukannya mesin
cetak yang memberikan informasi iconic dan numeric.
Revolusi empat, perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan pesan-pesan disampaikan lebih cepat dan
lebih bervariasi.
Untuk sekarang ini, dengan adanya perkembangan budaya dan teknologi, dalam bidang pendidikan tidak
hanya guru yang harus bisa dan mampu menggunakan media yang tersedia untuk menunjang kegiatan
mengajarnya, namun diperlukannya juga tenaga profesi lainnya seperti tenaga ahli media pendidikan. Dimana
tenaga ahli media pendidikan ini bertugas dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola
sumber belajar yang ada.
Dengan semakin berkembangnya kebudayaan dengan segala unsur-unsurnya, guru bukanlah satu-satunya
pemegang kendali penuh dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, guru hanya berperan sebagai
pengelola kegiatan belajar dan siswa dapat belajar dari sumber-sumber lain selain guru mereka. Sumber-sumber
tersebut bisa mencakup buku, masyarakat, media sederhana dan konvensional serta media-media baru seperti
radio, televisi, film, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam proses pembelajaran budaya-budaya yang terkait dengan media sederhana dan
konvensional tidaklah dihilangkan atau dihapuskan begitu saja, karena bagaimanapun juga media sederhana dan
konvensional tersebutlah yang menjadi cikal bakal munculnya media-media baru seperti sekarang ini. Untuk itu,
dalam hal ini media sederhana dan konvensional berperan sebagai pendamping dari media-media baru seperti
media komputer dan internet. Karena seperti yang diketahui bahwa seorang tenaga profesi media pembelajaran
juga membutuhkan sebuah media sederhana dan konvensional untuk mentransformasikan media-media
sederhana tersebut menjadi sebuah media baru sebagai media pembelajaran guna untuk mengefektifkan kegiatan
belajar mengajar.
Sehingga dengan begitu, siswa memiliki pengalaman yang lebih dan kaya akan pengalaman belajarnya
karena mereka tidak hanya sekadar belajar konvensional saja melainkan juga belajar dengan menggunakan
model dan metode yang baru.
Seiring dengan perkembangan budaya yang semakin pesat inilah maka perlu juga diadakannya sebuah
pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi mereka-mereka yang berperan sebagai tenaga profesi untuk
memberikan sebuah kesiapan mental tenaga profesi agar mereka mampu bekerja sebagai tenaga professional
dalam hal mendidik dan mengajar.
Sebenarnya pendidikan dan pelatihan dalam bidang media pendidikan telah dilaksanakan sejak tahun
1950-an di sekolah guru (SGB dan SGA). Latihan ini diberikan dengan tujuan untuk mempersiapkan tenaga
yang berkarier dalam bidang media pendidikan. Adapun tenaga yang dipersiapkan meliputi penulis naskah,
produser, penilai, dan pengelola pemanfaatan siaran radio pendidikan.
Dalam lingkungan pekerjaan dirasakan perlunya setiap individu untuk terus-menerus belajar mengikuti
perkembangan IPTEK dan tuntutan lingkungan dengan melakukan pelatihan atau penataran lingkungan kerja,
baik itu dengan tenaga pelatih dari dalam lingkungan sendiri atau mendatangkan pelatih dari luar.
Pada hakekatnya, hubungan kebudayaan, media pembelajaran dan tenaga profesi terletak bagaimana
seorang tenaga profesi mampu memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran di tengah pesatnya
perkembangan kebudayaan yang semakin cepat guna untuk mengefektifkan kegiatan belajar mengajar.
Klp 10
2.1 Pengertian Penilaian (Evaluasi)
Menurut Sardiyo (2009: 3) penilaian adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menganalisis atau
menjelaskan unjuk kerja atau prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sukardi (2008:1) bahwa evaluasi atau penilaian merupakan
proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Evaluasi juga merupakan proses
memahami, memberi arti, mendapatkan, dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi keperluan pengambil
keputusan. Menurut Oktaviandi (2012) penilaian atau assessment adalah penerapan berbagai cara dan
penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik
atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Penilaian hasil belajar pada dasarnya berfokus pada bagaimana guru dapat mengetahui hasil
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru harus mengetahui sejauh mana siswa telah mengerti bahan yang telah
diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.
Evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan tiga istilah yang sering rancu untuk digunakan.
Menurut Cangelosi dalam Oktaviandi (2012) dijelaskan bahwa
1. Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-
judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
2. Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara
berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
3. tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak
didik melalui program kegiatan belajar.
4. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan
merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan yang dimaksud
pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penilaian adalah kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan hasil
belajar peserta didik sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk pengambilan keputusan dalam
menentukan tingkat pencapaian kompetensi.
2.2 Tujuan Penilaian (Evaluasi)
Menurut Arikunto (2010:10) tujuan penilaian (Evaluasi) sebagai berikut:
1. Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian
terhadap siswanya. Penilaian tersebut mempunyai berbagai tujuan yaitu :
a) Untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya.
c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.
2. Penilaian berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian guru dapat melakukan diagnosis pada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya sehingga dapat diketahui sebab-sebab kelamahan dan cara untuk mengatasinya.
3. Penilaian bersifat sebagai penempatan
Dalam menentukan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kelompok dapat dilakukan
penilaian. Penilaian digunakan untuk menentukan posisi pasti di kelompok mana seorang siswa harus di
tempatkan. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian sama akan berada dalam kelompok yang sama
dalam belajar.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil
diterapkan.
2.3 Prinsip dan Acuan Penilaian pada Pembelajaran IPS
Dalam melaksanakan penilaian (evaluasi) hasil belajar pada pembelajaran IPS, pendidik perlu
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:
1. Valid/sahih
Penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam
standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti
menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2. Objektif dan Adil
Penilaian hasil belajar peserta didik tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik dan tidak
dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa,
gender, dan hubungan emosional.
3. Transparan/terbuka
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan
dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang
berkepentingan.
4. Terpadu
Penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
6. Bermakna
Penilaian hasil belajar oleh pendidik hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan
dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik, dan orangtua serta masyarakat
7. Sistematis
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah-langkah baku.
8. Akuntabel
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur,
maupun hasilnya.
9. Beracuan kriteria
Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Dalam melakukan penilaian, selain memperhatikan prinsip juga harus memperhatikan acuan yang dipakai
dalam penilaian. Berikut ini beberapa acuan penilaian pada pembelajaran IPS sebagai berikut:
Acuan norma merupakan acuan penilaian yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif
seorang siswa terhadap siswa lain di dalam kelompok kelasnya (Sukardi, 2008:22). Pada acuan norma nilai atau
skor siswa dibandingkan dengan nilai atau skor siswa sekelompoknya digunakan pada pembelajaran yang
bersifat kompetitif. Penilaian dengan acuan norma diterapkan pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan norma menurut Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a) Menentukan ranking siswa dalam satu kelas.
b) Mengelompokkan siswa dalam satu kelas berdasarkan prestasi belajar.
c) Menentukan/ menyeleksi siswa ke dalam kelas unggul dan kelas normal.
d) Membandingkan antar siswa.
e) Menyeleksi siswa yang mewakili lomba antar sekolah.
f) Menyeleksi siswa yang hendak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
2. Acuan Kriteria
Acuan kriteria adalah acuan penilaian dimana hasil penampilan siswa menunjukkan posisinya sendiri
terhadap kriteria tertentu tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain (Sukardi, 2008: 23). Pada
acuan kriteria nilai atau skor yang diperoleh siswa dibandingkan dengan standar tertentu yang ditentukan
sebelumnya, biasanya digunakan pada pembelajaran koperatif dan individualistik, dan nilai yang diperoleh
siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian menggunakan acuan kriteria digunakan pada KBK dan KTSP.
Penilaian dengan acuan kriteria Pusat Kurikulum dalam Amin (2011) digunakan untuk :
a) Menentukan sejauh mana siswa telah mencapai target/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum
b) Memberikan remidi atau pengayaan bagi siswa-siswa tertentu
c) Memperkirakan mutu suatu sekolah berdasarkan standar mutu nasional yang tergambar dalam pencapaian daftar
kompetensi yang tercantum dalam kurikulum oleh siswa.
2.4 Teknik dalam Penilaian (Evaluasi) Pembelajaran IPS
Penilaian pembelajaran baik proses maupun hasil belajar selayaknya memenuhi bersifat komprehensif
mencakup seluruh potensi dan kemampuan peserta didik disamping perlu memenuhi rasa keadilan bagi peserta
didik. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menilai selayaknya menggunakan teknik tes dan non-tes.
1. Tes
Syarat-syarat tes yang baik antara lain harus valid (sahih) atau hanya mengukur apa yang hendak
diukur dan harus andal (reliable). Keandalan dalam hal ini meliputi kecermatan atau ketepatan (precision) dan
keajegan (consistency) dari hasil pengukuran yang dilakukan.
Sebelum merancang sebuah test, terlebih dahulu harus memperhatikan tujuan tes dan kisi-kisi tes.
Tujuan tes dapat dipakai untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam pokok bahasan tertentu setelah
materi diajarkan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa. Sedangkan kisi-kisi
merupakan rambu-rambu ruang lingkup dan isi soal yang akan diujikan. Sebelum membuat kisi-kisi tes terlebih
dahulu harus melihat kurikulum sekolah yang digunakan.
2. Non Tes
Non tes merupakan salah satu bentuk penilaian dalam mengambil keputusan terhadap hasil proses
pembelajaran untuk kompetensi yang bersifat afektif atau kompetensi yang tidak dapat diukur secara kuantitatif.
Apabila penilaian dengan tes selalu dapat dinyatakan dengan angka/skala maka penilaian dengan teknik non-tes,
umumnya menghasilkan deskripsi secara kualitatif meskipun untuk kompetensi tertentu ada yang berupa
angka/skala. Beberapa teknik non tes antara lain:
a. Panduan Observasi
Pada jenjang Sekolah Dasar alat penilaian non tes dapat dikembangkan sendiri oleh guru kelas (teacher-
made) yang bersangkutan. Demikian pula, panduan observasi dapat dikembangkan oleh guru sehingga tidak
menutup kemungkinan terjadinya bias akibat subyektifitas guru. Namun inilah ciri khas dari penilaian afektif
yang tidak mjungkin steril dari pengaruh subjektivitas guru. Ada beberapa petunjuk untuk mengurangi
kelemahan dalam penyusunan panduan observasi (Zaenul, 1993: 67):
Rencanakan terlebih dahulu apa yang akan diamati, untuk menghindari tertariknya pengamat pada hal lain yang
menarik perhatiannya. Selain itu juga ditetapkan tingkah laku apa yang akan diamati, kriterianya, yaitu yang
paling besar kontribusinya untuk menjelaskan hasil belajar peserta didik.
Agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan kontinyu untuk memperoleh data yang seobjektif mungkin,
maka diperlukan alat perekam data observasi yang mudah dan jelas untuk dilaksanakan.
Sebaiknya melibatkan orang lain selain guru sebagai pengamat dalam melakukan pengamatan, misalnya saja
orang tua murid, konselor, wali murid, guru lain, teman sebaya dan sejenisnya. Dengan demikian orang tua
peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran.
b. Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk menilai sikap dalam pembelajaran, banyak digunakan skala sikap Likert.
Dalam skala ini pernyataan afektif menunjukkan pernyataan yang secara langsung mengungkapkan perasaan
terhadap suatu objek sikap. Sedangkan pernyataan psikomotor menunjukkan pernyataan pilihan tingkah laku
atau maksud tingkah laku yang berkenaan.
3. Daftar Check-list
Daftar ceklis adalah suatu alat penilaian non tes yang digunakan secara terstruktur untuk memperoleh
informasi tentang sesuatu yang diamati. Alat ini sangat bermanfaat untuk menilai hasil belajar ataupun proses
pembelajaran secara lebih rinci. Penggunaannya sangat sederhana, karena hanya dengan membubuhkan tanda
ceklis pada kolom yang sesuai dengan apa yang diamati.
4. Wawancara
Pedoman wawancara disusun seperti daftar pertanyaan yang akan diajukan saat wawancara.
Respondennya adalah peserta didik. Ada sedikit perbedaan antara pedoman wawancara dengan pertanyaan saat
ujian lisan. Pedoman wawancara tidak menghendaki jawaban yang benar atau salah seperti dalam ujian lisan
yang menentukan lulus atau tidak lulus, melainkan hanya mengungkapkan informasi tentang sikap yang digali
yang dapat menggambarkan keadaan peserta didik saat itu.
5. Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa yang terbaik. Portofolio sebagai salah satu penilaian
dimaksudkan penilaian terhadap hasil karya siswa. Kumpulan pekerjaan siswa biasanya berupa sampel termasuk
foto-foto kegiatan, komentar-komentar secara tertulis termasuk perasan, sikap terhadap topik kegiatan, dan
keinginan siswa yang perlu diketahui guru yang selanjutnya dimasukkan kedalam folder. Portofolio merupakan
alat yang sangat baik sebagai bahan bagi guru ketika bertemu dengan orang tua siswa. Guru dapat menjelaskan
secara kronologis tentang aktivitas siuswa dan hasilnya. Jadi penilaian portofolio merupakan suatu pendekatan
dalam penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai kinerja.
Category: 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
0 komentar:
Poskan Komentar
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
divine-music.info