Anda di halaman 1dari 13

Struktur, Fungsi, dan Mekanisme Pernapasan pada Manusia

Asriana Timang

102014081

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara nomor 6, Jakarta Barat

Email: asriana.timang31@gmail.com

Abstrak

Salah satu ciri-ciri dari makhluk hidup adalah bernapas. Dalam bernapas, manusia
memerlukan oksigen. Oksigen sangat diperlukan oleh makhluk hidup karena oksigen dapat
membantu perombakan bahan makanan dalam tubuh. Dimana perombakan makanan tersebut
akan menghasilkan energi yang digunakan manusia dalam melakukan berbagai aktivitas
sehari-hari. Sistem pernapasan fungsinya adalah untuk mengambil O2 dari atmosfer ke dalam
sel-sel tubuh dan untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.
Sistem pernapasan merupakan sistem utama, sehingga apabila sistem ini tidak berfungsi
maka sistem lain pun tidak akan berfungsi.

Kata kunci: sistem pernapasan,transport O2 dan CO2,fungsi sistem pernapasan.

Abstrac

One of the characteristics of living things is breathing. In breathing, humans need oxygen.
Oxygen is needed by living things because oxygen can help overhaul food in the body. Where
the reshuffle of these foods will produce energy used by humans in performing various daily
activities. The respiratory system's function is to take O2 from the atmosphere into the cells of
the body and to transport the CO2 produced by the body's cells back into the atmosphere.
Respiratory system is the main system, so if the system is not working then other systems will
not work.

Keywords: respiratory system, transport O2 and CO2, respiratory system function.

1
Pendahuluan

Respirasi adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel tubuh,
meliputi inspirasi dan ekspirasi, difusi oksigen dari alveolus ke darah, dan karbon dioksida
dari darah ke alveolus, serta transport oksigen ke sel tubuh dan karbon dioksida dari sel
tubuh.Dalam respirasi ini melibatkan struktur anggota tubuh meliputi saluran napas atas,
saluran napas bawah, dan otot-otot respirasi. Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa
struktur. Seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses
pertukaran oksigen (O2) antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida (CO2)
antara darah dan atmosfer. Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan
atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan
sel jaringan. Respirasi internal (pernapasan selular) berlangsung di seluruh sistem tubuh.
Dengan memahami struktur dan fungsi organ-organ yang berhubungan dengan respirasi atau
pernapasan, beserta mekanisme yang terjadi didalamnya pembaca diharapkan dapat
memahami secara lebih dalam tentang penyebab terjadinya gangguan pernapasan yang
seringkali dialami oleh masyarakat.1

Makroskopis Hidung

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis
tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian
yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah
kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang
mudah digerakkan. Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang
dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas
membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah
menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung)kanan dan kiri,
sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os
internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari

2
nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian
dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-
rambut panjang yang disebut dengan vibrise.1

Gambar 1. Hidung

Hidung sebagai ciri wajah yang paling menonjol mempunyai banyak fungsi, antara lain :2

1. Sebagai indera penghidu(penciuman) yang juga membantu indera pengecapan dengan


membeda- bedakan ciri makanan
2. Membantu mengontrol suhu dan kelembapan udara yang diinspirasi
3. Penyaring partikel-partikel dari udara inspirasi
4. Membantu resonansi bicara
5. Pengaturan aliran udara selama inspirasi

Rangka hidung luar terdiri dari tulang-tulang nasal, bagian maksila dan tulang rawan.
Sepertiga atas rangka tersebut terdiri dari tulang hidung, yang membentuk persendian dengan
maksila dan tulang frontal. Duapertiga bagian bawah terdiri dari tulang rawan. Ke arah
inferior, hidung memiliki 2 pintu masuk berbentuk bulat panjang, yakni nostril atau nares
yang dipisahkan oleh septum nasi. Menonjol dari arah lateral ada 3 turbinatum atau konka
antara lain:3

3
o Konka nasalis superior
o Konka nasalis medius
o Konka nasalis inferior

Konka inferior adalah yang terbesar dan mengandung jaringan semierektil. Dibagian
bawah tiap konka terdapat muara untuk sinus paranasalis, antara lain: 4

a. Meatus nasi superior, adalah lorong sempit antara concha nasalis superior dan
concha nasalis media dan merupakan tempat bermuaranya sinus ethmoidalis superior
melalui satu atau lebih lubang.
b. Meatus nasi medius, berukuran lebih panjang dan lebih luas dari pada yang di
atasnya. Bagian anterosuperior meatus nasalis medius ini berhubungan dengan sebuah
lubang yang berbentuk sebagai corong, yakni infundibulum yang merupakan jalan
pengantar ke dalam sinus frontalis.Hubungan dari masing-masing sinus frontalis ke
infundibulum terjadi melalui duktus frontonasalis. Sinus maxillaris juga bermuara ke
dalam meatus nasalis medius.
c. Meatus nasi inferior, adalah sebuah lorong horisontal yang terletak inferolateral
terhadap concha nasalis inferior. Duktus nasolacrimalis bermuara di bagian anterior
meatus nasalis inferior. Hiatus semilunaris adalah sebuah alur yang berbentuk
setengah lingkaran dan merupakan muara sinus frontalis. Bulla ethmoidalis adalah
sebuah tonjolan yang membulat di sebelah superior hiatus semilunaris, dan baru
terlihat setelah concha nasalis media disingkirkan. Bulla ethmoidalis ini dibentuk oleh
cellulae ethmoidales tengah yang membentuk sinus ethmoidalis. Didekat hiatus
semilunaris terdapat lubang sinus ethmoidalis anterior.

Gambar 2. Konka dan Meatus


4
Pembuluh-pembuluh nadi yang mendarahi rongga hidung antara lain:5

1. Aa. Ethmoidalis anterior dan posterior, cabang A. Opthlamica, mendarahi pangkal


hidung, sinus-sinus cellulae ethmoidalis frontalis.
2. Sphenopalatina, cabang A. Maxillaris interna, mendarahi mukosa dinding-dinding
lateral dan medial hidung.
3. A. Palatina major, cabang palatina descendens A. Maxillaris interna, yang melewati
foramen palatinum majus dan canalis incisivus serta beranastomosis dengan A.
Sphenopalatina.
4. A. Labialis superior, cabang A. Facialis, mendarahi septum nasi daerah vestibulum,
beranastomosis dengan A. Sphenopalatina dan seringkali menjadi lokasi kejadian
epistaxis(mimisan).

Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi melalui
nervus nasopalatinus dan cabang nervus cranialis V-2. Bagian anterior dipersarafi oleh nervus
ethmoidalis anterior, cabang nervus nasocilliaris yang merupakan cabang nervus cranialis V-
1. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh persarafan melalui rami nasalis nervi maxillaris
(nervus cranialis V-2), nervus palatinus major, dan nervus ethmoidalis anterior.6

Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis adalah ruang di dalam tulang tengkorak yang berhubungan melalui
lubang ke dalam kavum nasi. Sinus ini dilapisi oleh membran mukosa yang bersambungan
dengan cavum nasi. Sinus paranasalis terdiri dari sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
sphenoidalis dan sinus maxillaris. Nama sinus-sinus ini adalah sesuai dengan nama tulang-
tulang yang ditempatinya.7

Sinus frontalis terletak antara tabula eksterna dan tabula interna ossis frontalis, di
belakang arcus superciliaris dan akar hidung. Masing-masing sinus berhubungan
melalui duktus frontonasalis dengan infundibulum yang bermuara di meatus
nasalis medius. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang-cabang kedua nervus
supra-orbitalis.6
Sinus ethmoidalis terdiri dari beberapa rongga yang kecil, cellulae ethmoidales, di
dalam massa lateral os ethmoidale, antara cavitas nasi dan orbita. Cellulae
ethmoidales anterior dapat berhubungan secara tidak langsung dengan meatus
nasalis medius melalui infundibulum. Cellulae ethmoidales tengah berhubungan

5
langsung dengan meatus nasalis medius. Cellulae ethmoidales posterior
berhubungan langsung dengan meatus nasalis superior. Sinus ethmoidales
dipersarafi oleh nervus ethmoidales anterior dan nervus ethmoidales posterior
cabang nervus nasociliaris.
Sinus sphenoidales yang terpisah oleh sebuah sekat tulang, terletak di dalam
corpus ossis sphenoidalis dan dapat meluas ke dalam ala major dan ala minor
ossis sphenoidalis. Karena sinus sphenoidales ini, corpus ossis sphenoidalis
mudah retak. Sinus sphenoidalis dipersarafi oleh nervus ethmoidalis posterior,
serta diperdarahi oleh arteria ethmoidalis posterior.
Sinus maxillaris adalah yang terbesar dari semua sinus paranasales. Rongga-
rongga ini yang berbentuk seperti limas, menempati seluruh badan masing-masing
maxilla. Puncak sinus maxillaris menjulang ke arah os zygomaticum, bahkan
seringkali memasukinya. Persarafan sinus maxillaris diurus oleh nervus alveolaris
superior posterior, nervus alveolaris anterior, nervus alveolaris medius, dan nervus
alveolaris superior. Perdarahannya oleh arteria alveolaris superior cabang arteria
maxillaris.6

Gambar 3. Sinus Paranasal

Mikroskopik Hidung

Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung dan cavitas
nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernapasan, penyaringan debu, pelembapan udara
pernapasan, penampungan sekret dari sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis.8

Berbentuk piramid pangkalnya berkesinambungan dan dengan dahi ujung bebasnya


disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung dua memiliki pintu masuk berbentuk bulat

6
panjang, yakni dua nostril atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-
lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Kearah medial permukaan lateral ini
berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang
rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan
bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilago septi nasi, cartilago
nasi lateralis dan cartilago ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di
dekatnya saling dihubungkan. Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale
dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya. Otot yang
melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M. nasalis dan
M. depressor septi nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A.
faciais, A. dorsalis nasi cabang A. ophthalmica dan A. infraorbitalis cabang A. maxillars
interna. Pembuluh baliknya menuju v. facialis dan V. ophthalmica. Persarafan otot-otot
hidung oleh N. facialis kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi

oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus N. ophthalmicusN. V1, kulit sisi
lateral hidung dipersaraf oleh cabang infraorbitalis N.maxillaris/N.V2.

Gambar 4. Mikroskopik Hidung

Cavitas nasi yang dapat dimasuki lewat nares anteriores berhubungan dengan
nasopharynx melalui kedua choana (nares posteriores). Cavitas nasi dilapisi oleh membran
mukosa, kecuali vestibulum nasi yang dilapisi oleh kulit. Membran mukosa hidung melekat
sangat erat pada periosteum dan perikondrium tulang dan tulang rawan hidung. Membran
mukosa ini bersinambungan dengan membran mukosa yang melapisi nasopharynx di sebelah

7
posterior, sinus paranasales di sebelah superior dan lateral, dan saccus lacrimalis dan
conjunctiva di sebelah superio. Bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung
termasuk area respiratoria, dan bagian sepertiga superior adalah area olfactoria. Udara yang
melewati area respiratoria dihangatkan dan dilembapkan sebelum memasuki saluran napas
lebih lanjut ke paru-paru. Area respiratoria berisi organum olfactorium perifer, dengan
mendengus udara tersedot ke daerah ini. Batas-batas atap cavitas nasi berbentuk lengkung
dan sempit, kecuali pada ujungnya di sebelah posterior, di sini dapat dibedakan tiga bagian
(frontonasal, etmoidal, dan sfenoidal) yang dinamakan sesuai dengan nama tulang-tulang
pembatasnya. Dasar cavitas nasi yang lebih luas daripada atapnya, dibentuk oleh processus
palatinus maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini. Dinding medial cavitas nasi
dibentuk oleh septum nasi. Dinding lateral cavitas nasi berwujud tidak rata karena adanya
tiga tonjolan yang berbentuk seperti gulungan, yakni concha nasalis gamak, conchae nasales).
Concha nasalis superior, concha nasalis media, dan concha nasalis inferior membagi cavitas
nasi menjadi empat lorong: meatus nasalis superior, meatus nasalis medius, meatus nasalis
inferior, dan hiatus semilunaris. Meatus nasalis superior adalah sebuah lorong yang sempit
antara concha nasalis superior dan concha nasalis media dan merupakan tempat bermuaranya
sinus ethmoidalis superior melalui satu atau lebih lubang. Meatus nasalis medis berukuran
lebih panjang dan lebih luas daripada yang atas. Bagian anterosuperior meatus nasalis medius
ini berhubungan dengan sebuah lubang yang berbentuk sebagai corong, yakni mundibulum
yang merupakan jalan pengantar ke dalam sinus frontalis. Hubungan dari masing-masing
sinus frontalis ke infundibulum terjadi melalui ductus frontonasalis. Sinus maxillaris juga
bermuara ke dalam meatus nasalis medius. Meatus nasalis inferior adalah sebuah lorong
horisontal yang terletak inferolateral terhadap concha nasalis inferior. Ductus nasolacrimalis
bermuara di bagian anterior meatus nasalis inferior. Hiatus semilunaris adalah sebuah alur
berbentuk setengah lingkaran dan merupakan muara sinus frontalis. Bulla ethmoidalis adalah
sebuah tonjolan yang membulat di sebelah superior hiatus semilunaris, dan baru terlihat
setelah concha alis media disingkirkan. Bulla ethmoidalis ini dibentuk oleh cellulae
ethmoidales tengah yang membentuk sinus ethmoidalis. Di dekat hiatus semilunaris terdapat
lubang sinus anterior.1

8
Gambar 5. Mikroskopis tulang hidung

Mekanisme Pernafasan 9

Fungsi utama pernafasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi sel sel tubuh dalam
proses metabolik, yang kemudian dihasilkan zat sisa CO2 yang akan dikeluarkan lagi ke
udara.Proses pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu pernapasan seluler dan pernapasan
eksternal.

Pernafasan seluler, metabolisme intra sel yang terjadi di mitokondria termasuk


konsumsi oksigen dan produksi CO2 selama pengambilan energi dari molekul nutrient.

Pernafasan eksternal, urutan jalan kejadian masuknya udara dari udara luar sampai ke
sel tubuh. Jalan udara sampai ke sel dibagi menjadi dua, yaitu bagian yang mengalami
pertukaran udara dan yang tidak (hanya merupakan saluran ruang rugi). Yang merupakan
ruang rugi adalah dari hidung sampai ke bronkiolus terminalis. Sedangkan yang mengalami
pertukaran udara dengan kapiler darah, dari bronkiolus respiratorius sampai alveolus. Jalan
nafas atau udara dari lingkungan luar sampai terjadi pertukaran udara sampai ditingkat sel
ditentukan oleh tekanan gas yang bersangkutan di tempat tempat yang dilewati. Perjalanan
udara berjalan dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Perbedaan tekanan intra
alveolar saat inspirasi sebesar -1 mmHg dari udara luar,sedangkan ekspirasi +1 mmHg.

9
Perjalanan udara: Udara masuk ke hidung faringlaringtrakeaparu kanan
bronkus kecil bronkiolus bronkiolus terminalis bronkiolus respiratorius duktus
alveolaris sakus alveolaris alveolus.

Udara masuk ke dalam paru-paru karena adanya tekanan yang lebih rendah akibat
menurunnya otot diafragma. Saat inilah terjadi inspirasi tenang, akibat kontraksi otot
diafragma dan interkostalis eksternus.Sedangkan dalam keadaan istirahat, diafragma
berbentuk kubah yang luas permukaannya 250 cm2. Otot diafragma dirangsang oleh n.
Phrenicus yang dapat menyebabkan pembesaran rongga dada sekitar 75% oleh diafragma.
Sedangkan untuk inspirasi kuat dibutuhkan otot tambahan seperti sternocleidomatoideus,
pectoralis mayor dan lain lain. Udara yang masuk ini kemudian melewati jalan nafas. Setelah
CO2 sampai ke alveoli, maka terjadilah proses ekspirasi. Proses ini adalah proses pasif, akibat
dari relaksasi otot inspirasi sehingga jaringan paru kembali ke kedudukan semula sesudah
teregang (daya recoil). Akan tetapi, untuk ekspirasi kuat dibantu oleh otot intercostalis
internus dan otot dinding perut (abdomen).

Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah, yaitu menuruni gradient tekanan. Hubungan tekanan di dalam dan di luar paru
penting dalam ventilasi. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas
karena berpindah mengikuti gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah
secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan.

Ventilasi dilakukan secara mekanis dengan mengubah secara bergantian arah gradient
tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus melalui expansi dan recoil siklik
paru. Ketika tekanan intra-alveolus meningkat akibat recoil paru selama ekspirasi, udara
mengalir keluar paru menuju tekanan atmosfr yang lebih rendah. Kontraksi dan relaksasi
bergantian otot-otot inspirasi (terutama diafragma) secara tak langsung menimbulkan inflasi
dan deflasi periodic paru dengan secara siklis mengembangkan dan mengempiskan rongga
thoraks, dengan paru secara pasif mengikuti geraknya.

Paru mengikuti gerakan rongga thoraks berkat daya rekat (kohevitas) cairan intrapleura
dan gradient tekanan transmural terbentuk karena tekanan intrapleura yang subatmosfer dan
karenanya lebih rendah dari pada tekanan intra-alveolus. Karena energy dibutuhkan untuk
kontraksi otot-otot inspirasi, maka inspirasi adalah proses aktif, tetapi ekspirasi bersifat pasif
selama bernapas tenang karena tercapai melalui recoil elastic paru setelah otot-otot inspirasi
melemas, tanpa mengeluarkan energy.

10
Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (yaitu otot abdomen)
semakin mengurangi ukuran rongga thoraks dan paru, yang meningkatkan gradient tekanan
intra-alveolus terhadap atmosfer. Semakin besar gradient tekanan antara alveolus dan
atmosfer di kedua arah, semakin besar laju aliran udara, karena udara terus mengalir sampai
tekanan intra-alveolus seimbang dengan tekanan atmosfer. Selain berbanding lurus dengan
gradient tekanan, laju aliran udara juga berbanding terbalik dengan resistensi saluran napas.
Karena resistensi saluran napas, yang bergantung pada caliber saluran napas penghantar dan
normalnya sangat rendah, maka laju aliran udaranya biasanya terutama bergantung pada
gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer.

Paru dapat diregangkan dengan derajat bervariasi selama inspirasi dan kemudian
mengempis kembali ke ukuran prainspirasinya sewaktu ekspirasi karena sifat elastiknya. Sifat
elastis paru bergantung pada anyaman jaringan ikat elastic di dalam paru dan pada interaksi
tegangan permukaan alveolus-surfaktan paru. Tegangan permukaan alveolus, yang
disebabkan oleh gaya tarik antara molekul-molekul air permukaan dalam lapisan cairan yang
membatasi dinding dalam setiap alveolus, cenderung menolak peregangan alveolus saat
inflasi (menurunkan compliance) dan cenderung mengembalikannya ke luas permukaan yang
lebih kecil saat deflasi (meningkatkan rebound paru). Jumlah udara yang masuk dan keluar
paru dalam satu menit, ventilasi paru, sama dengan volume alun napas kali kecepatan napas
tidak semua udara yang masuk dan keluar tersedia untuk pertukaran O2 dan CO2 dengan
darah, karena sebagian menempati saluran napas penghantar, yang dikenal sebagai ruang
rugi anatomic. Ventilasi alveolus, volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan
alveolus dalam satu menit adalah ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk pertukaran
gas dengan darah.

Ruang Rugi 9

Tidak semua udara yang dihirup sampai ke tempat pertukaran gas di alveolus. Sebagian
tetap berada di saluran napas penghantar, di mana tidak terjadi pertukaran gas. Volume
saluran napas penghantar pada orang dewasa rerata adalah 150 ml. Volume ini dianggap
sebagai ruang rugi anatomic, karena udara di dalam saluran penghantar ini tidak berguna
untuk pertukaran. Ruang rugi anatomic sangat mempengaruhi efisiensi ventilasi paru. Pada
efeknya meskipun 500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas namun hanya 350 ml
yang benar-benar dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus karena 150 ml menempati
ruang rugi anatomic.

11
Pemadanan antara udara dan darah tidak selalau sempurna, karena tidak semua alveolus
mendapat ventilasi udara dan aliran darah yang sama. Setiap alveolus yang mendapat
ventilasi namun tidak ikut serta dalam pertukaran gas dianggap sebagai ruang rugi alveolus.
Pada orang sehat, ruang rugi alveolus cukup kecil dan tidak bermakna, namun ruang ini dapat
bertambah.

Fraktur pada Hidung

Fraktur pada hidung umum terjadi karena kerangka hidung yang berupa tulang adalah
tipis. Bila cedera terjadi akibat benturan langsung, lamina cribosa ossis ethmoidalis dapat
mengalami fraktur dan septum nasi tergeser menyimpang dari bidang median. Kadang-
kadang penyimpangan ini demikian hebat sehingga septum nasi menyentuh dinding lateral
avitas nasi. Karena keadaan ini mempersukar pernapasan, mungkin perlu dilakukan perbaikan
secara bedah. Meskipun lelehan dari hidung umumnya berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas, terjadinya lelehan setelah menderita cedera pada kepala mungkin adalah
CSS. Rinorea CSS terjadi akibat fraktur lamina cribosa, robeknya meninges, dan bocornya
CSS. Membran mukosa hidung membengkak dan meradang (rinitis) pada infeksi saluran
pernapasan atas dan pada beberapa keadaan alergik (demam serbuk sari). Pembengkakan
membran mukosa demikian segera terjadi karena banyaknya pembuluh darah dalam
membran mukosa hidung. Infeksi cavitas nasi dapat meluas ke Fossa cranii anterior melalui
lamina cribosa, Nasopharynx dan jaringan-jaringan lunak retrofaringel, Auris media melalui
tuba auditoria (auditiva), Sinus paranasales, Apparatus lacrimalis dan conjunctiva. Epistaksis
(mimisan) relatif umum teriadi karena luasnya vaskularisasi membran mukosa hidung. Sebab
tersering adalah rudapaksa dan perdarahan berasal dari bagian sepertiga anterior hidung.
Epistaksis yang ringan seringkali terjadi akibat mencungkil-cungkil hidung yang
menyebabkan robeknya vena pada vestibulum nasi. Namun epistaksis juga dapat terjadi
akibat berbagai infeksi dan pertensi. Menyemburnya darah dari hidung terjadi karena
koyaknya arteri-arteri.h bahkan hingga ke tingkat mematikan pada beberapa jenis penyakit
paru.8

Kesimpulan

Hidung merupakan salah satu bagian pernapasan eksternal dan penting dalam proses respirasi
atau pernapasan. Hidung juga bisa mengalami perdarahan yang bisa disebabkan karena
adanya fraktur pada bagian tulang hidung dan mengenai arteri yang berada di hidung, dan
berpengaruh dalam kerja sistem pernafasan.

12
Daftar Pustaka

1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
2. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC,
2005. Hal. 72-3.
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC, 1995. Hal. 121-2.
4. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002. Hal. 397-
401, 433-44.
5. Gunadi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007.
6. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002. Hal. 397-
401, 433-44.
7. Gibson J. Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,
2002. Hal. 137-144.
8. Eroschenko VP. Di Fiores atlas of histology with functional correlation 10th ed.
Jakarta: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. h.203-31.
9. Sherwood L. Fisiologi manusia. 6th ed. Jakarta: EGC, 2011. h.496-547.

13

Anda mungkin juga menyukai