DEMAM TIFOID
DISUSUN OLEH :
KATA PENGANTAR
Semoga dengan adanya laporan tugas ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan yang lebih
baik di masa yang akan datang.
Penyusun
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
Ruangan : Irna
No RM : 019676
ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Riw. Peny. Sekarang : Os demam sejak 6 hari SMRS. Demam dirasakan timbul
perlahan-lahan, makin lama makin meningkat, demam ,
meningkat pada malam hari, menggigil (-). BAB mencret sejak
6 hari SMRS >4 kali sehari, ampas (+), berwarna kuning, lendir
(-), darah (-).2 hari SMRS Mual (+) dan muntah (+). Muntah 5
kali sehari, berisi cairan dan ampas makanan, tidak terdapat
darah, satu kali muntah kira-kira gelas aqua.
Riw. Peny. Keluarga : Asma (-), Alergi (-), kejang dema (-), TB (-)
Riw. Kelahiran : Lahir SC ai partus tak maju, cukup bulan. BB lahir = 3500 gr,
PB lahir = 51 cm, langsung menangis
Riw. Alergi : Tidak ada alergi obat; tidak ada alergi cuaca, debu; tidak ada
alergi makanan (telur, susu, udang)
Riw. Makanan : Os diberi ASI sampai usia 6 bulan. MPASI setelah usia 6
bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
RR : 24 x/menit
S : 40,0 oC
STATUS ANTROPOMETRI
BB : 14 kg
PB : 96 cm
U : 2 tahun 8 bulan
STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Bentuk : Normochepal
Lingkar Kepala : 49 cm
Mulut : Bibir pucat (-), stomatitis (-), lidah kotor (+), tonsil = T1-T1, faring
hiperemis (-)
Thoraks : normochest
Hepatosplenomegali
(-)
Ekstremitas
atas bawah
Laboratorium
Hematokrit 30 31 30
RESUME :
An. A laki-laki 2 tahun 8 bulan MRS dengan keluhan demam sejak 6 hari SMRS,
demam meningkat pada malam hari. Diare >4 kali. Mual (+) dan muntah (+). Batuk pilek
(+), anorexia (+)Minum os baik. BAK normal.
R/
Dialac sach 2 x 1
Cendantron 3 x 1,5 mg
Nymico drop 4 x 1 cc
Follow Up
Tanggal S O A P
Trombo : 112
Ht : 33
DEMAM TYPHOID
1. DEFINISI
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan Peyers patch.
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran.
2. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella enterica sevoar typhi (S. Typi), bakteri gram
negatif, mempunyai flagela (motil), tidak berkapsul, tidak menghasilkan spora dan
fakultatif anaerob. Kuman ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
Kuman ini dapat hidup baik dalam suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit
lebih rendah, serta mati dalam suhu 70C ataupun oleh antiseptic. Sangat mirip namun
tidak terlalu menyebabkan kesakitan yang berat disebabkan oleh S. Paratyphi A dan
terkadang oleh S. Paratyphi B (Schotmulleri) dan S. Paratyphi C (Hirschfeldii).
Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam typhoid disebabkan S. Typhi,
sisanya disebabkan oleh S. Paratyphi.
Salmonella typhosa mempunyai 3 antigen, yaitu:
- Antigen O Ohne Hauch antigen somatic (tidak menyebar), dari tubuh kuman
- Antigen H Hauch (menyebar), terdapat pada flagel dan bersifat termolabil
- Antigen Vi Kapsul merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukkan tiga macam antibodi yaitu aglutinin. Sampai saat ini, demam typhoid masih
merupakan masalah kesehatan karena:
3. EPIDEMIOLOGI
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam typhoid di Indonesia
pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi
15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981
sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu
dari 19.596 menjadi 26.000 kasus.
Kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah
pedesaan 358/100.000 penduduk per tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk per tahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta kasus per tahun. Perbedaan insidens
di perkotaan berhubungan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada
91% kasus.
4. PATOGENESIS
(2) Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag peyers patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial.
(4) Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia bersama makanan dan
minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi feses atau urin secara fecal-oral
transmision. Pada saat melewati lambung, dengan suasana asam (pH < 2), sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus tepatnya di
ileum dan yeyunum akan menembus dinding usus.
Penyakit ini timbul tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
1. Jumlah organisme yang ditelan.
Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. Typhi sebanyak 105-109 yang
tertelan.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat
pada sel sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi peyers patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus
halus, mengikuti aliran ke kelenjer limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sitemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk kedalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan
peyer patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara
langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Eksresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Bakterimia I (1 7 hari)
Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-109) masuk
kedalam tubuh manusia melalui esofagus, kuman masuk kedalam lambung dan sebagian
lagi kuman masuk kedalam usus halus. Di usus halus, kuman mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang sudah mengalami hipertropi (ditempat ini sering
terjadi perdarahan dan perforasi). Lalu kuman menembus lamina propria, kemudian masuk
ke aliran limfe dan mencapai kelenjer mesenterial yang mengalami hipertrofi. Melalui
duktus thoracicus, sebagian kuman masuk kedalam aliran yang menimbulkan Bakterimia
I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali kedalam hati.
Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk kedalam hati lalu kuman
ditangkap dan bersarang sebagian di RES: plaque peyeri di ileum terminalis, hati, lien,
bagian lain sistem RES, kemudian masuk kembali ke aliran darah dan menimbulkan
Bakterimia II lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan
oleh endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid karena
salmonella typhi membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal atau distal, tetapi terkadang
bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi pada minggu I. Pada
permukaan plaque peyeri penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrate atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi
nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran
plaque peyeri yang ada disitu. Kebanyakan tukaknya itu dangkal, kadang lebih dalam
sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa.
Setelah penderita sembuh biasannya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut
dan fibrosis.
Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu
sebabnya pada minggu minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila
sembuh, penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis
dan orkitis kadang bisa ditemukan, sedangkan Bronkitis hampir selalu ada, kadang
pneumonia dapat juga terjadi. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus
abdominalis lebih sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumococcus.
5. MANIFESTASI KLINIS
Pada anak, periode inkubasi demam typhoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara
10-14 hari. Masa inkubasi yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, bisa sampai
30 hari jika infeksi melalui minuman. Gejala klinis demam typhoid sangat bervariasi, dari
gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat
sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi
dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.
Gejala demam typhoid pada anak-anak biasa lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Pada minggu pertama sakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi pada umumnya yaitu:
Demam
Batuk-batuk
Demam
Bradikardi relatif
Hepatomegali
Splenomegali
Meteorismus
Dari literatur lain diperjelas lagi bahwa selama masa inkubasi dapat ditemukan gejala
prodromal yaitu:
Lesu
Nyeri kepala
Pusing
Tidak bersemangat
(1) Demam
Pada kasus-kasus yang khas, Demam berlangsung 3 minggu bersifat remiten. Selama
minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari (step-ladder
temprature chart), kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi
pada akhir minggu pertama. Pada minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam,
dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun perlahan secara lisis dan kembali
normal kembali pada akhir minggu ketiga, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti
kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.
(2) Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutupi selaput kotor (coated tongue) ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan perut kembung (meteorismus), hati dan
limpa membesar (hepatomegali dan spleenomegali) disertai nyeri pada perabaan, biasanya
didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin juga normal bahkan dapat terjadi diare.
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu apatis
sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.Disamping gejala-gejala yang biasa
ditemukan tersebut mungkin juga dapat ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola yaitu (bercak mukopapuler) bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam, ukuran 1
6 mm ditemukan 40 % - 80 % penderita dan berlangsung singkat ( 2 3 hari ). Bercak ini
sering kali dijumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Jika tidak ada
komplikasi dalam 2 4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan
letargi menetap 1 2 bulan. Kadang-kadang ditemukan bradikardi pada anak besar dan
mungkin pula ditemukan epistaksis.
6. DIAGNOSIS
IAnamnesis
Keluhan:
o Demam
o Mual,Muntah
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan
gejala toksik umum, seperti letargi, sakit kepala, demam dan bradikardi. Demam ini khas
karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik tangga sampai dengan suhu 400 C atau
410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan menggigil. Ciri utama demam tifoid
adalah demam menetap yang persisten ( 4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak diobati ).
Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi dan
hampir selalu disertai nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang di
temukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut. Konstipasi
sering ada, namun diare juga ditemukan.
Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan penderita
tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan pencernaan. Diare dapat
mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai
dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami delirium bahkan sampai koma
akibat endotoksemia.
Pada minggu ketiga tampak gejala fisik lain berupa bradikardi relatif limpa membesar
lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun
dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua
minggu setelah demam hilang.kekambuhan ini dapat ringan dapat juga berat, dan mungkin
terjadi sampai dua atau tiga kali.
Pemeriksaan Fisik
o Bradikardi relatif
o Hepatosplenomegali
o Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun,
kesadaran menurun, suhu badan meningkat, nyeri perut dan defans muskuler akibat
rangsangan peritoneum.
o Perdarahan usus sering muncul hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau
darah segar.
o Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi, bising
usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani. Selain itu,
pada colok dubur terasa sfinger yang lemah dan ampulanya kosong. Penderita
biasannya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu denyut nadi
menunjukkan tanda salib maut.
a. Biakan Empedu
Seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja positif
setelah terjadi septikemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjer limfe atau
jaringan retikuloendotelial lainnya.sering masih positif setelah darah steril.
Biakan darah positif ditemukan pada 70% - 80% penderita pada minggu
pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ketiga, biakan darah positif hanya pada
10 penderita. Setelah minggu keempat penyakit sangat jarang kuman ditemukan
dalam darah. Bila terjadi relaps maka biakan darah akan positif kembali.
Pada penelitian mendeteksi DNA kuman Salmonell typhi dalam darah dengan
teknik hibridisasi asam nukleat dan metode penggandaan DNA dengan polymerase
chain reaction (PRC). Cara ini dilaporkan dapat mengidentifikasi kuman dalam
jumlah yang amat sedikit.
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif
ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.yang bertujuan untuk menentukan adanya
antibodi, yaitu agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita tifoid.
Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan yaitu
pengenceran tertinggi yang dapat menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat
diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai
1/200 atau lebih atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk
membuat diagnosa. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis,
karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama
sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-
sungguh menderita tifus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah
penderita meninggal dunia.
Pada Neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat
Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya kuman peroral atau pada keadaan
infeksi subklinis.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka didalam tubuh pasien membuat antibodi
(aglutinin), yaitu:
(a) Aglutinin O
Aglutinin O adalah antibody yang dibuat karena rangsangan dari antigen O yang
berasal dari tubuh kuman.
(b) Aglutinin H
Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H yang
berasal dari flagella kuman.
(c) Aglutinin Vi
Aglutinin Vi adalah antibody yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi yang
berasal dari simpai kuman.
- Penyakit-penyakit tertentu
- Aglutinasi silang
Makin tinggi titernya, maka makin besar kemungkinan pasien menderita demam
tifoid
Tidak ada consensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai nilai
diagnostik pasti untuk demam tifoid
Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendahtidak menyingkirkan diagnosis
demam tifoid.
Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septicemia karena Salmonella lain.
(2) Tubex TF
Bila ditemukan kuman Salmonella typhi dari darah, urin, tinja, dan sumsum tulang
belakang, cairan duodenum, atau rose spots. Berkaitan dengan pathogenesis maka kuman
lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang diawal penyakit, Sedangkan pada
stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan positif memastikan demam tifoid,
namun hasil yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya bergantung
pada beberapa faktor, seperti:
Menurut Watson jumlah rata-rata kuman 7,6 per ml darah, walaupun penderita dalam
keadaan bakterimia, sehingga untuk biakan diperlukan 5 10 ml darah. Untuk menetralisir
efek bakterisidal oleh antibodi atau komplemen yang dapat menghambat pertumbuhan
kuman, maka darah harus diencerkan 5 - 10 kali, waktu pengambilan darah yang paling
baik ialah saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik. Karena setelah
pemberian antibiotik kuman sudah sukar ditemukan dalam darah.
7. DIAGNOSIS BANDING
Bila terdapat demam lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat
menerangkan demam itu belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula penyakit selain tifus
abdominalis, yaitu penyakit sebagai berikut:
Paratifoid A,B,C
Influenza
Malaria
Tuberkulosis
Dengue
Salmoneilosis
Pneumonia lobaris
8. KOMPLIKASI
1. Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu
diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan
setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak
adekuat (Manson-Bahr), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari
impending relaps. Insidensi 10% - 20%.
Patogenesa :
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang bermanifestasi,
sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps disebabkan oleh kuman yang
tersembunyi. Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan
antibodi, sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang
tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh karena
kekebalan. Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh
tersebut mati.
b. Tanda-tanda shock.
KU buruk.
Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
Muntah-muntah.
Suhu tiba-tiba turun.
Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.
Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada
lokasi ileum).
Pekak hati menghilang.
Perkusi menjadi tympani.
Bising usus menurun sampai hilang.
Foto RO BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah
diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan
exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :
Takikardia.
Nadi kecil dan lemah.
Bunyi jantung redup.
Gallop rhythm.
Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala
dekompresi lain.
5. Cholecystitis
6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disorientasi,
kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculnya gejala
neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid
toxic dapat dibagi menjadi :
a. Meningocerebral
Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.
Selalu ada kaku kuduk.
Tanda kernig dapat positif atau negatif.
Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.
Liquor cerebro spinal normal.
Prognosa: dapat sembuh sempurna
b. Encephalitis diffus
c. Encephalitis akut
Tiba-tiba hiperpireksia.
Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.
Bisa timbul kejang ulang.
Prognosa : buruk
d. Meningitis akut
e. Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseorang.
f. Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris,
akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.
8. Pneumotyphoid
9. Pankreatitis typhosa
10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih
tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
9. PENATALAKSANAAN
Perawatan :
Istirahat sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai akhir
minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi.
Tujuannya untuk :
Mempercepat penyembuhan.
Mencegah perforasi usus.
Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik meningkat, dengan
peningkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari aktifitas pembuluh darah,
hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat
menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.
Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas demam.
Dietetik :
Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari
atau 5-7 hari setelah demam
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian I.V
Amoksilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian oral
Sefalosporin generasi III:
Sefriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi 1 atau 2 dosis (maks 4 gr/hari) selama 5-7 hari.
Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
Cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari
10. PENCEGAHAN
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 570C beberapa menit dan secara merata juga
dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu Negara/daerah
tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah
serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu
menekan angka kejadian demam tifoid.
Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang
berisi:
Kuman hidup
Komponen Vi dari Salmonella typhi
11. PROGNOSIS
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi
antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang, angka
mortalitasnya > 10%, biasannya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser.typhi
3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada
anak-anak rendak dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum.Walaupun karier urin kronis juga dapat
terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Rusepno dkk Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, FKUI. 2002
Juwono,rahmat.Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:FKUI. 2003
Robert M. Kliegman and friends, Nelson Essentials of Pediatrics, 5th edition, Elsevier
Saunders,USA. 2006