Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KANKER SERVIKS

Oleh
Velsya Sukria Yulanda

Pembimbing
dr. Vitri

Puskesmas Nanggalo
Sumatera Barat
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi
hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita
dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi
dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa simptomatis karena
masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi
yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder
atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior
atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis.
Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara
ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.

2.2 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-
negara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks
baru diseluruh dunia, 77 % diantaranya ada dinegara-negara sedang berkembang. Di
Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk
pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati

3
urutan pertama di antara kanker padawanita. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa
faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi hubungan seksual pada usia dini
(<20tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok,trauma kronis pada serviks uteridan
higiene genitalia.1
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering di seluruh
dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Di negara berkembang merupakan kanker
yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.Di negara maju frekuensinya
hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks
masih menduduki tingkat pertama. Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun,
terbanyak umur 45-50 tahun. Periode laten pada fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10
tahun, hanya 9% dari penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri
pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah
umur 35 tahun.1

2.3 Etiologi

Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diataranya : jarang


ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi paritas dengan jarak
persalinan terlalu dekat, sosial ekonomi rendah, higien seksual jelek, merokok, serta jarang
ditemukan pada wanita yang suaminya disirkumsisi.2
Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital beperan
penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah dibuktikan
adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe
HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe high risk adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51,
52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan
instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan.
Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 disebut low risk yang merupakan tipe non-
onkogen.1

2.4 PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita
muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis
serviks.2,3

4
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif
membentuk ulkus
2. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami
mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya.
Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali
berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS
untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive, proses
keganasan akan berjalan terus.

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam


vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional
melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan
seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal,
tulang serta otak.3

2.5 DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.1,2,3

5
a. Keputihan.
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan.
b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar
senggama.
b. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
c. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.

Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker
serviks adalah :
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat
untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen
ektoserviks dan endoserviks.
2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat
seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan
kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal.
Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran,
melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat.
Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan
meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus
dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika
kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium4

1. Karsinoma serviks mikroinvasive


Histerektomi totalis

6
2. Stadium IA1
Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH). Bila
disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan pengangkatan vaginal
cuff.
3. Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis
4. Ca invasive
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5. Stadium IB1 IIA < 4cm
Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radio
terapi
6. Stadium IB2 IIA >4cm
Kemoradiasi primer
Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan
Kemoterapi neo adjuvan
7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan
intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan khemoradiasi,
khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum, pachitaxel, docetaxel,
fluorourasil, gemcitabine
8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan

Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:6


1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.
2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses hiperkoagulasi.
Komplikasi alat perkemihan
Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan kemungkinan terjadi
komplikasi alat perkemihan pada:5
1. Disfungsi vesikouterina
Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum
kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum terlalu
dekat dengan rektum.
2. Fistula

7
Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:5
Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Memperpanjang hospitalisasi
Terjadi wound dehicense
Pembentukan abses sekitar pelvis.

2.7 Pencegahan
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom
(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga
kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan
kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi
rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat,
bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi

8
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi
ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV
dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada
proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya
terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua
organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
sAdalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi
oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini,
Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan
VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga
menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini
diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke
0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV
( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe
6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces
cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40
gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225
amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga
mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C

9
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga
menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10
tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun
(rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai
usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas

10
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin
dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak
0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-
negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

11
12
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau
leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes
itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel
abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes
Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap
smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki
sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-
20 setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina

13
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum
dilakukan tes Pap smear
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi
umur 21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan
normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra
seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi,
imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar
Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
-
spekulum cocor bebek
-
spatula ayre
-
cytobrush
-
kaca objek
-
alcohol 95%
Metode pengambilan Pap smear:
-
Beri label nama pada ujung kaca objek

-
Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
-
Lihat adanya abnormalitas serviks
-
Identifikasi zone transformasi
-
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan
zona transformasi.

14
-
Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan
kontak dengan permukaan epithelial.
-
Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9,
hasil yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan
atasnya ketika instrument dikeluarkan.
-
Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi.
Pegang spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil
sample, sementara sample dari cytobrush dikumpulkan.
-
Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak
dengan seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
-
Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

-
Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan
halus.
-
Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
-
Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan
besar sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat
merusak sel, pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca
objek dalam beberapa detik.

15
-
Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena
pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup
yang berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.

-
Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
-
Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang
menunjukkan kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
-
Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi
sitologi. Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu.
Setelah infeksi diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6
minggu kemudian
-
Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat
dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
-
Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas
III-IV), selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk
menegakkan diagnosis definitif.
-
Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk
ulang pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40
tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

16
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara
kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas
dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang
dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
-
Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
-
Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-
55 tahun
-
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
-
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada
wanita usia 25-60 tahun.
-
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur
hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
-
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)
adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
-
Sudah pernah melakukan hubungan seksual
-
Tidak sedang datang bulan/haid
-
Tidak sedang hamil
-
24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang
dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan
adalah:
-
IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
-
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
-
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker

17
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
-
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
-
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%,
jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil
pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim
berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka
dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
-
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang
menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya
lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode
diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan
demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi
kanker stadium lanjut.
-
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang
terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah
muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut
baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan
dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit
kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak
jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-
samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes

18
Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif
cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV
dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan
menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro
Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV
Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV
tanpa mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus
tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV
Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV.
Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan
untuk mendeteksi 37 genotipe HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American
Cancer Society, the American College of Obstetricians and
Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan
protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-
Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah
melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

19
-
Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30
tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan
tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan
mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV
yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
-
Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.
-
Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear
dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka
pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah
dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

G. FOLLOW UP

Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung


keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen,
abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik puncak vagina,
dan foto rontgen thoraks (setiap 6 bulan).1,2
Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas.
Rektoskopi, sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelografi (IVP), dan CT scan
panggul, hanya dilakukan menurut indikasi.5

20
H. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum,


tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan
sarana pengobatan.2
Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional
Tingkat AKH-5 Thn
TIS Hampir 100%
T1 70-85%
T2 40-60%
T3 30-40%
T4 <10%

BAB III
LAPORAN KASUS

21
Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 67
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kurao Pagang
Tanggal Masuk : 7 Maret 2017
b) Identitas Suami
Nama : Tn. B
Usia : 68 tahun
Agama : Islam
Suku : Minang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kurao Pagang
c) Keluhan Utama:
Perdarahan dari jalan lahir
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh sering keluar darah dari
kemaluan, tidak terus menerus terutama saat senggama. Pasien juga
mengeluh sering keluar cairan putih kekuningan dan berbau dari
kemaluan. Nafsu makan biasa, tidak ada keluhan. Pasien belum berobat.
31 minggu ini pasien mengeluh perdarahan semakin sering dari
kemaluan, BAB dan BAK biasa.

e) Riwayat Haid
Menarche pada usia 11 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid :

22
ganti pembalut 2-3 kali sehari.

f) Riwayat Obstetri
Os menikah usia 20 tahun, usia pertama hamil 24 tahun, os memiliki 3
anak, dengan persalinan pervaginam

g) Riwayat Penyakit Dahulu


-
h) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak memiliki keluhan serupa,DM (-), HT(-), Asma (-)

i) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


KB Pil Hormonal

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,4oC
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Jantung : S1,S2 reguler , gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, sufel , BU (+), Nyeri tekan (-).
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat+/+
Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Abdomen datar, soepel dan simetris. Fundus uteri tak teraba, massa (-), nyeri
tekan suprasimfisis (-),tanda cairan bebas (-).
Inspeksi
Terlihat darah merembes keluar melalui vagina, tidak berbau, volume sekitar 50

23
cc, tidak disertai rasa nyeri baik pada perut maupun alat genital. Tidak terdapat
massa dan pembesaran pada alat genital luar.
Inspekulo
Terlihat fluksus (+), fluor albus (+) berwarna putih kental berbau, darah (+),
massa (-). Porsio terlihat berdungkul di sekelilingnya
Pemeriksaan dalam:
VT
Fluor albus (+), tidak teraba massa pada sekeliling porsio.

Pemeriksaan Penunjang
IVA Test : Tampak metaplasia di arah jam

Diagnosis di Ruangan
Metaplasia Serviks

Penatalaksanaan
Rujuk ke Poli Obgyn untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia
Kedokteran 2001;133;9-14.
2. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta :
1999,380-388
3. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.
4. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang,
2004;20-26
5. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and
cervikal carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80
6. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman
FT, Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507.
7. Aziz, M. F, Kemoterapi pada kanker serviks. Dalam : Indones J Obstet Gynecol
20(3):Jakarta 1996, 186-192.

25

Anda mungkin juga menyukai