Papper
Kritik Seni Rupa
PENDAHULUAN
Kritik Seni dalam dunia Seni Rupa sangat penting. Malalui Kritik Seni, kita bisa melihat
kelebihan dan kekurangan yang tampak dalam sebuah karya seni. Terjadinya kritik disebabkan
adanya ketidak sesuaian, penyimpangan ataupun lepasnya batas-batas normatif dalam
pandangan obyektif pelaku kritik. Tentu pandangan masing-masing pelaku kritik didasari dari latar
belakang ilmu pengetahuan dan pengalamannya secara menyeluruh.
Artinya kritik pun bisa bermakna subyektif bisa pula bermakna obyektif. namun nilai kritik
akan sangat bisa diterima, tentunya, jika sudah melalui seleksi mayoritas atas pandangan yang
obyektif.
Situasi kondisi dalam hal ini sangat mudah kita saksikan, baik itu di wilayah publik, maupun
dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil. Misalnya lingkungan sekitar. Atau bisa juga dalam
sebuah komunitas tertentu. Prilaku kritik mengkritik sangat mudah dijumpai di mana saja dalam
konteks sesuai dengan wilayah masing-masing.
Mengkritik sebaiknya dibarengi dengan semangat untuk menciptakan kondisi yang lebih
baik dari sebelumnya bukan sebaliknya. Jadi jikapun terjadi sebaliknya, berarti ada yang konslet
dari proses kritik mengkritik itu. Dan disitulah yang musti dibenahi.
Dalam kehidupan sosial secara umum, kritik mengkritik kerap terjadi. saya yakin dengan
menjaga prinsip-prinsip saling menghormati, realistis dan menggunakan teknik komunikasi yang
cerdas, maka kritik akan menjadi perbuatan yang menyenangkan.
PEMBAHASAN
B. Ruang Lingkup
Kritik seni kecuali berobjek pada karya seni bisa juga berobjek pada tulisan tentang karya seni dan
seninya sendiri, kritikus dapat membuat penilaian, mempertimbangkan atau penghakiman harus didasari
pada kriteria atau tolak ukur tertentu. Dalam kriteria yang intrinsik, yaitu kriteria yang berhubungan dengan
nilai estetik karya seni rupa yang inheren pada sasaran (objek) kritik, kriterianya telah melekat pada
intraestetik yang terkandung di dalam karya seni. Akan tetapi tidak semua karya seni bersifat otonomi
kedudukannya dalam kehidupan manusia, karena tidak semata-mata seni untuk seni maka disamping
kriteria intrinsik ada pula kriteria ekstrinsik atau ekstraintrinsik yang mengacu pada bidang kehidupan di
luar seni, antara lain bidang agama, politik, bisnis, etika, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Semula kritik seni dibangun dari konsep filsafat metafisis, dari sisni timbul bermacam-macam kritik
yang bersifat dogmatis. Akan tetapi belakangan ini tampaknya pendekatan secara empiris lebih diterima
dan dipraktikkan secara luas. Pendekatan yang terakhir memandang karya seni sebagai basis pengajuan
hipotesis dalam menafsirkan nilai seni. Konsep yang menempatkan pentingnya unsur pembuktian dalam
proses penelitian nilai seni sangat diutamakan oleh kritikus. Namun demikian keberadaan seni masih
diperdebatkan. Ada yang berpendirian bahwa kritik seharusnya merupakan aktivitas evaluasi, karya seni
adalah objek atau sasaran pengalaman estetik, kritik tidak perlu sampai pada kesimpulan nilai
penghakiman karena dengan deskripsi atau pembahasan yang lengkap sudah mencukupi untuk
menangkap makna estetis (Dewey, 1971).
Pendirian lain menganggap kritik sebagai usaha pemahaman dan penikmatan karya seni. Kritik
sebagai kajian atau penelitian secara rinci dan apresiatif dengan analisis yang logis dan argumentatif untuk
menafsirkan karya seni sebagai aktivitas evaluasi kritik harus sampai pada pernyataan nilai baik, ahkan
samapai pada penentuan kedudukan karya seni dalam konteks karya yang sejenis (Feldman, 1981).
Sementara dikatakan pula bahwa aktivitas kritik sebagai seni tersendiri artinya seorang kritikus juga
seorang seniman, kritikus adalah seorang individu kreatif yang mengungkapkan makna seni. Maka dari itu
dalam kritik seni ada tiga ansumsi penting, bahwa dalam kritik sebagai apresiasi seni, kritik sebagai
aktivitas penghakiman, kritik sebgai seni tersendiri. Meskipun prinsip kritik seni biasanya kurang terpuji
akan tetapi menurut kenyataannya orang membutuhkan prinsip dasar untuk memperkuat dan
memperkokoh penilaian seni sampai pada kesimpulan penilaian yang baik, lebih baik, dan yang terbaik.
kiranya telah disadari sejak awal bahwa kritik seni adalah memahami dan menikmati karya seni,
maka kritikus akan mendasarkan kritiknya terpusat pada objek atau sasaran kritik yakni karya seni itu
sendiri. Sementara faktor lain yaitu faktor eksternal seperti bakat seni, reputasi biografis, kontekssosial
budaya, dan faktor-faktor lain di luar karya seni itu dipakai sebagai material yang harus dikonfirmasikan
atau disesuaikan dengan hasil pengamatan terhadap karya seni.
Selain jenis kritik yang disampaikan oleh Feldman, berdasarkan titik tolak atau landasan
yang digunakan, dikenal pula beberapa bentuk kritik yaitu: kritik formalistik, kritik ekspresivistik
dan instrumentalistik :
1. Kritik Formalistik
Melalui pendekatan formalistik, kajian kritik terutama ditujukan terhadap karya seni
sebagai konfigurasi aspek-aspek formalnya atau berkaitan dengan unsur-unsur
pembentukannya. Pada sebuah karya lukisan, maka sasaran kritik lebih tertuju kepada kualitas
penyusunan (komposisi) unsur-unsur visual seperti warna, garis, tekstur, dan sebagainya yang
terdapat dalam karya tersebut. Kritik formalistik berkaitan juga dengan kualitas teknik dan bahan
yang digunakan dalam berkarya seni.
2. Kritik Ekspresivistik
Melalui pendekatan ekspresivistik dalam kritik seni, kritikus cenderung menilai dan
menanggapi kualitas gagasan dan perasaan yang ingin dikomunikasikan oleh seniman melalui
sebuah karya seni. Kegiatan kritik ini umumnya menanggapi kesesuaian atau keterkaitan antara
judul, tema, isi dan visualisasi objek-objek yang ditampilkan dalam sebuah karya.
3. Kritik Instrumentalistik
Melalui pendekatan instrumentalistik sebuah karya seni cenderung dikritisi berdasarkan
kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral, religius, politik atau psikologi.
Pendekatan kritik ini tidak terlalu mempersoalkan kualitas formal dari sebuah karya seni tetapi
lebih melihat aspek konteksnya baik saat ini maupun masa lalu. Lukisan berjudul Penangkapan
Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh misalnya, dikritisi tidak saja berdasarkan kualitas
teknis (formal) nya saja tetapi keterkaitan antara objek, isi, tema dan tujuan serta pesan moral
yang ingin disampaikan pelukisnya atau interpretasi pengamatnya terhadap konteks ketika karya
tersebut dihadirkan.
SIMPULAN
Menurut Feldman (1967) terdapat 4 (empat) jenis kritik seni, yaitu kritik jurnalistik
(journalistic criticism), kritik populer (popular criticism), kritik pedagogik (pedagogical criticism),
dan kritik akademik (scholarly criticism). Pemahaman terhadap keempat tipe kritik seni dapat
mengantar nalar kita untuk menentukan pola pikir dalam melakukan kritik seni. Setiap tipe
mempunyai ciri (kriteria), media (alat : bahasa), cara (metode), pola berpikir, sasaran, dan materi
yang tidak sama. Berdasarkan titik tolak atau landasan yang digunakan, dikenal beberapa bentuk
kritik sebagai berikut : (1). Kritik Formalistik, kajian kritik terhadap karya seni sebagai konfigurasi
aspek-aspek formalnya atau berkaitan dengan unsur-unsur pembentukannya. (2). Kritik
Espresivistik, menilai dan menanggapi gagasan dan perasaan yang ingin dikomunikasikan oleh
seniman dalam sebuah karya seni. (3). Kritik Instrumentalistik, sebuah karya seni dilihat
kemampuananya dalam upaya mencapai tujuan, moral, religius, politik atau psikologi .
DAFTAR PUSTAKA
Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif,
Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press, Semarang, 1993