Anda di halaman 1dari 24

Review Article

Operasi Katarak pada Uveitis


Rupesh Agrawal,1 SomashielaMurthy,2 Sudha K. Ganesh,3 Chee Soon Phaik,4
Virender Sangwan,2 and Jyotimai Biswas3

Operasi katarak pada mata uveitis sering kali menantang dan bisa menghasilkan komplikasi
intraoperative dan postoperatie. Kebanyakan pasien dengan uveitic menikmati pengelihatan
yang baik walaupun terdapat potensi komplikasi light threatening (perawatan pengelihatan),
termasuk berkembangnya katarak. Pada pasien yang terjangkit katarak, suksesnya proses
operasi bergantung pada seleksi pasien yang berpendidikan (memiliki pengetahuan tentang
operasi ini), tekhnik operasi yang hati-hati, kontrol peradangan preoperative dan
postoperative yang agresiv. Dengan proses pengertian dan pemahaman terhadap penyakit
yang telah berkembang, kontrol pre- dan postoperative, tekhnik operasi modern, ketersediaan
desain dan material lensa biocomatibel , pengalaman dalam kompleksitas operasi katarak,
dan manajemen yang efisien atas komplikasi postoperative te;ah merujuk dan mengarahkan
pada hasil yang lebih baik. Faktor preoperatif termasuk seleksi pasien secara tepat dan
konseling, juga control inflamasi preoperative. Operasi katarak yang teliti, cermat, dan hati-
hati pada katarak uveitis adalah intisarinya untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Manajemen komplikasi postoperative, khususnya inlamasi dan glukoma, penanganan secara
segera dan penundaan, juga turut serta menjadi faktor yang dapat mempengaruhi hasil.
Manuskrip ini adalah review atas adanya literatur dan management pearls dalam menangani
kerumitan katarak berdasarkan pada MEDLINE search of Literature, dan juga pengalaman
penulis.

1. Pengenalan

Salah satu tugas yang cukup meragukan untuk opthalmic surgeon adalah manajemen katarak
yang rumit. Katarak pada uveitis memungkinkan untuk berkembang sebagai sebuah hasil dari
inflamasi intraocular, atas penggunaan chronic corticosteroid atau lebih sering dari keduanya.
Kejadian katarak pada uveitis bervariasi dari 57% pada pars planitis hingga 78% pada fuchs
heteochromic iridocylitis (FHL). Operasi katarak pada mata uveitis adalah suatu hal yang
menantang dan bisa menghadirkan banyak komplikasi intraoperative yang tidak diinginkan.
Dua dekade yang lalu hasil dari operasi pada mata tersebut dijaga dan sering tidak.
Dengan semakin berkembangnya pmahaman proses penyakit, optimlisasi
immunosuppression untuk kontrol periooperative atas inflamasi, tekhnik operasi yang
minimal invasive, ketersediaan desain, material untuk biocompatible dan intraocular
dan juga ahli bedah yang sudah terlatih dalam melakukan operasi katrak dan
manajemen anticipatory dari komplikasi postoperative, hasilnya telah dimaksimalkan.

Moriditas okular pada pasien yang mengalami kesulitan dalam menjalani operasi
katarak sekarang menjadi terbatasi hanya pada kasus-kasus yang memiliki perubahan
pre-existing pada saraf optik atau saraf retina seprerti misal irreversible macular
scarring athropy pada saraf optic. Yang penting dari operasi katarak pada pasien
dengan bentuk uveitis yang berbeda akhir-akhir ini sudah pernah dibahas dan sudah
di-review oleh beberapa penulis. Paper ini menyediakan dari beberapa hasil tulisan
tentang topik dan materi yang sama dan juga bermaksud untuk mengatur management
pearls dalam menangani kerumitan katarak berdasarkan hasil tulisan dan juga
beberapa kombinasi pendapat dan pengalaman dari penulis dalam menjalankan
operasi katarak. Pencarian extensiv tulisan menggunakan OVID medlina search engine
dan seluruh database yang terdapat di perpustakaan telah digunakan untuk cross
matching untuk mendapatkan artikel-artikel yang dibutuhkan tentang operasi katarak
pada uveitis.

2. Prespekitif Historis
perubahan operasi katarak pada uveitis. Hingga adanya corticosteroid pada awal 1960an,
sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk mengendalikan inflamasi ocular, artikel yang
membahas tentang ekstraksi katarak pada perdangan mata melaporkan bahwa komplikasi
berat banyak terjadi.

Dibanyak kasus, komplikasi yang terjadi pada penurunan daya lihat bahkan kehilnagn daya
lihat pada mata sudah di tandai. Publikasi yang lebih baru telah melaporkan bahwa terjadi
penurunan pada insiden komplikasi intraoperative dan postoperative selama ekstraksi katarak
pada uveitis. Alasan yang paling banyak atas perkembangan yang sangat luas ini akan
dimunculkan dan akan meningkatkan kemampuan utuk mengendalikan inflamasi secara
perioperative dan perubahan yang sangat cepat pada tekhnik microsurgical (bedah mikro)
yang terjadi akhir-akhir tahun ini.
3. Review of Current Literature

3.1. Ekstraksi Katarak pada Uveitik yang Berbeda.

Beberapa faktor yang pelu diingat saat memutuskan literatur mana yang akan digunakan
berkenaan dengan ekstraksi katarak pada pasien dengan uveitis. Infrormasi tentang
inflammatory squelae memungkinkan untuk berkembang pada tingkatan yag relativ bisa
diperkirakan pada mata dengan inflammatory syndrom. Bagaimanapun juga, tingkatan ini
membuat banyak perbedaan yang ditandai diantara banyak syndrome yang ada. Itulah betapa
pentingnya untuk menentukan tiap-tiap syndrome secara terpisah saat memutuskan hasil dan
komplikasi yang akan terjadi setelah ekstraksi katarak.

3.1.1. Bedah Katarak pada Pasien dengan Fuchs Heterochromic


operasi katarak pada pasien dengan fuchs heterochromic iridocylitis (FHI).
Sejauh ini informasi yang paling sering muncul berkenaan dengan operasi katarak pada
pasien mata dengan uveitis meliputi mereka yang juga memiliki FHI. Uveitis cenderung
terdapat pada tingkat-tingkat bawah dan kronis, posterior synechiae jarang terbentuk, dan
pasien sering tidak mengetahui tentang kondisinya hingga komplikasinya berkembang ata
inflamasinya ditemukan selama pemeriksaan mata rutin.

Apabila pasien symptomatic, dua gejala yang paling umum pada saat presentasi adalah
pandangan yang kabur sebagai hasil dari pembentukan katarakdan vitreous floaters. Kejadian
yang dilaporkan berkenan dengan pembentukan katarak pada syndrome FHI berkisar antara
15% sampai dengan 75% dan kebanyakan insiden yang dilaporkan sekitar 50% terjadi pada
usia dewasa. Sebagaian besar katarak bertipe posterior subcapsular, dengan sisanya berbentuk
cortical atau tercampur.

Banyak studi tentang ekstraksi katarak dengan FHI yang telah melaporkan komplikasi
insignifikan pada intraoperative dan postoperative. Untuk menyimpulkan, pengobatan
koplikasi kembali terlihat pada saat operasi katarak dengan FHI, dengan maksud untuk
melaporan frekuensi, hyphema, opasifikasi viterous progressive, glukoma, dan penyelesaian
pendarahan vitrous spontan. Komplikasi lainnya seperti pelepasan retina, formasi synechiae
extensive, dan corneal edema dilaporkan oeh beberapa penulis.
Insiden yang dilaporkan berkenaan dengan pendarahan interoperative dan postoperative
bervariasi dari 3.6% hingga 76%. artikel terbaru melaporkan bahwa insiden hyphema lebih
rendah daripada yang telah dilaporkan sebelumnya, mungkin sebuah hasil dari penggunaan
tekhnik bedah mikro yang telah dikembngkan. Javadi dan koleganya memiliki hasil yang
save dengan phacoemulsification dan implantasi lensa intraokular dalam kantong (in-the
bag intraocular lense implantation) dengan FHI, mendapatkan akuitas visual postoperative
20/40 atau lebih baik dari itu dari keseluruhan 41 mata pada seri mereka. Ketajaman yang
kabur adalah penyebab utama dari akuitas visual postoperative kurang dari 20/20.

Pada periode lanjutan antara 17.8 8.7 bulan, komplikasi yang terjadi hanya PCO yang
berkembang pada 6 mata (14,6%). komplikasi pandangan yang paling signifikan dikarenakan
ekstraksi katarak pada mata dengan FHI menunjukkan perkembangan menjadi glukoma.
Peningkatan permanen IOP dilaporkan dan berkembang pada beberapa saat mengikuti
prosses operasi pada mata dari 3% hingga 35%.

3.1.2. Bedah Katarak pada Pasien dengan Juvenile Idiopathic

Athritis (JIA). Tidak seperti inflamasi yang diubungkan dengan FHI, inflamasi kronis
jaringan nongranulomatous anterior diasosiasikan dengan kondisi sepert ini sering kali
asymptomatis datang setelah komplikasi. Bagaimanapun juga koplikasi yang berasal dari
syndrom jauh lebih berbahaya. Indikasi literatur yang secara umum menangguangi
komplikasi termasuk perban keratopathy, extensive posterior synechiae, dan hypothony atau
glukoma, sebaga tambahan untuk katarak.

Rehabilitasi untuk 40-60% mata dengan JIA yang berkembang menjadi katarak sangat lebih
sulit darpada penanganan pada mata dengan FHI. Banyak studi yang telah melaporkan hasil
postoperative yang sangat buruk pada ekstraksi katarak secara konvensional bahkan tanpa
implantasi lensa intraocular. Pasien JIA dengan seri terbesar yang mendapatkan ekstraksi
katarak telah dilaporka oleh Kanski dan Shun-shin. Lebih dari 162 mata, 61 diantaranya telah
di atasi dengan needling dan aspiration, dan 101 menggunakan lensectomy dan limited
anterior vitrectomy. Pandangan mengikuti gerak tangan sebanyak 15% pada mata yang di
beri penanganan lensectomy, 20/400 menghitung jari pada 30%, dan lebih baik lagi pada
20/60 pada 56%
Konsep penting yang memadai imunosupresi tidak sampai menuju ke toleransi nol pada
peradangan dan penghapusan setiap sel yang sangat dianjurkan dan didukung oleh studi klinis
bahwa pasien dengan JIA yang menjalani operasi katarak mendapatkan hasil melihat visual
yang lebih baik. Dalam tulisan monumentalnya, Foster menggambarkan bahwa penggunaan
kortikosteroid pra operasi dan pasca operasi secara intensif dan dilaporkan mandapat akuitas
visual dari 20/40 atau lebih baik pada 67% pasien dan tidak ada intraoperatif besar atau pasca
operasi komplikasi [22].

Selanjutnya beberapa studi melaporkan sukses hasil pasca operasi dengan komplikasi terbatas
dengan imunosupresi perioperatif dan pasca operasi. Pengobatan dengan sistemik, topikal,
dan periokular steroid dianjurkan selama periode perioperatif untuk semua mata dengan
uveitis yang berhubungan dengan JIA yang mengalami katarak Jurnal Peradangan 3 ekstraksi.
Operasi harus ditunda sampai ruang anterior bebas dari sel-sel inflamasi ("flare" akan
bertahan).

Penambahan vitrectomy terbatas dalam kombinasi dengan pengangkatan lensa


mengakibatkan penurunan dalam kejadian phthisis dari 25% sampai 2% dalam serangkaian
yang dijelaskan oleh Kanski [34]. Studi lain yang sama mengungkapkan hasil
menguntungkan dengan vitrectomy pada pasien dengan JIA terkait uveitic katarak [35].

Kesuksesesan penggunaan implantasi lensa intraokular pada uveitis dilaporkan oleh Probst
dan Holland pada tahun 1996 dimana visual akuitas 20/40 atau lebih baik dicapai pada
delapan mata pada masa tindak lanjut rata-rata dari 17,5 bulan, namun penelitian dibatasi
oleh jumlah pasien yang sangat kecil [26]. Pasien dioperasi pada usia rata-rata sekitar dua
belas tahun, yang hampir lima tahun setelah diagnosis JIA dalam studi ini sebagai perlawanan
dengan kelompok anak muda usia pertngahan dalam penelitian lain.

Sebuah studi yang lebih baru oleh Kotaniemi dan Penttil pada tahun 2006 melaporkan hasil
yang baik pasca operasi berikut implantasi lensa intraokular pada pasien dengan juvenil
idiopatik arthritis terkait uveitis dimana operasi katarak dengan implantasi lensa intraokular
dilakukan dalam 36 mata dan yang rata-rata masa tindak lanjutnya pasca operasi adalah 3,3
tahun. Itu hasil visual yang baik (> 0,5) di 64%, sedang (0,3-0,5) di 11%, dan buruk(0,3) di
mata 25%. Katarak sekunder telah berkembang dalam 16 mata namun tidak ada mata dengan
capsulotomy posterior primer dan anterior vitrectomy.
Glaukoma sekunder sudah berkembang dalam 18 mata, ablasi retina dalam 2 mata, makula
edema cystoid dalam 16 mata, dan keratopati band pada 12 mata [36]. Studi lain yang
diterbitkan tahun 2009 oleh Qui ~ nones et al. melihat ekstraksi katarak pada anak dengan
uveitis kronis dengan 21 dari 34 anak yang mendapati JIA dilaporkan toleransi yang baik
terhadap lensa intraokular pada pasien JIA dan hasil visual yang baik pasca operasi dengan
kontrol yang inflamasi optimal dengan terapi imunomodulator. Itu tindak lanjut rata-rata
dilaporkan dalam penelitian ini adalah lebih dari empat tahun [33].

Baru ini menerbitkan studi oleh Ganesh dan rekan yang telah menganalisa sepuluh mata dari
7 pasien yang memiliki phacoemulsification dengan implantasi IOL dilakukan oleh dokter
ahli bedah tunggal. Sebuah heparin surfacemodified IOL digunakan dalam 7 mata dan akrilik
foldable IOL digunakan dalam 3 mata. Pada akhir tindak lanjut, 70% dari mata memiliki
ketajaman visual dari 20/40 atau lebih baik dan 30% mengalami perbaikan visual yang
ketajamannya mencapai 20/60. Kekeruhan kapsuler Posterior ditemukan di 2 mata dan
fibrosis kapsul anterior dalam 1 mata [37].

Kebanyakan pasien dengan JIA berada di usia amblyogenic ketika mereka mengembangkan
katarak dan ahli bedah harus mengingat hal ini dalam pikiran ketika merencanakan operasi
katarak. Untuk alasan ini, operasi katarak tidak dapat ditahan atau ditunda terlalu lama
sementar dia berjuang untuk menjaga mata diam dalam persiapan untuk operasi. Selanjutnya
capsulotomy, primer dengan anterior vitrectomy terbatas dapat dipertimbangkan pada anak di
bawah usia enam sampai delapan tahun sebagai melakukan capsulotomy YAG di periode
pasca operasi untuk kekeruhan kapsul posterior mungkin sulit pada anak sangat muda.

Sejumlah faktor digabungkan untuk membuat operasi katarak lebih berbahaya pada pasien
ini. Mata ini telah ditandai kecenderungan untuk membentuk sinekia [22]. Implantasi IOL ke
dalam kantong kapsuler pada saat penghapusan katarak sering menghasilkan pembentukan
posterior synechiea dan pengembangan membran selama IOL, menghasilkan pembuntalan
dari IOL [26]. Hal ini mungkin menyebabkan glaukoma ganas jika iris menempel kembali ke
kapsul anterior.

Jika terjadi seklusi atasi oklusi pupil, Pupil sekunder menghalangi perkembangan glaukoma
menjamin pheriperal operasi iridectomy [26] Dengan pembentukan membran cyclitic, traksi
proses ciliary dan tubuh ciliary memperngaruhi hypotony dan penyakit paru-paru bulbi jika
operasi tidak dilakukan sejak dini. Meskipun glaukoma adalah umum pada sindrom ini
karena kronisitas peradangan, dengan kejadian yang dilaporkan sekitar 25% dalam
kebanyakan studi, beberapa mata hypotonous pada saat ekstraksi katarak dikontemplasikan
[22, 35].

Selain itu untuk membuat operasi secara teknis lebih sulit, hypotony dikaitkan dengan
peningkatan risiko efusi choroidal pasca operasi, edema makula, dan penyakit paru-paru.
Sebagai hasil dari komplikasi resiko tinggi yang bisa berkembang setelah operasi, masih ada
kontroversi seputar implantasi sebuah IOL pada saat operasi [29]. komplikasi masih sangat
nyata meskipun telah dikembangkan bahan biokompatibel IOL. Jadi, bahkan dengan operasi
katarak yang sukses, hasil dari operasi katarak di pasien dengan JIA sering dibatasi oleh
keadaan saraf optik dan makula dan dapat dikompromikan dengan kehadiran keratopati pita
[21, 22, 24].

3.1.3. Bedah Katarak pada Pasien dengan Intermediate Uveitis.

Peradangan pada mata dengan pars planitis dibatasi terutama pada segmen posterior,
meskipun terdapat aktifitas ruang anterior ringan dalam beberapa kasus. Hal ini bertentangan
dengan peradangan yang terlihat pada sindrom Fuchs atau JIA yang dihubungkan dengan
uveitis, yang terletak terutama pada anterior lensa. Dikarenakan ruang anterior sebagian besar
bebas dari peradangan di uveitis intermediate, sinekia jarang berkembang dan kemungkinan
terjadinya glaukoma rendah [2]. Sebagai peradangan kronis tetap ada di dekat lensa, katarak
akhirnya berkembang pada 40% pasien [2]. Kekeruhan lensa pertama berkembang sebagai
kabut difus di wilayah subcapsular posterior.

Sebagian besar katarak tetap pada tahap ini, hanya setengah dari katarak dalam satu seri besar
akhirnya menjadi visual signifikan [2]. Edema makula adalah komplikasi utama yang
dihadapi setelah operasi pada pasien pars planitis dan merupakan penyebab utama pandangan
buruk. Telah terlihat beberapa derajat di hampir setengah dari mata yang menjalani ekstraksi
katarak dan bertanggung jawab untuk 80% mata dengan pengelihatan kurang dari 20/40.
Umumnya, beberapa komplikasi lain terlihat, dan peradangan tampaknya tetap berada di
bawah kontrol setelah operasi.
Insiden glaukoma setelah operasi katarak pada uveitis rata-rata sekitar 10%, yang menutup
secara paralel dengan tingkat alamiah glaukoma dalam sindrom ini[7]. Sejumlah penelitian
telah melaporkan hasil yang bervariasi dalam ekstraksi katarak pada pasien dengan uveitis
intermediate [2, 4, 20, 38-42]. Alasan yang mungkin untuk hasil yang bervariasi adalah
bahwa uveitis intermediate dapat mengambil variable pembelajaran klinis, dengan sekitar
sepertiga dari semua pasien mengalami prognosis meskipun terapi. Ada beberapa studi yang
menunjukkan hasil pasca operasi yang baik dengan vitrectomy 4 Jurnal Peradangan
Iternasional dengan ekstraksi katarak pada pasien dengan uveitis intermediate kronis[43-47].
Sebuah penelitian besar oleh Ganesh dan rekan pada tahun 2004 [38] menganalisa hasil
phacoemulsification dengan implantasi lensa intraokular di 100 mata dengan uveitis
intermediate. Di penelitian ini, 91% dari mata menunjukkan hasil visual yang
menguntungkan pada rata-rata tindak lanjut berkisar 19,67 bulan. Komplikasi utama
dilaporkan oleh penulis dalam penelitian ini adalah kekeruhan posterior kapsuler signifikan
yang terjadi pada 10%, CME di 50%, reaktivasi intermediate uveitis antara 51%, IOL deposit
di 29%, decentration IOL di 1%, dan fibrosis kapsul anterior di 14%. Tiga penyebab
penyembuhan pandangan buruk yang paling sering adalah CME, fibrosis submacular, dan
membran epiretinal.

Para penulis menyimpulkan bahwa phacoemulsification dengan implantasi IOL di mata


dengan pars planitis aman dan menyebabkan hasil visual yang baik dalam banyak kasus.
Mereka mengaitkan keberhasilan untuk mengendalikan peradangan, ketelitian pembedahan,
implantasi in the bag IOL, dan perawatan pasca operasi yang teliti.

3.1.4. Bedah katarak pada Bachet's Desease.

Pembentukan katarak adalah komplikasi segmen aterior yang peling umum terjadi setelah
peradangan berulang, terjadi sampai 36% dari kasus[1]. Dilaporkan bahwa ketajaman visual
pasca operasi secara signifikan menjadi lebih rendah pada mata dengan BD daripada di
mereka dengan uveitis idiopatik karena posterior parah segmen komplikasi, terutama atrofi
optik [48].
Pembedahan diindikasikan bila perbaikan visual dapat diharapkan dan mata telah bebas dari
peradangan untuk minimal 3 bulan. Mengoperasi pada mata dengan katarak dan uveitis
sebelumnya telah ditinjau oleh Foster dan rekan [8]. Rekomendasi mereka untuk operasi
katarak yang berhasil dan untuk meminimalisir uveitis pasca operasi adalah sebagai berikut.

Uveitis harus tidak aktif selama minimal 3 bulan sebelum operasi, steroid sistemik dan
topikal steroid harus digunakan secara profilaktik selama 1 minggu sebelum operasi dan
dilanjutkan pasca operasi, obat imunosupresif harus dilanjutkan, penghapusan total bahan
kortikal harus menggantikan, dan satu bagian PMMA posterior chamber intraocular lens
harus digunakan jika pasien dan ahli bedah memahami sifat khusus dari operasi ini, risiko,
dan prognosis untuk sukses.

Di makalah lain oleh Berker et al., Penulis melaporkan hasil phacoemulsification dan
implantasi lensa intraokular pada pasien dengan penyakit Behcet ini [49]. mereka melaporkan
72,5% dari mata mengalami perbaikan dalam pengelihatan setelah operasi. Namun,
pengelihatan semakin memburuk di 17,5% dari mata. Komplikasi yang paling sering
dilaporkan oleh mereka adalah kekeruhan posterior kapsuler di 37,5% dari mata. komplikasi
lain adalah seynchiae posterior dan peradangan parah. Komplikasi segmen posterior seperti
pembentukan membran epiretinal, makula edema cystoid, dan atrofi optik juga dilaporkan
oleh penulis.

3.1.5. Operasi Katarak Pada Pasien Dengan Idiopathic dan Other Bentuk Lain dari
Uveitis.

Kelompok ini mencakup pasien dengan uveitis terkait dengan sarkoidosis, toksoplasmosis,
Vogt-Koyanagi- Harada (VKH) sindrom, ophthalmia simpatik, dan jenis lain uveitis. Duke-
Elder [50] dan Smith dan Nozik [51] keduanya dilaporkan berdasarkan bukti anekdotal
bahwa pasien tersebut baik-baik saja setelah operasi konvensional, selama peradangan telah
absen setidaknya dua sampai tiga bulan sebelum operasi. Moorthy et al. [52] melakukan
operasi katarak pada 19 mata VKH. 68% dari mata memiliki koreksi akuitas pengelihatan
terbaik (best corrected vision acuity)(BCVA) dari> 6/12.

Alasan yang paling umum untuk BCVA <6/12 adalah gangguan pigmen di
makula. Pada tahun 1983, Reynard dan Meckler [53] melaporkan hasil ekstraksi katarak di
enam mata pasien dengan Oftalmia simpatik. Semua mata menunjukkan peradangan minimal
pada saat operasi, dua mata menjalani ekstraksi katarak intrakapsular, tiga ekstraksi katarak
ekstrakapsular, dan dalam satu kasus katarak itu...... Setelah operasi, semua mata memerlukan
pengobatan steroid selama tindak lanjut untuk mengontrol terjadinya kembali peradangan.

Peradangan yang tidak terkendali menyebabkan pembentukan cyclitic membran atau phthisis
di tiga mata meskipun terapi kortikosteroid. Dua mata mencapai ketajaman visual yang lebih
baik dari 20/40 selama periode tindak lanjut, yang berkisar dari satu sampai 23 tahun. Tiga
mata dengan peradangan pascaoperasi parah hanya bisa melihat dan merespon cahaya, satu
mata, dengan peradangan kronis dan edema makula, mempertahankan pengelihatan 20/100.
Akova dan Foster [54] menganalisis hasil dalam 21 mata sarkoidosis. Mata 61% mencapai
ketajaman visual stabil> 6/12. Pada tahun 2004 Ganesh et al. [55] melaporkan hasil operasi
katarak di 59 mata VKH dan menemukan peningkatan BCVA per satu atau lebih baris pada
tabel Snellen dalam 40 (67,79%) mata. PCO terlihat pada 38 (76%) mata, diikuti dengan
atrofi optik dan subretinal gliosis.

Fox dkk. [23] menjelaskan 16 pasien dengan berbagai jenis dari uveitis terkait dengan
ankylosing spondylitis di 5 dan penyakit radang usus dua. Semua pasien memiliki kurang dari
0-2 sel ruang anterior untuk setidaknya tiga bulan sebelum operasi. Katarak telah dihapus
dengan teknik ekstrakapsular, termasuk phacoemulsification, dan 14/16 mata telah mendapat
implan lensa bilik intraokular posterior. Penglihatan meningkat dalam semua kasus, dengan
mata yang mencapai paling baik 20/40 atau ketajaman visual yang lebih baik. Beberapa
komplikasi yang dicatat, paling serius tampaknya pengembangan posterior sinekia dan 6/14
mata (43%), makula patologi terlihat pasca operasi.

4.1. Evaluas Klinis Kerumitan Katarak dan Uveitis terasosiasi.

Mata yang kehilangan penglihatan biasanya disebabkan oleh pembentukan katarak biasanya
mendapatkan keuntungan dari operasi katarak. Hasil dari pembedahan tergantung pada
beberapa faktor, yaitu diagnosis uveitic, penlayanan yang tepat pada saat pre operasi dan dan
ketelitian pembedahan. Diagnosis uveitic yang spesifik adalah sangat penting begitu pula
ketika merencanakan strategi bedah [4], seperti menentukan apakah lensa intraokular harus
ditanamkan atau tidak.
Penyakit yang menyerang segmen posterior umumnya memiliki prognosis yang lebih baik
daripada mereka yang mempengaruhi makula dan / atau optik saraf. Sindrom uveitic akut
cenderung berhubungan dengan hasil yang lebih baik dari uveitis kronis. Dengan demikian,
pasien JIA, terutama mereka dengan uveitis anterior di kelompok usia anak [56] memiliki
hasil lebih buruk dibandingkan pasien dengan ankylosing spondylitis dan uveitis anterior.
Potensi pengelihatan dari mata, ditentukan oleh sebelum krusakan struktur secara permanen,
harus hati-hati ditentukan sebelum merencanakan operasi katarak karena hal ini akan
memiliki dampak langsung pada hasil visual.

Kondisi makula dan saraf optik harus dikaji dengan teliti selama penilaian pra operasi.
Macular iskemia, atrofi, makula edema kronis, atau bekas luka, seperti yang dihasilkan dari
membran neovascular Choroidal, adalah faktor pognosis yang buruk. Demikian pula, atrofi
optik dan parah cupping dari disk optik adalah tanda-tanda prognostik buruk. Selain itu,
keadaan retina juga harus hati-hati diperiksa untuk bukti iskemia.

Dalam kehadiran keburaman lensa yang padat, B scan ultrasonografi harus dilakukan untuk
melakukan pemindahan retina yang dapat mempersulit mata dengan uveitis. Di mata dengan
komplikasi retina kronis,kemungkinan operasi katarak tidak dapat menghasilkan hasil
pengelihatan yang optimal dan yang diinginkan dan kasus tersebut diserahkan kepada
kebjakan ahli bedah untuk beroperasi di bawah prognosis visual yang nihil atau untuk alasan
kosmetik (Angka 1 (a) dan 1 (b)). Kurang menonaktifkan kelainan seperti sudah ada bekas
luka kornea dan atrofi iris yang parah juga dapat menkompromikan hasil pengelihatan.

Terlepas dari prognosis yang terjaga, indikasi yang pasti untuk menghilangkan katarak di
mata yang tidak buta, adalah phacoantigenic uveitis. Ini mungkin hasil dari kadaan
hypermature dari katarak, dimana protein lensa bocor keluar dari tas kapsul yang melalui
kapsul utuh, atau disebabkan oleh trauma, di mana kapsul lensa telah ditembus, yang
menyebabkan peradangan intraokular tetap. Operasi katarak mungkin juga diindikasikan
untuk memungkinkan visualisasi yang lebih baik dari posterior segmen untuk manajemen
medis atau bedah yang sesuai mata [57].

4.2. Kontrol Pre Operative Inflammation.


Resiko reaktivasi uveitis harus dinilai. Jancevski dan Foster merekomendasikan penggunaan
perioperatif tambahan terapi antiinflamasi untuk mencegah kerusakan pada struktur mata
penting untuk penglihatan yang baik [58]. Hal ini telah terbukti mengurangi risiko pasca
operasi CME [59]. Pada mata yang berada pada risiko berkembangnya edema makula pasca
operasi, seperti uveitis anterior kronis sekunder untuk sarkoidosis; atau mata dengan episode
sebelumnya CME (misalnya, menengah uveitis), profilaksis steroid harus diberikan secara
perioperatif untuk melindungi terhadap kambuhnya pembengkakan makula.

Demikian pula, profilaksis steroid harus diberikan pada mata yang beresiko untuk kembali
kambuh dan uveitis setelah operasi katarak, misalnya, Vogt-Koyanagi Harada, penyakit
Behcet ini dan birdshot choroidopathy, menyebut. Ini mungkin membutuhkan berupa steroid
oral 1 mg per kg / hari dimulai 3 hari sebelum operasi, pemberian dosis steroid sesuai dengan
jumlah peradangan pasca operasi. Umumnya, lisan steroid yang diberikan atau dikurangi ke
tingkat pra operasi selama bulan berikutnya, sementara mempertahankan dosis lain terapi
imunosupresif secara bersamaan.

Atau, jika tidak ada kontraindikasi untuk suntikan steroid periokular, seperti respon steroid
yang sudah didokumentasikan atau uveitis menular, orbital floor atau injeksi sub-tenon dari
depot steroid, seperti triamcinolone acetonide 40mg/1mL mungkin diberikan, terutama pada
pasien dimana yang memiliki kontraindikasi dosis tinggi oral steroid, misalnya pada
penderita diabetes kurang terkontrol. Selain itu, guttae prednisolon asetat 1% 2 per jam
diberikan 2 hari sebelum operasi, bersama dengan sebuah agen non-steroid oral dan topikal
anti-inflamasi, dapat diberikan.

Didukung oleh hasil yang menggembirakan dalam penulisan terakhir, penulis mendukung
suntikan intravitreal bebas pengawet triamcinolone acetonide 4 mg dalam 0.1ml pada
kesimpulan dari operasi katarak [60-62]. Ini telah terbukti sama efektifnya dengan resep
steroid sistemik perioperatif. Demikian pula, kontrol optimal peradangan periokular sangat
penting dalam kasus-kasus dengan sclerokeratouveitis untuk hasil bedah dan pengelihatan
yang optimal (Angka 2 (a) dan 2 (b)).

Di mata dengan jenis uveitis yang infeksius yang memiliki kecenderungan untuk kambuh,
seperti toksoplasmosis okular dan herpes simpleks uveitis, profilaksis pra operasi juga harus
dianggap sebagai operasi yang dapat memicu pengaktifan kembali infeksi. Retinochoroiditis
toksoplasma dikaitkan dengan risiko 36% dari operasi reaktivasi berikut [63]. herpes
simpleks juga berhubungan dengan aktivasi kembali karena stres operasi, dan asiklovir 400
mg atau tawaran Valtrex 0,5 g qd sebelum operasi dan selama 2 sampai 3 minggu pasca
operasi mungkin membantu mencegah kekambuhan. Selain itu, NSAID topikal dan NSAID
asetat 1% atau bahkan prednisolone oral dapat membantu mengendalikan peradangan
pascaoperasi [64].

4.3. Komplikasi Uveitis Yang Mempengaruhi Hasil Operasi : Kasus Bedah Resiko Tinggi.

Menentukan risiko bedah adalah aspek yang sangat penting dari penilaian pra operasi. Mata
yang memiliki tekanan intraokular umumnya rendah, terutama pembacaan 6mmHg atau
kurang bahkan ketika diam, adalah berisiko tinggi mengembangkan hypotony pasca operasi
atau bahkan penyakit phthisis bulbi. Tanda-tanda peringatan lain seperti seclusio papila
dengan membaca tekanan normal intraokular dan phacodonesis yang jelas tanpa zonulysis
tanda-tanda penting untuk prognostik hypotony pasca operasi yang buruk. Mata yang uveitis
yang sulit dikendalikan juga berisiko tinggi parah pasca operasi peradangan dan penyakit
phthisis bulbi atau hypotony.

Kehadiran efusi Choroidal pada B scan ultrasonografi atau difusi koroid yang menebal adalah
tanda prognosis yang buruk. Melakukan biomicroscopy ultrasonik adalah penting di mata
dengan hypotony relatif [65] untuk menilai keadaan ciliary body dan prosesnya. Jika tubuh
ciliary memiliki mengalami atrofi, risiko hypotony tinggi. Jika tubuh ciliary ditemukan
terlepas dan proses yang muncul di bawah traksi dari membran (cyclitic) ciliary, operasi
katarak harus dikombinasikan dengan vitrectomy dan pemangkasan dari membran ciliary
dibantu oleh lekukan dari sklera untuk meringankan traksi ciliary body dan untuk
mengembalikan IOP normal.

4.4 Diagnostic Aids.

Selain sarana standar tujuan makula, saraf optik dan fungsi retina, seseorang dapat
menerapkan metode tambahan seperti pupil respon, respon proyeksi cahaya, persepsi warna
dan B scan ultrasonografi, atau mencoba OCT dalam mencari edema, atrofi formacular, atau
lubang [66]. Melakukan tes potensi makula menggunakan laser interferometri dapat
membantu dalam menentukan potensial visual yang minimal [67]. Sebuah angiogram fundus
fluorescein juga dapat menunjukkan iskemia makula atau edema, iskemia retina, penyakit
segmen posterior aktif, termasuk kebocoran disc [68].

Mengingat risiko hypotony pasca operasi dan untuk mengesampingkan membran cyclitic
sebelum operasi di kasus uveitic kronis dengan pupil terikat seperti dijelaskan di atas,
ultrasound biomicroscopy juga dapat membantu perencanaan bedah pra operasi [65].
Akhirnya, meteran suar laser adalah alat yang berguna untuk mengukur suar di ruang anterior
dan dapat digunakan untuk menentukan jika mata dalam keadaan tenang. Hal ini juga
membantu panduan terapi karena dapat digunakan untuk memantau tingkat peradangan di
bilik mata depan selama periode pasca operasi [69].

4.5. Waktu Optimal Untuk Cataract Surgery.

Sebelum menjadwalkan operasi, dokter mata harus berusaha untuk memastikan bahwa mata
telah diam selama 3 bulan [11]. ini telah terbukti mengurangi risiko pasca operasi CME [59].
Dalam kasus di mana, meskipun dalam imunosupresi berat, peradangan intraokular masih
belum sepenuhnya hilang dan operasi sangat dibutuhkan, seperti dalam katarak intumescent,
pasien dapat diberikan intravena metilprednisolon 1 g sehari sebelum operasi. Sebuah studi
dari Jepang menunjukkan bahwa pada pasien dengan penyakit Behcet di mata harus tidak
aktif selama minimal 6 bulan dan bahwa risiko lebih tinggi jika serangan telah terjadi dalam
waktu 12 bulan operasi katarak [70].

4.6. Konseling pasien untuk Uveitic Cataract Surgery.

Aspek yang paling penting dari konseling ketika merencanakan untuk melakukan operasi
katarak untuk mata uveitic adalah menjelaskan prognosis visual. Resiko yang umum terjadi
pada operasi, seperti infeksi dan komplikasi intraoperatif lain juga perlu dijelaskan secara
menyeluruh, terutama jika ada phacodonesis, hypotony, atau glaukoma. Menekankan bahwa
mata akan memerlukan jangka waktu ketenangan minimum sebelum operasi untuk
meminimalkan kemungkinan kekambuhan dan meningkatkan hasil visual adalah penting.
Selain itu, Penting untuk menjelaskan operasi yang mungkin rumit dan mungkin memakan
waktu lebih lama dari biasanya karena anatomi tidak normal, seperti adanya sinekia,
membran, Jurnal Peradangan 7 dan sebagainya, dan bahwa faktor-faktor ini dapat
menyebabkan peradangan pasca operasi. Faktor lain yang membutuhkan diskusi dan
penjelasan termasuk kemungkinan dan alasan untuk pemulihan penundaan visual, kebutuhan
untuk keteraturan dengan pengobatan (imunosupresi sistemik mungkin perlu disesuaikan),
dan sering tindak lanjut, terutama jika pasien mengalami kesulitan mengakses perawatan
medis.

Pasien-pasien ini kebanyakan usia muda, oleh karena itu kehilangan lensa masih mampu
mengakomodasikan dalam pertukaran dengan implan lensa intraokular berarti hilangnya
akomodasi. Akibatnya, mereka perlu memahami dan menerima fakta bahwa mereka sekarang
akan memerlukan kacamata untuk membaca. Jenis IOL implan, bahan, dan desain adalah
semua poin penting yang perlu didiskusikan. Pemilihan lensa intraokular dapat berdasarkan
literatur yang luas tersedia [39, 71-74]. Umumnya, implan multifokal, baik berdasarkan
diffractive atau prinsip-prinsip bias dapat menghasilkan gangguan penglihatan karena adanya
makula yang sudah ada sebelumnya atau kondisi saraf optik.

Vitreous gel yang kabur atau terluka berkontribusi pada sensitivitas kontras yang buruk dan
setiap episode sebelumnya berkenaan dengan peradangan dengan keterlibatan makula
meningkatkan risiko dari kinerja visual yang buruk dengan implan multifokal. Pasien ini
lebih baik dengan implan IOL monofocal. Bahkan IOLs akomodatif mungkin tidak efektif
dalam jangka panjang karena peradangan berulang dan melukai tubuh ciliary, atau proses
lambat fibrosis kantong kapsuler. Kekeruhan kapsul posterior merupakan komplikasi yang
sering ditemui pasca operasi karena pasien relatif dari anak-anak muda[75]. Pilihan IOL,
sebagaimana akan dibahas kemudian (lihat IOL implantasi-kontraindikasi dan jenis IOL), dan
teknik bedah adalah faktor penentu yang utama.

Terkadang, kekeruhan yang diamati selama operasi, dan beberapa ahli bedah lebih suka untuk
melakukan primer posterior capsulorhexis pada saat operasi katarak sebelum menanamkan
IOL [76]. Kemungkinan ini harus didiskusikan dengan pasien sebelum operasi, terutama
mengingat dari peningkatan risiko pasca operasi endophthalmitis, CME, dan retina
detasemen. Jika pasien memiliki komplikasi selain pembentukan katarak saja, pilihan dari
pemisahan, bertahap, atau operasi gabungan harus didiskusikan dengan pasien dan saran yang
diberikan mengenai risiko dan manfaat [77].
5. Surgical Technique
5.1. Choice of Surgery.

Pemilihan teknik operasi katarak sebaiknya diserahkan kepada dokter bedah dan tergantung
pada individu ahli bedah, keterampilan bedah dan pengalaman. Penghapusan katarak oleh
phacoemulsification lebih aman untuk uveitic katarak dikarenakan radang kurang diinduksi
daripada dengan ekstrakapsular ekstraksi katarak manual. Selama operasi, anatomi segmen
anterior harus dikembalikan ke kondisi sebisa mungkin mendekati normal.

Beberapa mata katarak uveitic ini dipersulit oleh glaukoma atau masalah retina yang juga
dapat mengambil manfaat dari operasi. Untuk mata dengan glaukoma uveitic bersamaan,
operasi adalah sebaiknya tidak dikombinasikan dengan operasi katarak dengan risiko
kegagalan bleb meningkat dengan drainase inflamasi cataract postoperasi eksudat melalui
penyembuhan bleb. Bila memungkinkan, operasi katarak harus dilakukan terlebih dahulu.
Mengenai komplikasi retina, seperti membran epiretinal atau coexisting ablasi retina, operasi
katarak dapat dikombinasikan dengan operasi vitreoretinal. Dalam kasus dengan masalah
retina utama, mata dapat dengan aman diberikan aphakic sampai masalah retina telah
ditangani.

Pada mata dengan uveitis intermediate, atau FHI, operasi katarak dapat dikombinasikan
dengan vitrectomy, dilakukan untuk membersihkan vitreous gel, sehingga mengurangi
kekeruhan vitreous. Di uveitis intermediate, seringkali tidak hanya meningkatkan visi tetapi
juga mengontrol inflamasi intraokular dan membantu menyelesaikan cystoid makula edema.
Pada akhir operasi, terutama dengan prosedur bedah gabungan, setelah dikeluarkan steroid
responden dan mata dengan uveitis yang infeksius, sebuah intravitreal injeksi triamcinolone
acetonide, seringkali cukup untuk mengontrol peradangan pasca operasi dan mencegah CME.
Risiko dan manfaat menggabungkan atau memisahkan prosedur bedah harus benar-benar
dijelaskan kepada pasien.
5.2. Intraoperative Surgical Techniques and Skills [78]

(a) Postur.
Pasien dengan ankylosing spondylitis dengan fleksi tetap deformitas tulang belakang aksial,
terutama ketika tulang belakang leher yang terlibat, tidak hanya mengalami kesulitan dalam
menempatkan dagu mereka pada seluruh celah-lampu tetapi juga berbaring di operasi meja
untuk operasi mata. Pasien-pasien ini paling baik diposturkan dalam posisi Trendelenburg,
dimana anggota badan mereka yang lebih rendah terangkat tinggi di atas tingkat kepala
mereka, sehingga untuk menjaga plane dari paralel wajah ke lantai. Bantal dukungan
mungkin harus ditumpuk tinggi-tinggi untuk mendukung kepala. Melihat pasien cenderung
bergeser ke bawah tempat tidur, paling baik tali terpasang di sekitar batang tubuh untuk
mencegah tubuh dari tergelincir.

(b) Tantangan Bedah.


Mata uveitic menimbulkan banyak tantangan bedah. Ini termasuk pupil yang kecil, anterior
chamber dangkal , sinekia posterior, anterior perifer sinekia, pupil membran dan bahkan
zonulolysis. Komplikasi yang mungkin timbul dari masalah termasuk sebuah capsulorhexis
yang berukuran lebih kecil atau tidak lengkap, iris prolaps, meningkatkan risiko kapsul
posterior, peningkatan risiko intraoperatif zonular dehiscence, dan peningkatan peradangan
pasca operasi.

(c) Anaesthesia.
Sementara operasi phacoemulsification mungkin dilakukan dengan anestesi topikal,
manipulasi iris mungkin menyebabkan ketidaknyamanan okular atau sakit. Entah suntikan
bebas pengawet anestesi regional atau intracameral lignocaine1% dapat memberikan
analgesia yang memadai. Untuk anak-anak dan pada pasien untuk yang memiliki waktu
bedah yang diperpanjang dapat diantisipasi, seperti dalam zonulolysis parah memerlukan
modified capsular tension ring yang perlu penjahitan, anestesia umum lebih disukai.

(d) Insisi.
Entah kornea scleral atau sayatan temporal yang jelas dapat digunakan. Namun, sayatan harus
dari cukup panjang untuk mencegah prolaps iris di mata dengan pupil kecil atau
membentang.

(e) Pembesaran Pupil.


Sebuah upaya pelebaran pupil dapat dibuat dengan menyuntikkan larutan garam seimbang
dengan adrenalin (1: 1000 0.5ml adrenalin dalam 500 mL) ke mata dengan murid yang tidak
terikat oleh ormembranes sinekia. Preservativefree intracameral lignocaine 1% juga dapat
digunakan untuk membantu melebarkan pupil hanya jika tidak terikat. Memilih viscoadaptive
viskoelastik seperti Healon 5 (natrium hyaluronate 2,3%, Abbott Kedokteran Optik) berguna
karena hal ini tinggi akan molecularweight hyaluronate natrium yang secara fisik dapat
menggulung terbuka pupil dan tetap melebar selama laju aliran aspirasi tetap rendah.

(f) Synechiolysis dan Penghapusan Membran pupil.


Sinekia mungkin ada antara iris dan anterior lensa kapsul (sinekia posterior, PS) (Angka 3 (a)
dan 3 (b)) atau bisa terbentuk antara iris dan kornea perifer endotelium akibat Bombe iris
sebelumnya (perifer sinekia anterior, PAS). Ketika kedua yang hadir, PAS harus dilepaskan
sebelum PS. Pelepasan PASmay dilakukan dengan menyuntikkan viskoelastik, seperti Healon
5 (Viscoadaptive dari Abbott Kedokteran Optik, Inc Abbott Park, III, AS), untuk secara fisik
memisahkan iris dari kornea, gagal yang ujung kanula viskoelastik dapat digunakan untuk
menyapu iris jauh dari kornea perifer sebagai bahan viskoelastik sedang disuntikkan ke sudut
bilik mata depan. Ini harus dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati, supaya tidak untuk
melepaskan membran descemet dalam proses. PS mungkin segaris dengan hanya
menyuntikkan viskoelastik terhadap pemeluk iris, yang memungkinkan viskoelastik untuk
"melibas" iris jauh dari kapsul anterior. Atau, ini dapat dilakukan dengan menyapu pupil
bebas dari kapsul lensa dengan kanul. Dalam kasus di mana satu jalur sempit membran hadir
pada tempat pembentukan PS, jarum 27-gauge dapat digunakan untuk secara bersamaan nick
membran ke segmen dan melepaskannya dari kapsul anterior dan melepaskan PS, sehingga
peregangan pupil.

(G) Ekspansi Pupil.


Instrumen yang paling user-friendly untuk sinekia luas sekali keunggulan dari iris yang telah
di-viscodissected dari kapsul anterior adalah hook Kuglen bengkok. Alat "tarik-ulur" Ini ini
sangat baik untuk membebaskan dari PS, mulai dari yang kecil sampai yang yang cukup
besar, karena memungkinkan ahli bedah untuk mendorong atau menarik iris, sehingga
melepaskan iris dari kapsul lensa anterior, bahkan ketika membran pupil ada. Ketika pupil
tersebut telah dibebaskan, membran dapat dihapus menggunakan sepasang Kelman-
McPherson forsep. Seringkali, setelah membran pupil telah dihapus, pupil mulai melebar
dengan viskoelastik. Namun, jika hal ini tidak memadai, pupil dapat diregangkan
menggunakan sepasang siku Kait Kuglen diperkenalkan melalui sayatan utama, digunakan
dalam cara untuk latch sekitar tepi pupil, iris menarik di berlawanan arah (Gambar 4 (a)).
Hal ini kemudian diulang dalam arah tegak lurus terhadap regangan awal (Gambar 4 (b)).
Dokter bedah harus berhenti sekaligus harus sphincter iris mengembangkan air mata. Jika
benar pelaksanaan manuver murid dilakukan, pasca operasi pupil terlihat relatif bulat dengan
minimal distorsi margin pupil (Gambar 5). pupil Itu kemudian dapat diperbesar lagi dengan
menggunakan beberapa sphincterotomies dengan cara gunting intraokular, supaya tidak
berkompromi kapsul anterior.

Sarana alternatif pembukaan pupil meliputi penggunaan dari dilator pupil Beehler (2 atau 3
cabang) untuk meregangkan pupil mekanis dalam sistem injektor tunggal. Pupil retainer juga
dapat dicoba. Kait iris Disposable yang mudah untuk menempatkan melalui beberapa kornea
paracentesis (Angka 6 (a) -6 (c)). Kait iris dikeluarkan pada akhir pembedahan (Angka 7 (a) -
7 (c))). Baru-baru perangkat pupil, cincin Malyugin (Mikro Technologies, Redmond, Wash,
AS) memiliki telah digunakan, yang dapat disuntikkan ke dalam bilik mata depan melalui
sayatan 2.2mm dan manuver untuk memperluas dan menjaga pupil terbuka pada diameter 6
atau 7mm.

(h) Continuous Capsulorhexis Circular.


Hal ini umumnya disukai untuk menjaga ukuran capsulorhexis sedikit lebih kecil dari pupil
sehingga iris chaffing tidak terjadi dan hasil di miosis intraoperatif progresif sebagai fragmen
nuklir dipindahkan dari kantong kapsuler (Gambar 8). ini juga berkontribusi terhadap
peningkatan peradangan pasca operasi. Ketika ukuran pupil kecil, kebutuhan capsulorhexis
pasti lebih besar dari pupil. Ruang anterior harus dijaga dalam dan kapsul anterior diratakan
menggunakan bahan viskoelastik yang memadai untuk mengontrol robek dari capsulorhexis.
Capsulotomy dapat diawali oleh 26 - atau 27-gauge bent cystitome dan modified vitreoretinal
forsep (pediatrik rhexis forsep) dapat kemudian dimasukkan dari port sisi untuk
menyelesaikan rhexis. Menciptakan capsulorhexis yang ideal juga sangat penting dalam
mencegah kekeruhan kapsul posterior. capsulorhexis harus berada di tenga, tumpang tindih
tepi optik sepanjang waktu, tetapi tidak begitu kecil untuk mencegah phimosis kapsuler.

(i) Manajemen Inti.


Pada pupil kecil, teknik yang paling aman adalah memotong vertikal yang dikerjakan di
dalam teknik pemotongan in situ. Memotong fragmen dilakukan dalam bukaan pupil dengan
ujung phaco dijaga dalam tampilan setiap waktu dengan risiko minimal untuk terlibat dan
menimbulkan trauma yang iris (Angka 9 (a) dan 9 (b)).
(j) Irigasi dan Aspirasi.
Langkah ini harus dilakukan secara menyeluruhagar tidak meninggalkan bahan kortikal.
Mata harus diputar untuk mencari lensmatter residu dan guncangan dengan halus diberikan
pada akhir penghapusan inti untuk memastikan bahwa tidak fragmen yang masih bersarang di
dalam ruang posterior selama phaco (Gambar 10).

(k) Kontraindikasi Implantasi Lensa intraokular dan Jenis dari IOL.


Tinjauan literatur menunjukkan bahwa sementara sebelumnya, implantasi IOLs di mata
uveitic dengan JIA dan uveitis kronis dianggap kontraindikasi, sekarang dengan IOLs
modern, mungkin saja aman untuk implan IOLs dalam skenario kasus yang sulit selama
uveitis di bawah kontrol yang baik . Ali o et al. [39, 79] menunjukkan bahwa sebagian besar
IOL yang biokompatibel untuk ruang anterior dan kantong kapsuler adalah sepotong-tunggal,
persegi bermata akrilik (baik hidrofilik atau hidrofobik) IOL. Mereka juga menemukan
bahwa kekeruhan posterior kapsuler tingkat tertinggi (34,2%) pada mata dengan silikon
IOLs. Selain itu, IOLs silikon memiliki insiden yang lebih tinggi edema makula cystoid pasca
operasi dan pembentukan PS, dan membran pupil terbentuk hanya di mata dengan silikon
IOLs. Secara umum, bahan acrylic hidrofilik memiliki uveal baik tapi memiiki
biokompatibilitas kapsuler yang lebih buruk , tapi akrilik hidrofobik bahan memiliki
biokompatibilitas kapsuler lebih rendah tapi lebih baik uveal [78]. Di mata dengan uveitis
kronis yang tidak terkontrol, IOL implan harus ditunda.

Penghapusan viskoelastik dari bawah IOL adalah langkah penting dalam mengurangi ruang
di belakang IOL ke lensa dimana sel epitel cenderung untuk bermigrasi, sehingga
menyebabkan PCO. Menekan optik terhadap kapsul posterior bila menggunakan satu bagian
hidrofobik IOL juga mendorong adhesi untuk kapsul posterior, sehingga mengurangi risiko
PCO [79].

5.3. Complications and Postoperative Management


5.3.1. Intraoperative Complications

Zonulolysis.
Sebuah komplikasi intraoperatif yang jarang adalah Zonulolysis. Hal ini dapat terjadi pada
mata dengan uveitis kronis. Penyisipan sebuah plain capsular tension ring (CTR) seringkali
diperlukan untuk mencegah decentration IOL. Namun, jika kekuatan zonular keseluruhan
lemah, fiksasi CTR untuk sclera dengan cara modifikasi Cionni CTR memastikan bahwa IOL
tetap terpusat. Kegagalan untuk menggunakan CTR pada kondisi adanya zonules lemah dapat
mengakibatkan phimosis kapsuler, karena terlindung capsular bag fibrosis dan penyusutan.

Lensa Retain dan Fragmen intisel.


Karena pupil berukuran kecil, kecil fragmen intisel keras dapat diajukan di ruang posterior
selama phacoemulsification, hanya untuk dmasukkan ke dalam ruang anterior beberapa bulan
kemudian. Fragmen kecil dapat menyebabkan uveitis anterior berulang ketika mereka posisi
di ruang anterior berubah dan juga dapat menyebabkan edema kornea lokal dan
dekompensasi kornea lokal bahkan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pada akhir phaco,
mata harus diberikan guncangan lembut ketika aspirating untuk memastikan tidak ada
fragmen intisel secara tidak sengaja tertinggal. Setiap lensa yang dipasang bahan berbahan
lembut atau fragmen intisel harus dipindahkan dengan pembedahan sesegera mungkin [80].

5.3.2. Early Postoperative Complications


Excessive Postoperative Inflamasi.
Salah satu komplikasi yang paling umum pasca operasi adalah peradangan berlebihan pasca
operasi(Angka 11 (a) -11 (g)).mungkin saja bervariasi dalam hal keparahan atau durasi
peradangan. Terkait dengan ini adalah berkembangnya edema makula cystoid, yang mungkin
diperlakukan dengan cara mengendalikan peradangan. Kejadian operasi katarak CME berikut
ekstrakapsular di uveitic mata telah sering dan telah dilaporkan berkisar dari 33% menjadi
56% [10, 14]. Setelah phacoemulsification, kejadian yang telah dilaporkan berkisar dari 12%
menjadi 59% [38].

Secara umum, jika pra operasi steroid oral profilaksis telah diberikan dan maksimal steroid
topikal dan cycloplegics telah terbukti efektif dalam mengendalikan uveitis, dosis steroid oral
mungkin meningkat tajam. Jika tidak ada profilaksis steroid oral yang telah diberikan pasien
harus diberi oral pulse steroid atau injeksi steroid periokular. Sebuah cara alternatif adalah
dengan memberikan suntikan intravitreal triamcinolone acetonide [81] jika ini tidak diberi
secara intraoperative, sehingga menghindari kebutuhan untuk menyesuaikan imunosupresi
sistemik . Pada mata anak dengan uveitis kronis menjalani operasi katarak, sebuah operasi
tahap ganda menjadi pendekatan yang lebih aman, dimana berbagai komplikasi yang
ditujukan pada letak berbeda [79]. Strategi ini dapat menghindari komplikasi pasca operasi
dan meningkatkan hasil bedah.

Sinekia posterior, pembentukan membran pupil atau ciliary mungkin terjadi selama periode
pasca operasi karena peradangan berlebihan (Angka 12 (a) dan 12 (b)). kontroluveitis dan
menjaga pupil seluler selama ini adalah penting.

Intraocular Pressure (IOP) Abnormalitas.


IOP mungkin mengangkat secara transient selama periode pascaoperasi awal mata dengan
trabecular meshwork. Hal ini sering dapat dikelola dengan topikal dan pengobatan
antiglaucoma sistemik. Namun, ketakutan terbesar dokter bedah adalah hypotony. Sekali
kebocoran luka telah dikesampingkan, langkah berikutnya adalah untuk meningkatkan terapi
anti-inflamasi topikal dan sistemik. Hal ini sering efektif dalam meningkatkan IOP, tetapi
topikal steroid mungkin sulit untuk meningkatkan atau menarik dan pasien mungkin
memerlukan steroid topikal jangka panjang untuk menjaga IOP.

Stabilisasi dari IOP dan pandangan telah berhasil diobati dengan suntikan pada mata dengan
hyaluronate natrium melalui paracentesis limbal di mata non uveitic [82]. dalam kasus parah,
vitrectomy dan pemangkasan traksi badan membran ciliary dan pengisian minyak silikon
mungkin diperlukan jika UBM menunjukkan adanya pelepasan badan ciliary sekunder untuk
membran tractional tidak dibahas selama operasi katarak [83].

Kambuhnya Uveitis. Peningkatan frekuensi kekambuhan setelah operasi katarak dapat


terjadi. Hal ini diduga dipicu oleh prosedur intraokular. tingkat kekambuhan telah dilaporkan
setinggi 51% [15]. Oleh karena itu, meningkatkan imunosupresi untuk jangka panjang dapat
diperlukan untuk mencegah kekambuhan lebih lanjut.

5.3.3. periode akhir pasca operasi

Pada periode akhir pasca operasi, kekeruhan kapsul posterior mungkin adalah komplikasi
yang paling umum berikut semua jenis operasi katarak. Okhravi dkk. [9] melaporkan
kejadian 48,0%, Rauz dkk. [84] 81,7% dan K uc ukerd onmez dkk. [82] 34,2% pada 1
tahun. Mereka sesuai Nd: YAG tingkat capsulotomy adalah 32,2%, 8,3% dan 3,6%. Tindakan
pencegahan termasuk menciptakan capsulorhexis memusat melingkar yang lebih kecil dari
ukuran optik, menggunakan IOL akrilik dengan desain persegi bermata optik, pemindahan
viskoelastik dengan teliti dari dalam tas kapsul tersebut dan memastikan optik menempel ke
posterior kapsul pada akhir operasi. Kontrol peradangan pasca operasi juga memainkan peran
penting dalam mencegah PCO.

Penghapusan IOL.
Penghapusan lensa intraokular pada mata uveitic jarang diperlukan. Foster et al. melaporkan
bahwa indikasi mereka termasuk pembentukan membran perilental, peradangan kronis
tingkat rendah tidak menanggapi pengobatan antiinflamasi dan membran cyclitic
mengakibatkan hypotony dan maculopathy [85, 86]. Diagnosis yang mendasari untuk uveitis
termasuk sarkoidosis, JIA, dan Pars planitis, di mata dengan mayoritas menengah atau
panuveitis, dengan peradangan berpusat pada daerah Plana Pars. mereka percaya bahwa
peradangan subklinis kronis tidak terdeteksi setelah operasi adalah bertanggung jawab untuk
pasca operasi 14 Jurnal Peradangan komplikasi yang mengarah ke penghapusan IOL
meskipun diperlukan tindakan pencegahan yang telah diambil selama perioperatif periode.

6. Conclusion and Summary

Hal ini dimungkinkan untuk mencapai hasil visual yang sukses mengikuti pembedahan
katarak pada uveitis dengan operasi katarak modern. Prediktabilitas telah meningkat terutama
karena tingkat pemahaman yang lebih tinggi tentang penyakit uveitic di kalangan dokter.
Faktor pra operasi termasuk seleksi pasien yang tepat dan konseling pra operasi dan kontrol
peradangan. Sekarang dikenal dengan baik bahwa peradangan kronis, bahkan kelas rendah,
ireversibel dapat merusak retina dan optik saraf [6], dan karena itu kontrol peradangan, baik
pre dan pasca operasi, sangat penting. Penggunaan imunosupresif agen selain steroid juga
membantu mengendalikan peradangan dan telah memungkinkan penggunaan jangka panjang
dari agen-agen khususnya sebagai steroid sparing. Pengelolaan komplikasi pasca operasi,
terutama peradangan dan glaukoma, kesegeraan penanganan dan penundaan, juga
memberikan kontribusi terhadap peningkatan hasil. Namun beberapa pertanyaan tetap belum
terjawab, terutama di bidang anak dengan katarak uveitis, yang terus menantang dokter mata
untuk lebih menyempurnakan teknik bedah dan mencari modalitas pengobatan baru [56, 57].
Kesimpulannya, pengelolaan uveitic katarak memerlukan kasus seleksi yang seksama, waktu
yang tepat operasi pembedahan, teliti dan pemantauan ketat dengan penanganan tepat untuk
komplikasi pasca operasi yang mungkin terjadi. ini dapat mencapai hasil mata yang baik
dengan pengelolaan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai