Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PPOK

DISUSUN OLEH :

NAMA :NI PUTU HERA WAHYU ASTIANI

NIM : P07120015104

KELAS : 1.3

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII

2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PPOK
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

I. Konsep Dasar Penyakit


a. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta
adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2013).
PPOK/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Sylvia & Price, 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah: Bronchitis kronis,
emfisema dan asma bronchial. P P O K adalah merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru (Smeltzer & Bare, 2002).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sekresi mukoid bronchial bertambah
secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadi infeksi yang berualang di sertai
batuk produktif selama 3 bulan jangka waktu2 tahun berturut-turut.
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas kronis dan
emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiper aktif aktivitas bronkus dan
bersifat reversible.

b. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronchitis Kronis
a) Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2
tahun berturut turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c) Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami
kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus
kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak
akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada
bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat
juga meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat,
diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi
pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan
CHF
2. Emfisema
a) Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c) Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan

3. Asthma Bronchiale
a) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh
dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b) Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c) Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea

c. Etiologi

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup
oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. Polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)


a. infeksi saluran nafas bawah berulang

d. Epidemiologi / Insiden Kasus


Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mucus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus didapat sebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 20
20 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering
peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian
tersering peringkatnya jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di Eropa, tingkat
kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan
Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan seperti Italia. Negara
Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian terendah PPOK, dengan jarak
antara angka kejadian terendah dan tertinggi mencapai empat kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-
berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan
Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam
sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK
ini sendiri, hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI 1992 menyebutkan
bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial menduduki peringkat ke-6 dari
penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

e. Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai
hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa
perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood,
2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan
ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas,
edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

PATHWAY
Faktor Predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi

Ketidakefektifan Udara terperangkap dalam alveolus


bersihan jalan nafas

PaO2 rendah Sesak nafas pendek


Suplai O2 jaringan rendah PaCO2 tinggi

Kompensasi Hipoksemi Gangguan Gangguan


Kardiovaskuler metabolisme Pertukaran
gas
Jaringan
Hipertensi Insufisiensi/gagal Ketidakefektifan

Pulmonal Metabolisme nafas Pola nafas

Anaerob
Ketidakseimbangan nutrisi:
Gagal jantung kanan
kurang dari kebutuhan
Produksi ATP
tubuh
menurun

Defisit energi

Lelah, lemah

Defisit perawatan diri:


Intoleransi
mandi
Aktivitas
Gangguan pola
tidur
f. Manifestasi Klinis

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien


PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal
ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat
saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan radiologi
a) Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b) Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap

h. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan
peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala :
a. Keletihan, kelelahan, malaise
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas
c. Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
d. Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
a. Keletihan
b. Gelisah, insomnia
c. Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah
b. Peningkatan frekuensi jantung
c. Distensi vena leher
d. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
f. Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
g. Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
a. Peningkatan factor resiko
b. Perubahan pola hidup
Tanda :
a. Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala :
a. Mual/muntah
b. Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
c. Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
a. Turgor kulit buruk
b. Edema dependen
c. Berkeringat
5. Hygiene
Gejala :
a. Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda :
a. Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
a. Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
b. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
c. Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
d. Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
e. Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
a. Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi
memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
b. Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
c. Dada: gerakan diafragma minimal.
d. Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi
nafas (asma)
e. Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi,
cairan, mukosa)
f. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
g. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-
abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, biru
mengembung). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut pink
puffer karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal
dan frekuensi pernafasancepat.
h. Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
a. Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
b. Adanya/berulang infeksi
c. Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
a. Penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
a. Hubungan ketergantungan
b. Kurang sistem penndukung
c. Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
d. Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena
distress pernafasan
b. Keterbatasan mobilitas fisik
c. Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

b. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penyakit paru


obstruksi kronis, adanya jalan napas buatan, mukus berlebihan, benda asing
dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, spasme jalan napas, hyperplasia
pada dinding bronkus, sekresi yang tertahan.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan,


cedera medulla spinal, gangguan musculoskeletal, kerusakan neurologis,
ansietas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, keletihan otot
pernapasan, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi, disfungsi neuromuscular,
nyeri.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membrane alveolar-kapiler.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas, gaya hidup kurang gerak.
5. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kurang privasi, halangan
lingkungan (bising, pajanan cahaya/gelap, suhu, kelembapan, lingkungan yang
tidak dikenal) , imobilisasi, pola tidur tidak menyehatkan ( karena tanggung
jawab menjadi pengasuh, menjadi orang tua, pasangan tidur).
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, faktor ekonomi, ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrient, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, ketidakmampuan makan,
gangguan psikososial, penurunan keinginan untuk makan, kurang asupan
makanan.
7. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan, ansietas,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuscular, nyeri, ketidakmampuan
merasakan hubungan spasial, gangguan persepsi., penurunan motivasi.
c. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Asuhan NIC :


bersihan jalan keperawatan selama 3x24 jam Airway suction :
napas berhubungan dengan :
- Pastikan kebutuhan oral/
dengan penyakit paru NOC : tracheal suctioning
obstruksi kronis, adanya 1. Respiratory status : - Auskultasi suara napas
jalan napas buatan, Ventilation sebelum dan sesudah
suctioning
mukus berlebihan, benda 2. Respiratory status : Airway
patency - Informasikan pada klien dan
asing dalam jalan napas, keluarga tentang suctioning
Kriteria Hasil :
eksudat dalam alveoli, - Minta klien napas dalam
spasme jalan napas, Mendemonstrasikan batuk sebelum suctioning dilakukan
efektif dengan suara napas
hyperplasia pada yang bersih, tidak ada - Berikan O2 dengan
sianosis dan dyspneu menggunakan nasal untuk
dinding bronkus, sekresi memfasilitasi suction
( mampu mengeluarkan
yang tertahan. sputum, mampu bernapas nasotracheal
dengan mudah, tidak ada
- Gunakan alat yang steril setiap
pursed lips)
melakukan tindakan
Menunjukkan jalan napas
- Anjurkan pasien untuk istirahat
yang paten ( klien tidak
dan napas dalam setelah
merasa tercekik, irama
kateter dikeluarkan dari
napas, frekuensi
nasotrakeal
pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara - Monitor status oksigen pasien
napas abnormal)
- Ajarkan keluarga bagaimana
Mampu melakukan suction
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang - Hentikan suction dan berikan
dapat menghambat jalan oksigen apabila pasien
napas. menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management :

- Buka jalan napas, gunakan


teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
buatan
- Pasang mayo bila perlu

- Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

- Keluarkan secret dengan batuk


atau suction

- Auskultasi suara napas, catat


adanya suara tambahan

- Lakukan suction pada mayo

- Berikan bronkodilator bila


perlu
- Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
- Monitor respirasi dan status
O2
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Asuhan NIC :
napas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Airway Management :
dengan keletihan otot dengan :
- Buka jalan napas, gunakan
pernapasan, cedera NOC : teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
medulla spinal, 1. Respiratory status :
Ventilation - Posisikan pasien untuk
gangguan
memaksimalkan ventilasi
musculoskeletal, 2. Respiratory status : Airway
patency - Identifikasi pasien perlunya
kerusakan neurologis, pemasangan alat jalan napas
3. Vital sign status buatan
ansietas, posisi tubuh
Kriteria Hasil :
yang menghambat - Pasang mayo bila perlu

ekspansi paru, keletihan Mendemonstrasikan batuk - Lakukan fisioterapi dada jika


efektif dengan suara napas perlu
otot pernapasan, yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu - Keluarkan secret dengan batuk
hiperventilasi, sindrom
( mampu mengeluarkan atau suction
hipoventilasi, disfungsi sputum, mampu bernapas
- Auskultasi suara napas, catat
dengan mudah, tidak ada
neuromuscular, nyeri. adanya suara tambahan
pursed lips)
- Lakukan suction pada mayo
Menunjukkan jalan napas
yang paten ( klien tidak - Berikan bronkodilator bila
merasa tercekik, irama perlu
napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang - Berikan pelembab udara Kassa
normal, tidak ada suara basah NaCl lembab
napas abnormal) - Atur intake untuk cairan
Tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
rentang normal ( tekanan keseimbangan
darah, nadi, pernapasan) - Monitor respirasi dan status
O2
Oxygen Therapy :

- Bersihkan , mulut, hidung dan


secret trakea
- Pertahankan jalan napas yang
paten
- Atur peralatan oksigenasi

- Monitor aliran oksigen

- Pertahankan posisi pasien

- Observasi adanya tanda-tanda


hipoventilasi

- Monitor adanya kecemasan


pasien terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring :

- Monitor TD, Nadi, Suhu, dan


RR

- Catat adanya adanya fluktuasi


tekanan darah

- Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk atau berdiri

- Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

- Monitor TD, Nadi, RR


sebelum, selama dans etelah
aktifitas.

- Monitor kualitas dari nadi

- Monitor frekuensi dan irama


pernapasan
- Monitor suara paru

- Monitor pola pernapasan


abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer

- Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)

- Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Asuhan NIC :
gas berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Airway Management :
ketidakseimbangan dengan :
- Buka jalan napas, gunakan
ventilasi-perfusi, NOC : teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
perubahan membrane 1. Respiratory Status : Gas
exchange - Posisikan pasien untuk
alveolar-kapiler.
memaksimalkan ventilasi
2. Respiratory Status :
Ventilation - Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan napas
3. Vital Sign Status buatan
- Pasang mayo bila perlu

- Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

- Keluarkan secret dengan batuk


atau suction

- Auskultasi suara napas, catat


adanya suara tambahan

- Lakukan suction pada mayo

- Berikan bronkodilator bila


perlu
- Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
- Monitor respirasi dan status
O2
Respiratory Monitoring :
- Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara napas seperti
dengkur
- Monitor pola napas : bradipnea,
takipnea, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
- Catat lokasi trakea

- Monitor kelelahan otot


diafragma ( gerakan paradoksis)

- Auskultasi suara napas, catat


area penurunan/ tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan

- Tentukan kebutuhan suction


dengan mengauskultasi crakles
dan ronchi pada jalan napas
utama

- Auskultasi suara napas setelah


tindakan untuk mengetahui
hasilnya
4. Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan NIC :
aktivitas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Activity Therapy:
dengan tirah baring,
ketidakseimbangan
dengan : - Kolaborasikan dengan
antara suplai dan NOC : Tenaga Rehabilitas Medik
kebutuhan oksigen, dalam merencanakan
1. Energy Conservation
imobilitas, gaya hidup
2. Activity Tolerance program terapi yang tepat
kurang gerak.
- Bantu klien untuk
3. Self Care : ADLs
mengidentifikasi aktifitas
yang mampu dilakukan
Kriteria Hasil : - Bantu untuk
Berpartisipasi dalam mengidentifikasi dan
aktivitas fisik tanpa mendapatkan sumber yang
disertai peningkatan diperlukan untuk aktivitas
tekanan darah, nadi dan yang diinginkan
RR - Bantu untuk mendapat alat
Mampu melakukan bantu aktivitas seperti kursi
aktivitas sehari-hari roda, krek
- Bantu untuk
(ADLs) secara mandiri
mengidentifikasi aktifitas
Tanda-tanda vital normal
yang disukai
Energy psikomotor - Bantu pasien untuk
Level kelemahan membuat jadwal di waktu
Mampu berpindah : latihan di waktu luang
dengan atau tanpa bantuan - Bantu pasien/keluarga untuk
alat mengidentifikasi

Status kardiopulmunari kekurangan dalam

adekuat beraktifitas
- Sediakan penguatan positif
Sirkulasi status baik
bagi yang aktif beraktifitas
Status respirasi: - Bantu pasien untuk
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
5. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan Asuhan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Determinasi efek-efek
kurang privasi, halangan dengan : medikasi terhadap pola
lingkungan (bising, NOC : tidur.

pajanan cahaya/gelap, 1. Anxiety reduction - Jelaskan pentingnya tidur


yang adekuat.
suhu, kelembapan, 2. Comfort level
- Fasilitas untuk
lingkungan yang tidak 3. Pain level
mempertahankan aktivitas
dikenal) , imobilisasi, 4. Rest : Extent and Pattern sebelum tidur (membaca).
pola tidur tidak 5. Sleep : Extern ang Pattern. - Ciptakan lingkungan yang
menyehatkan ( karena Kriteria hasil : nyaman.
tanggung jawab menjadi 1. Jumlah jam tidur dalam - Kolaborasi pemberian obat
pengasuh, menjadi orang batas normal 6-8 tidur.

tua, pasangan tidur). jam/hari. - Diskusikan dengan pasien


2. Pola tidur, kualitas dan keluarga tentang teknik
dalam batas normal tidur pasien.
3.Perasaan segar sesudah - Instruksikan untuk
tidur atau istirahat. memonitor tidur pasien.
4.Mampu
- Monitor waktu makan dan
mengidentifikasi hal- minum dengan waktu tidur.
hal yang
- Monitor/catat kebutuhan
meningkatkan tidur. tidur pasien setiap hari dan
jam.

6. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Asuhan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam 1. Nutrition Management
kebutuhan dengan : - Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh berhubungan NOC :
untuk menentukan jumlah
dengan faktor biologis, 1. Nutritional Status: Food and
kalori dan nutrisi yang
faktor ekonomi, Fluid Intake
dibutuhkan pasien
ketidakmampuan untuk 2. Nutritional Status: Nutrient - Anjurkan pasien untuk
mengabsorpsi nutrient, Intake
meningkatkan intake Fe
ketidakmampuan untuk 3. Weight Control - Anjurkan pasien untuk
mencerna makanan, Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan
ketidakmampuan Adanya peningkatan berat vitamin C
- Berikan substansi gula
makan, gangguan badan sesuai dengan tujuan
- Yakinkan diet yang dimakan
psikososial, penurunan Berat badan ideal sesuai
mengandung tinggi serat
keinginan untuk makan, dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi untuk mencegah konstipasi
kurang asupan makanan. - Berikan makanan yang
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda terpilih (sudah
malnutrisi dikonsultasikan dengan ahli
Menunjukkan peningkatan gizi)
fungsi pengecapan dari - Ajarkan pasien bagaimana
menelan membuat catatan makanan
Tidak terjadi penurunan harian
berat badan yang berarti - Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
- Monitor lingkungan selama
makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
- Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan intake
kalori
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
7. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan Asuhan NIC :
mandi berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Self-Care Assistance :
dengan kelemahan, dengan : Bathing/Hygiene
ansietas, gangguan NOC : - Pertimbangkan budaya pasien
muskuloskeletal, 1. Activity Intolerance ketika mempromosikan
aktifitas perawatan diri
gangguan 2. Mobility : Physical Impaired
- Pertimbangkan usia pasien
neuromuscular, nyeri, ketika mempromosikan
3. Self Care Defisit Hygiene
ketidakmampuan aktifitas perawatan diri
4. Sensory Perception, Auditory
merasakan hubungan Disturbed - Menentukan jumlah dan jenis
bantuan yang dibutuhkan
spasial, gangguan
Kriteria Hasil : - Tempat handuk, sabun,
persepsi., penurunan
deodoran, alat pencukur, dan
Perawatan diri ostomi :
motivasi. tindakan pribadi
aksesoris lainnya yang
dibutuhkan di samping tempat
mempertahankan ostomi
tidur atau di kamar mandi
untuk eliminasi
- Me yediakan artikel pribadi
Perawatan diri : Aktifitas
yang diinginkan (misalnya
perawatan diri sehari-hari
deodoran, sikat gigi, sabun
(ADL) mampu untuk
mandi, sampo, lotion dan
melakukan aktifitas
produk aromaterapi)
perawatan fisik dan pribadi
secara mandiri atau dengan - Menyediakan lingkungan yang
alat bantu terapiutik dengan memastikan
hangat, santai, pengalaman
Perawatan diri mandi :
pribadi dan personal
mampu untuk
membersihkan tubuh sendiri - Memfasilitasi pasien menyikat
secara mandiri dengan atau gigi, sesuai
tanpa alat bantu
- Memfasilitasi diri mandi
Perawatan diri hygiene : pasien, sesuai
mampu untuk
memeprtahankan kebesihan - Memantau pembersihan kuku,
dan penampilan yang rapi menurut kemampuan
secara mandiri dengan atau perawatan diri pasien
tanpa alat bantu
- Memantau integritas kulit
Perawatan diri hygiene oral : pasien
mampu untuk merawat
- Menjaga kebersihan ritual
mulut dan gigi secara
mandiri dengan atau tanpa - Memfasilitasi pemeliharaan
alat bantu rutin yang biasa pasien tidur,
isyarat sebelum tidur/ alat
Mampu mempertahankan
peraga dan benda-benda asing
mobilitas yang diperlukan
(misalnya untuk anak-anak
untuk ke kamar mandi dan
buku cerita, selimut, mainan,
menyediakan perlengkapan
goyang, dot, atau favorit orang
mandi
dewasa sebuah buku untuk
Membersihkan dan membaca atau bantal dari
rumah
mnegeringkan tubuh - Mendorong orang tua/keluarga
partisipasi dalam kebiasaan
Mengungkapkan secara tidur biasa
verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan - Memberikan bantuan sampai
hygiene oral. pasien sepenuhnya dapat
mengasumsikan perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia & Price. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

NANDA International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017 (Definisi dan


Klasifikasi). Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda. 2015 .Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Wilkinson & Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosa NANDA Intervensi
NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Klungkung,...............................2016

Mengetahui Mahasiswa
Pembimbing Praktik / CI

() (....................................................)
NIM.

Mengetahui,

Pembimbing Akademik / CT

()

NIP.

Anda mungkin juga menyukai