Anda di halaman 1dari 16

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG PEREMPUAN 7 TAHUN


DENGAN APPENDICITIS AKUT

Oleh :
Muhammad Natsir G99161064

Pembimbing:

dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. JAPA
Umur : 7 tahun
Tanggal lahir : 4 April 2009
Alamat : Pucangsawit
Tanggal masuk : 11 Maret 2017
Tanggap periksa : 14 Maret 2017
No. RM : 01182xxx

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan muntah sejak 7 jam
SMRS. Muntah sudah lebih dari 8 kali, muntah setiap makan dan
minum. Muntah berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi
sebanyak 1/4 - 1/2 gelas belimbing. Muntah disertai nyeri perut dibagian
ulu hati. Nyeri bertambah jika makan. Demam disangkal. BAB pasien
normal, BAK pasien normal.
Dua hari SMRS pasien demam. Demam tiba-tiba tinggi dan terus
menerus. Berobat ke puskesmas, diberikan obat untuk penurun panas.
Tidak batuk dan tidak pusing.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat mondok : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

2
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit bawaan : disangkal
Riwayat penyakit maag : (+), ibu.

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien datang dengan jaminan BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, compos mentis
2. Vital Sign
Tekanan darah : 110/70 Respiration Rate : 24x/ menit
Heart Rate : 84x/ menit Temperature : 36,7 C
3. Kulit : Kulit ikterik (-), kering (-), hiperpigmentasi (-)
4. Kepala : mesocephal
5. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
6. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)
7. Hidung : bentuk simetris, nafas cuping hidung (-), sekret
(-), darah (-)
8. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), jejas (-)
9. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
10. Thoraks : bentuk normochest, retraksi (-)
11. Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : ictus cordis kuat angkat
c. Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal reguler, bising
(-)

12. Pulmo
a. Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
b. Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri

3
c. Perkusi : sonor/ sonor
d. Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
13. Abdomen
a. Inspeksi : dinding perut = dinding dada, bekas luka operasi
kanan bawah
b. Auskultasi : bising usus (+) 9x/menit
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : nyeri bekas operasi (-), supel
14. Ekstremitas : Capillary refill time kurang dari 2 detik, arteri
dorsalis pedis (+) teraba kuat

Akral dingin Oedema


- - - -
- - - -

D. ASSESSMENT I
Susp Appendicitis akut

E. PLANNING I
Cek laboratorium
USG Abdomen

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah (11/03/2017)

4
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10.5 g/dL 11.5 15.5
Hematokrit 32 % 35 - 45
Leukosit 11.7 ribu/l 4.5 14.5
Trombosit 188 ribu/l 150 450
Eritrosit 4.20 juta/l 4.00 - 5.20
Index Eritrosit
MCV 76.9 /um 80.0 - 96.0
MCH 25.0 pg 28.0 - 33.0
MCHC 32.6 g/dl 33.0 - 36.0
RDW 12.7 % 11.6 - 14.6
MPV 7.2 fl 7.2 - 11.1
PDW 15 % 25 - 65
Hitung Jenis
Neutrofil 81.60 % 29.00 - 72.00
Limfosit 11.10 % 30.00 - 48.00
Mono, Eos, Blas 7.30 % 0.00 - 10.00
Kimia Klinik
GDS 108 mg/dl 60 - 100
Elektrolit
Natrium darah 136 mmol/L 132 - 145
Kalium darah 3.5 mmol/L 3.1 - 5.1
Kalsium ion 1.13 mmol/L 1.17 - 1.29
HBsAg NR NR

5
1. USG Abdomen (11/03/2017)

Kesimpulan:
Nyeri tekan probe di mc burney (+), tak tampak gambaran appendix yang edematous,
kemungkinan appendicitis kronis yang retrocecal belum dapat disingkirkan.

G. ASSESMENT II
Appendicitis akut

H. PLANNING II
Pro appendectomy
I. Laporan Operasi
1. Pasien posisi supine dalam regional anestesi. Toilet medan operasi
2. Tutup medan operasi dengan doek steril berlubang
3. Insisi midline perdalam lapis demi lapis
4. Buka peritoneum, tampak appendix oedem dengan mikroperforasi diameter 1 cm,
panjang 10 cm.
5. Angkat appendix, jahit hingga colon menutup
6. Jahit luka lapis demi lapis
7. Operasi selesai.

J. Instruksi Post Operasi


1. Oksigen 3 liter
2. Awasi KUVS
3. Puasa sampai peristaltic usus (+)
4. Posisi head up

K. Planning
1. Diet nasi lauk 1800 kkal/hari
2. Infus D5% NS 5 ml/jam
3. Injeksi Ceftriaxon 250 mg/8 jam
4. Paracetamol 250 mg PO
5. Monitoring KUVS, BCD/8 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan
melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan
dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal
tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan
berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%)
dan preleal (1%). Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang
merupakan cabang dari arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe
ileocaeca.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika


terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh
beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang
apendiks, diantaranya :
Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya
1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.

C. Patofisiologi Apendisitis Akut


Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum
akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di
kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua
lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
D. Penegakan
Diagnosa
Apendisitis
Akut
Gambaran
klinis pada
apendisitis
akut yaitu :

Tanda awal
nyeri di
epigastrium
atau regio
umbilicus
disertai mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -
38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.
Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
(Rovsings Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumbergs Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.

Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Alvarado Score
Characteristic Scor
e
M = Migration of pain to the 1
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin
untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya
peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi- komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan
ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).

E. Penatalaksanaan Apendisitis Akut


Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan pasien
yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo . Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.2008

2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004

3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical


Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002

4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill


companies.2005

5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai