Anda di halaman 1dari 5

DERMATITIS ATOPI

DEFINISI

adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama
masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma bronkhiale, dan
konjungtivitis alergika) (Sularsito.S.A & Djuanda, 2005)

ETIOLOGI : BELUM DIKETAHUI PASTI

Interaksi berbagai faktor :

genetik,

imunologik (hipersensitivitas),

disfungsi sawar kulit,

lingkungan,

iritan,

allergen.

PEMERIKSAAN LABOR

Darah : p IgE serum, eosinofilia.

White demographisme

Percobaan asetilkolin

Tes alergi pd kulit

Kultur bakteri : koloni S.aureus di hidung dan lesi kulit

PA kulit : berbagai tingkat akantosis, spongiosis, infiltrasi dermis oleh limfosit, monosit,sel
mast, dan eosinofil.

PATOFISIOLOGIS DA

Imunopatogenesis DA dimulai dengan paparan imunogen atau alergen dari luar yang mencapai
kulit, dapat melalui sirkulasi setelah inhalasi atau secara langsung melalui kontak dengan kulit (14, 15).
Pada pemaparan pertama terjadi sensitisasi, dimana alergen akan ditangkap oleh sel penyaji antigen
(antigen presenting cell = APC) untuk kemudian diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan
bantuan molekul MHC klas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenali alergen tersebut
melalui reseptor (T cell receptor = TCR). Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi subpopulasi
sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan
memproduksi IgE (yang spesifik terhadap alergen). Begitu ada di dalam sirkulasi IgE segera berikatan
dengan sel mast (=MC) dan basofil.
Pada paparan alergen berikutnya, IgE telah tersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi
ikatan antara alergen dengan IgE. Ikatan Ini akan menyebabkan degranulasi MC. Degranulasi MC akan
mengeluarkan mediator baik yang telah tersedia (preformed mediators) seperti histamin yang akan
menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator yang baru dibentuk (newly synthesiized mediators)
seperti leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin D2 (PGD2) dan lain sebagainya (14, 15). Sel Langerhans
epidermal (LC) berperan penting pula di dalam patogenesis DA oleh karena mengekpresikan reseptor
pada permukaan membrannya yang dapat mengikat molekul IgE (=FcRI) (3, 14) serta menseksresi
berbagai sitokin.

Apabila ada alergen masuk akan diikat dan disajikan pada sel T dengan bantuan molekul MHC
klas II dan sel T akan mensekresi limfokin dengan profil Th2 yaitu IL-4. IL-5, IL-6 dan IL-10 (1, 15). IL-5
secara fungsional bekerja mirip ECF-A sehingga sel eosinophil ditarik dan berkumpul di tempat lesi,
menjadi aktif dan akan mengeluarkan granula protein yang akan membuat kerusakan jaringan.
Terjadinya lesi DA pada keadaan ini didasari oleh mekanisme reaksi fase lambat atau late phase reaction
(=LPR). Respon imun pada DA terjadi mirip respon tipe lambat atau reaksi tipe IV karena melibatkan sel
limfosit T dan oleh karena diperantarai oleh IgE maka dikenal sebagai IgE-mediated delayed type
hypersensitivity

TATALAKSANA DA

1. Hidrasi Kulit

Pelembab bisa berbentuk cairan, krim. Pemakaian pelembab dapat memperbaiki fungsi barier
stratum korneum dan mengurangi kebutuhan steroid topikal.

diberikan pelembab misalnya krim hidofilik urea 10%, asam laktat 5%, emolien

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal dipakai sebagai anti inflamasi dan anti pruritus dan berguna pada saat
ekserbasi akut. Selain itu berkhasiat pula sebagai anti mitotik. Berdasar potensi kedua khasiat
tadi steroid digolongkan menjadi steroid dengan potensi lemah, sedang, kuat dan sangat kuat.

Pada prinsipnya penggunaan steroid topikal dipilih yang paling lemah potensinya yang masih
efektif. Oleh karena makin kuat potensi makin banyak efek samping seperti atrofi kulit,
hipopigmentasi, erupsi akneformis, infeksi sekunder dan terjadinya striae.

Pemakaian steroid topikal jangka waktu lama dan pada area tertentu seperti wajah, leher dan
lipatan kulit, harus hati hati karena dapat menimbulkan efek samping, terutama steroid potensi
kuat.

3. Inhibitor Kasineurin
FK 506 merupakan imunosupresan dengan spektrum aktivitas sama dengan siklosporin dalam
bentuk oinment.
Kelebihan inhibitor kalsineurin topikal dibandingkan dengan kortikosteroid adalah tidak
menyebabkan penipisan kulit, namun pada penggunaan awal akan menimbulkan sensasi
terbakar di kulit.
Penggunaan takrolimus dan pimekrolimus dua kali sehari terbukti aman, dengan respon klinis
pada anak dan dewasa akan terjadi dalam 1 minggu setelah terapi. Oleh karena itu dapat
digunakan di wajah serta daerah lipatan kulit (aksila, leher, inguinal) dan kulit yang tipis (wajah,
kelopak mata).
Contoh : Protopic
Nama Generik
Tacrolimus Salep 0.03% x 10 g
Indikasi
Untuk terapi jangka panjang dan pendek dermatitis atopik
Dosis:
Dewasa : oleskan tipis (kandungan salep 0.03% 0.1%) pada daerah kulit yang terkena, lanjutkan
sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari dermatitis atopik hilang.
Anak (usia kurang dari 2 tahun) : oleskan tipis (kandungan salep 0.03%) pada daerah kulit yang
terkena, lanjutkan sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari dermatitis atopik hilang.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap makrolid
Efek samping
Rasa panas terbakar, tersengat atau gatal biasanya bersifat ringansampai sedang dan cenderung
membaik dalam waktu 1 minggu terapi.
Penglihatan kabur
Masalah liver & ginjal (Nefrotoksik)
Tremor, hipertensi, hipomagnesemia, kram, neuropathy
Meningkatnya terjadinya infeksi jamur, virus
Diare, muntah
Kurangnya nafsu makan
Insomia

4. Preparat Ter
Preparat ter batubara mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit tetapi tidak
sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi steroid topikal yang diperlukan
pada terapi pemeliharaan DA kronis.
Produk ter batubara baru telah dikembangkan sehingga lebih dapat diterima pasien berkaitan
dengan bau dan mengotori pakaian. Sampo mengandung ter dapat menolong untuk dermatitis
kepala.
Preparat ter tidak boleh diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit.
Efek samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.

5. Antihistamin
Generasi pertama dapat menembus sewar darah otak sehingga mempunyai efek sedasi sebagai
contoh : klorfeneramin, difenhidramin, hidroksizin, prometazin, pirilamin, dan tripolidin.
Apabila rasa gatal pada malam hari masih mengganggu dapat diberikan antihistamin generasi
pertama, seperti hidroksizin atau doxepin agar penderita dapat tidur nyenyak.
Sedangkan generasi kedua termasuk antara lain: astemizol, loratadin, citirisin, terfenadin dan
fexofenadin. Loratadine 10 mg ataupun citirizin 5-10 mg dosis tanggal dikatakan dapat
mengurangi gejala secara cepat. Selain itu citirizin atau fexofenadine mempunyai efek
antiinflamasi pula yaitu dengan menghambat ekspresi molekul adesi sehingga mengurangi
migrasi sel-sel radang menuju ketempat inflamasi.
Pemberian doksepin 5% topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa
menimbulkan sensitisasi. Pemberian antihistamin lokal harus sangat berhati-hati karena
mempunyai potensi sensitisasi, sehingga dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.

6. Antibiotik
Penderita DA mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap berbagai agen mikrobial, seperti
virus jamur maupun bakteri. Lebih dari 90% kulit penderita DA dapat ditemukan S. aureus di
dalam lesi kulit. S. aereus ini kadang-kadang dapat sebagai pemicu kekambuhan, melalui
produksi toksin yang dapat bersifat sebagai superantigen.
Penggunaan antibiotik terutama ditujukan pada lesi DA dengan infeksi sekunder (oleh S. aureus).
Sebagai obat pilihan adalah eritromisin; dan bila ada gangguan gastroiintestinal atau telah
resistan, maka obat alternatif adalah sefalasporin generasi pertama atau kedua. Mupirocin
sebagai anti-staphylococcal topikal dapat mencegah meluasnya lesi kulit.
Terapi antivirus untuk infeksi herpes simplek kulit, sangat penting untuk pasien DA luas. Asiklovir
oral 3 x 400 mg/h atau 4 x 200 mg/h untuk 10 hari untuk dewasa dengan infeksi herpes simplek
kulit.
Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi dengan anti-
jamur topical atau sistemik.

7. Immunomodulator
A. Interferon
telah terbukti bahwa IFN-gamma dapat menekan sintesis IgE dan menghambat fungsi
dan proliferasi sel Th2.
Beberapa percobaan menunjukkan terapi IFN-gamma dapat menurunkan derajat
penyakit dan jumlah eosinofil dalam darah.
B. Siklosporin A (CsA)
merupakan obat imunosupresi yang potent, bekerja langsung pada sel T dengan
menekan transkripsi sitokin. Secara in vitro CsA dapat menekan produksi IL-5 dan
menurunkan jumlah eosinofil.
Penggunaanya sebagai terapi pada DA pada dewasa telah direkomendasikan oleh FDA,
namun pada anak belum direkomendasikan. Siklosporin oral sebagai terapi sistemik DA
tersedia dalam bentuk kapsul gelatin 25 atau 100 mg, durasi terapi singkat, namun
penggunaan lebih dari setahun tidak dianjurkan.
Dosis dimulai pada 2,5 mg/Kg berat badan dinaikkan 1 mg/kgBB setiap 2 minggu hingga
maksimal 5 mg/kgBB per hari dan diberikan selama 10 hari.
C. Azathioprine
Dosis 1-3mg/kg/hari, lebih aman dari ciclosporin dan dapat dipakai untuk jangka panjang.
D. Antisitokin
1. anti IL-5 antibodi
pada percobaan binatang dapat mencegah infiltrasi sel eosinofil sehingga akumulasi sel ini
terhambat sampai 3 bulan. Obat ini berperan penting pada DA kronik karena pada inflamasi
kronik didominasi ekspresi IL-5 dan infiltrasi eosinofil.
2. reseptor IL-4 yang larut (soluble IL-4 receptor)
obat ini efektif mengikat IL-4 sehingga menekan IL-4 sehingga menekan fungsi sel T dan sel
B yang diperantarai IL-4. IL-4R juga menghambat produksi IgE spesifik (terhadap paparan
alergen).
NONFARMAKOLOGI

1. Menghindari bahan iritan

sabun, detergen, bahan kimiawi, rokok, pakaian kasar, suhu yang ekstrem dan lembab harus dihindari
karena penderita DA mempunyai nilai ambang rendah dalam merespon berbagai iritan. Penggunaan
sabun mandi harus yang mild dan dengan pH netral. Pemakaian krim tabir surya perlu untik mencegah
paparan sinar matahari yang berlebihan.

2. Mengeliminasi allergen yang telah terbukti

Alergen yang telah terbukti sebagai pemicu kekambuhan harus dihindari, seperti makanan, debu rumah,
bulu binatang, serbuk sari tanaman dan sebagainya.

3. Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)

Kulit penderita atopik menunjukkan adanya transepidermal water loss yang meningkat. Oleh karena itu
hidrasi penting dalam berhasilnya terapi, misalnya pada kulit penderita atopik diberikan suatu kain basah
selama 15-20 menit agar terjadi penyerapan air atau mandi dengan air hangat.

4. Mengurangi stress

Stres emosi pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan, bukan sebagai penyebab. Di dalam
merespon stress, rasa frustasi atau kekecewaan sering kali dengantimbul gatal dan garukan maka terjadi
lingkaran setan: stres-gatal-garukan. Garukan pada kulit merupakan trauma pada keratinosit yang dapat
merangsang keluarnya sitokin IL-1 dan TNF- dan sitokin ini akan meningkatkan ekspresi molekul adesi
yang pada akhirnya akan lebih memudahkan terjadinya inflamasi.

Usaha-usaha mengurangi stres adalah dengan melakukan konseling pada penderita DA, terutama yang
mempunyai kebiasaan menggaruk. Pendekatan psiko-terapi perlu pula dilaksanakan untuk mengurangi
stress kejiwaan penderita.
Hidrasi Antibiotik
5. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari
kulit Kortikosteroid kerusakan kulit (erosi, eksoriasi) akibat
garukan. Preparat ter

IFN-gamma
Inhibitor hista
Kalsineurin mine
Anti-histamine
Anti-sitokin

Anda mungkin juga menyukai