Anda di halaman 1dari 25

HUKUMAN (HUDUD)

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam II
Dosen Pengampu: Aminuddin, Dr

Oleh:

Utari Purwo Astuti (11160810000006)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat- Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pemakalah
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan pemakalah semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, pemakalah yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu pemakalah sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 28 Mei2017

Utari Purwo Astuti

11160810000006

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hudud ....................................................................... 3


B. Keududukan hukum Hudud dalam Islam ................................... 3
C. Macam-Macam tindakan yang tergolong Hudud ....................... 4
D. Sifat-sifat Hudud ................................................................. .16
E. Perbedaan hukum Islam dan Konvensional ............................. 17

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ..................................................................................... 21
B. Saran ........................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberian hukum dalam rangka hak Allah swt, ditetapkan demi


kemaslahatan masyarakat dan terpeliharanya ketenteraman atau ketertiban umum.
Oleh karena itu hukuman itu didasarkan atas hak Allah SWT, maka tidak dapat
digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia merupakan rahmat.
Rahmat berarti anugrah karunia atau pemberian Allah yang maha pengasih dan
maha penyayang. Manusia diharapkan mampu mengambil manfaat secara
maksimal dengan kesadaran akan dirinya sendiri. Semua aturan yang ada dalam
Islam, baik yang berupa perintah, larangan, maupun anjuran adalah untuk manusia
itu sendri. Manusia hendaknya menerima ketentuan-ketentuan hukum islam
dengan hati yang lapang kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.Dalam hal ini di antara aturan Islam yang hendak di bahas meliputi zina, qazf,
minuman keras, dan lain sebagainya. Kata hudud adalah bentuk jamak dari kata
had. Pada dasarnya had berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan
antara sesuatu dengan yang lain.
Untuk lebih meningkatkan wawasan mahasiswa dan pendalaman terhadap
ilmu agama yang lebih luas lagi timbul rasa kecintaan terhadap ilmu agama, maka
kami menganggap perlu untuk bisa lebih jauh mengenalinya termasuk materi yang
akan dibahas ini yaitu Hukum Hudud.
Penyusunan makalah ini bertujuan supaya mengenali lebih jauh tentang
ilmu agama khususnya hukum hudud, tetapi tidak hanya sekedar mengenali dan
diharapkan agar memahami serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah dalam
memahami hukuman adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian hudud?
2. Bagaimana kedudukan hukum hudud dalam islam?
3. Apa saja macam-macam tindakan hudud?
4. Bagaimana ciri-ciri hudud?
5. Bagaimana hikmah pensyariatan hukum hudud?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini:
1. Mengetahui ruang lingkup hukum hudud.
2. Mengetahui tindakan-tindakan yang termasuk dalam hukum hudud.
3. Mengetahui hikmahnya pelaksanaan hudud.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hudud
Hudud adalah bentuk jamak dari kata Had yang artinya sesuatu yang
membatasi dua benda. Dan pada asalnya perkataan had ialah sesuatu yang
memisahkan antara dua perkara dan digunakan atas sesuatu yang membedakan
sesuatu yang lain.
Menurut syarI, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah
ditetapkan oleh syara untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada
kejahatan yang sama. Oleh karena itu tidak termasuk tazir kerena tazir tidak ada
ketentuan hukumnya dan tidak termasuk pula qisas karena qisas adalah hak anak
adam. Kesalahan dalam jinayah hudud dianggap sebagai kesalahan terhadap hak
Allah, karena perbuatan itu menyentuh kepentingan masyarakat umum yaitu
menjelaskan ketenteraman dan keselamatan orang ramai dan hukumannya pula
memberi kebaikan kepada mereka.Kesalahan ini tidak boleh diampunkan oleh
manusia pada mangsa jinayah itu sendiri, warisnya, ataupun masyarakat umum.
Hukuman hudud wajib dikenakan pada orang yang melanggar larangan-
larangan tertentu dalam agama, misalnya zina, menuduh zina, qadzab, dan lain-
lain.Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh
Allah dan Rasul-Nya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim. Firman
Allah SWT yang artinya :Dan siapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.(Q.S.Al-Baqarah (2) : 229).1

B. Kedudukan hukum hudud dalam Islam


Islam diturunkan untuk dilaksanakan dalam kehidupan manusia di dunia
dan sebagai pedoman hidup yang mutlak bagi umat manusia khususnya bagi
orang-orang Islam. Ajaran-ajaran islam itu adalah bersifat universal, rasional, dan
fitri serta sesuai untuk sepanjang zaman semua tempat dan keadaan. Tidak ada

1
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam SyafiI, (Jakarta : Almahira, 2010), hlm. 259.

3
4

hukum Allah dan Rasul-Nya yang sudah lapuk ditelan zaman, bahkan hukum-
hukum Allah dan Rasul itulah hukum ultra moden karena ia dicipta oleh Allah
Yang Bijaksana dan Mengetahui akan sifat hambnya zahir dan batin. Tiada
alternative lain bagi umat Islam selain dari hukum-hukum Allah. Hukum-hukum
islam itu telah dijalankan sepenuhnya oleh Rasulullah dan Khulafur-Rasyidin dan
Khalifah-khalifah Islam berikutnya sehingga zaman kejatuhan Islam. Tidak ada
siapapun yang erhak menukar gantikannya atau memansukhkannya.Hukum-
hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah menurunkan
hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan melaksanakan
hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan kami dengar dan kami taat, bukannya
dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-orang munafiq.2
Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan
masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat
menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam
keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-
janji-Nya.3

C. Macam-macam tindakan yang golongan hudud


Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain :
1. Had Zina (Zina)
a. Pengertian Zina
Zina secara harfiyah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam
pengertian istilah adalah hubungan kelamin diantara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terkait hubungan
perkawinan.
Para fuqaha mengartikan bahwa zina yaitu melakukan hubungan
seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) kedalam kelamin
vagina (kelamin wanita) yang dinyatkan haram, bukan karena syubhat, dan

2
Ali Zainudin, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), h. 105.
3
Ibid, hlm. 109.
5

atas dasar syahwat.Jadi perbuatan zina itu adalah haram hukumnya dan
termasuk salah satu dosa besar, karena perbuatan tersebut termasuk
perbuatan yang sangat keji, pergaulan seperti binatang. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. Al-Isra (17) : 32.
Artinya Dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh zina itu perbuatan
yang keji, dan jalan suatu yang buruk.

b. Dasar penetapan adanya perbuatan zina


Ada dua cara yang dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa menurut syara
seorang telah melakukan zina, yaitu :
1) Empat orang saksi dengan syarat : semuanya laki-laki adil, memberikan
kesaksian yang sama tentang tempat, waktu dan cara melakukannya.
2) Pengakuan dari pelaku, dengan syarat sudah baligh dan berakal. Jika orang
yang mengaku telah berbuat zina itu belum baligh atau sudah baligh tapi
akalnya terganggu atau gila, maka tidak bisa ditetapkan had zina padanya.4

c. Orang berzina ada dua macam


1) Yang dinamakan muhsan, yaitu orang yang sudah balig, berakal,
merdeka, sudah pernah bercampur dengan jalan yang sah. Hukuman
terhadap muhsan adalah rajam (dilontar dengan batu yang sederhana
sampai mati).
2) Orang yang tidak muhsan (yang tidak mencukupi syarat-syarat di atas),
yaitu gadis dengan bujang. Hukuman terhadap mereka adalah didera
seratus kali dan diasingkan ke luar negeri selama satu tahun.

4
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam SyafiI, (Jakarta : Almahira, 2010), h.265.

3
6

Adapun dalil terhadap orang yang tidak muhsan ialah firman Allah Swt.:

Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah kamu dera
tiap-tiap satu dari keduanya itu dengan seratus kali deraan. Dan janganlah kamu
dipengaruhi oleh perasaan kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan
(ketentuan) agama Allah yaitu jika kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Dan hendaklah hukuman keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman. (An-Nur: 2)

Sabda Raulullah Saw:

Perawan dan bujang yang berzina hendaklah didera seratus kali dan
diasingkan dari negeri itu selma satu tahun. (Riwayat Muslim).

Hukuman hamba laki-laki dan perempuan adalah seperdua dari hukuman orang
yang mereka (yaitu 50 kali dera dan diasingkan dari negeri itu selama setengah
tahun).

Firman Allah Swt:

3
7

mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.

Adapun anak-anak dan orang gila, tidak didera, baik laki-laki ataupun
perempuan.5

2. Had al-Qadzfn (Menuduh zina)

Menuduh sama juga dengan fitnah yang merupakan suatu pelanggaran yang
terjadi bila seorang dengan bohong menuduh seorang muslim berzina atau
meragukan silsilahnya. Ia merupakan kejahatn yang besar dalam islam dan yang
melakukannya disebut pelanggaran yang berdosa. Hukum bagi orang yang
menuduh zina dan tidak terbukti berdasarkan firman Allah dalam

dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik berzina , dan


mereka tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, maka mereka didera
delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-
lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Q.S. An-Nur (24) : 4

Adapun dalil hukuman terhadap hamba (40 kali dera) ialah ayat diatas, yaitu surat
An-Nisa ayat 25.
a. Orang yang menuduh itu sudah balig, berakal dan bukan ibu, bapak,
atau nenek dan seterusnya dari yang dituduh.

5
H. Sulaiman Rasjid, FIQH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), h.436

3
8

b. Orang yang dituduh adalah orang Islam, sudah baligh, berakal,


merdeka dan terpelihara (orang baik).
Gugurnya hukum dera menuduh
Hukum tuduhan dari yang menuduh gugur dengan 3 jalan:
a. Mengemukakan saksi 4 orang, menerangkan bahwa yang tertuduh itu
betul-betul berzina.
b. Dimaafkan oleh yang tertuduh.
c. Orang yang menuduh istrinya berzina dapat terlepas dari hukuman dengan
jalan lian.

Dalil jalan yang pertama dapat dipahami dari surat An-Nur ayat 4 seperti yang
tersebut di atas, yang mengatakan: Tidak mengemukakan 4 saksi, maka jika ia
dapat mengemukakan 4 orang saksi, dia terlepas dari hukuman.
Dalil yang kedua, karena hukuman itu adalah hak yang tertuduh, maka dia
berhak mengambilnya dan menghilangkannya dengan memberi maaf.
Adapun dalil yang ketiga ialah ayat lian yang telah dibahas dalam pasal
lian.

3. Had al-Khamr (Minuman yang memabukkan)

Meminum minuman keras yang memabukkan, misalnya arak dan sebainya,


hukumnya haram dan merupakan sebagian dari dosa besar karena menghilangkan
akal adalah suatu larangan yang keras sekali. Betapa tidak, karena akal itu
sungguh penting dan berguna. Maka wajib dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Tiap-tiap minuman yang memabukkan diminum banyak ataupun sedikit tetap
haram walaupun yang sedikit itu tidak sampai memabukkan.
Sabda Rasulullah Saw:
Sesuatu yang memabukkan, banyak atau sedikitnya pun haram. (Riwayat
Nasai dan Abu Dawud).
9

Firman Allah Swt:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (Al-Maidah: 90)

Orang yang meminum minuman keras wajib didera 40 kali, apabila ada saksi dua
orang laki-laki atau dia mengaku sendiri.

Bahwasannya Rasulullah Saw, telah mendera orang yang meminum


minuman keras dengan dua pelepah tamar (kuurma), empat puluh kali.
(Riwayat Muslim).

Bukan saja minuman, tetapi suatu makanan yang menghilangkan akal, seperti
candu dan lain-lainnya, hukumnya juga haram karena termasuk dalam arti
memabukkan.
Sabda Rasulullah Saw:
Tiap-tiap sesuatu yang memabukkan adalah haram. (Riwayat Muslim).

Firman Allah Swt:

dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk. (Al-Araf: 157)
10

4. Had as-Sariqah (Mencuri)

Mencuri adalah perbuatan mengambil harta orang lain tanpa seizin pemilik
ya (secara diam-diam), dengan maksud untuk memiliki. Menurut fuqaha yang
disebut mencuri adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi ditempat
penyimpanan dengan maksud untuk memiliki, dilakukan dengan sadar atau
adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat tertentu. Salim Al-Uwa mengartikan
mencuri sebagai mengambil barang secara sembunyi dengan niat ingin memiliki
barang tersebut.
Mencuri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman potong
tangan sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-maidah (5) : 38,

adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan


kaduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa maha bijaksana. (Al-Maidah: 38).

Berdasarkan firman Allah swt diatas, orang yang mencuri dikenakan


hukuman potong tangan. Hukum potong tangan sebagai sanksi kejahatan
pencurian. Tindak pencurian dikenai sanksi potong tangan jika telah memenuhi
syarat-syarat pencurian yang wajib dikenai potong tangan. Adapun jika pencurian
itu belum memenuhi syarat pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan.
Misalnya orang yang mencuri karena kelaparan, mencuri barang-barang milik
umum, belum sampai nisab (1/4 dinar), dan lain sebagainya tidak boleh dikenai
had potong tangan.6

6
Hariyono,HukumPencurian dalam Islam,http://hariyono1407.blogspot.com/2012/04/hukum-
pencurian-dalam-islam.html, Di Akses 28 Mei 2017 pukul 22:10
11

Adapun keterangan cara memotong tersebut adalah dari beberapa hadis


(perbuatan), hukuman yang dilakukan oleh Rasulullah Saw dan sahabat-sahabat
beliau.
Syarat hukum potong tangan:
a. Pencuri tersebut sudah balig, berakal dan melakukan pencurian itu dengan
kehendaknya. Anak-anak, orang gila dan orang yang dipaksa orang lain
tidak dipotong tangannya.
b. Barang yang dicuri itu sedikitnya sampai satu nisab (kira-kira seberat 93,6
gram emas), dan barang itu diambil dari tempat penyimpanannya. Barang
itu pun bukan kepunyaan si pencuri dan tidak ada jalan yang menyatakan
bahwa ia berhak atas barang itu.
Oleh karena itu, orang yang mencuri harta bapaknya tidak dipotong tangannya
begitu juga sebaliknya. Demikian pula bila salah seorang suami istri mencuri harta
yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal, dan sebagainya, tidak
dipotong.
Apabila telah nyata ia mencuri dengan ada saksi atau mengaku sendiri, selain
tangannya wajib dipotong, ia pun wajib mengembalikan harta yang dicurinya itu
atau menggantinya kalau barang itu tidak ada lagi di tangannya.7

5. Had al-Hirbah (perampokan)

Perampokan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang


atau seseorang yang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang
yang berjalan dijalan raya atau ditempat mana pun mereka merampas harta
korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya lari mencari
pertolongan. Dasar hukum yang dikenakan pada pearampok telah dijelaskan pada
Q.S.Al-Maidah (5) : 33.

7
H. Sulaiman Rasjid, FIQH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), h.441
12

hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan


membuat kerusakan dibumi, hanalah dibunuh atau disalib atau dipotong kaki dan
tangan mereka secara bersilang, atau diasingkan dari halamnnya. Yang demikian
itu, kehinaan mereka didunia dan di akhirat mereka mendapatkan azab yang
besar. (Al-Maidah: 33)

Firman Allah SWT pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33 ini turun sehubungan


dengan orang-orang islam melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan,
kekacauan, terror. Kekerasan, kerusakan, dan mendurhakai islam dengan keluar
dari ajrannya. Dikatakan memerangi Allah dan Rasul-Nya berarti memerangi
orang-orang islam dengan berbagai kejahatan sehingga istilah lain disebut
hirabah.8
Perampok ada 4 macam:
a. Membunuh orang yang dirampoknya dan diambil hartanya. Dalam hal
ini hukumnya wajib dibunuh; sesudah dibunuh, kemudian disalibkan
(dijemur).
b. Membunuh orang yang dirampoknya, tetapi hartanya tidak diambil.
Hukumnya ia hanya wajib dibunuh saja.
c. Hanya mengambil harta bendanya saja, sedangkan orangnya tidak
dibunuhnya, sedangkan harta benda yang diambil sedikitnya satu
nisab. Perampok yang seperti ini hukumnya dipotong tangannya yang
kanan dan kakinya yang kiri.

8
Abdurrahman Doi, Hudud dan Kewarisan, (Jakarta : Srigunting , 1996), hlm.64.
13

d. Perampok yang menakut-nakuti saja, tidak membunuh dan tidak


mengambil harta benda. Hukumnya hendaklah diberi hukuman penjara
atau hukuman lainnya yang dapat menjadi pelajaran kepadanya, agar ia
jangan mengulangi perbuatannya yang tidak baik itu

Apabila seorang perampok telah benar-benar bertobat sebelum ia tertangkap,


maka gugurlah baginya hukuman tertentu bagi perampok. Berarti kalau ia
membunuh orang dan mengambil harta, gugurlah baginya hukum jemur dan wajib
dibunuh. Dan wali orang yang terbunuh, boleh mengambil qisas atau memaafkan
dan ia wajib mengembalikan harta yang diambilnya. Kalau ia hanya membunuh
orang saja, gugurlah hukum wajib dibunuh, dalam hal ini terserah kepada wali,
akan diambil qisas atau dimaafkan. Kalau dia hanya mengambil harta benda saja,
dia hanya dipotong tangannya, tidak dipotong kakinya. Jadi, yang gugur dalam
tobat sebelum tertangkap ialah hak Allah, sedangkan hak manusia terus dilakukan.
Firman Allah Swt:

Kecuali orang-orang yang tobat (diantara mereka) sebelum kamu dapat


menguasai (menangkap) mereka. (Al-Maidah: 34).9

6. Had al-Baghi (Memberontak)

Pemberontakan sering diartikan keluarnya seseorang dari ketaatan kepada


iman yang sah tanpa alasan. Ulama syafiiyah berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan pemberontakan adalah orang-orang muslim yang menyalahi iman dengan
cara tidak menaatinya dan melepaskan dari dirinya (menolak kewajiban dengan
kekuatan, argumentasi, dan memiliki pemimpin).

9
Ibid, h.441-442
14

Pelaku bughah (memberontak) diperangi sampai mereka kembali


kepangkuan islam atau ke pangkuan khilafah yang sah. Hanya saja perang
melawan pelaku bughat berbeda dengan perang melawan orang kafir.Perang
melawan pelaku bughat hanyalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad fi
sabilillah. Oleh karena itu, pelaku bughat tidak boleh diserang dengan senjata
pemusnah massal atau serbuan, nuklir, dan roket, terkecuali merek menggunakan
arsenal seperti ini. Jika mereka melarikan diri perang mereka tidak boleh dikejar
dan ditumpas sampai habis. Harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai gharimah.
Memerangi pemberontak hukumnya wajib demi menegakkan hukum allah
sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-hujurat (49) : 9.

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar
perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu
perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku
adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Meninggalkan Shalat. (Al-Hujurat: 9).10

10
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam SyafiI, (Jakarta : Almahira, 2010), h.267.
15

7. Had ar-Riddah (murtad)

Riddah ialah keluar dari agam Islam, baik pindah pada agama yang lai atau
menjadi tidak beragama. Terjadinya karena 3 sebab:
a. Perbuatan yang mengkafirkan, seperti sujud berhala, menyembah bulan,
batu dan lain-lainnya.
b. Perkataan yang mengkafirkan, seperti menghinakan Allah atau Rasul-Nya,
begitu juga memaki salah seorang nabi Allah.
c. Iktikad (keyakinan) seperti mengiktidkan alam kekal, Allah baru,
menghalalkan zina, menghalalkan minum arak, begitu juga mengharamkan
yang disepakati ulama akan halalnya.

Orang yang keluar dari agama Islam (murtad) itu wajib disuruh tobat tiga kali.
Kalau tidak mau tobat, wajib dihukum mati.
Firman Allah Swt.:

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa
mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan
berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu." (Al-
Anfal: 38).
Sabda Rasulullah Saw:
Orang-orang Islam yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang
sebenarnya melainkan Allah, dan bahwasanya aku (Nabi Muhammad) Rasul-
Nya, mereka tidak halal dibunuh kecuali karena tiga sebab: Pertama, sayid
(janda) berzina. Kedua, orang yang membunuh orang. Ketiga, orang yang keluar
dari agamanya. (Riwayat Jamaah ahli hadist).
16

Apabila ia sudah dihukum mati, ia tidak boleh dimandikan, tidak disalatkan dan
tidak dikuburkan dipekuburan orang Islam.11

D. Sifat-sifat Hudud
Hudud mempunyai sifat-sifatnya yang khusus, yaitu :
1. Kesalahan-kesalahan hudud telah ditetapkan syara.
2. Hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat
ringannya oleh ketetapan syara, tiada siapa yang boleh mengubah
melibihi atau menguranginya. Ia wajib dilaksanakan seperti adanya.
3. Kesalahan-kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa kedepan
hakim, tetapi tiada siapa pun yang dapat memaafkan atau mengurangkan
hukuman setelah dibawa ke depan pengadilan.
4. Semua orang yang mencukupi syarat yang dikenakan hukuman yang sama
tanpa terkecuali.
5. Taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan
perampokan dimana perampok digugurkan dari siksa, jika ia bertaubat
sebelum dapat ditangkap, dan orang-orang murtad yang bertaubat
sebelum dibawa kemuka pengadilan.

E. Hikmah pensyariatan hukum hudud


Hudud disyariatkan untuk kemaslahatan hamba dan memiliki tujuan yang
mulia diantaranya adalah :
1) Hukuman bagi orang yang berbuat siksaan bagi orang yang berbuat kejahatan dan
membuatnya jera. Apabila ia merasakan sakitnya hukuman ini dan akibat buruk
yang muncul darinya, maka ia akan jera untuk mengulangi dan dapat
mendorongnya untuk istiqamah serta selalu taat kepada Allah SWT .
2) Mencegah orang lain agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan.
3) Huddud adalah penghapus dosan dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut.
4) Menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.

11
H. Sulaiman Rasjid, FIQH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), h.445
17

5) Menolak keburukan, dosa dan penyakit pada masyarakat, karena apabila


kemaksiatan telah merata dan menyebar pada masyarakat maka Allah akan
menggantinya dengan kerusakan dan musibah serta dihapisnya kenikmatan dan
ketenangan. Untuk menjaga hal ini maka solusi terbaiknya adalah menegakkan
dan menerapkan hudud.12

F. Perbedaan Hukum Islam dan Konvensional

Hukum Islam tidak sama dengan hukum konvensional. Menurut Abdul Qadir
Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil Qanunil Wadiy,
sejatinya hukum Islam tidak dapat dianalogikan dengan hukum konvensional.
Betapa tidak, Hukum Islam merupakan produk Sang Pencipta, sedangkan hukum
konvensional hasil pemikiran manusia.

Ketika keduanya dianalogikan, ibarat membandingkan bumi dan langit dan


manusia dengan Tuhan, ungkap Audah. Berikut ini perbedaan dasar antara
hukum Islam dan hukum konvensional:

*Sumber hukum

Pada prinsipnya, perbedaan yang paling mendasar antara hukum Islam dan
hukum konvensional adalah sumber hukumnya. Kedua hukum tersebut dengan
jelas merepresentasikan sifat pembuat masing-masingnya.

Hukum konvensional bersumber dari hasil pemikiran manusia yang ditetapkan


untuk memenuhi segala kebutuhan mereka yang bersifat temporal. Hukum ini
juga dibuat dengan kemampuan akal manusia yang memiliki keterbatasan dan
kekurangan untuk memahami perkara gaib dan menghukumi perkara yang belum
terjadi.

12
Kholid Syamhudi, Fiqh Hudud, http://almanhaj.or.id/content/3383/slash/0/fikih-hudud/, diakses
29 Mei 2017 pukul 14:53.
18

Sedangkan hukum Islam bersumber dari Allah SWT. Sejak diturunkan, hukum
Islam mempunyai teori hukum yang terbaru yang baru dicapai oleh hukum
konvensional akhir-akhir ini, padahal hukum konvensional lebih tua dari hkum
Islam. Lebih dari itu, hukum Islam lebih banyak mencapai sesuatu yang tidak
dapat dicapai oleh hukum konvensional.

Sebagai hukum hasil ciptaan manusia, hukum konvensional


merepresentasikan kekurangan, kelemahan, dan ketidakmampuan manusia serta
sedikitnya kecerdasan mereka. Hukum konvensional tentunya sarat dengan
perubahan dan pergantian atau yang dinamakan dengan perkembangan (evolusi)
seiring dengan perkembangan masyarakat, tingkatan, kedudukan, dan situasi
mereka.

Karena itu, hukum konvensional selalu akan kekurangan dan mustahil


sampai pada tingkat kesempurnaan selama pembuatnya tidak mungkin disifati
dengan kesempurnaan (manusia), dan ia mustahil dapat memahami dengan baik
apa yang akan terjadi meskipun dapat memahami apa yang telah terjadi, papar
Audah.

Adapun hukum Islam yang merupakan ciptaan Allah SWT


merepresentasikan sifat kekuasaan, kesempurnaan, keagungan, dan pengetahuan-
Nya yang mengetahui hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa
mendatang. Karena itu, menurut Audah, Allah telah menciptakan hukum Islam
yang meliputi segala sesuatu untuk masa sekarang dan masa mendatang karena
ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Ketetapannya tidak akan berubah hingga kapan pun dan dimana pun,
sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Yunus ayat 64: "...Tidak ada
perubahan bagi janji-janji Allah..".
19

*Kaidah hukum

Hukum konvensional adalah kaidah-kaidah yang terbaru untuk masyarakat


pada saat itu, tetapi terbelakang untuk masyarakat masa depan. Ini karena hukum
konvensional tidak berubah secepat perkembangan masyarakat dan tidak lain
merupakan kaidah-kaidah yang temporal yang sejalan dengan kondisi masyarakat
yang juga temporal. Jika kondisi masyaraatnya berubah, secara otomatis hukum-
hukum mereka juga turut mengalami perubahan.

Adapun hukum Islam merupakan kaidah-kaidah yang dibuat oleh Allah


SWT yang bersifat selalu kekal (permanen) untuk mengatur urusan-urusan
masyarakat. Berbeda dengan hukum konvensional, kaidah-kaidah dan nas-nas
hukum Islam harus bersifat umum dan fleksibel sehingga mampu memenuhi
segala kebutuhan umat meskipun sampai akhir zaman dan kondisi masyarakat
telah berkembang. Disamping kaidah dan nas hukum Islam harus juga bersifat
mulia dan luhur sehingga tidak mungkin terlambat atau ketinggalan zaman.

* Dasar hukum

Dasar dalam hukum konvensional disusun untuk mengatur urusan dan


kehidupan masyarakat, bukan mengarahkan mereka. Karena itu, hukum yang
disusun akan berubah dan mengalami perkembangan seiring dengan
berkembangnya masyarakat tersebut. Artinya, masyarakat lah yang membentuk
hukum, bukannya hukum yang membentuk masyarakat.

Dasar hukum hukum konvensional yang demikian sejak kelahirannya telah


berubah setelah Perang Dunia I, di mana banyak negara yang mulai menyerukan
untuk menggunakan sistem baru yang dapat digunakan oleh hukum untuk
mengarahkan masyarakat pada arah tertentu sebagaimana juga dipakai untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Negara yang pertama mengadopsi teori ini adalah negara Komunis Soviet
lalu diikuti oleh Turki dengan ajaran sekuler Kemal Attaturk, Italia dengan ajaran
20

fasisnya, Jerman dengan Nazinya, kemudian diikuti juga oleh negara-


negara lainnya. Pada akhirnya, tujuan hukum konvensional saat ini adalah untuk
menjadi sebuah aturan yang mengatur dan mengarahkan masyarakat menurut
pandangan para pemimpinnya.

Sementara dasar hukum Islam tidak hanya mengatur urusan dan kehidupan
masyarakat sebagaimana halnya pada hukum konvensional. Tetapi, lebih dari itu,
hukum Islam juga berperan sebagai pembentuk individu-individu yang saleh,
masyarakat yang saleh, membentuk format negara, dan tatanan dunia yang ideal.

Atas dasar inilah, hukum Islam lebih tinggi daripada seluruh tingkatan hukum
dunia pada saat diturunkannya dan hal tersebut masih tetap seperti itu hingga
sekarang. Prinsip-prinsip dasar dan teori-teori hukum Islam ini baru dapat disadari
dan dipahami oleh bangsa-bangsa non-Muslim setelah berabad-abad lamanya dan
bahkan hingga masa kini.13

13
Heri Ruslan, Inilah perbedaan hukum Islan dan hukum konvensional,
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/23/ly83xd-inilah-perbedaan-
hukum-islam-dan-konvensional , diakses tanggal 28 Mei 2017 pukul 19:22
BAB III
PENUTUPAN

A. Simpulan
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Hudud
adalah bentuk jama dari kata hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena
hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya
hukuman.macam-macam kesalahan yang termasuk hudud antara lain : zina,
menuduh zina, meminum khamar, mencuri, murtad, bughah, dan hirabah.
Hukum-hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah
menurunkan hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan
melaksanakan hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan kami dengar dan kami
taat, bukannya dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-
orang munafiq.
Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan
masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat
menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam
keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-
janji-Nya.

B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, adapun substansi yang terkandung
didalamnya semoga akan menjadi suatu badan acuan bagi setiap orang dalam
melaksanakan tindakannya dimuka bumi ini. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat karena pembahasan dari makalah ini sangatlah berguna bagi siapapun.
Apabila dalam makalah ini terdapat suatu hal baik itu perkataan, penulisan,
ataupun hal-hal lain yang menuju kearah ketidaksempurnaan mohon kiranya agar
makalah ini dapat dikoreksi, karena sebagai, manusia biasa tentunya penyusun
pasti banyak melakukan kesalahan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Doi, Abdurrahman. 1996. Hudud dan Kewarisan. Jakarta : Srigunting


G. Sulaiman Rasjid. 2011. FIQH ISLAM. Bandung: Sinar Baru Algensindo,
Hariyono, Hukum Pencurian dalam Islam
http://hariyono1407.blogspot.com/2012/04/hukum-pencurian-dalam-islam.html
Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. 2010. Fiqh Imam SyafiI. Jakarta : Almahira.

Rasjid, H. Sulaiman. 2011. FIQH ISLAM. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Ruslan, Heri, Inilah perbedaan hukum Islan dan hukum konvensional,


http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/23/ly83xd-inilah-
perbedaan-hukum-islam-dan-konvensional

Syamhudi, Kholid. Fiqh Hudud. http://almanhaj.or.id/content/3383/slash/0/fikih-


hudud/,

Zainudin, Ali. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Sinar
Grafika.

Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. 2010. Fiqh Imam SyafiI. Jakarta : Almahira

22

Anda mungkin juga menyukai