Anda di halaman 1dari 7

BLOK GASTROETEROHEPATIKA Ambon, 5 Juni 2017

KOLELITIASIS

Disusun Oleh

Chindyria Yolanda Ihalauw

2014 -83 048

Dosen Pengampuh

dr. Is Asmaul Haq Hataul

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON
KOLELITIASIS

Defenisi

Kolelitiasis adalah penyakit saluran empedu yang paling menonjol, dilihat dari
frekuensinya adalah pembentukan batu (Kolelitiasis) dan radang kronis penyerta
(Kolesistitis).

Patologi

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu : kolestrol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Kolestrol
hampir tidak dapat larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu
empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas tiga jenis : Pigmen,
kolestrol, dan batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah
satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai
panjang. Batu batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna
hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna hitam berkaitan dengan hemolysis
kronis. Batu berwarna cokelatberkaitan dengan infeksi empedu kronis. Batu
kolestrol murni biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Batu
kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu
pigmen maupun batu kolesterol, majemuk dan berwarna cokelat tua. Batu
empedu campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan radiografi,
sedangkan batu komposisi murni tidak terlihat.

Etiologi dan Patogenesis

Batu empedu relative jarang terjadi pada usia dua decade pertama. Namun
wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko
menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras dan
familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya
batu empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang
kulit putih dan akhirnya Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan
semakin meningkatnya insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati,
pankreatitis, kanker kandung empedu dan penyakit, atau reseksi ileum. Faktor
resiko lainnya adalah obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin
perempuan, dan ingesti segera makanan yang mengandung kalori rendah atau
lemak rendah (puasa).

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada saluran empedu lainnya. Etiologinya masih belum semuanya
diketahui tapi faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan
infeksi kandung empedu.

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam


pembentukan batu empedu. Sebuah penelitian menunjukan bahwa hati
penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu untuk membentuk batu empedu.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi


progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfighter Oddi, atau keduanya
dapat menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama saat
kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu
terjadi akibat insufisiensi pelepasan CCK (Kurangnya pelepasan asam lemak
bebas (FFA) dilumen pada insufisiensi pancreas) sehingga perangsangan utama
untuk kontraksi kandung empedu melemah, atau karena setelah vagotomi
nonselektif sinyal kontraksi kedua yang paling penting, yaitu asetilkolin, tidak
ditemukan.
Kolelitiasis mungkin dapat menyebabkan Kolik. Jika terdapat batu yang
menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu,
tekanan diduktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltic
ditempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera didaerah epigastium,
mungkin dengan penjalaran ke punggung, serta mutah.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering
timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai
penyebab terbentuknya batu empedu.

Gambaran Klinis

Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala.
Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali
terjadi karena batu yang kecil terbawa melewati duktus koledokus. Penderita
batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis. Bentuk akut
ditandai oleh nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran
kanan atas: nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Penderita dapat
berkeringat banyak atau berjalan mondar mandir atau berguling kekanan dan
ke kiri diatas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat
berlangsung selama berjam jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi
parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat ditemukan diatas kandung empedu.
Kolesistitis akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering
disebut kolik biliar

Gejala kolesistitis kronis mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda tanda fisik kurangnyata. Pasien sering memiliki riwayat
dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri uluhati atau flatulen yang berlangsung lama.
Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung
empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya
komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu
dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi seperti ini dapat
bersifat sementara, intermiten atau permanen. Kadang kadang, batu dapat
menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan terjadinya peritonitis
atau menyebabkan rupture dinding kandung empedu.

Diagnosis dan Pengobatan

Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau kronik sering didasarkan pada USG
yang dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu.
Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis menggunakan agen radioaktif IV.
Selanjutnya pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk melihat adanya
kandung empedu dan pola biliar. Bila tidak tersedia peralatan USG, digunakan
kolesistografi oral. ERCP ( endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus. Batu empedu
dapat terlihat pada foto polos bila mengalami kalsifikasi secara bermakna.

Pengobatan paliatif untuk pasien adalah dengan menghindari makanan yang


bersalah, seperti makanan dengan kandungan lemak tinggi. Pada fase akut,
banyak pasien dengan kolesistitis pada awalnya mencapai remisi dengan
istirahat., cairan IV, isap nasogastric, analgetik, antibiotic. Asam empedu oral
dapat digunakan untuk melarutkan kolesterol pada batu empedu campuran.
Berdasarkan penelitian, pelarutan parsial atau komplet batu tersebut berhasil
sekitar 50 60% kasus. Batu empedu dapat dipecah dengan gelombang syok
ekstrakorporeal, melalui metode yang disebut litotripsi, yang ditimbulkan dengan
jenis elektromagnetik alat alat pada pasien dengan kolik biliar, batu radiolusen,
fungsi kandung empedu, dengan pengosongan normal, sampai maksimum ketiga
batu, dan tidak adanya komplikasi, seperti infeksi, obstruksi dan pankreatitis.
Pengobatan lazim kedua keadaan ini adalah pembedahan untuk mengangkat
kandung empedu (kolesistektomi) dan atau pengangkatan batu dari duktus
koledokus yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Pada kasus
kolesistitis akut yang disertai gejala gejala berat dan diduga terdapat
pembentukan nanah, beberapa ahli bedah lain hanya melakukan operasi bila
tidak terjadi perbaikan dalam waktu beberapa hari terakhir. Akhir akhir ini
dilakukan pembedahan abdomen terbuka tradisional pada sekitar 20% kasus
dengan metode pembedahan abdomen laparoskopi yang digunakan untuk
kolesistektomi adalah sekitar 80%. Pada kasus empinema atau bila penderita
berada dalam keadaan buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya
didrainase.
REFERENSI

1. Despopoulos A, Silbernagl S. Color atlas of pathopysiology. New York:


Thieme; 2003

2. Price SA, Wilson LM. Patofisilogi konsep klinis proses proses penyakit. Ed 6.
Volume 2. Penerbit buku kedokteran:EGC, 502-03

Anda mungkin juga menyukai