Anda di halaman 1dari 12

Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

LI 1. MM Hipertensi dalam kehamilan


LO 1.1. Klasifikasi
1.1.1. Definisi
Menurut Prawirohardjo (2008), gangguan hipertensi pada kehamilan diantaranya adalah:
a. Hipertensi kronik
adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b. Preeklamsi
adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
c. Eklamsi
adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi
adalah hipertensi kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional (transient hypertensi)
adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalin, kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.
(http://digilib.unimus.ac.id/)

Gambar 1. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan


(http://repository.usu.ac.id/)

1.1.2. Etiologi
a. Hipertensi kronik

b. Preeklamsi
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan terjadinya preeklamsia:
Primigravida, terjadi pada sekitar 65% kasus
Kehamilan majemuk memiliki insidensi kejadian sekitar 30%
Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua.

1
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

Dengan penyakit penyerta : diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit ginjal


Mola hidatidosa
Hidrops fetalis
Makrosomia
Riwayat menderita preeklamsia/eklamsia dalam keluarga. Insidensi meningkat 37% pada saudara perempuan dan 26%
pada anak perempuan.
Obesitas
Malnutrisi dan sosioekonomi rendah
(http://repository.usu.ac.id/)

c. Eklamsi

d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi

e. Hipertensi gestasional

LI 2. MM Preeklamsia
LO 2.1. Definisi
Pre-eklampsia (PE) ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria, yang umumnya terjadi pada usia kehamilan
lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala hipertensi biasanya muncul lebih dulu dari pada tanda lain.
Hipertensi kronis ialah hipertensi yang menetap oleh sebab apapun yang ditemukan pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan. Semua hipertensi kronis dengan
penyebab apapun pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia superimposed. Preeklampsia
superimposed ialah timbulnya preeklampsia padawanita yang menderita hipertensi kronis.
Preeklampsia berat bila satu atau lebih tanda / gejala di bawah iniditemukan:
1. Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih atau sama dengan 110 mmHg.
2. Proteinuria 2 gram / 24 jam atau > +2 pada pemeriksaan dipstik.
3. Oliguria atau produksi urin dibawah 500 ml / 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin plasma.
4. Nyeri kepala frontal atau gangguan penglihatan / visus.
5. Nyeri epigastrium.
6. Edema paru atau sianosis.
7. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR).
8. HELLP syndrome (H= Hemolysis; EL = Elevated Liver enzymes; LP = Low Platelet counts).

Impending eklampsia atau disebut juga imminen eklampsia yaitu keadaan preeklampsia berat disertai gejala-
gejala : nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah muntah, nyeri epigastrium, kenaikan prograsif tekanan darah
(sistolik > 200 mmHg). Eklampsia ialah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.

LO 2.2. Epidemiologi

LO 2.3. Etiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun banyak teori yang telah
dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar-
benar mutlak.
Beberapa faktor resiko ibu terjadinya preeklamsi:
1) Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama
perkawinan 4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)
2) Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada
usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang
berusia 35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga
lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).
3) Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20
minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Diagnosis preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan
tekanan darah

2
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

yang disertai dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham, 2006)


4) Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit
preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan
ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden
preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)
5) Hiperplasentosis /kelainan trofoblast
Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas
yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis
tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa
(Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006).
6) Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip
janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula,
sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi
penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya
vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham,
2008).
7) Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa
merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat
badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh
kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya 35 kg/m2
(Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)
(http://digilib.unimus.ac.id/)

LO 2.4. Patofisiologi
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara pasti. Teori timbulnya
preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida,
bertambahnya frekuensi dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin,
sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa penyakit ini disebut the disease of theories.
Saat ini hipotesis utama yang dapat diterima dalam menjelaskan
terjadinya preeklamsia adalah iskemia pada plasenta, preeklamsia sebagai manifestasi reaksi keracunan, maladaptasi
imunologi, gangguan genetik. Inadekuatnya invasi trofoblas terhadap miometrium menyebabkan gangguan pada proses
vasodilatasi fisiologis dari arteri spiralis maternal. Sindrom preeklampsia maternal juga berhubungan dengan faktor
tambahan invasi trofoblas yang inadekuat juga disertai dengan gangguan pertumbuhan janin tanpa penyakit maternal.
Diketahui secara jelas bahwa gangguan aliran darah intervillus menyebabkan perfusi yang inadekuat dan
iskemia pada trimester kedua kehamilan. Hal ini yang mungkin menyebabkan diproduksinya oksigen reaktif. Akibat
antioksidan endogen normal tidak dapat mengkompensasi keadaan tersebut, akan muncul kondisi stres oksidatif. Hal
Inilah yang mungkin mendasari gejala klinis pada sindrom preeklampsia. Stres oksidatif atau zat vasoaktif yang
dikeluarkan dari plasenta, menyebabkan terjadinya aktivasi dari sel endotel vaskular. Pembuluh darah endotel dikenal
memasok semua sistem organ. Terjadi gangguan pada profil lipid, seperti kadar trigliserida dan asam lemak bebas yang
meningkat sekitar dua kali lipat. Adanya peningkatan peroksidasi lipid baik secara sistemik maupun dalam plasenta
menunjukkan bahwa stres oksidatif mendasari kerusakan pada sel endotel. Sel endotel preeklampsia menghasilkan lebih
sedikit prostasiklin, vasodilator yang kuat pada sel endotel normal dan menghambat agrregasi platelet. Endotel yang
cedera akan merangsang agregasi platelet, dan melepas tromboksan A2 (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat dan
menstimulasi agregasi platelet. Penurunan produksi prostasiklin oleh sel endotel yang disfungsional dan meningkat
pelepasan TXA2 oleh trombosit yang diaktifkan dan trofoblas bertanggung jawab terhadap terbaliknya rasio normal
prostasiklin dan TXA2 pada preeklampsia. Dominasi TXA2 dapat berkontribusi pada vasokonstriksi dan merupakan
gambaran utama dari hipertensi. Berkurangnya jumlah prostasiklin memungkinkan sensitivitas vaskular yang lebih besar
terhadap angiotensin II, sehingga menyebabkan vasospasme dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.
Warisan genetik pada kehamilan dengan hipertensi dapat didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan
dengan penetrasi yang tidak lengkap (tergantung pada genotipe janin). Preeklamsia selama kehamilan dari ibu merupakan
faktor risiko terjadinya preeclampsia selama kehamilan anak
perempuan dari ibu tersebut.

3
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

Perubahan pada sistem organ


Sistem kardiovaskular
Peningkatan afterload jantung dikarenakan hipertensi
Cardiac output tetap normal, dan terjadi peningkatan resistensi total
vaskuler perifer pada hipertensi.
Sistem koagulasi
Akibat mikropartikel yang berasal dari plasenta yang masuk ke dalam sirkulsi darah ibu akan merangsang
aktifasi dan disfungsi endotel vaskular.
Karena kerusakan endotel, endotel akan menghasilkan nitrit oksida yang menyebabkan peningkatan konsumsi
prokoagulan ringan dan peningkatan produk degradasi fibrin.
Koagulasi intravaskuler difusa mungkin timbul dari kerusakan vaskuler berkelanjutan selama vasospasme.
Fungsi renal
a. Perubahan glomerulus
- Laju filtrasi glomerulus (GFR) dan perfusi biasanya menurun pada preeklamsia. Aliran plasma ginjal yang berkurang
dan glomerulo endotheliosis, yang menyumbat lumen kapiler, menyebabkan GFR yang rendah.
- Terjadi kebocoran protein ke dalam urin. Glomerulus, yang biasanya tidak dapat ditembus (tidak permiabel) oleh
protein yang besar, menjadi lebih permeabel. Kerusakan glomerulus merupakan akibat dari vasospasme dan kerusakan
endotel. Kebocoran ini melebihi kemampuan tubulus untuk menyerap protein.

Gambar. Endoteliosis kapiler glomerulus

b. Perubahan tubuler
- Secara normal asam urat biasanya difiltrasi di glomerulus, disekresikan, dan sebagian besar diabsorbsi kembali oleh
tubulus proksimal.
- Penurunan klearans asam urat diamati sebelum gangguan GFR, menunjukkan etiologi pada tuba di mana mekanisme
masih belum diketahui.
- Peningkatan produksi oleh jaringan hipoksia memberikan kontribusi terhadap peningkatan asam urat serum.
- Peningkatan produksi oleh jaringan hipoksia yang menyebabkan peningkatan serum asam urat.
c. Sistem renin-angiotensin-aldosteron
Kadar komponen lain yang meningkat
- Plasma renin activity and plasma renin concentration
- Angiotensinogen
- Angiotensin II
- Aldosterone
Teori yang menjelaskan bahwa sistem renin-angiotensin yang mendasari perubahan patofisiologi preeklamsia
disebabkan oleh tiga faktor :
Efek vasokonstriktor angiotensin II
Stimulasi aldosterone oleh angiotensin II dan retensi sodium
Dijumpai angiotensin II dalam dosis besar dapat menyebabkan proteinuria

4
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

Ada kemungkinan bahwa, meskipun penurunan volume intravaskular, vasokonstriksi preeklampsia, yang menekan
pelepasan renin.
Hepar
_ Perubahan jaringan hepar yang sering dijumpai adalah perdarahan periportal pada bagian perifer. Pada penelitian
autopsi yang dilakukan pada wanita yang meninggal karena eklamsia, dijumpai perdarahan hepar yang disertai infark
jaringan.
_ Muncul gejala klinis berupa rasa tidak nyaman atau nyeri pada epigastrium kanan biasanya dijumpai pada keadaan
yang berat. Peningkatan kadar fungsi hati dapat menjadi indikasi telah terjadi gangguan pada hepar.

Otak
_ Terjadinya edema otak pada preeklamsia lebih karena disebabkan peningkatan permeabilitas sawar darah otak oleh
karena peningkatan tekanan hidrostatik yang abnormal.
Nyeri kepala dan gangguan visual merupakan gejala yang umum berhubungan dengan preeklamsia berat dan kejang
berhubungan dengan preeklamsia.
_ Dapat terjadi perdarahan pada jaringan otak baik sedikit maupun banyak. Perdarahan intraserebral dijumpai pada 60%
kasus eklamsia, setengahnya berakibat fatal. (Melrose, 1984; Richards dkk, 1988; Sheehan and Lynch, 1973).

Gambar Hubungan inadekuasi trofoblas terhadap gangguan organ


(http://repository.usu.ac.id/)

LO 2.5. Manifestasi klinis


Perubahan volume plasma pada preeklamsia
Volume plasma maternal meningkat secara progressif selama kehamilan trimester kedua dan ketiga. Terjadi
peningkatan sebesar 30 50% pada cairan ekstraseluler, plasma, dan volume darah (berhubungan dengan 30 50 terjadi
peningkatan output jantung, GFR, dan aliran pembuluh darah ginjal. Sedangkan, yang terjadi pada kehamilan dengan
preeklamsia adalah sebaliknya, volume plasma mengalami penurunan, dan umumnya keadaan ini menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, walaupun beberapa faktor lain juga memiliki kemungkinan yang sama dalam
menyebabkan hipovolemik maternal. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan penurunan volume plasma secara
langsung, namun pada preeklamsia, faktor yang lebih penting adalah kadar albumin yang lebih rendah, yang merupakan

5
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

karakteristik dari preeklamsia. Penurunan kadar albumin dalam plasma dianggap sebagai faktor yang menyebabkan
gangguan permeabilitas, dimana tekanan onkotik akan berkurang dan cairan intravaskuler akan keluar ke jaringan
ekstravaskuler. Hal tersebut menjelaskan terjadinya edema pada preeklamsia berat dan diketahui sebagai proses yang
semakin menurunkan volume plasma intravaskuler.
Relaksasi otot polos yang menyeluruh disebabkan karena meningkatkan
produksi vasodepressor endotel merupakan gambaran normal kehamilan. Meningkatnya kapasitas dari pembuluh darah
memicu pembesaran volume plasma, akan meningkat CO dan kemudian kadar hematokrit menurun. Pada hipoperfusi
preeklamsia, insufisiensi ekskresi dan disertai peningkatan produksi vasokonstriktor dari volume plasma dan
kemungkinan penurunan CO sementara resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah meningkat. Pasokan darah
plasenta/janin tampaknya berhubungan dengan volume darah.
Volume plasma dapat diukur dengan teknik pengenceran dye, namun pemeriksaan ini invasif dan tidak
digunakan secara rutin pada praktek sehari hari. Hemokonsentrasi, mungkin mudah dinilai dengan mengukur sel. Hal
ini mencerminkan deplesi volume plasma membuktikan bahwa massa total sel darah merah tidak berkurang oleh
hilangnya darah atau anemia.

Hubungan viskositas, hematokrit, dan hemoglobin pada preeklamsia


Secara teori peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan peningkatan hematokrit, dimana terjadi keadaan
hemokonsentrasi karena terjadi peningkatan filtrasi plasma transkapiler. Penurunan volume plasma yang menginduksi
peningkatan konsentrasi hemoglobin dapat menurunkan sirkulasi plasenta yang memainkan peran patogenik dalam
terjadinya preeklamsia. tidak ada data penelitian yang mendukung pernyataan bahwa peningkatan tekanan darah akan
selalu diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit. Jika peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya penyebab
peningkatan hematokrit pada penderita hipertensi, seharusnya kadar hematokrit akan menurun setelah pemberian obat
anti-hipertensi. Kurangnya penelitian dalam skala besar semacam mengenai penanganan hipertensi secara individu
menunjukkan bahwa efek peningkatan hematokrit merupakan efek lanjutan dari peningkatan tekanan darah. Usia,
kelebihan berat badan, dan kebiasaan merokok berkorelasi positif antara hematokrit dan tekanan darah.
Kemungkinan bahwa hematokrit memiliki peran langsung dalam regulasi tekanan darah didukung oleh
penelitian eksperimen dan pengamatan klinis. Pada pasien dengan berbagai bentuk anemia, terjadi peningkatan resistensi
perifer dan tekanan arteri yang signifikan dan pada waktu pengamatan bahwa hipertensi dapat terjadi saat hematokrit
yang rendah kemudian meningkat saat dilakukan transfusi darah (packed red cells) atau pemberian eritropoietin. Selain
itu, polisitemia rubra vera sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi, dan dapat dikontrol oleh pengurangan
hematokrit. Pada penelitian yang dilakukan pada model tikus dengan hipertensi, pengurangan hematokrit normovolemik
sebanyak 10 unit melalui transfusi darah menyebabkan pengurangan tekanan darah 20-30 mmHg. Pada hasil penelitian
yang lain peningkatan kadar hematokrit 10 unit (misalnya dari 35% sampai 45%) berhubungan dengan peningkatan
tekanan arteri 4 6 mmHg dan dua kali lipat kemungkinan terjadinya hipertensi. Mello dkk. menilai pola biokimia dalam
diagnosis dini pre-eklampsia. Mereka menunjukkan bahwa sensitivitas tes hematokrit dalam diagnosis dini pre-eklampsia
adalah 63% dan spesifisitas 90%. Nilai prediksi positif adalah 36% dan nilai prediksi negatif tes adalah 92%.
Mekanisme yang cukup beralasan untuk memahami mekanisme yang mendasari hubungan antara hematokrit
dan tekanan darah adalah berhubungan dengan hematokrit dan viskositas darah. Oleh karena itu, semakin besar
viskositas darah yang disebabkan oleh peningkatan kadar hematokrit dan peningkatan` Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa
perubahan besar dalam tingkat hematokrit tidak hanya mempengaruhi viskositas darah, dan resistensi karena intrinsik
aliran darah, tetapi juga resistensi vaskuler pembuluh kecil pada organ. Diketahui peningkatan viskositas yang
berkelanjutan dapat menurunkan perfusi dan meningkatkan tekanan darah. Peningkatan viskositas darah itu sendiri
memiliki dua efek dalam sistem kardiovaskular: bertindak untuk meningkatkan tegangan gesekan pada endotel dan
meningkatkan pengeluaran NO, sehingga menyebabkan vasodilatasi serta peningkatan komponen resistensi viskositas
pembuluh darah. Dengan demikian peningkatan kekentalan darah dapat menyebabkan vasodilatasi, yang memiliki efek
non-linear yang cukup besar dalam menurunkan resistensi pembuluh darah perifer yang menetralkan peningkatan karena
viskositas.
Hilmann dkk, Yang menilai hubungan antara hemoglobin dan hematocrit pada kehamilan. Hasil dari studi
kohort menunjukkan bahwa kadar hemoglobin dan hematokrit yang tinggi pada trimester ke-2 memiliki hubungan
dengan terjadinya pre-eklampsia dalam minggu-minggu berikut. Mereka mempelajari hubungan antara hemoglobin dan
hematokrit dengan tekanan darah tinggi pada kehamilan, termasuk hipertensi transien, pre-eklampsia, eklampsia dan
preeklampsia yang terjadi pada hipertensi kronis.
Penelitian Sibai mengenai hematokrit menyimpulkan bahwa hematocrit merupakan faktor prediktor yang lemah
untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Sensitivitas dari hematokrit dalam diagnosis dini pre-eklampsia dalam
penelitian mereka adalah 20%, spesifisitas adalah 42%, nilai prediksi positif adalah 6% dan nilai prediksi negatif 50%.
Sebaliknya, Sherbiny dkk. Melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar hemoglobin dan hematocrit
antara wanita hamil dengan pre-eklampsia. Sarrel dkk menduga bahwa peningkatan konsentrasi hemoglobin bebas
merupakan penyebab vasokonstriksi pada preeklamsia. Gus Dekker dkk berpendapat bahwa pemeriksaan hemoglobin
dan hematokrit digunakan untuk mengamati kehamilan terhadap faktor risiko insufisiensi uteroplasenta.
(http://repository.usu.ac.id/)

6
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

LO 2.6. Diagnosis
a. Riwayat penyakit:
dilakukan anamnesis pada pasien / keluarga pasien :
Adanya gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas di muka, dyspnoe, nyeri dada, mual muntah, kejang
Penyakit terdahulu : riwayat hipertensi dalam kehamilan, riwayat hipertensi sebelum hamil, penyakit ginjal
Riwayat penyakit dalam keluarga : riwayat hipertensi
Riwayat gaya hidup : kehidupan sosial, alkohol dan merokok

b. Pemeriksaan fisik :
_ Kardiovaskuler : tekanan darah, suara jantung, dan denyut nadi
_ Paru : auskultasi paru untuk mengevaluasi edema paru
_ Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar
_ Refleks : adanya klonus
_ Funduskopi : untuk melihat adanya retinopati

c. Pemeriksaan Laboratorium:
_ Dijumpai proteinuria . 2 gr/dl dalam 24 jam atau skor dipstick +2
_ Oligouria (<500 ml/24 jam)
_ Peningkatan hematokrit disebabkan oleh keadaan hipovolemia.
_ Level asam urat lebih besar dari 5 gr/dl
_ Level kreatinin dalam darah meningkat
_ Level enzim hati yang meningkat
_ Platelets menurun kurang dari 100.000 mm
_ Pemanjangan HST
_ Penurunan fibrinogen dan produk degenerasi fibrin
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 2.7. Diagnosis banding

LO 2.8. Tatalaksana
Tujuan penanganan preeklamsia adalah :
1. Untuk melindungi ibu dari efek meningkatnya tekanan darah dan mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
dengan segala komplikasinya.
2. Untuk mengatasi atau menurunkan resiko preeklamsia terhadap janin termasuk terjadinya solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat dan kematian janin intrauterine.
3. Untuk melahirkan janin dengan cara yang paling aman bila diketahui resiko janin atau ibu akan lebih berat bila
kehamilan dilanjutkan.

Terapi Preeklampsi berat


Dasar pengelolaan preeklampsi berat pada ibu dengan penyulit apapun dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut:
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulit yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan terhadap
penyulit
b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung pada umur kehamilannya dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia selama perawatan, yaitu;
1. Ekspektatif / konservatif: bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu artinya kehamilan dipertahankan
selama mungkin sambal memberikan terapi medikamentosa
2. Aktif

Pemberian terapi medikamentosa:


a. Segera masuk ke rumah sakit
b. Tirah baring miring kekiri secara intermitten
c. Infus ringer laktat
d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
e. Pemberian MgSO4 dibagi:
- Loading dose (dosis awal ) : 4 gr MgSO4 40% IV secara perlahan
- Maintenance dose (dosis lanjutan) : 1gr MgSO4 40%/jam dalam 500 ml RL
f. Anti hipertensi

7
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

Diberikan : bila tensi 180/110 atau MAP 126 Jenis obat nifedipin: 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit maksimal
120 mg dalam 24 jam, nifedipin tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sublingual) karena absorbsi terbaik
adalah melalui saluran cerna, desakan darah diturunkan secara perlahan penurunan awal 25 % dari desakan sistol,
desakan darah diturunkan mencapai < 160/105, MAP < 125. Beberapa jenis obat anti-hipertensi termasuk : methyl-
dopa/clonidine, labetalol, metoprolol dan hidralazine.
g. Diuretikum tidak dibenarkan untuk diberikan secara rutin karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum hanya diberikan atas indikasi:


1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka

Sikap terhadap Kehamilannya :


Perawatan konservatif / ekspektatif
a. Tujuan
1. Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat
dilahirkan
2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu
b. Indikasi: Kehamilan < 37 minggu tanpa dijumpai tanda-tanda gejala impending eklampsi
c. Terapi medikamentosa:
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsi ringan, maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang
d. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam
e. Perawatan dirumah sakit:
1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
Nyeri kepala
Penglihatan kabur
Nyeri perut kuadran kanan atas
Nyeri epigastrium
Kenaikan berat badan dengan cepat
2) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti setiap harinya
3) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi setiap 2 hari
4) Pengukuran desakan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan standard yang telah ditentukan
5) Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya pemeriksaaan:
Ukuran biometrik janin
Volume air ketuban
6) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan apabila 3 hari bebas gejalagejala preeklampsi
berat

Perawatan Aktif
Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi :
a. Ibu :
- Kehamilan > 37 minggu
- Impending Eklampsia
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
o Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD
o Atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan gejala-gejala.
b. Janin :
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda IUFGR
c. Laboratorium :
- Adanya HELLP Syndrome

Cara persalinan:
Sedapat mungkin persalianan diarahkan ke pervaginam:
1) Penderita belum inpartu;
- Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop lebih dari 8

8
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

- Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol, induksi persalinan harus mencapai kala II dalam
waktu 24 jam, bila tidak induksi persalinan dianggap gagal, harus segera disusul dengan pembedahan secara
cesar.

Indikasi dilakukan pembedahan caesar:


- Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam
- Induksi persalinaan gagal
- Terjadi maternal distress
- Terjadi fetal distress
- Bila umur kehamilan < 33 minggu

2) Bila penderita sudah inpartu


- Perjalanan persalinan diikuti
- Memperpendek kala II
- Pembedahan caesar dilakukan apabila didapati maternal distress dan fetal distress
- Primigravida direkomendsikan pembedahan Caesar

Anastesia: regional anastesi dan epidural anastesi, tidak dianjurkan general anastesi

Semua kasus dengan preeklampsia berat harus ditangani secara aktif. Simptom dan tanda impending eklampsia
(pandangan kabur, hiperrefleksia) adalah tidak pasti dan penanganan ekspektatif belum ada rekomendasi.

Gambar Penatalaksanaan preeklamsia berat


((http://repository.usu.ac.id/)

9
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

LO 2.9. Komplikasi
Komplikasi Maternal:
Gagal Ginjal akibat akut tubuler nekrosis
Akute kortikal nekrosis
Gagal Jantung
Edema Paru
Trombositopenia, DIC
Cerebrovaskuler accident

Komplikasi janin :
Persalinan prematur
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), terjadi sekitar 30 40% pada preeklamsia superimposed
Perinatal asfiksia
Kematian perinatal mendekati 25% pada hipertensi kronis yang berat
Solusio plasenta, terjadi 4 8 kali lebih sering pada kehamilan dengan hipertensi kronis
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum waktunya dengan implantasi normal pada kehamilan
trimester ketiga. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding
rahim yang dapat menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Gambaran klinik solusio plasenta


Gambaran klinik solusio plasenta tergantung dari seberapa bagian plasenta yang terlepas:
1. Solusio plasenta ringan
a. Terlepasnya plasenta kurang dasri 1/4 bagian.
b. Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan.
c. Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan.
d. Persalinan berjalan dengan lancer pervaginam.
2. Solusio plasenta sedang
a. Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4 tetapi belum mencapai 2/3 bagian.
b. Dapat menimbulkan gejala klinik :
- Perdarahan dengan rasa sakit.
- Perut terasa tegang.
- Gerak janin kurang.
- Palpasi bagian janin sulit diraba.
- Auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
- Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol.
- Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
3. Solusio plasenta berat
a. Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
b. Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri.
c. Penyulit pada ibu.
- Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat.
- Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
- Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan perdsarahan
dan penderita tampak anemis.
- Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut terasa sakit dan janin telah
meninggal dalam rahim.
- Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
- Solusio plasenta berat dengan Couvelarie uterus terjadi gangguan kontraksi dan atonia uteri

Diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan dengan melakukan :


1. Anamnese
a. Terdapat perdarahan disertai rasa nyeri.
b. Terjadi spontan atau karena trauma.
c. Perut terasa nyeri.
d. Diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik umum.
b. Pemeriksaan fisik khusus

10
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

- Palpasi abdomen
- Auskultasi
- Pemeriksaan dalam
3. Pemeriksaan penunjang

Penanganan solusio plasenta


1. Solusi plasenta ringan
- Perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak.
- Keadaan janin masih baik daspat dilakukan penanganan secara konserfatif.
- Perdarahan berlangsung terus ketegangan makin meningkat dengan janin yang masih baik dilakukan seksio
sesarea.
- Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur dilakukan rawat inap.
2. Solusi plasenta tingkat sedang dan berat
Penanganannya dilakukan di rumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderitanya. Tatalaksananya adalah :
- Pemasangan infus dan transfusi darah
- Memecahkan ketuban
- Induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea oleh karena itu, penanganan solusi plasenta sedang dan berat
harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas mencukupi.
3. Sikap bidan dalam menghadapi solusio plasenta
Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan pertolongan kebidanan, sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan atau kematian ibu maupun perinatal.

Dalam menghadapi perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan kerumah sakit.
Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :
- Pemasangan infus
- Tanpa melakukan pemeriksaan dalam.
- Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan.
- Mempersiapkan donor dari keluarga atau masyarakat.
- Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama.
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 2.10. Prognosis
Terhadap maternal
Morbiditas maternal (ditandai dengan hipertensi berat atau keterlibatan multi sistem) dan potensi kematian
meningkat pada kehamilan dengan hipertensi. Sekitar 16% dari nulligravida dengan hipertensi dalam kehamilan namun
tidak dijumpai proteinuria menyebabkan hipertensi yang berat atau keterlibatan multi sistem. Pada hipertensi gestasional
dan proteinuria positif 1, komplikasi ibu yang berat dapat terjadi sampai 42% dari semua nulligravida (secara total,
hipertensi berat sekitar 80%, dan penyakit multi sistem 20%). Penampilan pasien dengan preeklamsia adalah secara fisik
buruk, dengan hampir dua pertiga dari nulligravida terjadi hipertensi berat (33%) atau gangguan multi sistem (67%).
Kematian karena preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi kejang pada eklampsia berkembang, sekitar 5 - 7% dari pasien
ini akan meninggal dunia. Penyebab kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial, shock, gagal ginjal,
pemisahan premature plasenta, dan pneumonia aspirasi. Selain itu, hipertensi kronis mungkin merupakan sekuel dari
eklampsia. Meskipun jumlah trombosit meningkat secara signifikan setelah postpartum kehamilan normotensif, sekitar
ada 2 3 kali lipat meningkat pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada 6 14 hari setelah persalinan.
kebanyakan merekomendasikan evaluasi yang lengkap 6 minggu sampai 6 bulan.
(http://repository.usu.ac.id/)

LO 2.11. Pencegahan
Banyak uji klinis, biofisik, dan biokimia memiliki telah diusulkan untuk memprediksi atau mendeteksi
preeklampsia secara dini. Sayangnya, sebagian besar dari tes ini memiliki sensitivitas, nilai prediktif positif yang rendah,
dan kebanyakan tidak sesuai untuk penggunaan rutin dalam praktek klinis. Saat ini, tidak ada tes penapisan
tunggal yang dianggap handal dan terjangkau dalam memprediksi preeclampsia.
Dalam dua dekade terakhir, banyak laporan klinis dan percobaan yang dilakukan secara acak menggambarkan
penggunaan berbagai metode untuk mengurangi tingkat dan / atau derajat preeklampsia. Berdasarkan data yang tersedia,
baik suplemen kalsium atau aspirin dosis rendah harus secara rutin diresepkan untuk preeklamsia pencegahan pada
wanita nulipara. Beberapa penelitian kecil mengenai penggunaan aspirin dosis rendah melaporkan penurunan kejadian
preeklamsia yang signifikan pada populasi berisiko tinggi. Namun, pada tahun 1994 Penelitian kolaborasi melaporkan uji
coba besar secara acak membandingkan aspirin dosis rendah dengan plasebo pada lebih dari 9300 pasien berisiko tinggi.

11
Muhammad Azmi Hakim - 1102012170

Aspirin dosis rendah tidak mengurangi kejadian preeklampsia pada populasi berisiko tinggi. Hauth melaporkan
penurunan yang signifikan dalam preeklamsia pada kelompok perempuan berisiko rendah yang diobati dengan aspirin
dosis rendah. Namun, percobaan yang lebih besar oleh Sibai melaporkan tidak ada manfaat. Meninjau semua bukti yang
bertentangan, peneliti untuk Cochrane Collaboration menyimpulkan mungkin ada kecil sampai sedang manfaat aspirin
dosis rendah dalam mencegah preeklampsia. Karena risiko rejimen sedikit, beberapa dokter mungkin cukup memilih
untuk menggunakannya.
Selain itu, seng, magnesium, minyak ikan, dan vitamin C dan E tidak harus secara rutin digunakan untuk tujuan
ini. Bahkan dalam studi mengungkapkan menguntungkan efek, hasilnya menunjukkan pengurangan dalam "definisi
preeklamsia". Selain itu juga konsumsi kalsium, kalsium sangat penting dalam sintesis oksida nitrat, vasodilator kuat
diyakini untuk berkontribusi pada pemeliharaan tonus pembuluh darah berkurang pada kehamilan. Meskipun beberapa
studi kecil menyarankan manfaat kemungkinan suplemen kalsium dalam mencegah preeklamsia, percobaan besar oleh
Levine yang melibatkan lebih dari 4400 wanita melaporkan tidak ada manfaat.
(http://repository.usu.ac.id/)

12

Anda mungkin juga menyukai