1. Alat
A. Laryngoscope
o Anak : No. 2
o Bayi : No. 1
o Anak : ID 4
o Bayi :
Prematur : ID 2,5
(Selalu menyiapkan satu ukuran di bawah dan di atas, ET memiliki cuff (balon) yang dapat
dikembangkan dengan spuit)
C. Spuit 20cc
D. Stylet (biasanya jadi satu dengan ET)
E. Handsglove steril = Untuk menjaga keselamatan sebagai tenaga medis
F. Lubrikan = Untuk mempermudah masuknya ET ke trakea
G. Forceps Magill (bila perlu)
H. AMBU Bag
o Kantung reservoir
I. Gas Anestesi
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah
N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat anestetik
inhalasi sangat rumit, sehingga masih menjadi misteri dalam farmakologi modern.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan
cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi.
Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan anestetik kuat
dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan
pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar
1-2 vol % dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis
pasien. 17
3. Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien
menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana
umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati
kedalaman anestesi adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap oksigen, tetapi
meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.17
4. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan
tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk
desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran
bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan
untuk induksi.Desfluran bersifat kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi17 kali
lebih poten dibanding N2O.17
5. Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar
alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan
mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi
N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Setelah pemberian
dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.17
Yang dimaksud dengan intravenous anestesi adalah anestesi yang diberikan dengan cara
suntikan zat (obat) anestesi melalui vena17
A. Hipnosis
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40 detik)
dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti zat anestesi inhalasi,
barbiturat ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem.
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi diteruskan
dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik (untuk orang dewasa)
2. Benzodiazepin
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom
di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di
otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan kepekaan
reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg
IV, Midazolam : induksi : 0,15 0,45 mg/kg IV.
3. Propofol
Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat
isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml= 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri,
sehingga beberapa detik sebelumnya diberikan lidokain 1-2 mg/kgBB intravena. Dosis bolus untuk
induksi 2-2.5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis
sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa
5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 thn dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
4. Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat. Efek
anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi asam
glutamat pada reseptor N- metil-D-aspartat. ifat nalgesiknya angat uat ntuk istem omatik, tetapi
lemah untuk sistem viseral. Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM. Anestesi
dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai
halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesi disosiatif. Disosiasi ini sering disertai keadaan
kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan
tonus otot. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit,
sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam.
B. Analgetik
1. Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu
mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ;
bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi
morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme18 ;
2. Fentanyl
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari kelompok
fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor . Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik
karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis
kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.18
3. Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin
digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk
menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena
menyebabkan depresi nafas pada janin. Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan
10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien
tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien secara
intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot-otot rangka dan
memudahkan dilakukannya operasi.17
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak
oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah depolarisasi
ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk golongan ini adalah
suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV.17
o Sulfas Atropin (SA) dalam spuit = untuk mengatasi bradikardi akibat salah
satu efek samping dari laringoskopi
4. CARA KERJA
1. Alat-alat diatur:
o Kiri pasien : laringoskop dalam posisi terbalik
o Kanan pasien : AMBU Bag, ET (Endotrakeal Tube), OPA (OroPharyngeal
Airway), Spuit, Plester
2. Sebelum melakukan intubasi WAJIB dilakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
O2 100% dengan tujuan untuk mencegah HIPOKSIA, caranya dengan:
o
o Angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas (jangan menggunakan
gigi seri atas sebagai tumpuan!!!) untuk melihat plica vocalis
o Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk melakukan BURP Manuver
(Back, Up, Right Pressure) pada cartilago cricoid sampai terlihat plica vocalis
o
o Masukkan ET sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis
o Kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)
o
o Cek dengan cara memberikan VTP. Pada pasien cek dengan auskultasi
menggunakan stetoskop, bandingkan suara nafas paru kanan sama dengan
paru kiri
o
o Setelah pasti diletakkan di trakea, pasang OPA supaya tidak tergigit oleh
pasien
o Fiksasi supaya tidak lepas = mulai dari sisi sebelah atas kemudian memutar
dan menyilang ke sebelah bawah.