Anda di halaman 1dari 16

1 EVALUASI NILAI GIZI PATI

PRE-LAB
1. Apa yang dimaksud dengan daya cerna pati?
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis
oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Enzim pemecah pati
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu endo-amilase dan ekso-amilase. Daya cerna pati
dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch). Daya cerna pati
juga dipengaruhi oleh proses pengolahan dan interaksi antara pengolahan dan
penyimpanan tetapi tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Penentuan data cerna pati
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan enzim atau menggunakan pereaksi
(Almatsier, 2004).
Daya cerna pati menunjukkan prosentase pati yang dapat dicerna dan di hidrolisis
sehinggga mampu dioksidasi untuk menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh.
Kemudahan daya cernanya tergantung dari jenis pati juga keberadaan dari senyawa lain
dalam bahan pangan atau pati itu sendiri, misalnya adanya senyawa tanin maupun jenis
protein tertentu. Senyawa tanin ini akan mengikat karbohidrat, sedangkan protein dapat
menghambat aktivitas amilase (Miller, et al, 2002).

2. Bagaimana prinsip pengujian daya cerna pati ?


Prinsip dasar analisa daya cerna pati adalah pati dihidrolisis oleh enzim -amilase
menjadi maltosa. Hasil hidrolisis ini diukur jumlahnya dengan menggunakan
spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat. Daya cerna pati
diindikasikan dengan jumlah maltosa yang dibebaskan. hidrolisis enzim -amilase pada
amilosa melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu degradasi amilosa menjadi maltosa dan
maltotriosa yang terjadi secara acak. Tahap selanjutnya yaitu pembentukan glukosa dan
maltosa sebagai akhir secara tidak acak dan berjalan lebih lambat (Winarno, 2004).

3. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya cerna pati?


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Cerna Pati :
1. Proses Pengolahan
Proses penggilingan menyebabkan struktur pangan menjadi halus sehingga
pangan tersebut mudah dicerna dan diserap. Ukuran partikel mempengaruhi proses
gelatinisasi pati. Ukuran butiran pati yang makin kecil mengakibatkan mudah
terdegradasi oleh enzim. Makin mudah enzim bekerja, makin cepat pencernaan dan
penyerapan karbohidrat pati. Pemasakan karbohidrat diperlukan untuk
mendapatkan daya cerna pati yang tepat, karena karbohidrat merupakan sumber
kalori. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah sehingga
pati tergelatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah. Semakin
rendah tingkat glatinisasi, makin lambat laju pencernaan pati.
2. Kadar Lemak dan Protein Pangan
Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri
melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak,
dimana diketahui lemak dapat memperlambat pengosongan lambung yang
berakibat pada lambatnya pencernaan pati / daya cerna pati.
3. Kadar Serat Pangan
Serat kasar atau serat terlarut dapat menghambat daya cerna pati karena serat
ini dapat meningkatkan viskositas atau kerapatan campuran pangan di dalam usus,
hal ini akan menghambat interaksi enzim dengan campuran pangan (pati).
4. Kandungan Amilosa dan Amilopektin Pangan
Dua bentuk pati di dalam pangan yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa
adalah polimer gula sederhana yang tidak bercabang. Sementara Amilopektin
merupakan polimer gula sederhana yang bercabang dan memiliki ukuran molekul
lebih besar. amilosa lebih lambat dicerna dibandingkan dengan amilopektin, karena
amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus. Rantai yang
lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi.
Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang
merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan struktur terbuka.
5. Kadar Zat Anti-Gizi Pangan
Zat yang berpotensi menyebabkan efek merugikan terhadap status gizi disebut
zat anti-gizi. Beberapa zat anti-gizi tetap aktif walaupun sudah melalui proses
pemasakan, misalnya zat anti-gizi pada kedelai yaitu pitat dan tannin pada sagu dan
aren yang dapat memperlambat atau menurunkan daya cerna pati (Damayanti,
2008).

2
4. Mengapa pati termodifikasi tidak dapat dicerna oleh tubuh?
Pemanfaatan pati asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang
sesuai untuk digunakan secara luas. Oleh karena itu, pati akan meningkat nilai ekonominya
jika dimodifikasi sifatsifatnya melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya
(Liu et al, 2005). Modifikasi pati bertujuan mengubah sifat kimia dan atau fisik pati secara
alami, yaitu dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul,
oksidasi, atau substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 2008). Salah satu jenis
pati termodifikasi yaitu pati tahan cerna (resistant starch/RS).
Pati tahan cerna didefinisikan sebagai fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis enzim
pencernaan amilase dan perlakuan pulunase secara in vitro. Karena pati banyak dijumpai
dalam saluran pencernaan serta sedikit difermentasi oleh mikroflora usus, RS sering
diidentifikasi sebagai fraksi pati makanan yang sulit dicerna di dalam usus halus sehingga
memiliki fungsi untuk kesehatan. RS memiliki sifat seperti halnya serat makanan, sebagian
serat bersifat tidak larut dan sebagian lagi merupakan serat yang larut (Asp, 2002).
Beberapa sumber karbohidrat seperti gula dan pati dapat dicerna dan diserap secara cepat
di dalam usus halus dalam bentuk glukosa, yang selanjutnya diubah menjadi energi. RS
masuk ke dalam usus besar seperti halnya serat makanan.
Pati termodifikasi dapat dikatakan sebagai pangan fungsional karena prinsip dasar
penggunaan enzim untuk produksi RS (resistant starch) yaitu mengubah struktur pati
sehingga diperoleh pati yang banyak mengandung amilosa. Proses tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengubah struktur amilopektin dengan glukanotransferase untuk meluruskan
rantai, atau mengubah ikatan cabang menjadi lurus seperti struktur amilosa. Fragmen
amilosa tersebut selanjutnya dapat dikristalisasiuntuk digunakan sebagai RS. Enzim
berfungsi memecah rantai sehingga men- jadi lebih pendek. Semakin sedikit rantai yang
berukuran panjang, daya tahan cerna pati akan meningkat. RS banyak dikonsumsi karena
nilai fungsionalnya. Hidrolisis RS oleh enzim pencernaan umumnya membutuhkan waktu
yang lebih lama sehingga proses produksi glukosa menjadi lebih lambat. Hal ini
selanjutnya berkorelasi dengan respons plasma glisemik. Secara tidak langsung, RS
mempunyai nilai fungsional bagi penderita diabetes (Sari, 2010).

5. Apakah fungsi dilakukan analisa kadar maltosa pada pengujian daya cerna pati?
Pada pengujian daya cerna pati dilakukan pemecahan pati bahan pangan menjadi
unit-unit kecil yang terdiri atas glukosa dan maltosa, dimana nantinya akan diukur

3
menggunakan spektrofotometer setelah penambahan asan dinitrosalisilat. Fungsi
dilakukannya analisa kadar maltosa adalah untuk menentukan tingkat daya cerna pati
bahan pangan yang dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch)
dan menentukan jenis pati yang ada dalam bahan pangan tersebut apakah termasuk pati
yang dicerna cepat, pati yang dicerna lambat maupun pati resisten (Almatsier, 2004).

Tanggal Nilai

TINJAUAN PUSTAKA
1. DNS
Dinitrosalisilat (DNS) adalah pereaksi yang digunakan pada saat pengukuran gula
pereduksi. Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat teroksidasi langsung
melalui reaksi redoks, namun gugus keton tidak dapt teroksidasi secara langsung

4
melainkan harus diubah menjadi aldehid terlebih dahulu dengan perpindahan tautomerik
yang memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai.
Metode DNS merupkan suatu metode yang digunakan untuk menentukan total
gula pereduksi dalam sampel yang mengandung karbohidrat. Reaksi DNS merupakan
reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karbonil. DNS
berfungsi sebagai oksidator yang akan tereduksi membentuk asam 3-amino-5-
nitrosalisilat, reaksi ini berjalan dalam suasan basa. Apabila terdapat gula pereduksi pada
sampel maka yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga
menimbulkan warna jingga kemerahan (Lehninger, 2007).

2. Tepung Gaplek
Tepung gaplek adalah tepung yang terbuat dari singkong beserta seratnya yang
sebelumnya telah dikeringkan terlebih dahulu kemudian dilakukan penepungan. Cara
pembuatannya singkong segar dikupas, dibelah dua, lalu dikeringkan dengan cara dijemur.
Singkong kering ini disebut gaplek (gaplk). Gaplek yang digiling, dan dibuang
sontrotnya (bagian tengah singkong yang berkayu), disebut cassava powder. Oleh
masyarakat Jawa, tepung gaplek ini diolah menjadi tiwul, dengan cara dikukus. Dalam
agroindustri modern, tepung gaplek paling banyak diserap sebagai bahan pakan ternak
bersama jagung, bungkil, dan tepung ikan. Kualitas tepung gaplek, sulit untuk
diseragamkan, mengingat proses pembuatan gaplek dilakukan oleh rakyat, dengan cara
yang berbada-beda.

3. Pasta Tapioka
Pasta tapioka merupakan proses perubahan tepung tapioka dikarenakan
dilakukannya pengenceran menjadi larutan tapioka yang kemudian melewati tahap
pemasakan yang terkena panas sehingga menghasilkan pasta, dimana pasta tapioka ini
memiliki sifat yang cukup keras setelah terbentuk dan tingkat kejernihan menurun apabila
dilakukan pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi.

4. Tepung Tapioka
Tapioka merupakan tepung yang terbuat dari singkong. Tepung tapioka diperoleh
dari umbi akar ketela pohon atau singkong. Tepung ini sering digunakan untuk membuat
makanan dan bahan perekat. Banyak makanan tradisional yang menggunakan tapioka
sebagai bahan bakunya, seperti bakso, cimol, maupun sebagai bahan campuran kue,
seperti kue lapis, kue biji ketapang, dan kue tradisional lainnya
Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh

5
berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah-buahan,
pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak digunakan
sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan,
seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging,
industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan
ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar
dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang
masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak
mengandung gumpalan lagi (Wirakartakusumah, 2009).
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
b. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga
kandungan airnya rendah.
c. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang
digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat
kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
d. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari
penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
Proses pembuatan tepung tapioka secara tradisional terdiri dari tiga tahap yang
dilakukan secara terpisah. Tahap pertama adalah proses pemarutan ketela pohon yang
sudah dikupas kulitnya, sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah proses pemerasan dan
penyaringan parutan ketela pohon yang sudah dicampur air, untuk mendapatkan tepung
tapioka. Pemarutan ketela pohon untuk penghasilkan tepung tapioka merupakan suatu
proses untuk memecahkan dinding sel pada umbi ketela pohon agar butir tepung/pati yang
terdapat di dalam ketela pohon tersebut dapat diambil. Setelah proses pemarutan
dilakukan, hasil parutan dicampur dengan air kemudian diperas dan disaring. Mekanisme
pemerasan dan penyaringan adalah proses pengambilan tepung tapioka dari parutan ketela
pohon yang sudah dicampur dengan air. Hasil dari proses pemerasan dan penyaringan ini
berupa campuran antara air dan tepung tapioka. Campuran ini kemudian diendapkan.
Setelah tepung tapioka mengendap, airnya dipisahkan, dan endapannya di
jemur/dikeringkan. Proses penjemuran dan pengeringan dilakukan terpisah (Adi, 2007).

5. Pati Modifikasi Oksidasi


Pati Modifikasi Oksidasi (bleaching) dilakukan dengan menggunakan hidrogen

6
peroksida, asam perasetat, amonium persulfat, sodium hipoklorit. Proses ini dilakukan
secara basah. Dalam proses ini terjadi oksidasi pigmen, oksidasi hidroksil menjadi
karboksil dan karbonil. Proses ini menyebabkan perubahan sifat pati yaitu warna lebih
putih, tidak mudah retrogradasi, dan gel lebih lunak.
Pati yang dihasilkan dari modifikasi oksidasi memiliki fungsi sebagai stabilizer,
perekat, pengegel dan penjernih sehingga dalam pemanfaatannya digunakan sebagai
formulasi pangan, gum dan permen (Fleche, 2005).

6. Pati Modifikasi Silang


Pati termodifikasi melalui metode Ikatan silang dilakukakan dengan membuat ikatan
kimia yang menghubungkan gugus hidroksil (-OH) dari dua molekul pati dalam granula.
Bahan kimia yang digunakan antara lain campuran asam adipat dan asam anhidrid,
fosforus oksiklorida, sodium, trimetafosfat, epiklorohidrin,dan lain-lain. Ikatan silang
dilakukan secara basah pada kondisi alkali. Proses dipengaruhi oleh pH, suhu, lama
proses. Ikatan silang menyebabkan perubahan sifat pati, yaitu granula lebih kuat (tidak
mudah mengembang /swelling, viskositas tinggi, tahan asam (pH rendah), tahan terhadap
pengadukan (shearing), tahan proses pemasakan pada suhu tinggi. Pati modifikasi silang
memiliki fungsi sebagai bahan pengisi, stabilizer serta penentu tekstur sehingga
pemanfaatannya sebagai pengisi pie, roti, makanan beku, bakery, pudding, makanan
instan, sup, saus salad.
Secara sederhana modifikasi ikatan silang dilakukan sebagai berikut: pati dicampur
air sehingga terbentuk suspensi kental, kemudian pHnya diatur menjadi 9,0 menggunakan
sodium hidroksida. Kemudian dilakukan penambahan senyawa pembentuk ikatan silang,
misalnya POCl, diikuti dengan penetralan menggunakan asam klorida. Pati kemudian
dipisahkan dari bagian cairnya dengan cara pemusingan atau sentrifugasi. Endapan pati
dicuci dengan air sampai bebas dari ion-ion klorida, lalu dikeringkan (dengan oven 500C
atau dijemur) dan setelah kering digiling kembali (Amrinola, 2010).

7. Maltosa
Maltosa, atau gula gandum, adalah disakarida yang terbentuk dari dua unit glukosa
bergabung dengan ikatan (1,4), terbentuk dari reaksi kondensasi. Maltosa dihasilkan dari
pemecahan pati / amilum oleh enzim amilase dalam tubuh. Rumus kimia Maltosa adalah
C12H22O11. Maltosa memiliki rasa manis yang lebih rendah dibandingkan glukosa, rasa
manis nya sekitar dari rasa manis glukosa, dan 1/6 dari rasa manis fruktosa. Maltosa
digunakan dalam pembuatan bir, minuman ringan, dan makanan. Titik lebur: 102 0C

7
-1030C. Maltosa memiliki kemampuan untuk mereduksi larutan Fehling, karena aldehida
bebasnya. Gugus aldehid dioksidasi memberikan hasil yang positif, yang berarti bahwa
maltosa merupakan gula pereduksi. Maltosa adalah bentuk karbon utama yang diekspor
dari kloroplas pada malam hari (Sugisawa, 2006).
Maltosa adalah biomolekul memiliki gugus karbohidrat didalamnya yang dibagi ke
dalam tiga kelompok, yang dibagi menjadi unsur penting: karbohidrat, lemak dan protein.
Karbohidrat yang disusun oleh O, H, C, dan didefinisikan sebagai aldehida polihidroksi
keton atau polihidroksi (Aulia, 2009).

8. Enzim Amilase
Amilase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan pati menjadi gula . Amilase
hadir pada manusia air liur , di mana ia memulai proses kimia pencernaan . Enzim
Amilase dapat terbagi menjadi -Amilase, -Amilase, -Amilase . Amilase dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. Enzim
Amilase bekerja memecah karbohidrat rantai panjang seperti amilum dan dekstrin, akan
diurai menjadi molekul yang lebih sederhana maltosa.
-amilase adalah kalsium metalloenzymes , sama sekali tidak berfungsi tanpa
adanya kalsium. Dengan bertindak di lokasi secara acak di sepanjang rantai pati, -
amilase memecah bawah rantai panjang karbohidrat , akhirnya menghasilkan maltotriose
dan maltosa dari amilosa atau maltosa, serta glukosa dan "dekstrin batas" dari
amilopektin. -amilase mengkatalisis hidrolisis dari -1-4 glikosidik obligasi kedua,
membelah off unit glukosa dua ( maltosa ) pada suatu waktu. Selama pematangan dari
buah , -amilase pati pecah menjadi maltosa, sehingga rasa manis dari buah masak. -
amilase akan membelah (1-6) glikosidik. Berbeda dengan bentuk-bentuk lain amilase, -
amilase paling efisien dalam lingkungan asam dan memiliki pH optimum 3 (Belitzh,
2009).

8
DIAGRAM ALIR
1. Sampel Tepung Singkong

SAMPEL

Ditimbang sebanyak 1 gram

Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml

Ditambahkan aquades hingga tanda batas

Dilarutkan sampai tercampur rata

HASIL

2. Sampel Pati Singkong

SAMPEL

9
Ditimbang sebanyak 1 gram

Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml

Ditambahkan aquades hingga tanda batas

Dilarutkan sampai tercampur rata

HASIL

3. Sampel Pasta Tapioka

SAMPEL
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades hingga volume 50 ml
Dipanaskan pada suhu 1000C, hingga tergelatinisasi

HASIL

4. Sampel Tapioka Modifikasi Oksidasi Dalam Bentuk Pasta

SAMPEL
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades hingga volume 50 ml 5% hidrogen peroksida
Dibiarkan selama 12 jam dari volume air
Dipisahkan endapan pati dan air

10
Dicuci bersih sebanyak 2 kali
Didapatkan pati termodifikasi
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades 50 ml
Dipanaskan pada suhu 1000C, hingga tergelatinisasi

HASIL

5. Sampel Tapioka Modofikasi Pengikatan Silang Dalam Bentuk Pasta

SAMPEL
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades hingga volume 50 ml 1% STPP dari volume air
Dibiarkan selama 12 jam
Dipisahkan endapan pati dan air
Dicuci bersih sebanyak 2 kali
Didapatkan pati termodifikasi
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades 50 ml
Dipanaskan pada suhu 1000C, hingga tergelatinisasi
HASIL

6. Sampel Pati Murni

SAMPEL
Ditimbang sebanyak 1 gram
Dimasukkan ke dalam gelas beaker
Ditambahkan aquades hingga volume 50 ml
Dilarutkan sampai tercampur rata
HASIL

7. Penentuan Daya Cerna Pati

11
SAMPEL

Diambil sebanyak 2 ml - 3 ml aquades


- 5 ml larutan buffer
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi phospat 0,1 M pH 0,7

5 ml larutan enzim Diinkubasi dalam penangas air suhu 370C selama 15 menit
-amilase
Diinkubasi kembali suhu 370C selama 30 menit

Dianalisa hasil hidrolisis dengan analisa gula reduksi


metode DNS

Dihitung daya cerna pati sampel

HASIL

8. Penentuan Kadar Pati Metode DNS

SAMPEL
Diambil sebanyak 3 ml
3 ml reagen DNS
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Dipanaskan pada penangas air suhu 900C selama 10 menit,


1 ml potassium hingga berwarna merah kecoklatan
sodium tartrat Ditunggu hingga warna stabil
(garam Rochelle)
40% Didinginkan dalam air dingin
Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer
=575 nm
HASIL

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Kuntoro. 2007. Proses Pembuatan Tepung Tapioka. Yogyakarta: UGM Press.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Amrinola, Wiwit. 2010. Perbedaan Pati Alami Dan Pati Termodifikasi. Jakarta: BINUS.

Asp, N.G. and I. Bjorck. 2002. Resistant Starch. Trends Food Sci. Technol. 3(5): 111114.

12
Aulia, Citra. 2009. Pengertian Maltosa Dalam Bahan Pangan Mengandung Pati. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Belitz, H.D. and W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Berlin: Springer Verlag.

Damayanti, Evi. 2008. Modul E-Learning ENBP. Bogor(ID): Depatemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fleche, G. 2005. Chemical Modification And Degradation Of Starch. New York: Marcel
Dekker.

Lehninger, A.L. 2007. Dasar-Dasar Biokimia Edisi I. Jakarta: Erlangga.

Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. The Technology Of Molecular Manipulation And
Modification. Asisted by Microwaves as Applied to Starch Granules. Carbohydrate
Polymers, 61: 374378.

Miller JB, E. Pang dan L. Bramall. 1992. Rice: a high or low glycemic index food? Am J Clin
Nutr. Vol 56: 1034-1036.

Sari, Endah Kartika. 2010. Modifikasi Pati. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Sugisawa, Hirqshi. 2006. The Thermal Degradation Of Sugar. Journal of Food Science 31
(4): 561.

Winarno, F. 2004. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID) : Gramedia.

Wirakartakusumah, M.A., Rizal Syarief, Dahrul Syah. 2009. Pemanfaatan Teknologi Pangan
Dalam Pengolahan Singkong. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wurzburg, O.B. 2008. Modified Starches: Properties And Uses. Florida: CRC Press.

LAPORAN PRAKTIKUM DAYA CERNA PATI

9. Berikan analisa prosedur mulai dari pembuatan DNS, preparasi sampel, prosedur
kerja dan penentuan kadar gula reduksi. Lengkapi dengan fungsi reagen dan fungsi
perlakuan.

13
10. Buatlah kurva standar kadar maltosa!

11. Tuliskan data hasil pengujian kadar maltosa sampel hasil hidrolisis enzim!
Jenis Sampel Absorbansi Kadar Maltosa Hasil Daya Cerna (%)
Hidrolisis Enzim
Tepung gaplek

Pati singkong

Pasta tapioka
Tapioka modifikasi oksidasi
dalam bentuk pasta
Tapioka modifikasi pengikatan
silang dalam bentuk pasta
Pati murni

Perhitungan:

14
12. Apakah terdapat perbedaan daya cerna tapioka dan tepung singkong? Mengapa?

13. Apakah terdapat perbedaan daya cerna pati mentah (tepung gaplek dan pati
singkong) dengan pati tergelatinisasi (pasta tapioka, maupun pasta modifikasi)?
Mengapa?

14. Apakah terdapat perbedaan daya cerna pati alami dan pati modifikasi? Mengapa?

15. Apakah terdapat perbedaan daya cerna pati modifikasi oksidasi dan pengikatan
silang? Mengapa?

16. Jelaskan jenis-jenis metode modifikasi pati !

17. Apa saja pengaplikasian pati termodifikasi dalam dunia industri, baik pangan
maupun non pangan ?

15
Kesimpulan

Daftar Pustaka

Paraf Asisten Nilai

16

Anda mungkin juga menyukai