Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Hipotek

A. Latar Belakang

Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik.
Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232.
Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian
(UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah
dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.

Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak
bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda
itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk menggali
lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.

Dalam rangka pembangunan nasional di bidang perekonomian dan dunia usaha,


diperlukan dukungan modal yang cukup besar. Modal tersebut dapat diperoleh dari berbagai
sumber, yang salah satunya berasal dari fasilitas pinjaman atau kredit yang diberikan oleh bank.
Dalam pemberian fasilitas kredit, perbankan pada dasarnya mengharapkan pelunasan utang yang
diperoleh dari hasil usaha debitur. Namun demikian, sebaliknya, tidak dapat dijamin bahwa
setiap debitur selalu memperoleh keuntungan dari usahanya. Kendala yang demikian itu bisa
disebabkan karena pengaruh keadaan bisnis pada umumnya, maupun faktor kelemahan debitur
itu sendiri .1

Dalam menyalurkan kredit, bank juga melihat kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Biasanya dalam kondisi pertumbuhan yang terus meningkat bank mengadakan ekspansi kredit

1
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 298.
secara besar-besaran, sedangkan dalam kondisi ekonomi yang mengalami krisis bank akan
mengurangi penyaluran Kreditnya.2

Pada prinsipnya penyaluran kredit tidak selalu harus dengan jaminan kredit, sebab jenis
usaha dan peluang bisnis yang dimiliki debitur pada dasarnya sudah merupakan jaminan atas
prospek usaha itu sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit dilepas tanpa agunan, kredit itu akan
memiliki risiko yang sangat besar karena jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau
tidak sesuai dengan perhitungan semula.3 Oleh karena itu kredit yang diberikan oleh bank tentu
memerlukan jaminan untuk mendapatkan pelunasan utang debitur.

2
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1995, hal 25.
3
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Buku Satu, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2006, hal 115.
BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Pengertian Hipotik

Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang
mempunyai arti Pembebanan.[1] Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu
hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu
hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu.[2] Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan
dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah
bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang
adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu. 4

B. Objek Hipotik

Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:

1. Tanah beserta bangunan

Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan atas semua
tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan berikut seperti:
Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan hotel, bangunan losmen dan
lain sebagainya.

2. Kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas.

Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke
atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang.

Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:

4 John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Cet. I, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat
didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan
dengan ordonasi tersendiri.

Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa:

Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang sedang dibuat dan
bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.

C. Sifat-Sifat Hipotik

Adapun sifat-sifat hipotik yaitu:

1. Hipotik merupakan perjanjian yang accessoir, artinya bahwa perjanjian hipotik itu
merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam
mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotik itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya perjanjian pokok tersebut.

2. Hipotik ini tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa hipotik itu akan selalu melekat
sebagai jaminan sampai hutang yang bersangkutan seluruhnya dilunasi oleh debitur.

3. Hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suitei), artinya bahwa hak hipotik akan selalu
melekat pada benda yang dijaminkan dimanapun atau pada siapapun benda tersebut
berada.

4. Hipotik mempunyai sifat lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya. 5

D. Cara Mengadakan Hipotik

1. Menurut ketentuan pasal 1171 KUH Perdata, hipotik hanya dapat diberikan dengan
suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk oleh Undang- Undang. Dari

5 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 25, Jakarta: Intermasa, 1995.


ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata tersebut berarti kalau seseorang akan memasang hipotik,
maka perjanjian pemasangan hipotik harus dibuat dalam bentuk akta resmi. Seperti dalam hal
hipotik atas tanah maka perjanjian pemasangan atau pembebanannya harus dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akte Tanah (PPAT) setempat.

Sedang yang dapat menjadi PPAT ialah:

- Notaris yang telah ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri menjadi PPAT.

- Mereka yang bukan notaries, tetapi yang telah ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri
menjadi PPAT.

- Camat yang secara ex officio menjadi PPAT.

Contoh lain ialah hal hipotik atas kapal, maka yang berwenang membuat akte pemasangan
hipotik iala Pejabat Pendaftaran dan Pencatatan Balik Nama di tempat kapal yang bersangkutan
didaftarkan.

3. Akte hipotik itu harus didaftarkan di Kamtor Pendaftaran Tanah setempat dan di
Kantor Pendaftaran Kapal.

E. Asas-Asas Hipotik

Dalam buku Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah karangan Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, menjelaskan mengenai asas-asas hukum yang penting dibuat dalam hipotik ialah:

1. Asas Publiciteit, asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan di
dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/ umum. Mendaftarkannya ialah
ke Seksi Pendaftaran Tanah. Yang didaftarkan ialah akte dari Hipotik itu.

2. Asas Specialiteit, yaitu asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan
atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Benda-benda tak bergerak yang mana terikat
sebagai tanggungan.

Misalnya: Benda-benda yang dihipotikkan itu berwujud apa, di mana letaknya, berapa
luasnya/besarnya, perbatasannya.
3. Asas tak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid), ini berarti bahwa hipotik itu
membebani seluruh objek/benda yang dihipotikkan dalam keseluruhannya atas setiap benda dan
atas setiap bagian dari benda-benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang tidak
mengurangi/meniadakan sebagai dari benda yang menjadi tanggungan.

F. Isi Akte Hipotik

Isi daripada akte hipotik itu pada umumnya dibagi menjadi 2 bagian:

1. Isi yang bersifat wajib, yaitu berisi hal-hal yang wajib dimuat, misalnya tanah itu harus
disebutkan tentang letak tanah yang bersangkutan, luasnya jenis dari tanah tersebut (sawah,
tegalan, pekarangan dan sebagainya), status tanah, subur atau tidaknya, daerah banjir atau bukan
dan sebagainya. Kalau misalnya mengenai bangunan, maka harus disebutkan tentang letak
bangunan, ukuran bangunan, model/jenis bangunan, konstruksi bangunan serta keadaan/kondisi
bangunan (Pasal 1174 KUH Perdata).

2. Isi yang bersifat fakultatif, yaitu tentang hal-hal yangboleh dimuat atau tidak dimuat di
dalam akte tersebut. Dan ini biasanya berupa janji-janji/bendingan antara pemegang dan pemberi
hipotik, seperti janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri, janji tentang sewa, janji
tentang asuransi dan sebagainya. Namun meskipun janji-janji/bendingan tersebut merupakan isi
akte hipotik yang bersifat fakultatif, pada umunya selalu dicantumkan pada akte hipotik tersebt.
Hal ini dilakukan dengan maksud agar bila dikemudian hari timbul hal-hal yang tidak diharapkan
sudah jelas pembuktiannya.

2. Pengertian Kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga . Berdasarkan pengertian diatas, maka unsur-unsur yang terdapat dalam kredit
dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya
kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang diperjanjikan;
b. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya
di mana jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah diepakati bersama antara
pihak bank dan nasabah debitur;

c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat
tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan
masalah debitur berupa uang dan bunga atau imbalan ;

d. Resiko, yaitu adanya resiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara
pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian dan
menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah debitur, maka diadakan
pengikatan jaminan atau agunan. 6

3. Hipotik Kapal Laut


Prosedur dan syarat-syarat pembebanan hipotik kapal laut adalah : kapal yang sudah
terdaftar dan dilakukan dengan membuat akta hipotik ditempat dimana kapal semula terdaftar,
kapal yang dibebani hipotik harus jelas tercantum dalam akta hipotik, adanya perjanjian kredit,
nilai kredit, nilai hipotik yang dikhususkan pada nilai kapal, seyogyanya sesuai dengan nilai
kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan prosedur pembebanannya antara lain adanya grosse akta
pendaftaran/balik nama, perjanjian kredit, Surat Kuasa Membebankan Hipotik (SKMH), Akta
Pembebanan Hipotik (APH)
Pada prinsipnya sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan
perjanjian assesoir, perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit
4. Perjanjian kredit
Perjanjian kredit adalah perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur , dimana
kreditur berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur
berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka
waktu yang telah disepakati antara keduanya14.

6 Johannes Ibrahim, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, Penerbit Utomo, 2004, hal.
Unsur-unsur perjanjian kredit adalah: adanya subjek hukum, adanya objek hukum,
adanya prestasi, adanya jangka waktu.
5. Pengertian Jaminan
Menurut Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR
tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan
adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan,
Segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan untuk segala
perikatan pribadi debitur tersebut. Dari ketentuan pasal ini mengandung asas bahwa setiap
orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab yang mana berupa tanggung jawab
moral dan tanggung jawab hukum.
Adapun fungsi jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur, bahwa debitur mempunyai
kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan
persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
6. Pengertian Eksekusi
Eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan secara paksa oleh pengadilan
kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara. Oleh karena itu, eksekusi adalah tindakan yang
berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terdapat dalam Pasal 195
sampai 224 HIR dan Pasal 206 sampai Pasal 258 RBG .
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk
mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Sedangkan objek
Hipotik adalah tanah, bangunan dan kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas. Sifat-sifat
hipotik itu sendiri ada empat yaitu accessoir, tidak dapat dibagi-bagi, zaaksgevolg dan lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya

Adapun asas-asas hipotik meliputi asas publiciteit, asas specialiteit, dan asas tak dapat
dibagi-bagi (Ondeelbaarheid). Isi dari akte hipotik yaitu bersifat wajib dan fakultatif. Di dalam
hipotik ada perjanjian yang harus dipenuhi yaitu janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, janji
tentang sewa, janji untuk tidak dibersihkan, dan janji tentang Asuransi.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,


PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 25.

John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Cet. I, Jakarta:
Sinar Grafika, 1994.

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Buku Satu,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 115.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 25, Jakarta: Intermasa, 1995.

Anda mungkin juga menyukai