PENDAHULUAN
kecacatan pada dewasa muda dengan usia produktif, kesakitan dan kematian. Hal
bermotor pada negara berinkam rendah dan menengah. Menurut WHO, pada
tahun 2020 kecelakaan lalulintas akan menjadi penyebab cedera ketiga terbayak di
dunia. Saat ini, kriminalitas juga disebutkan menjadi salah satu faktor penyebab
kerusakan neurologis akibat cedera kepala tidak terjadi bukan pada saat terjadinya
angka kematian pada cedera kepala dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,
walaupun keparahan cedera (diukur menggunakan GCS), usia, dan yang lainnya
1
BAB II
KASUS
sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan dengan
motor. Penurunan kesadaran terjadi hingga pasien tiba di rumah sakit. Pasien
dibonceng temannya dan tidak memakai helm. Keluhan ini disertai adanya
bengkak kehitaman pada sekeliling kedua mata, keluar darah dari hidung dan
kedua lubang telinga, serta muntah darah berwarna coklat sebanyak 5 kali. Setelah
dirawat selama 3 hari di ruang ICU pasien sadar dan tidak mengingat kejadian
sebelum, saat, dan sesudah kecelakaan. Keluhan ini baru pertama kali dialami dan
tidak ada riwayat trauma kepala sebelumnya. Dari pemeriksaan tanda vital
didapati kesadaran GCS E1M5V1, tanda vital lain dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan edema pada regio frontal, racoon eye bilateral,
ekskoriatum pada digiti I,II, dan III ekstremitas inferior dekstra. Dari pemeriksaan
darah rutin ditemukan kadar eritrosit 2.710.000 /mm3, Hb 7,9 g/dL, hematokrit
22,7%, dan kadar leukosit 15.900 /mm 3, sementara pemeriksaan kimia darah
hematom pada regio fronto parietal dekstra dan sinista, edema cerebri, fraktur os.
2
Berdasarkan data-data tersebut, diagnosis klinis pasien ini adalah penurunan
trauma kapitis. Maka kesimpulan diagnosis pasien ini adalah cedera kepala berat
(kontusio serebri, SAH, fraktur os. frontal dekstra, serta suspek fraktur basis
cranii).
yaitu kepala ditinggikan 30o, O2 3-4 liter per menit, infus NaCl 0,9% 14 tetes per
menit, manitol 200 cc loading dose dalam 30 menit kemudian dilanjutkan dengan
mg/IV/ hari, injeksi asam traneksamat 3 x 250 mg/ IV/ hari, drip sohobion 1 amp/
kolf dan pemasangan kateter. Pasien dikonsulkan pada dokter spesialis anastesi
mg/jam/ dan juga dihitung kebutuhan cairan perhari yang mencapai 1500-1800 cc.
imipenem 1 gram/ IV/ hari pada hari perawatan ke-6 dan levofloxacin pada hari
perawatan ke-13. Pemasangan NGT dilakukan pada hari ketiga kemudian mulai
diberikan diet cair 6 x 100 cc. Transfusi darah 1 kantong WBC diberikan pada hari
sudah meningkat menjadi 10,3 g/dL. Selain itu, jika suhu tubuh pasien > 38 o C
3
maka harus diberikan paracetamol 3 x 500 mg drips dalam 15-30 menit dan jika
pasien kejang diberikan diasepam 1 ampul tiap kejang. Pasien ini dirawat di ruang
perawatan Neurologi. Pada pemeriksaan fisik, didapati ptosis kelopak mata kanan
4
BAB III
DISKUSI
( kontusio serebri, SAH, fraktur os. frontal dekstra, serta suspek fraktur basis
Indonesia cedera otak atau cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan
otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer/ primary effect)
merupakan istilah yang nonspesifik dan kuno, mencakup cedera eksternal yang
jelas secara klinis pada wajah, kulit kepala, dan kranium dengan atau tanpa cedera
pada otak. Sedang cedera otak didefinisikan sebagai perubahan fungsi otak seperti
maupun motorik fokal yang dihasilkan dari kekuatan benda tumpul maupun
Insiden cedera kepala secara umum pada negara berkembang adalah 200
per 100000 populasi pertahun.4 Data dari Center of Disease and Prevention (CDC)
menyatakan kejadian cedera kepala di Amerika Serikat pada 2006 mencapai 403
per 100.000 orang pertahun, sedangkan insidennya mencapai 1,7 juta orang
dimana 52.000 orang meninggal, 275.000 orang dirawat dirumah sakit, dan
pasien cedera kepala menerima perawatan dalam bentuk lain atau tidak mendapat
perawatan medis sama sekali.5 Laporan CDC pada tahun 2010 menyatakan usia 0-
5
4 tahun merupakan usia tersering terjadinya cedera kepala diikuti usia 15-19 tahun
dan > 75 tahun.5 Yulius6 dalam laporannya menuliskan usia yang sering
mengalami cedera kepala adalah usia dewasa muda 15-24 tahun dan diatas 75
tahun. Cedera kepala paling sering di alami oleh pria (75%) dibandingkan wanita.
Pasien dalam laporan kasus ini berusia 14 tahun dan berjenis kelamin pria.
Penyebab cedera kepala berhubungan erat dengan demografi dan usia.4,7 Pada
penelitian di beberapa negara bagian Amerika, Australia dan Cina yang dicatat
oleh Bruns dan Hauser4 tampak bahwa kecelakaan mobil, motor, maupun sepeda
CDC melaporkan penyebab tersering cedera kepala yaitu jatuh (39%) terutama
pada kelompok usia 0-4 tahun dan > 75 tahun, diikuti kekerasan atau benturan
(17,6%) dan kecelakaan lalu lintas (14,1%) yang banyak terjadi pada usia 20-24
tahun.5 Penyebab lain cedera kepala yaitu olahraga dan rekreasi, serta senjata api.4
menurut keparahan klinis cedera kepala dengan mengacu pada CGS dan amnesia
post trauma yang dibagi menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat (Tabel
1).8
6
Tabel 11. Pembagian cedera kepala menurut tingkat keparahannya8
menjadi:3
atau vertigo
3. Cedera Otak Sedang (COS)
a. Nilai skala koma glasgow 9 13
b. Hilang kesadaran > 10 menit tetapi kurang dari 6 jam
c. Dapat atau tidak ditemukan adanya defisit neurologist
d. Amnesia pasca cedera selama kurang lebih 7 hari (bisa positif atau negatif)
Kriteria indentifikasi klinis cedera kepala mencakup satu atau lebih kriteria
terutama mengenai usia, mekanisme cedera, adanya muntah setelah cedera nyeri
7
kepala, kejang, dan amnesia post trauma. Pada pemeriksaan fisik dilakukan
intrakranial seperti pupil yang asimetris, berdilatasi dan tidak menunjukan refleks
tengkorak seperti racoon eye, battle sign, rhinorea dan otorhea (kebocoran cairan
serebrospinal), dan parese nervus kranialis, tanda trauma diatas klavikula, dan
Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan klinis tanda vital didapati
adanya penurunan kesadaran > 6 jam dan amnesia post traumatik dan GCS
E1M5V1, sehingga pasien secara klinis dapat didiagnosa dengan cedera kepala
berat. Adanya darah epistaksis, hematorhea serta racoon eyes, menunjukan adanya
kemungkinan terjadi fraktur dasar tengkorak. Diagnosis topis pada kasus ini dapat
hemorrhage pada regio frontal dekstra. Selain itu dari pemeriksaan radiologi juga
ditemukan subgaleal hematom pada fronto parietal kanan dan kiri, edema cerebri,
sebagai konsekuensi dari benturan langsung, akselerasi yang cepat atau deselerasi,
objek yang dapat melakukan penetrasi (contohnya senjata api) atau ledakan. Asal,
intensitas, arah, dan durasi dari kekuatan ini menentukan pola dan luasnya
8
kerusakan.1 Pada kasus ini, pasien tidak megingat kejadian kecelakaan sehingga
tengkorak, cedera pada parenkim otak dan cedera vaskuler yang menyebabkan
perdarahan10 sama seperti pada pasien ini. Pada tingkat makroskopik, kerusakan
dapat berupa kontusio fokal, hematom intra dan ekstraserebral (epidural, subdural,
subarachnoid), dan edema difus. Kontusio fokal merupakan lesi traumatik yang
sering terjadi terutama pada daerah kontak.1 Kontusio serebri atau intraserebral
hematom khas pada trauma tumpul. Ini merupakan hasil dari pola kompleks
transmisi dan refleksi kekuatan dalam ruang intrakranial, sehingga kontusio sering
terjadi pada lokasi sisi yang terkena benturan, dan sering pada sisi yang
berlawanan yang disebut cedera countercoup. Kontusio terdiri dari area jaringan
yang memar yang kehilangan integritas sawar darah otak, dan menciptakan daerah
heterogen dari parenkim serebral yang cedera bercampur dengan darah yang
hingga tampak pada CT-Scan. Selain itu, kontusio serebri meningkatkan efek
massa melalui edema serebral pada otak yang cedera, perdarahan dari pembuluh
Kontusio serebri paling sering perjadi di lobus frontalis dan temporal dan jarang
intraserebral pada lobus frontalis kanan. Dapat diasumsikan bahwa sisi kontak
dengan benturan pada pasien ini ada pada sisi kanan. Hal ini dapat juga diperkuat
9
dengan adanya fraktur os. frontalis dekstra dan hematom subgaleal yang lebih
Gambar 4. Gambar CT-Scan kepala memperlihatkan fraktur impresi os. frontalis dekstra
10
Mekanisme kerusakan otak yang kedua yaitu cedera sekunder yang terjadi
karena perubahan struktur anatomi dan fungsional otak pada tahap lanjut. Cedera
sekunder dibagi dua intrakranial dan ekstrakranial atau sistemik. Cedera sekunder
Cedera sekunder sistemik meliputi hipotensi (tekanan darah sistoik < 90 mmHg),
hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg, atau saturasi O2 < 90%), hipokapnia (PaCO2 < 35
mmHg), hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipertensi (tekanan darah sistolik >
160 mmHg, atau MAP > 110 mmHg), anemia (Hb < 100g/L, atau hematokrit <
0,30), hiponatremia (Na Serum < 142 mEq/L), hiperglikemia (glukosa darah > 10
mmol/L), hipoglikemia (glukosa darah < 4,6 mmol/L), demam (termperatur >
37,5oC) dan hipotermia (termperatur < 35,5oC).9 Hal-hal inilah yang menjadi
SPM Perdossi3 penanganan cedera otak sedang dan berat (kontusio serebri)
meliputi :
a. Terapi Umum
Untuk kesadaran menurun
Lakukan Resusitasi
11
Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing),
Circulation (tidak boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih
kebutuhan
Pada pasien ini, proses resusitasi dan penanganan awal telah dilakukan di
rumah sakit lain sebelum dirujuk ke RSUD dr. M Haulussy Ambon. Namun, saat
tiba di instalasi gawat darurat, airway, breath, dan circulation tetap diperiksa dan
dipastikan baik, dengan pengukuran tanda vital yang hasilnya masih dalam batas
normal.
12
Peningkatan tekanan intrakrarnial biasanya diturunkan dengan terapi
sepanjang sawar darah otak, dengan gradasi tersebut, aliran cairan keluar dari otak
dan masuk dalam sirkulasi. Mekanisme kedua yaitu perluasan plasma yang cepat
yang dapat menurunkan hematokrit dan viskositas darah sehingga aliran darah
otak sehingga pasokan oksigen ke otak dapat terpenuhi. Manitol dan salin
intrakranial. Pada pasien ini untuk menurunkan tekanan intra kranial diberikan
manitol 200 cc loading dose dalam jam kemudian dilanjutkan dengan dosis
intrakranial seperti meninggikan posisi kepala dari tempat tidur 30O-45O (posisi ini
kepala dan leher pasien dalam posisi netral, mencegah kompresi vena jugular
intraabdominal.9
Anti stres ulcer yang diberikan berupa anti histamin 2 yaitu ranitidin 2 x 25 mg
/IV/12 jam.2
13
Oksigen dipasok ke otak melalui hemoglobin yang beredar di dalam darah.
mg/dL dan 30-35%.11 Pada pasien ini terjadi penurunan kadar hemoglobin (7,9
g/dL) dan hematokrit (22,7) sehingga dilakukan transfusi darah pada hari ke-3
dengan pemberian cairan secara intravena berupa ringer laktat (RL) dan NaCl.
tekanan intra kranial, tekanan arteri rata-rata (MAP), dan tekanan perfusi kranial.
harus dihindari. Ringer laktat merupakan cairan yang sedikit hipotonik sehingga
bukan merupakan pilihan kecuali pada keadaan resusitasi cairan yang banyak
pada cedera kepala berat karena dapat menurunkan osmolaritas serum. Cairan
yang mengandung glukosa seperti D10% atau lebih harus dihindari pada 24-48
parenteral pada pasien ini juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
14
dengan pemberian diet cair sebanyak 6 x 100 cc melalui nasogastrik tube pada
hari ke-3. Penggantian nutrisi biasanya dimulai tidak lebih dari 72 jam setelah
cedera.2
perdarahan, dan tekanan intrakranial pasien. Pergeseran garis tengah lebih dari 5
kurang dari 1 cm dari korteks. Selain itu, jika perdarahan mencapai 50 ml, maka
namun pembedahan tidak dianjurkan pada pasien ini karena tidak terjadi
pergeseran garis tengah. Selain itu jarak perdarahan ke korteks dan jumlah volume
Usia yang lebih tua, glasgow koma skor rendah, tidak adanya reaktivitas
diidentifikasi sebagai faktor prognostik untuk hasil yang buruk. Glasgow koma
skor menunjukkan hubungan linear yang jelas dengan kematian. 14 Pada pasien ini,
walaupun GCS awal rendah, namun dengan usia yang masih muda, fungsi
neurologis yang baik, absennya cedera ekstrakranial dan penanganan yang sesuai
15
BAB IV
KESIMPULAN
sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan dengan
motor. Keluhan ini disertai adanya bengkak berwana kehitaman pada sekeliling
kedua mata, keluar darah dari hidung dan kedua lubang telinga, serta muntah
darah berwarna coklat sebanyak 5 kali. Setelah dirawat selama 3 hari dirawat di
ruang ICU pasien sadar dan tidak mengingat kejadian sebelum, saat, dan sesudah
kecelakaan. Keluhan ini baru pertama kali dialami dan tidak ada riwayat trauma
E1M5V1, tanda vital lain dalam batas normal. Berdasarkan data-data tersebut,
diagnosis klinis pasien ini adalah cedera kepala berat yaiti cedera yang mengenai
kepala dan otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer/ primary
Maka kesimpulan diagnosis pasien ini adalah cedera kepala berat (kontusio
serebri, SAH, fraktur os. frontal dekstra, serta suspek fraktur basis cranii).
16
Prinsip umum penatalaksanaan cedera kepala yaitu meningkatkan perfusi
otak dan menurunkan tekanan intara kranial untuk mecegah terjadinya herniasi.
Pada pasien ini untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan head up 30o, O2 3-4 liter
per menit, transfusi darah 1 kantong WBC pada hari perawatan ke tiga, serta
manitol 200 cc loading dose dalam jam kemudian dilanjutkan dengan dosis
mantanance 4 x 100 cc dalam 30 menit. Terapi lain yang diberikan sesuai seperti
Usia yang lebih tua , glasgow koma skor rendah , tidak adanya reaktivitas
diidentifikasi sebagai faktor prognostik untuk hasil yang buruk. Glasgow koma
17
DAFTAR PUSTAKA
2. Bruch JM, Francios RJ, Moore EE, Trauma. In : Brunicardi FC, Dana KA,
Timothy RB, David LD, John GH, Pollock RE Editors. Schwartz Principle
of Surgery 8th Edition. New York: McGraw-Hills; 2007.
Kepala. Anestesia & Critical Care. Jakarta September 2010; 28 (3) : 34-55
7. Chesnut RM. Head trauma. In : Mulholand MW, Lillemoe KD, Doherty
Principles and Practice. 4th Edition. New York : Lippincott Williams &
Wilkins; 2006
18
8. The New Zealand Guidelines Group .Traumatic Brain Injury: Diagnosis,
Group. 2007
10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-
EGC; 2007
11. Letarte P. The Brain. In: Feliciano CV, Mattox KL, Moore EE Editors.
Roberts I,et al. Predicting outcome after traumatik brain injury: practical
19