Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Tekstil
Industri tekstil merupakan salah satu tulang punggung
ekspor nasional meskipun mengalami penurunan setelah krisis
moneter namun terjadi peningkatan ekspor pada awal tahun
2000 baik dalam bentuk kain maupun jadi seperti garment
(Prayudi,2000).
2.2 Proses Produksi Tekstil
Proses produksi industri tekstil dimulai dari proses
pembuatan benang (pemintalan), industri pembuatan kain
(pertenunan dan perajutan), industri penyempurnaan (finishing)
hingga industri pakaian jadi (garmen). Bahan baku industri
tekstil dapat menggunakan serat alam baik dari serat serat
tumbuhan seperti kapas, serat hewan seperti wol, sutra,
maupun dari bahan sintetik lain seperti nilon, polyester, akrilik
dan lain-lain. Di Indonesia industri tekstil sangat bervariasi baik
dalam hal skala produksi (skala kecil, menengah sampai skala
besar) dengan teknologi dari padat karya sampai padat modal,
maupun variasi proses yang meliputi proses pemintalan, proses
pertenunan/ perajutan, proses penyempurnaan sampai proses
pakaian jadi (Moertinah, 2008).
2.3 Limbah Cair
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Air
limbah adalah gabungan dari cairan dan air yang mengandung
limbah yang berasal dari perumahan, perkantoran, dan kawasan
industri(Wardana,1999).
2.4 Teknik Pengolahan Limbah Cair
Menurut LAPI ITB, 1998, Tujuan utama pengolahan limbah
cair adalah untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di
dalam air, seperti senyawa organik, padatan tersuspensi,
mikroba patogen dan senyawa organik yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses
4
pengolahan dilakukan sampai batas tertentu sehingga limbah
cair yang dikeluarkan tidak mencemari lingkungan hidup.
Pengolahan limbah cair dapat dibagi atas lima tahap
pengolahan, yaitu :
1. Pengolahan awal (pretreatment)
2. Pengolahan tahap pertama (primary treatment)
3. Pengolahan tahap kedua (secondary treatment)
4. Pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment)
5. Pengolahan lumpur (sludge treatment)

2.4.1 Pengolahan Awal dan Tahap Pertama


Pengolahan awal dan tahap pertama bertujuan untuk
meminimalkan variasi konsentrasi dan laju alir dari limbah
cair serta untuk menghilangkan zat pencemar yang tidak
terbiodegradasi atau beracun agar tidak mengganggu
proses-proses selanjutnya. Tahapan pada proses
pengolahan awal meliputi :
1. Penyaringan (screening)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan padatan
ataupun partikel-partikel berukuran besar yang dapat
mengganggu proses. Contoh alat yang digunakan untuk
penyaringan adalah bar racks, static screens, dan
vibrating screens.
2. Ekualisasi
Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi variasi
laju alir dan konsentrasi limbah cair, agar mencegah
pembebanan tiba-tiba (shock load). Bentuk alat ini
umumnya adalah kolam yang dapat dilengkapi dengan
pengaduk atau tanpa pengaduk, terkadang pula disertai
dengan aerasi untuk mencegah kondisi septik .
3. Netralisasi
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri dapat bersifat
asam maupun basa sehingga membutuhkan proses
netralisasi sebelum pengolahan lanjut. Limbah cair yang
bersifat asam dapat dinetralisasi dengan melewatkan
limbah pada unggun batu kapur, setelah ditambahkan
kapur padam Ca(OH)2, soda kaustik NaOH, atau soda abu
Na2CO3. Sedangkan untuk limbah cair basa dinetralkan
5
dengan asam mineral kuat seperti H2SO4, HCI, atau
dengan CO2 (Gunawan,2006).
4. Koagulasi dan Flokulasi
Proses koagulasi dalam pengolahan air limbah merupakan
proses destabilisasi koloid dan suspended koloid termasuk
bakteri serta virus melalui koagulan dilanjutkan dengan
proses flokulasi yang bertujuan untuk membentuk flok-flok
sebagai hasil dari destabilisasi koloid oleh koagulan pada
proses koagulasi dan memberikan kesempatan pada flok
yang sudah terbentuk menjadi besar dan menyatu dengan
flok-flok lainnya (Manurung,2009).
2.4.2 Pengolahan Tahap Kedua (secondary treatment)
Tujuannya adalah untuk menghilangkan atau
mengurangi kandungan senyawa organik atau anorganik
dalam suatu air buangan. Fungsi ini dapat dicapai dengan
bantuan aktif itas mikrorganisme gabungan (mixed culture)
yang heterotrofik. Proses biologis termasuk kedalam
pengolahan tahap kedua, macam-macam metode
pengolahan biologi diantaranya :
1. Lumpur Aktif
Sistem lumpur aktif termasuk salah satu jenis pengolahan
biologis dimana mikroarganismenya berada dalam
pertumbuhan tersuspensi. Prosesnya bersifat aerobik,
artinya memcrlukan oksigen untuk reaksi biologisnya.
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara
mengalirkan udara atau oksigen murni ke dalam reaktor
biologis, sehingga cairan reaktor (mixed liquor) dapat
melarutkan oksigen lebih besar dari 2,0 mg/liter. Jumlah ini
merupakan kebutuhan minimum yang diperlukan oleh
mikroba di dalam lumpur aktif.
2. Laguna Teraerasi (Aerated lagoons)
Laguna teraerasi biasanya berbentuk kolam dengan
kedalaman antara 2,5 hingga 5 m dan luas hingga
beberapa hektar. Penambahan oksigen ke dalam laguna
dilakukan dengan pengadukan atau difusi udara. Dalam
laguna aerobik, oksigen terlarut dan padatan tcrsuspensi
teraduk dengan baik, dari mikroorganisme yang
bekcrjapun termasuk mikroorganisme aerobik.
6
3. Saringan Percik (trickling filters)
Saringan percik merupakan sistem biologis unggun-terjejal
(packed bed) yang terdiri dari tumpukan batu atau bahan
yang terbuat dari plastik. Bahan tersebut dikenal dengan
nama media penunjang ( support medium) yaitu
penunjang pertumbuhan lapisan mikroorganisme (biofilm)
di permukaan. Mikroorganisme yang tumbuh jenis aerobik.
Cara kerja proses ini adalah ketika limbah cair melewati
tumpukan media, zat organik mengalami dekomposisi oleh
mikroorganisme yang hidup dalam biofilm dengan bantuan
oksigen yang terdifusi melalui lapisan tersebut.
4. Kontaktor Biologis Putar (Rotary Biological Contactors)
Kontaktor Biologis Putar atau dikenal dengan nama RBC
terdiri dari sejumlah piringan (discs) yang dipasang pada
poros yang ber putar, seperti disajikan pada gambar 2.7.
Sekitar 40% dari volumenya terendam dalam tangki yang
berisi limbah cair. Piringan adalah tempat bertumbuhnya
lapisan mikroorganisme (biofilm) dengan ketebalan
lapisan antara 1 hingga 4 mm (Gunawan,2006).
2.4.3 Pengolahan Tahap Ketiga (tertiary treatment)
Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan-
pengolahan sebelumnya, pengolahan jenis ini baru akan
dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua
masih banyak terdapat zat tertentu yang masih berbahaya
bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan
pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat
erbanyak dalam air limbah yang khusus pula. Umumnya
pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan nutrisi/ unsur
khusunya nitrat dan fosfat. Disamping itu juga pada tahapan
ini dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme pathogen
dengan penambahan Chlor pada air limbah. Contoh metode
pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode
saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter,
microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif,
pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik
(Mulia,2005).

7
2.4.5 Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Menurut Irmanputhra, 2015 prinsip dari teknologi
pengolahan lumpur (sludge treatment) adalah mengurangi
kadar air dan volume lumpur yang terdapat dalam limbah.
Teknologi pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan :
1. Pengentalan (thickening)
Tujuan dari metode thickening adalah untuk mengurangi
volume lumpur dengan membuang supernatannya (cairan
di dalam lumpur yang akan terpisah dari fase padatanya).
Proses pengolaha lumpur dengan metode thickening
dibagi lagi menjadi tiga proses yaitu gravity, flotation,
centrifuge.
2. Stabilisasi Lumpur dengan Sludge Digester
Tujuan dari stabilisasi lumpur adalah untuk mengurangi
bakteri patogen, mengurangi bau serta mengendalikan
pembusukan zat organik. Stabilisasi dapat dilakukan
dengan proses kimia, fisika dan biologi.
3. Pengeringan Lumpur
Tujuan dari pengeringan lumpur adalah untuk mengurangi
kadar kelembaban lumpur serta untuk memudahkan
pembuangan terutama dalam hal transportasi. Proses
pengeringan dapat dilakukan secara alami ataupun
dengan peralatan mekanik. Proses pengeringan secara
alami adalah dengan menggunakan sludge drying bed
(SDB). Pengeringan dengan peralatan mekanik dilakukan
dengan vacum filter, belt press dan filter press.
4. Disposal Lumpur
Lumpur kering (sludge cake) dari hasil pengolahan lumpur
air limbah domestik setelah melalui proses digesting
sebenarnya sudah merupakan humus sehingga dapat
digunakan untuk conditioning tanah tandus, dan dapat
juga digunakan sebagi landfill (tanah uruk).

2.5 Parameter Analisis Limbah Cair


2.5.1 Suhu
Suhu air limbah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
suhu air ledeng, ini dikarenakan adanya kegiatan rumah
tangga, fasilitas umum, buangan industri dan lain-lain yang
8
menumpahkan air limbah panas. Peningkatan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi selain itu juga menyebabkan
penurunan kelarutan gas dalam air, misal O 2, CO2, N2, CH4,
dan sebagainya (Fitria,2011).
2.5.2 BOD
BOD(Biochemical oxygen demand) adalah jumlah
oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk
mengoksidasi zat-zat anorganik pada kondisi standard.
Penentuan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri
(Gunawan,2006).
2.5.3. COD
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misal: Kalium Dikromat)
untuk menguraikan bahan organic. Uji COD sebagai alternatif
uji penguraian beberapa komponen yang stabil terhadap
reaksi biologi atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh
mikroorganisme.(Fardiaz, 1992).
2.5.4 TSS
TSS adalah bahan bahan tersuspensi dengan diameter >
1 m yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter
pori 0,45 m. Baku mutu limbah cair industri atau usaha untuk
parameter TSS adalah maksimum 100 mg/l (Effendi, 2003).
2.5.5 Derajat Keasaman (Ph)
pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat
keasaman atau kebasaan dari suatu larutan yang dinyatakan
dengan konsentrasi ion hidrogen terlarut. Baku mutu pH
berkisar pada rentang yang cukup besar di sekitar pH netral,
yaitu antara 6.0 -9.0 (Gunawan,2006).
2.5.6 Warna
Warna disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat-zat
tersuspensi yang terkandung dalam air. Warna menimbulkan
pandangan yang buruk pada air limbah meskipun warna tidak
menimbulkan sifat racun. Limbah berwarna ditemukan pada
limbah tekstil, limbah industri cat, limbah pembuatan alkohol
dan limbah pengolahan tepung tapioka (Ginting, 2007).

9
2.6 Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Baku Mutu Limbah Cair industri adalah batas maksimum
limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Baku
Mutu Limbah Cair industri tekstil di Indonesia mengacu pada
Kep.Men.51/Men,LH/1Q/1995, sesudah tahun 2000, acuannya
adalah lampiran B Men.Kep.Men tersebut. Berdasarkan acuan
tersebut masingmasing daerah membuat BMLC dengan
ketentuan boleh lebih ketat namun tidak boleh lebih longgar.
Tabel 2.1 : BMLC Industri Tekstil Kep.Men 51/Men/LH/10/1995

BEBAN
KADAR
PENCEMARAN
PARAMETER MAKSIMUM
MAKSIMUM
(mg/L)
(kg/ton)

BOD5 85 12,75

COD 250 37,5

TSS 60 9,0

Fenol Total 1,0 0,15

Krom Total(Cr) 2,0 0,30

Minyak dan Lemak 5,0 0,75

pH 6,0 - 9,0

Debit Limbah Maksimum 150 m3 per ton produk tekstil

Catatan :
1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas
dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.
2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada
tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk
tekstil.

10

Anda mungkin juga menyukai