Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembimbing:
dr. Tendi Novara, MSi.Med. Sp.An-KAO
Disusun oleh :
Novita Lusiana G4A014079
SMF ANESTESIOLOGI
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2017
LEMBAR PENGESAHAN
JURNAL
Disusun Oleh :
Novita Lusiana G4A014079
Dokter Pembimbing
Pengantar
Trauma merupakan bencana, dan selama kehamilan, hal ini lebih berbahaya
bagi ibu dan bayi serta menimbulkan tantangan khusus bagi instalasi gawat darurat.
Trauma saat hamil dapat disebabkan oleh kecelakaan, pembunuhan, atau peristiwa
kekerasan lainnya.
Epidemiologi
Kejadian trauma pada ibu hamil adalah sebesar 7% dari semua kehamilan,
dan hal ini merupakan penyebab yang paling umum dari morbiditas dan mortalitas
nonobstetrik pada kehamilan [4]. Di India dan juga di seluruh dunia, hal ini
menyumbang 46% dari semua kematian ibu. Menurut ACOG, sebanyak 10-20%
dari wanita hamil mengalami trauma fisik [1].
Kecelakaan kendaraan bermotor menyumbang 54,6% dari semua luka yang
diderita oleh pasien trauma yang hamil (Rudra et al.). Penggunaan korset yang
benar secara langsung dapat mempengaruhi keadaan pasien yang hamil dalam
tabrakan kendaraan bermotor. Biasanya hanya 46% dari pasien trauma yang hamil
yang menggunakan sabuk pengaman saat terjadi kecelakaan kendaraan bermotor
[3]. Dengan penggunaan sabuk pengaman yang tepat, kemungkinan terjadinya
pendarahan vagina dapat menurun 50% dan kematian janin intrauterin dapat
menurun 25%.
Penyebab paling umum berikutnya adalah kekerasan dalam rumah tangga
dan pemerkosaan yang mencapai 22,3% kasus yang mengakibatkan berbagai luka
pada perut dan genitalia [7]. Sebagian besar kasus pelecehan tidak dilaporkan.
Pelecehan berulang terjadi pada 50% wanita.
Terjatuh adalah mekanisme cedera lainnya yang terjadi selama kehamilan
sebanyak 21,8% dari semua kasus. Terjatuh berulang terjadi pada 2% pasien.
Penyebab lain yang kurang umum seperti luka bakar, luka tusukan, dan gigitan
hewan terjadi pada 1,3% kasus [7].
Perubahan Anatomi dan Fisiologis dalam Kehamilan
Pemahaman anatomi dan perubahan fisiologi yang unik yang terjadi pada
kehamilan merupakan hal yang sangat penting untuk pengelolaan yang memadai
bagi korban trauma. Patofisiologi dan mekanisme cedera wanita hamil dapat
berbeda secara signifikan dengan cedera yang terjadi pada wanita yang tidak hamil.
Cedera Tumpul
Selain kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan, pelecehan, dan terjatuh sering
menyebabkan trauma tumpul yang serius pada kehamilan.
Masalah utamanya adalah penilaian segera efek trauma pada maternal, penanganan
darurat, dan penilaian efek yang terjadi bersamaan pada janin.
Masalah pada trauma tumpul abdomen:
1. Uterus yang membesar dapat menyebabkan hilangnya perlindungan pada tulang
panggul
2. Meningkatnya kemungkinan perdarahan retroperitoneal seperti pembuluh darah
pelvis yang membesar.
Cairan amnion memberikan perlindungan pada janin dengan cara menyerap
dorongan trauma, menghilangkan kekuatan pukulan dengan mentransmisikannya
secara merata ke segala arah.
Resiko terhadap Ibu
Kematian ibu karena trauma tumpul berkisar 7% [2]. Hal ini mencakup abrupsio
plasenta, persalinan prematur, perdarahan fetomaternal besar, ruptur uteri dan
kehilangan janin, embolisme cairan amnion dan DIC. Perdarahan limpa adalah
penyebab paling umum dari perdarahan intraperitoneal yang diikuti oleh ruptur
uterus. Perdarahan retroperitoneal dapat terjadi secara sekunder akibat ruptur
pleksus vena pelvis.
Trauma Minor
Setiap luka trauma yang tidak memenuhi kriteria sebagai trauma mayor.
Aborsi Spontan
Cedera traumatik bisa terjadi pada aborsi spontan sebelum usia kehamilan 20
minggu. Tanda dan gejala yang paling sering adalah sakit perut atau kram dan
perdarahan vagina.
Abrupsio Plasenta
Abrupsio plasenta merupakan akibat dari plasenta yang inelastis yang terlepas dari
uterus yang elastis selama deformasi yang terjadi secara tiba-tiba dari uterus. Hal
ini merupakan salah satu dari cedera yang paling umum, biasanya berhubungan
dengan trauma tumpul, dan menyumbang 50-70% kehilangan janin [8]. Kejadian
abrupsio meningkat dengan tingkat keparahan cedera, dari 8,5% pada wanita hamil
yang tidak terluka yang terlibat dalam kecelakaan mobil sampai 13% pada wanita
dengan luka parah [6]. Kematian ibu akibat abrupsio kurang dari 1%, akan tetapi
kematian janin berkisar antara 20 hingga 35%.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya nyeri abdomen, pendarahan vagina,
nyeri tekan uterus, kebocoran cairan amnion, hipovolemia maternal, uterus yang
lebih besar dari keadaan normal untuk usia gestasi, atau perubahan denyut jantung
janin, tetapi bisa juga terdapat pada ibu yang asimtomatik.
Ultrasound juga tidak cukup peka untuk menyingkirkan abrupsio, sehingga
mengharuskan penggunaan kardiotokografi janin posttraumatik secara rutin.
Ruptur Uteri
Resiko ruptur uteri adalah sebesar 1% pada pasien trauma yang hamil
(Schwaitzberg 2014). Penyebab yang paling umum dari ruptur uteri adalah trauma
tumpul yang parah pada perut, dari kecelakaan kendaraan saat pelvis menghantam
uterus, sehingga menyebabkan pecah. Beberapa ruptur uteri juga melibatkan trauma
penetrasi.
Cedera semacam itu dapat menyebabkan perdarahan serosa atau lecet; avulsi
pembuluh darah uterus dengan perdarahan; gangguan total pada dinding
miometrium dengan pengeluaran janin, plasenta, atau tali pusar ke dalam rongga
abdomen; atau avulsi uterus lengkap.
Terlepas dari konseling yang memadai tentang penggunaan sabuk pengaman yang
tepat, penempatan sabuk pengaman yang tidak tepat dapat menghasilkan kekuatan
yang signifikan secara langsung pada uterus. Terdapat lebih banyak resiko ruptur
uteri dalam trauma penetrasi yang disengaja yang sering diarahkan ke uterus.
Meski 75% kasus ruptur uteri melibatkan fundus uteri, cedera yang jarang terjadi
seperti cacat miometrium kornual yang mengikuti trauma tumpul telah dilaporkan.
Gejala klinis dapat bervariasi dari temuan klinis (misalnya, perabaan uterus yang
lembek, pola denyut jantung janin yang tidak menentu) untuk onset yang cepat dari
syok hipovolemik maternal.
Gejala khas dari iritasi peritoneal dapat diidentifikasi tetapi tidak selalu jelas.
Perdarahan Fetomaternal
Pendarahan fetomaternal (FMH) terjadi pada sekitar 10-30% pasien trauma yang
hamil dan harus dipertimbangkan sejak minggu keempat kehamilan saat sirkulasi
janin berkembang.
Gejala klinis FMH bervariasi dan dapat menjadi nonspesifik.
1. Berkurang atau tidak adanya gerakan janin.
2. Fetal distres - terutama jika rekam denyut jantung janin adalah sinusoidal
(menunjukkan anemia pada janin).
3. FMH yang besar adalah komplikasi yang berat namun jarang yang bisa
mengakibatkan anemia janin, hipoksia janin, kematian intrauterine, atau kerusakan
neurologis neonatal.
.
4. Reaksi transfusi (mual, edema, demam, dan menggigil) pada ibu.
Mungkin lebih sering terjadi dengan plasenta letak anterior dan pada wanita yang
mengalami nyeri tekan uterus, kontraksi, perdarahan vagina, dan gawat janin.
Penilaian perdarahan fetomaternal: Uji Kleihauer-Betke.
Digunakan untuk mendeteksi dan mengukur FMH.
Biasanya untuk menentukan dosis imunoglobulin Rh D untuk wanita dengan Rh
D-negatif.
Hasil dilaporkan secara kuantitatif dalam mL oada darah janin dalam sirkulasi ibu.
Hasil "negatif" biasanya dinyatakan kurang dari 1 mL dari darah janin.
Uji ini bukan uji untuk abrupsio plasenta.
Bukti terbatas tentang kegunaan uji Kleihauer yang positif untuk memprediksi hasil
dan membimbing manajemen klinis (di luar penentuan dosis imunoglobulin Rh D
untuk wanita dengan Rh D-negatif). Tes ini tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi FMH pada ibu dengan Rh positif atau ibu dengan Rh negatif yang
mengandung janin dengan Rh-negatif. Sebuah Uji Kleihauer Betke yang positif
beserta parameter lainnya, seperti trauma trimester ketiga, trauma abdomen, dan
derajat keparahan luka yang lebih besar dari 2, mengidentifikasi bahwa mereka
berisiko untuk memiliki outcome perinatal yang merugikan. Sitometri aliran
Hemoglobin antifetal saat ini digunakan untuk mendeteksi FMH secara lebih
akurat.
Fraktur Pelvis
Fraktur pelvis, merupakan fraktur yang paling sering terjadi sebagai akibat dari
trauma tumpul pada abdomen, hal ini merupakan kekhawatiran lain. Seiring dengan
perdarahan retroperitoneal yang signifikan, ibu dapat mempertahankan kandung
kemih, uretra, atau luka usus. Fraktur panggul ibu secara signifikan meningkatkan
kerentanan janin terhadap cedera kepala, yang menyebabkan kematian janin
sebesar 25%. Pasien dengan cedera panggul dapat mengalami nyeri panggul dan
tanda dan gejala hipovolemia Fraktur panggul dan asetabular merupakan fraktur
yang jarang terjadi saat hamil.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dilengkapi dengan pencitraan
radiologi. Sinar-X polos bersamaan dengan perisai uterus umumnya dapat
memperlihatkan janin sampai jumlah radiasi yang sangat kecil.
Diperkirakan paparan janin dari satu Film yang menggambarkan pinggul adalah
200 mili Rads yang lebih besar dari perkiraan paparan sinar X dada dan film
abdomen, yaitu 0,02-0,07 mili Rads dan 100 mili Rads. Namun, nilai-nilai ini jauh
lebih rendah dari 5 Rad, di bawah yang mana resiko anomali kongenital,
pembatasan pertumbuhan, atau aborsi tidak meningkat [4].
Fraktur panggul ditandai dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan
pada ibu dan janin karena dapat dikaitkan dengan syok hipovolemik, terutama pada
kejadian perdarahan intraperitoneal. Terdapat Mortalitas ibu dan janin yang lebih
tinggi pada tabrakan mobil-pejalan kaki bila dibandingkan dengan terjatuh. Baik
outcome ibu dan janin tergantung pada derajat cedera, meskipun kelas fraktur
(sederhana dengan kompleks) dan tipe fraktur (acetabular dengan panggul), dan
trimester kehamilan, tidak mempengaruhi angka kematian.
Fraktur panggul juga bisa dikaitkan dengan trauma kandung kemih atau uretra yang
mengakibatkan hematuria dan penempatan kateter urin yang sulit. Menurut buletin
pendidikan ACOG, fraktur panggul bukan merupakan kontraindikasi definitif
untuk persalinan pervaginam meskipun adanya patah tulang panggul tipe displaced
yang ringan [4].
Cardiorespiratory Arrest
Cardiorespiratory arrest pada wanita hamil menimbulkan ancaman serius terhadap
kelangsungan hidup janin. Sekitar 41% janin meninggal saat ibu menderita cedera
yang mengancam jiwa dan lebih banyak kematian terjadi dengan serangan jantung
(Swaitzberg 2010). Penatalaksanaan agresif ibu diperlukan untuk meningkatkan
kelangsungan hidup janin. Meskipun kemungkinan hidup janin dengan ibu yang
menderita cardiopulmonary arrest karena trauma rendah, Upaya resusitasi harus
diberikan untuk pasien yang hamil lebih dari 24 minggu. Fasilitas kesehatan yang
menerima harus diberitahu sebelumnya sehingga petugas medis dapat
mempersiapkan diri untuk menjalani operasi caesar darurat. Efisiensi RJP secara
signifikan dapat dikurangi oleh kompresi aortocaval. Terdapat bukti terbatas
mengenai derajat kemiringan yang dibutuhkan untuk mencapai dekompresi IVC
dan keefektifan kompresi dada dilakukan pada posisi lateral kiri.
Posisi
Setelah 20 minggu usia gestasi, kompresi aortokaval oleh uterus menghalangi
resusitasi oleh penurunan aliran balik vena yang menyebabkan hipotensi terlentang,
pengurangan volume sekuncup dan curah jantung, dan menurunkan keefektifan
kompresi thoraks.
Posisikan wanita untuk meminimalkan Kompresi vena cava inferior (IVC):
pertimbangkan kehamilan dan kemampuan untuk memberikan perawatan yang
efektif (misalnya, intubasi) saat menentukan persyaratan penentuan posisi:
Kemiringan lateral kiri 15-30 .
Letakkan wedge di bawah pantat / pinggul kanan untuk mencapai kemiringan
Dalam kasus trauma besar, tempatkan wedge di bawah papan tulang belakang
(Gambar 25.1 dan 25.2).
Jika kemiringan lateral tidak layak, Perpindahan manual uteru untuk meminimalkan
kompresi IVC dilakukan dengan berdiri di sebelah kiri wanita; Dokter
menempatkan dua tangan di sekitar rahim dan secara lembut menarik rahim ke arah
diri mereka sendiri (Gambar 25.3).
Dukungan pernapasan ibu yang cepat sangat penting; anoksia terjadi lebih cepat
terjadi pada kehamilan stadium lanjut karena adanya perubahan yang terjadi pada
Fisiologi pernapasan selama kehamilan. Suplementasi oksigen sangat penting
untuk mencegah hipoksia ibu dan janin.
Gambar. 25.2 Memiringkan posisi tubuh secara lateral kiri (sisi kanan atas) 15-30
untuk meredakan kompresi. Pedoman Klinis Queensland, Trauma pada Kehamilan,
pedoman no. MN14.31-V1-R19, Queensland Health. Februari 2014
Ara. 25.3 Pemindahan uterus secara manual untuk meringankan kompresi (panah).
Pedoman Klinis Queensland, Trauma pada kehamilan, pedoman no. MN14.31-V1-
R19, Queensland Health. Februari 2014
Disabilitas
Evaluasi neurologis secara cepat dengan menggunakan Skala Koma
Glasgow. Pemeriksaan seharusnya berupa penilaian terfokus pada tingkat
kesadaran pasien menggunakan Skala Koma Glasgow dan juga menilai ukuran
pupil mereka, fungsi motorik kasar, dan sensasi pada masing-masing tungkai. Jika
tanda, gejala, atau kecurigaan cedera tulang belakang ada, maka sangat penting
untuk mencatat tanda lateralisasi apapun dan derajat sensasi yang utuh.
Garmen antisyok pneumatik (PASG) dapat digunakan untuk menstabilkan
fraktur ekstremitas bawah dan dapat mengendalikan perdarahan. Pada pasien hamil,
pembesaran kompartemen abdomen pada PASG harus dihindari karena hal ini
dapat membahayakan aliran darah uteroplasenta.
Survei Sekunder
Survei sekunder terdiri dari: riwayat lengkap, termasuk riwayat obstetri, melakukan
pemeriksaan fisik, dan mengevaluasi dan memantau janin. Riwayat obstetri penting
karena identifikasi faktor komorbid dapat mengubah keputusan tatalaksana.
Riwayat Obstetri
Riwayat obstetri harus mencakup tanggal haid terakhir, tanggal perkiraan kelahiran
dan masalah atau komplikasi apapun mengenai kehamilan saat ini dan sebelumnya,
asuhan prenatal, dan riwayat perdarahan vagina.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada wanita hamil dengan trauma tumpul tidak bisa
diandalkan dalam memprediksi hasil obstetrik yang merugikan. Pemeriksaan
kepala-ke-kaki seperti pada pasien trauma yang tidak hamil dilakukan. Perut
diinspeksi untuk melihat apakah ada ekimosis atau asimetri.
Dibandingkan dengan orang yang tidak hamil, wanita hamil memiliki insiden
cedera perut yang lebih tinggi secara serius namun memiliki insiden cedera dada
dan kepala yang lebih rendah. Fraktur panggul ibu, khususnya pada akhir
kehamilan, berhubungan dengan cedera kandung kemih, cedera uretra, perdarahan
retroperitoneal, dan fraktur tengkorak janin. Setelah 12 minggu masa kehamilan,
rahim dan kandung kemih ibu bukan lagi organ panggul yang eksklusif dan lebih
rentan terhadap cedera langsung.
Fraktur tengkorak adalah Cedera janin langsung yang paling umum, dengan angka
kematian 42%. Status mental yang berubah atau cedera kepala parah setelah trauma
pada wanita hamil dikaitkan dengan peningkatan outcome janin yang buruk.
Dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor, Posisi sabuk pengaman yang tidak
benar yang mengelilingi uterus yang gravid dapat menyebabkan luka memar pada
perut, meningkatkan resiko abrupsio plasenta, dan meningkatkan resiko ruptur
uteri. Nilai tonus uterus, kontraksi, kekakuan, kelemahan, dan bagian janin yang
teraba. Perut yang gravid mungkin secara relatif tidak sensitif terhadap iritasi
peritoneum.
Estimasi Usia Kehamilan
Usia kehamilan dapat diestimasi dengan mengukur tinggi fundus dan jarak vertikal
pada midline dari simfisis pubis ke puncak fundus dalam sentimeter. Bagian atas
fundus ditandai untuk mengevaluasi kemungkinan abrupsio tersembunyi seperti
yang ditandai dengan tinggi fundus yang meningkat.
Pencitraan Diagnostik
Janin paling rentan terhadap radiasi selama 15 minggu pertama kehamilan. Resiko
radiasi pada janin kecil jika dibandingkan dengan risiko dari keterlambatan atau
keterlambatan atau tidak adanya diagnosis trauma. Meningkatnya resiko terhadap
embrio atau janin belum diamati untuk cacat intelektual, cacat kelahiran,
pertumbuhan yang terhambat, efek neurobehavioral, gangguan performa sekolah,
gangguan kejang, atau kematian embrio atau janin di bawah dosis efektif 100
milisievert (mSv) [5].
Meskipun agen kontras iodinasi melewati plasenta dan dapat diambil oleh tiroid
janin, tidak ada kasus gondok janin atau fungsi tiroid neonatus abnormal yang telah
dilaporkan dalam hubungan dengan paparan kontras dalam rahim. Gadolinium
yang digunakan pada MRI telah diketahui efek teratogeniknya pada hewan dan
tidak disarankan kecuali jika memiliki keuntungan yang jelas lebih besar dari
resikonya.
Pemeriksaan sinar-X pada ekstremitas, kepala, dan tengkorak, mamografi, dan
pemeriksaan tomografi komputerisasi (CT) pada kepala dan leher bisa dilakukan
saat hamil atau mungkin pada wanita hamil tanpa perhatian. Pemeriksaan sinar X
lainnya juga bisa dilakukan jika dosis radiasi ke embrio atau janin cenderung terjadi
kurang dari 1 mSv [5].
Rasio manfaat dan risiko harus dinilai dimana prosedur pada wanita hamil bisa
mengakibatkan dosis radiasi lebih dari 1 mSv pada embrio atau janin. Peralatan
pelindung pribadi, (misalnya, gaun timbal) disarankan hanya untuk wanita hamil
saat posisi rahim berada pada balok sinar-X langsung (dan jika tidak mengganggu
pencitraan).Llebih baik melakukan CT scan tunggal dengan kontras teriodinasi
daripada melakukan penilaian suboptimal yang multipel tanpa kontras. Informasi
dan konseling kepada wanita yang terpapar radiasi selama diagnosis dan perawatan
harus dilakukan.
Ultrasound
Ultrasound (US) dapat menilai kerusakan organ yang solid, cairan intraperitoneal,
usia kehamilan, DJJ, aktivitas janin, presentasi janin, derajat cedera janin, lokasi
plasenta, volume cairan amnion, dan profil biofisik. US bukan merupakan indikator
yang handal pada abrupsi plasenta yang sedang terjadi. FAST scan (penilaian
terfokus dengan sonografi untuk trauma) sama akuratnya pada pasien yang tidak
hamil untuk menilai cairan bebas intra-abdomen. US obstetri yang mengikuti FAST
harus dilakukan jika diperlukan. Hal ini akan membantu mengidentifikasi cairan
intraabdominal, sehingga meningkatkan indeks pada kecurigaan perdarahan
intraperitoneal.
CT Scan
Modalitas pencitraan lain yang mungkin diindikasikan selama evaluasi pasien
trauma selama hamil adalah computed tomography (CT), yang umumnya
mengekspos janin sampai 3,5 rad. Meskipun CT Scan diindikasikan dalam kasus
dimana manfaatnya terhadap ibu lebih besar daripada risiko terhadap janin,
konseling yang memadai, jika memungkinkan, tetap diperlukan.
Pengelolaan
Saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu, CS perimortem dilakukan 4 menit setelah
tidak adanya respon terhadap RJP yang efektif. CS dilakukan pada titik resusitasi.
RJP dilanjutkan selama dan setelah prosedur.
Strategi Pencegahan
Perawatan prenatal sangat penting untuk hasil yang optimal untuk pasien hamil dan
bayi. Bagian dari perawatan prenatal merupakan edukasi yang tepat dalam
pencegahan cedera, terutama trauma tumpul, meskipun telah menggunakan sabuk
pengaman secara tepat.
Kekerasan Sosial
Kekerasan interpersonal telah ditekankan sebagai etiologi trauma hanya selama
beberapa dekade terakhir. Pelecehan seksual atau fisik terjadi sampai 17-32%
kehamilan, dan 60% di antaranya dilaporkan sebagai beberapa episode pelecehan.
Pelecehan sering dimulai atau meningkat selama kehamilan atau periode
pascapartum. Pelaku yang paling sering biasanya dikenal oleh pasien, sering kali ia
merupakan suami atau pasangan. Kekerasan interpersonal seperti itu bukan
merupakan fungsi status perkawinan, ras, umur, atau status ekonomi. Semua
petugas kesehatan harus menyadari epidemi ini dan harus membantu dalam
pengurangan kejahatan tersebut, terutama selama kehamilan.
1. Chapter 42. Critical care and trauma. In: Cunningham F, Leveno K, Bloom S,
Hauth J, Rouse D, Spong C, editors. Williams obstetrics. 23rd ed. 2010. p. 926
45.
2. Desjardins G. Management of the injured pregnant patient. 2014.
http://www.trauma.org/archive/resus/ pregnancytrauma.html .
3. Mattox KL, Goetzl L. Trauma in pregnancy. Crit Care Med. 2005;33(10
(Suppl)):S3859.
4. Mirza FG, Devine PC, Gaddipati S. Trauma in pregnancy: a systematic approach.
Am J Perinatol. 2010;27(7):57986.
5. Queensland Clinical Guidelines, Trauma in pregnancy. guideline no MN14.31-
V1-R19, Queensland Health. Feb 2014. Available from:
http://www.health.qld.gov.au/qcg/ .
6. Raja AS, Zabbo CP. Trauma in pregnancy. Emerg Med Clin North Am.
2012;30:93748.
7. Rudra A, Ray A, Chatterjee S, et al. Trauma in pregnancy. Indian J Anaesth.
2007;51(2):1005.
8. Schwaitzberg SD. Trauma and pregnancy. 2013.
http://emedicine.medscape.com/article/796979-overview .