Anda di halaman 1dari 2

Fauzan

1400310073

Resensi film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck


Sutradara : Sunil Soraya
Produser : Sunil Soraya dan Ram Soraya
Berdasarkan : Novel Tenggelemnya Kapal Van der Wijck Karya Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (Buya Hamka)
Genre : Drama
Pemeran : - Pevita Pearce sebagai Hayati
- Herjunot Ali sebagai Zainuddin
- Reza Rahadian sebagai Aziz
- Randy Danistha sebagai Muluk
- Gesya Shandy sebagai Khadijah
- Musra Dahrizal sebagai Datuk Penghulu Adat (Paman Hayati)
- Nany Syamsu sebagai Mak Tangah Limah (Bibi Hayati)
- M.Rafli Hamidi sebagai Ahmad (Adik Hayati)
- Nina Nadjamuddin sebagai Ma Base (Nenek Zainuddin)
- Arzeti Bilbina sebagai Mande Ana (Ibu Muluk)
- Fenny Bauty sebagai Bundo Khadijah (Ibu Khadijah)
- Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah
- Kevin Andrean sebagai Sofyan (Tunangan Khadijah)
- Laras Chims sebagai Sahabat Hayati
Tanggal rilis : 19 Desember 2013
Durasi : 165 Menit
Perusahaan Produksi : Soraya Intercine Films

Sinopsis
Berlatar tahun 1930-an, dari tanah kelahirannya Makassar, Zainuddin (Herjunot Ali)
berlayar menuju kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Di sana, ia bertemu
dengan Hayati (Pevita Pearce), seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga di persukuannya.
Kedua muda-mudi itu jatuh cinta. Namun, adat dan istiadat yang kuat meruntuhkan cinta mereka
berdua. Zainuddin hanya seorang melarat yang tak bersuku; karena ibunya berdarah Bugis dan
ayah berdarah Minang, statusnya dalam masyarakat Minang yang bernasabkan garis keturunan
ibu tidak diakui. Oleh sebab itu, ia dianggap tidak memiliki pertalian darah lagi dengan
keluarganya di Minangkabau. Sedangkan Hayati adalah perempuan Minang santun keturunan
bangsawan.
Pada akhirnya, lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah
dengan Aziz (Reza Rahadian), laki-laki kaya terpandang yang lebih disukai keluarga Hayati
daripada Zainuddin. Kecewa, Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah
Minang dan merantau ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin
bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal
dengan karya-karya masyhur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara.
Tetapi sebuah peristiwa tak diduga kembali menghampiri Zainuddin. Di tengah gelimang
harta dan kemasyhurannya, dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu
Hayati, kali ini bersama Aziz, suaminya. Pada akhirnya, kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui
ujian terberatnya; Hayati pulang ke kampung halamannya dengan menaiki kapal Van der Wijck.
Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam. Sebelum kapal tenggelam,
Zainuddin mengetahui bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya.

Kelebihan
Film ini dikabarkan menjadi film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine
Film, hal ini dikarenakan harus membuat suasana cerita film seperti pada tahun 1930-an sesuai
dengan era novel. Tingginya biaya produksi juga disebabkan banyaknya riset-riset yang dilakukan
untuk mendapatkan lokasi dan gambar secara maksimal, hal ini dapat kita saksikan pada setiap
scene dalam film. Adanya pengambilan gambar yang apik tersebut juga menimbulkan kesan
kenyamanan dan kesejukan pada penonton.
Selain pada pengambilan gambar yang berlatar tanah Minang ini juga memiliki cerita yang
kompleksitas namun tidak sederhana. Hukum adat daerah Minang yang kental, kemiskinan,
harapan dan cita-cita menjadi subtansi yang reflektif bagi kehidupan pada zamannya. Dimana
adat masih dipegang teguh dan menjadi fakta sosial yang mempengaruhi kehidupan dalam
bermasyarakat. Terakhir, saya juga mengapresiasi terhadap pemilihan setiap kata-kata yang
diucapkan oleh para pemain bagaikan syair dengan segala keindahannya.

Kekurangan
Sebagus apapun sebuah karya pasti tetap memiliki kekurangan. Poin pertama adalah,
mulai berkurangnya logat minang yang diucapkan menjelang akhir film ketimbang diawal.
Menurut saya, hal ini mungkin juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang ada pada cerita.
Dimana pada menjelang akhir film mulai bersentuhan dengan lingkungan pada kota-kota besar.
Poin kedua adalah, kurangnya penjelesan dari penyebab tenggelamnya kapal Van der
Wijck itu sendiri yang tidak sesuai dengan judul filmnya. Selain itu masih buruknya efek visual
pada saat adegan tenggelamnya kapal, sehingga terkesan tidak nyata.

Anda mungkin juga menyukai