b. Skemata
Piaget menggunakan skema (schema, jamaknya skemata, schemata) sebagai
perantara favoritnya. Skema adalah cara mempersepsi, memahami, dan
berfikir tentang dunia. Skema yang ada pada seseorang akan menentukan
bagaimana ia akan merespons lingkungan fisik.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada dalam pikirannya. Bagi guru matematika, Teori Piaget jelas sangat
relevan, karena dengan menggunakan teori itu, guru akan bisa mengetahui
adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak-
anak di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang
tepat bagi para siswanya.
d. Akomodasi
Akomodasi adalah konsep piaget mengenai pembentukan skema agar sesuai
dengan informasi dan pengalaman baru. Dapat terjadi bahwa dalam
2
menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada.
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayis belajar
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang
sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. (Diane, E. Papalia, Sally
Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, 2008:212 dalam Fatimah Ibda:
2015). Aktivitas kognitif terpusat pada aspek alat indra (sensori) dan gerak
(motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu melakukan
pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya.
Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya,
aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian struktur fisik
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Mohd. Surya, 2003: 57
dalam Fatimah Ibda: 2015).
3
2. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran
logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam
tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan
articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas
konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka,
anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar
dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149-150 dalam
Fatimah Ibda: 2015). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka
dengan warna rambut yang berlainan (edith, susan dan lily), tidak mengalami
kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap.
Namun ketika diberi pertanyaan, rambut edith lebih terang dari rambut
4
susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang
paling gelap?, anak-anak pada tahap operasional kongkrit mengalami
kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan
lambing-lambang.
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak
dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi
yang lebih kompleks. (Matt Jarvis, 2011:111 dalam Fatimah Ibda: 2015).
Kemajuan pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk
berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan
tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional
formal.
Kunci utama teori Piaget yang harus diketahui guru matematika yaitu
perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh siswa itu
dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya,
seberapa jauh pengetahuan atau pengalaman barunya itu dapat dikaitkan.
5
Pada tahap ini, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi,
perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang
tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis.
Contoh: Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk. Pada materi
bangun ruang mengenai bola cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar,
serta warna jika ada. Misalnya anak diajak untuk mengamati beberapa bola
berukuran kecil dengan warna yang berbeda (kuning dan hijau). Kemudian
anak diberi pertanyaan: Warna bola mana yang lebih banyak?.
Kemungkinan jawaban masing-masing anak berbeda. Hal ini terjadi karena
anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan
pemikiran bagiannya.
3. Tahap Operasional Konkrit (Umur 7 - 12 Tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran
yang didasarkan pada aturanaturan tertentu yang logis. Tahap operasi
konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang
kelihatan nyata/ konkret. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi
penjumlahan (+), pengurangan (-).
Dimisalkan para siswa SD/ MI sudah belajar tentang penjumlahan dan sudah
menguasai penjumlahan seperti 2 + 2 + 2 = 6. Pada pembelajaran tentang
perkalian, guru dapat mengawali kegiatan, misalnya dengan menunjukkan
adanya tiga tempat pensil yang masing-masing berisi 2 pensil seperti
ditunjukkan gambar di bawah ini.
6
menginformasikan bahwa notasi lain yang dapat digunakan adalah 3 2 = 6.
Hal ini menyebabnya siswa paham bahwa penjumlahan berulang dapat
disebut juga dengan perkalian.
4. Tahap Operasional Formal (Umur 12 Tahun Dewasa)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak. Misalkan, apabila
dihadapkan kepada suatu benda berbentuk kerucut. Seperti halnya ia ingin
mengetahui volume dari topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Lalu ia
mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi dan jarijari kerucut. Untuk
menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu
memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang (volume kerucut).
PENUTUP
7
perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di kelasnya. Dengan
demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya
dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga
dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang
dimiliki oleh siswa masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Diane, E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman. 2008. Psikologi
Perkembangan. Cet. I. Jakarta: Kencana. hal. 212
8
Hariyanto. 2010. Biografi Jean Piaget. 16 Oktober 2016.
http://belajarpsikologi.com/biografi-jean-piaget/
Hutabarat, Juandi. 2013. Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pengajaran
Matematika. 16 Oktober 2016.
http//juandipranata12.blogspot.co.id/2013/03/teori-piaget.html?m=1
Ibda, Fatimah. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. 1(3): 32-35.
Jarvis, Matt. 2011. Teori-Teori Psikologi. Cet. X. Bandung: Nusa Media. hal. 142
Surya, Mohd. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Cet. II. Bandung:
Yayasan Bhakti Winaya. hal. 56