Esai - Urgensi Imunisasi Pada
Esai - Urgensi Imunisasi Pada
AGAMA ISLAM
Hellen Marini
Sistem imun merupakan sistem yang bekerja untuk melindungi tubuh dari
infeksi oleh mikroorganisme, mempercepat proses penyembuhan dalam tubuh,
dan memperbaiki sel yang rusak saat terjadi infeksi atau cidera ( Elizabeth J.C,
2009). Kombinasi sawar fisik yang tersusun atas kulit, selaput lendir, lapisan
mukus, dan sel epitel bersilia serta komponen sistem imun lainnya menjadi
pertahanan manusia terhadap serangan agen infeksiosa (Abraham M. Rudolph et
al, 2006). Seseorang dapat kebal terhadap infeksi apabila memiliki imunitas yang
baik. Imunitas sendiri dapat bersifat inheren atau bawaan, pasif, atau di dapat
setelah pajanan terhadap suatu mikroorganisme.
Imunitas menjadi hal penting yang harus segera didapatkan anak pada
awal kehidupannya karena mengingat bahwa anak-anak sangat rentan terhadap
penyakit infeksi. Sistem imun pada anak-anak belum berkembang sempurna saat
lahir. Imunitas selular anak sudah efektif sejak lahir: selama 2 atau 3 tahun
pertama jumlah sel darah putih relative tinggi, limfosit lebih banyak daripada
polimorfik dalam sirkulasi darah. Pada umumnya imunitas humoral berkembang
lebih lambat ( Roy M & Simon N,2005). Kadar imunoglobin total pada bayi
paling rendah pada usia 3-4 bulan yang merupakan periode rentan. Tingkat
imunitas humoral yang cukup baik mulai terbentuk pada usia 6-9 tahun.
Imunoglobin G ( IgG) memiliki reseptor di plasenta sehingga IgG maternal dapat
ditransfer melalui plasenta sejak masa fetal awal. Oleh karena itu balita memiliki
imunitas pasif terhadap berbagai infeksi termasuk campak, rubella, dan
gondongan. Sebaliknya molekul IgM yang lebih besar tidak dapat melewati
plasenta karena tidak memiliki reseptor disana sehingga neonatus sangat rentan
terhadap beberapa infeksi bakteri seperti pertusis. Janin mampu meningkatkan
respons IgM-nya terhadap infeksi intrauterine, misalnya rubella, namun sintesis
immunoglobulin lain sedikit terlambat dimulai setelah lahir ( Roy M & Simon N,
2005) .
Tingginya angka kematian pada balita yang disebabkan oleh infeksi
menjadi permasalahan besar yang perlu mendapat perhatian lebih. WHO
memperkirakan 85% dari kematian bayi disebabkan infeksi, asfiksia, lahir dan
trauma kelahiran. Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari
tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1 % ( termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, dan
diare). Infeksi sebagai penyebab kematian bayi masih banyak dijumpai. Infeksi ini
termasuk tetanus, neonatorum, sepsis, dan pnemoni. Masih sekitar 12 negara
dengan estimasi kasus neonatal tetanus yang tinggi termasuk di indonesia
(Sarimawar D & Soeharsono S, 2003).
Namun kondisi yang ada, banyak orang tua yang menolak untuk
memberikan imunisasi pada anaknya. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya yaitu personal, kultural, kepercayaan, ataupun pengalaman (Sanford,
Ilene , Robert, & Richard, 2007). Kebanyakan orang tua merasa takut terhadap
dampak yang ditimbulkan dari penggunaan vaksin pada bayi mereka. Namun ada
beberapa orang tua yang mengerti tentang pentingnya penggunaan vaksin namun
mereka terhambat dari segi biaya. Orang tua tidak akan acuh apabila vaksin yang
efektif tersedia dan terbukti efektif untuk melawan penyakit. Sulitnya jadwal
imunisasi, catatan perawatan fragmentasi, jam klinik, dan waktu tunggu untuk
imunisasi, transportasi merupakan contoh lain dari halangan logistik untuk
imunisasi (Sanford R, Kimmel, Ilene Timko Burns, Robert & Richard Kent
Zimmerman, 2007).
Anak memiliki hak untuk terlindung dari penyakit infeksi. Imunisasi luas
pada masyarakat meningkatkan imunitas kelompok, yang menurunkan
kemungkinan transmisi infeksi diantara balita serta memungkinkan terjadinya
eradikasi penyakit ( misalnya cacar). Tidak selayaknya anak kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan imunisasi tanpa adanya pertimbangan matang
mengenai konsekuensinya, baik untuk anak tersebut sebagai satu individu dan
bagi komunitas ( Roy M & Simon N,2005).
Saat ini, hal yang perlu mendapat perhatiaan penuh yaitu kepercayaan
bahwa vaksin haram dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat. Namun
tanpa mereka sadari ketika seorang bayi yang telah terinveksi virus memiliki
potensi untuk menularkan kepada individu yang lain. Virus merupakan agen yang
tidak dapat dimusnahkan namun bisa dilemahkan. Ketika banyak balita yang
terinveksi maka akan menjalar dan merugikan orang lain. Lebih buruknya ketika
permasalah tersebut tidak bisa teratasi karena keterlambatan hingga merampas
nyawa anak sendiri dan anak orang lain yang tidak bersalah.
Selain itu Allah SWT menciptakan penyakit tentunya ada obatnya. Hal ini
menunjukkan agar manusia tetap optimis dalam menghadapi suatu penyakit.
Pernyataan ini didukung oleh hadist yang berbunyi:
Selain itu larangan untuk menggunakan vaksin haram juga didukung oleh
beberapa hadist, diantaranya yaitu:
Imam Zuhri (w. 124 H) berkata, Tidak halal meminum air seni manusia untuk
(mengobati) suatu penyakit yang diderita, sebab itu adalah najis; Allah
berfirman: Dihalalkan bagimu yang baik-baik (suci) (QS. al-Maidah [5]:
5); dan Ibnu Masud (w. 32 H) berkata tentang sakar (minuman keras), Allah
tidak menjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan atasmu (Riwayat
Imam al-Bukhari).
Berobat dengan benda najis adalah boleh ketika belum ada benda suci yang
dapat
menggantikannya (Muhammad al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj,
[Bairut: Dar al-Fikr, t.th.], juz I, h. 79).
Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci
yang dapat menggantikan-nya, karena maslahat kesehatan dan keselamatan lebih
sempurna (lebih diutamakan) dari pada maslahat menjauhi benda najis (al-Izz
bin Abd al-Salam, Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, [Qahirah:
Mathbaah al Istiqamah, t.th.), juz I, h. 81).
Corwin, E.J. ( 2009). Buku saku patofisiologi (edisi 30). Jakarta : EGC.
Djaja, D., & Soemantri, S. (2003). Penyebab kematian bayi baru lahir
( neonatal) dan sistem pelayanan kesehatan yang bekaitan di indonesia survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) 2001. Bul panel kesehatan, 31 (3), 155-165.
Meadow, R., & Newell, S. (2005). Lecture notes pediatrika (Edisi 7). Jakarta:
Erlangga.
Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., & Rudolph, C.D. ( 2006). Buku ajar
pediatric Rudolph (edisi 20). Jakarta: EGC.
Susilorini (2014). Tahnik dan pemberian asi sebagai metode imunisasi dalam
perspektif biomolekuler. Diakses pada 26 September 2015, dari
http://dppm.uii.ac.id/dokumen/DPPM-UII_pros59_Hal_785
799_Tahnik_dan_Pemberian.pdf