KOLELITIASIS
Disusun Oleh
Dosen Pengampuh
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
KOLELITIASIS
Defenisi
Kolelitiasis adalah penyakit saluran empedu yang paling menonjol, dilihat dari
frekuensinya adalah pembentukan batu (Kolelitiasis) dan radang kronis penyerta
(Kolesistitis).
Patologi
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu : kolestrol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Kolestrol
hampir tidak dapat larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu
empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas tiga jenis : Pigmen,
kolestrol, dan batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah
satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai
panjang. Batu batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna
hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna hitam berkaitan dengan hemolysis
kronis. Batu berwarna cokelatberkaitan dengan infeksi empedu kronis. Batu
kolestrol murni biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Batu
kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu
pigmen maupun batu kolesterol, majemuk dan berwarna cokelat tua. Batu
empedu campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan radiografi,
sedangkan batu komposisi murni tidak terlihat.
Batu empedu relative jarang terjadi pada usia dua decade pertama. Namun
wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko
menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras dan
familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya
batu empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang
kulit putih dan akhirnya Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan
semakin meningkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati,
pankreatitis, kanker kandung empedu dan penyakit, atau reseksi ileum. Faktor
resiko lainnya adalah obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin
perempuan, dan ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah atau
lemak rendah (puasa).
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada saluran empedu lainnya. Etiologinya masih belum semuanya
diketahui tapi faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan
infeksi kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering
timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai
penyebab terbentuknya batu empedu.
Gambaran Klinis
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala.
Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali
terjadi karena batu yang kecil terbawa melewati duktus koledokus. Penderita
batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis. Bentuk akut
ditandai oleh nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran
kanan atas: nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Penderita dapat
berkeringat banyak atau berjalan mondar mandir atau berguling kekanan dan
ke kiri diatas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat
berlangsung selama berjam jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi
parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan diatas kandung empedu.
Kolesistitis akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering
disebut kolik biliar
Gejala kolesistitis kronis mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda tanda fisik kurangnyata. Pasien sering memiliki riwayat
dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri uluhati atau flatulen yang berlangsung lama.
Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung
empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya
komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu
dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi seperti ini dapat
bersifat sementara, intermiten atau permanen. Kadang kadang, batu dapat
menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan terjadinya peritonitis
atau menyebabkan rupture dinding kandung empedu.
Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau kronik sering didasarkan pada USG
yang dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu.
Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis menggunakan agen radioaktif IV.
Selanjutnya pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk melihat adanya
kandung empedu dan pola biliar. Bila tidak tersedia peralatan USG, digunakan
kolesistografi oral. ERCP ( endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus. Batu empedu
dapat terlihat pada foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisilogi konsep klinis proses proses penyakit. Ed 6.
Volume 2. Penerbit buku kedokteran:EGC, 502-03