Anda di halaman 1dari 50

BAB III

PROTEKSI GEDUNG TERHADAP BAHAYA PETIR

3.1. UMUM

Keadaan geografis yang dekat ke khatulistiwa menyebabkan Indonesia

termasuk sebagai wilayah yang memiliki hari guruh pertahun (thunderstormdays)

tinggi dengan jumlah sambaran petir yang banyak sehingga memungkinkan

banyak terjadi bahaya dan kecelakaan akibat sambaran petir.(3)

Sambaran petir dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik.

Pada bangunan atau gedung bertingkat, efek gangguan akibat sambaran petir ini

semakin besar sesuai dengan semakin tinggi dan luasnya areal bangunan atau

gedung tersebut. Penyebab daripada kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh

sambaran petir, terutama adalah besar (amplitudo) dari arus petir dan kecuraman

arus petir, dimana amplitudo arus petir berkisar antara 5kA sampai 200 kA.

Kerusakan-kerusakan pada bangunan yang tersambar dapat berupa kerusakan

thermis, misalnya bagian yang tersambar terbakar dan dapat pula berupa

kerusakan mekanis, misalnya bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan

retak atau runtuh.(6)

Bila terjadi aktifitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan,

maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan

bumi. Pada penangkap petir, ujungnya dibuat runcing dengan tujuan agar saat

terjadi penumpukan muatan di awan, ujung yang runcing itulah yang pertama

terinduksi. Dengan demikian diharapkan petir akan menyambar ujung batang

penangkap petir terlebih dahulu karena sifat muatan listrik dari petir yang selalu

19

Universitas Sumatera Utara


20

mencari daerah konduktif dan yang kuat medan listriknya tinggi. Penangkap petir

dihubungkan dengan konduktor pembumian yang akan meneruskan arus petir ke

bumi kemudian disebarkan oleh elektroda pembumian.

3.2. SISTEM PROTEKSI PETIR (8)

Berdasarkan cara kerja, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu :

1. Sistem Dengan Penangkap Petir

Prinsip kerja dari sistem ini adalah :

o Harus menyediakan titik pada ujung bangunan yang diamankan untuk

sasaran sambaran petir, dengan harapan petir akan menyambar titik itu

terlebih dahulu.

o Harus menyediakan saluran untuk menyalurkan arus petir ke tanah.

o Harus menyediakan sistem pembumian untuk mendistribusikan arus

petir yang masuk ke tanah dengan merata agar tidak menimbulkan

kerusakan atau bahaya pada bagian dari bangunan atau pada manusia

yang sedang berada disekitarnya.

2. Sistem Disipasi (Dissipation Array System)

Pada prinsipnya, Dissipation Array System (DAS) tidak bertujuan untuk

mengundang arus petir agar menyambar terminasi udara yang sudah disediakan,

melainkan membuyarkan arus petir agar tidak mengalir ke daerah yang dilindungi.

Gambar berikut (Gambar 3.1) menggambarkan konsep dari proteksi petir

sistem disipasi (DAS).

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 3.1. Konsep dari Dissipation Array System (DAS)

Apabila awan bermuatan bergerak ke suatu daerah, maka akan

menginduksi muatan listrik di atas permukaan tanah ataupun bangunan di bawah

awan petir tersebut. Muatan yang terinduksi ini selanjutnya dikumpulkan oleh

sistem pembumian DAS yang kemudian diangkut ke bentuk ion (ionizer) dengan

fenomena yang disebut point discharge, yaitu setiap bagian benda yang runcing

akan memindahkan muatan listrik hasil induksi ke molekul udara disekitarnya,

bilamana titik temunya berada pada medan elektrostatik. Ionizer akan

menghimpun ribuan titik-titik bermuatan secara individu dan sanggup untuk

melepaskan muatan-muatan listrik hasil induksi tadi secara optimal, dimana pada

akhirnya dapat mengurangi beda potensial antara awan dan udara disekitar

ionizer. Dengan kata lain, medan listrik yang dihasilkan akan semakin kecil,

sehingga memperkecil kemungkinan udara untuk tembus listrik, sehingga

terjadinya petir dapat dihindari.

Universitas Sumatera Utara


22

Berdasarkan tempatnya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi 2 (dua)

bagian, yaitu : (8)

1. Proteksi Eksternal

Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat di luar suatu struktur untuk

menangkap dan menghantarkan arus surya petir ke sistem pembumian. Proteksi

eksternal petir berfungsi sebagai proteksi terhadap tegangan lebih petir jika terjadi

sambaran langsung ke sistem atau bangunan yang dilindungi.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan di dalam merencanakan sistem

proteksi petir eksternal adalah :

o Macam, fungsi dan bagian dari bangunan, ukuran denah bangunan,

bentuk dan kemiringan atap.

o Terminasi udara (air terminal) dimana jumlahnya haruslah cukup

untuk memberikan daerah proteksi yang diinginkan.

o Konduktor penyalur (down conductor) haruslah mampu menyalurkan

arus petir yang diterima dari terminasi udara menuju bumi.

o Pembumian (grounding) dimana resistansi pembumian < 10 ohm.

2. Proteksi Internal

Proteksi petir internal merupakan perlindungan terhadap sistem

elektronika di dalam bangunan/gedung akibat tegangan lebih yang ditimbulkan

oleh induksi elektromagnetik akibat sambaran petir tak langsung. Walaupun

bangunan sudah dilindungi terhadap sambaran petir, beberapa kerusakan pada

peralatan listrik khususnya peralatan elektronika dapat disebabkan karena

masuknya surya imbas petir melalui kabel listrik dan kabel komunikasi atau

masuknya arus petir pada waktu terjadi sambaran langsung.

Universitas Sumatera Utara


23

Sistem proteksi petir internal dapat terdiri dari satu jenis ataupun beberapa

alat-alat proteksi petir, antara lain :

o Arrester : alat pemotong tegangan lebih pada peralatan.

o Shielding : konstruksi dinding dan lantai secara khusus untuk

menghilangkan induksi elektromagnetik.

o One point earthing system : pemasangan potential aqualization busbar

yang berfungsi sebagai terminal pembumian.

o Penggunaan kabel optik sebagai pengganti kabel tembaga pada

instalasi listrik. Kabel optik tidak menyebabkan percikan antar kabel

dan tidak terinduksi elektromagnetik.

o Penggunaan trafo isolasi untuk mentransformasikan arus besar yang

terjadi akibat sambaran petir ke jala-jala menjadi arus yang sangat

kecil.

Oleh karena desain proteksi internal sangat bergantung pada instalasi

listrik/elektronika, maka arsitektur dalam bangunan serta perencanaan awal

penggunaan bangunan harus diperhatikan.

3.3 HARI GURUH (1)

Menurut definisi WMO (World Meteorological Organization), jumlah hari

guruh adalah banyaknya hari dimana terdengar guntur paling sedikit satu kali

dalam 1 hari / 1 tahun pada jarak sekitar 15 km dari stasiun pengamatan.

Hari guruh ini disebut juga hari badai guntur (Thunderstorm day). Data

meteorologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan adanya

beberapa daerah di Indonesia yang jumlah hari badai guntur per tahunnya cukup

tinggi, antara lain : sebagian daerah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa tengah,

Universitas Sumatera Utara


24

Jawa Timur, dan daerah Papua dimana hari badai gunturnya lebih dari 100 hari

per tahun. Adapun hal - hal yang diperlukan dalam memperkirakan faktor resiko

sambaran adalah :

1. Isokeraunic level : jumlah hari sambaran per tahun.

2. Lightning strike rate : jumlah sambaran ke tanah per km2 per tahun.

Lightning strike rate /curah petir menentukan tingkat bahaya sambaran pada suatu

wilayah dan besarnya ditentukan oleh isokeraunik level. Nilai lightning stike rate

ini bervariasi secara signifikan; dihitung dari rata-rata kerapatan annual yang

dihitung dari observasi dalam satu periode selama bertahun-tahun.

3.4 BESARNYA KEBUTUHAN BANGUNAN AKAN SISTEM


PROTEKSI PETIR

Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari

bangunan, termasuk juga manusia dan peralatan yang berada didalamnya terhadap

bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Bahaya dan kerusakan tersebut dapat

dihindarkan bila instalasi penangkal petir memenuhi persyaratan-persyaratan

teknis yang sesuai dengan kebutuhan perlindungan.

Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk,

penggunaannya dianggap mudah terlena sambaran petir dan perlu diberi proteksi

petir adalah :

a. Bangunan-bangunan tinggi, seperti gedung-gedung bertingkat, menara-

menara, cerobong-cerobong pabrik.

b. Bangunan-bangunan penyimpan bahan mudah terbakar atau mudah

meledak, misalnya seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang-gudang

Universitas Sumatera Utara


25

penyimpanan bahan peledak, gudang-gudang penyimpanan cairan atau gas

yang mudah meledak, dan lain-lain.

c. Bangunan-bangunan untuk umum, misalnya gedung-gedung pertunjukan,

gedung-gedung sekolah, stasiun dan lain-lain.

d. Bangunan-bangunan yang berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi

secara baik misalnya museum, gedung arsip negara.

Dalam tulisan ini akan dibahas penentuan besarnya kebutuhan bangunan

akan proteksi petir menggunakan Standar Umum Instalasi Penangkal Petir

dan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004).

3.4.1 Menurut Standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir


(PUIPP) (4)

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir

ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerugian serta bahaya yang ditimbulkan

bila bangunan tersebut tersambar petir. Besarnya kebutuhan tersebut dapat

ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan faktor-

faktor tertentu seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. dan merupakan penjumlahan

dari indeks-indeks tersebut. Sehingga didapat perkiraan besarnya kebutuhan suatu

bangunan akan suatu instalasi penangkal petir adalah :

R= A+B+C+ D+E (1)


Dimana :
A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan
B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan
C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan
D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan
E : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi

Universitas Sumatera Utara


26

Apabila menurut data-data yang ada dimasukkan kedalam persamaan (1)

diatas, maka selanjutnya dapat diambil kesimpulan mengenai perlu atau tidak

sistem proteksi petir eksternal digunakan. Jika nilai R12, maka bangunan

tersebut dianjurkan menggunakan sistem proteksi petir. Besar indeks dapat dilihat

pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1. Tabel Indeks menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir

INDEKS A : BAHAYA BERDASARKAN JENIS BANGUNAN.


Penggunaan dan Isi Indeks A
Bangunan biasa yang tidak perlu diamankan baik bangunan
maupun isinya. -10
Bangunan dan isinya jarang digunakan, misalnya dangau
ditengah sawah atau ladang, menara atau tiang dari metal. 0
Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal 1
misalnya rumah tinggal, industri kecil dan stasiun kereta api.
Bangunan atau isinya cukup penting, misalnya menara air, toko 2
barang-barang berharga dan kantor pemerintah.
Bangunan yang berisi banyak sekali orang, misalnya bioskop, 3
sarana ibadah, sekolah, dan monumen bersejarah yang penting.
Instalasi gas, minyak atau bensin dan rumah sakit. 5
Bangunan yang mudah meledak dan dapat menimulkan bahaya
yagn tidak terkendali bagi sekitarnya, misalnya instalasi nuklir. 15

INDEKS B : BAHAYA BERDASARKAN KONSTRUKSI BANGUNAN


Konstruksi Bangunan Indeks B
Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah menyalurkan 0
listrik.
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi 1
dengan atap logam.
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, kerangka besi dan 2
atap bukan logam.
Bangunan kayu dengan atap bukan logam. 3

INDEKS C : BAHAYA BERDASARKAN TINGGI BANGUNAN


Tinggi Bangunan sampai ...... (m) Indeks C
6 0
12 2
17 3
25 4
35 5

Universitas Sumatera Utara


27

50 6
70 7
100 8
140 9
200 10

INDEKS D : BAHAYA BERDASARKAN SITUASI BANGUNAN


Situasi Bangunan Indeks D
Di tanah datar pada semua ketinggian. 0
Di kakibukit sampai tinggi bukit atau pegunungan s/d 1000 m. 1
Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000 m. 2

INDEKS E : BAHAYA BERDASARKAN HARI GURUH


Hari Guruh per tahun Indeks E
2 0
4 1
8 2
16 3
32 4
64 5
128 6
256 7

Tabel 3.2. Perkiraan Bahaya Sambaran Petir Berdasarkan PUIPP

R Perkiraan Bahaya Pengamanan


Dibawah 11 Diabaikan Tidak perlu
Sama dengan 11 Kecil Tidak perlu
12 Sedang Dianjurkan
13 Agak Besar Dianjurkan
14 Besar Sangat dianjurkan
Lebih dari 14 Sangat Besar Sangat perlu

Jelas bahwa semakin besar nilai R, semakin besar pula bahaya serta

kerusakan yang ditimbulkan oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula

kebutuhan bangunan tersebut akan adanya suatu sistem proteksi petir.

Universitas Sumatera Utara


28

3.4.2 Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004) (7)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004), pemilihan

tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir didasarkan pada

frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur

yang diproteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang

diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke

tanah rata-rata tahunan didaerah tempat suatu struktur berada, dinyatakan sebagai:

Ng = 0,04 x Td1,25 / km2 / tahun (2)

dimana, Td adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoreh dari data

isokeraunik level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang

dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Frekuensi rata - rata tahunan sambaran petir langsung Nd ke bangunan/

gedung dapat dihitung :

Nd = Ng x Ae x 10 -6 / tahun (3)

dimana, Ae adalah area cakupan ekivalen daerah permukaan tanah yang dianggap

sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran langsung tahunan.

Adapun area cakupan ekivalen (Ae) tersebut dapat dihitung berdasarkan

persamaan di bawah ini : Ae = ab + 6h(a + b) + 9h2 (4)

Dimana, a : panjang dari bangunan / gedung tersebut (m)

b : lebar dari bangunan / gedung tersebut (m)

h : tinggi bangunan / gedung yang diproteksi (m)

Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi

petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


29

a. Jika Nd Nc tidak perlu sistem proteksi petir.

b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi,

E = 1 Nc / Nd (5)

Maka setelah dihitung nilai E (efisiensi sistem proteksi petir) sesuai dengan

Persamaan (5), dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan tingkat

proteksi Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Efisiensi Sistem Proteksi Petir

Tingkat Proteksi Efisiensi SPP

I 0,98
II 0,95
III 0,90
IV 0,80

Setelah diketahui tingkat proteksi berdasarkan Tabel 3.3, maka dapat

ditentukan sudut proteksi (o) dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola

yang dipakai maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan Tabel 3.4

dibawah ini.

Tabel 3.4. Daerah proteksi dari terminasi udara sesuai dengan tingkat proteksi

Tingkat h (m) 20 30 45 60 Lebar Jala


Proteksi R (m) o
o
o
o (m)
I 20 25 * * * 5
II 30 35 25 * * 10
III 45 45 35 25 * 15
IV 60 55 45 35 25 20
* hanya menggunakan metoda bola bergulir dan jala dalam kasus ini

Universitas Sumatera Utara


30

Adapun prosedur penentu perlu/ tidaknya proteksi eksternal dapat dilihat

pada Gambar 3.2. diagram alir dibawah ini :

Mulai

Data Masukan :
- Dimensi dari posisi bangunan
Gedung.
- Kerapatan sambaran ke tanah (Ng)

Hitung area ekivalen Ae dan Tentukan jumlah kejadian


frekuensi sambaran ke kritis Nc dari Badan
bangunan atau gedung. Meteorologi dan Geofisika
Nd = Ng x Ae (BMG)

Apakah
Nd < Nc

Hitung :
E = 1 (Nc / Nd)

Tentukan Efisiensi
SPP

Rancang tindakan Proteksi tidak


Proteksi diperlukan

Gambar 3.2. Diagram alir menentukan kebutuhan tingkat proteksi

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL

4.1. UMUM (3)

Sistem Proteksi Petir Eksternal adalah instalasi dan alat-alat diluar suatu

struktur untuk menangkap dan menghantarkan arus surja petir ke sistem

pembumian. Proteksi petir Eksternal berfungsi sebagai proteksi terhadap tegangan

lebih petir jika terjadi sambaran langsung ke sistem atau bangunan yang

dilindungi. Komponen-komponen penghantar arus surja petir adalah :

1. Terminasi Udara (air terminal)

2. Konduktor Penyalur (down conductor)

3. Sistem Terminasi Bumi (grounding network)

4.2 TERMINASI UDARA (AIR TERMINAL) (8)

Terminasi udara adalah bagian dari sistem proteksi petir eksternal yang

dikhususkan untuk menangkap sambaran petir, berupa elektroda logam yang

dipasang pada bagian atas bangunan atau gedung yang dilindungi. Ada beberapa

macam terminasi udara, yaitu :

4.2.1 Tipe Konvensional (Franklin Rod)

Jenis penangkal petir (terminasi udara) umumnya digunakan untuk

melindungi bangunan-bangunan, menara-menara, serta bangunan lainnya yang

dianggap penting untuk diproteksi. Karena timbulnya medan listrik yang cukup

kuat, dan udara yang terdapat dibawah awan mempunyai kerapatan muatan yang

31

Universitas Sumatera Utara


32

cukup tinggi maka obyek-obyek di permukaan bumi yang relatif tinggi dan berada

dalam medan tersebut akan cenderung menjadi sasaran sambaran petir.

Berdasarkan pemikiran diatas, Franklin membuat penangkal petir yang

ujungnya runcing di bagian atasnya dan menempatkan batang tersebut pada suatu

bangunan. Ujung yang runcing akan sangat mudah melepaskan muatan listrik ke

bumi melalui konduktor pembumian. Dengan demikian petir akan menyambar

batang penangkal petir karena sifatnya yang sangat mudah melepaskan muatan

listrik ke bumi.

Daerah perlindungan dari suatu penangkal petir menurut Franklin dapat

digambarkan sebagai sebuah kerucut seperti Gambar 4, dimana sudut yang

terbentuk tergantung dari tinggi penangkal petir (h).

Rod/ Mast Daerah


I
I Proteksi
h

Daerah permukaan yang dilindungi

Gambar 4. Daerah Proteksi menurut Franklin

Teknik penangkal petir yang sederhana dan pertama kali dikenal

menggunakan prinsip yaitu dengan membentuk semacam tameng atau perisai

berupa konduktor yang akan mengambil alih sambaran petir. Penangkal petir

semacam ini biasanya disebut ground wires (kawat tanah) pada jaringan hantaran

udara, sedangkan pada bangunan-bangunan dan perlindungan terhadap struktur

disebut lightning mast.

Universitas Sumatera Utara


33

4.2.2 Tipe Sangkar Faraday (Faraday's Cage)

Sistem penangkal petir tipe ini merupakan pengembangan dari sistem

penangkal petir metode Franklin, sehingga mempunyai banyak persamaan.

Perbedaannya adalah terletak pada penggunaan batang penangkal petirnya. Pada

metode Franklin batang terminasi udaranya dibuat lurus vertikal, sedangkan

metode sangkar Faraday menggunakan konduktor-konduktor yang tersusun secara

horizontal. Itulah sebabnya terminasi udara metode ini sering digunakan untuk

proteksi pada bangunan-bangunan yang mempunyai areal atap yang cukup luas

dan cenderung datar.

Seperti yang sudah diketahui bahwa petir cenderung menyambar bagian

yang lebih runcing pada atap suatu bangunan, karena pada bagian ini terdapat

rapat muatan yang cukup besar sehingga awan bermuatan lebih mudah

melepaskan muatannya. Menurut metode ini, pada bagian yang runcing inilah

dipasang konduktor horizontal yang berfungsi sebagai objek sambaran petir.

Untuk bangunan-bangunan yang mempunyai atap yang sangat luas, maka

diperlukan beberapa konduktor horizontal yang terpasang secara listrik satu

dengan lainnya. Sehingga jika terdapat arus petir, maka arus tersebut akan terbagi-

bagi, sehingga arus yang diterima tiap-tiap konduktor relatif kecil. Kemudian

konduktor-konduktor horizontal tersebut dihubungkan dengan konduktor penyalur

(down conductor) untuk kemudian dihubungkan secara listrik dengan konduktor

pembumian.

Untuk mendapatkan hasil pengamanan yang lebih baik, maka biasanya

konduktor-konduktor horizontal dihubungkan secara listrik dengan batang-batang

pcnangkal petir yang pendek dan dipasang pada atap bangunan yang diperkirakan

Universitas Sumatera Utara


34

mudah disambar petir, misalnya pada sudut-sudut atap bangunan. Batang

penangkal petir yang pendek tadi dipasang untuk memudahkan mengalirnya arus

petir dari awan menuju bumi.

4.2.3 Air terminal menggunakan radio aktif

Disamping penggunaan terminasi udara dengan tipe-tipe yang sudah

disebutkan diatas, terdapat juga penggunaan terminasi udara yang menggunakan

unsur radio aktif. Tetapi penggunaan terminasi udara tipe ini sangatlah jarang

digunakan. Meski demikian, ada kemungkinan terminasi tipe ini digunakan dalam

sistem proteksi petir.

4.2.4 Tipe Emisi Streamer

Terminasi udara akan dengan mudah dapat menimbulkan upward streamer

leader membubung naik dari ujung terminasi udara, sehingga tipe lebih cepat

bekerja dibandingkan dengan metode konvensional radius proteksi lebih luas.

Peralatan ini mengantisipasi secara dini sambaran petir karena menciptakan emisi

atau elektron bebas lebih awal mendahului objek sekeliling yang dilindungi

4.3 RANCANGAN SISTEM TERMINASI UDARA MENURUT


STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 03-7015-2004 (7)

Untuk menentukan penempatan terminasi udara dan untuk mengetahui

daerah proteksi, maka tulisan ini menggunakan metode-metode yang terdapat

didalam SNI 03 7015 2004, yaitu :

l. Metode sudut proteksi (Protective Angle Method)

2. Metode bola bergulir (Rolling Sphere Method)

3. Metode jala (Mesh Sized Method)

Universitas Sumatera Utara


35

Metode proteksi dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut :

a) Metode sudut proteksi (protective angle method) cocok untuk bangunan

gedung atau bagian kecil dari bangunan gedung yang lebih besar. Metode ini

tidak cocok untuk bangunan gedung yang lebih tinggi dari radius bola bergulir

yang sesuai dengan tingkat proteksi Sistem Proteksi Petir (SPP) yang dipilih.

b) Metode bola bergulir (rolling sphere method) cocok untuk bentuk bangunan

gedung yang rumit.

c) Metode jala (meshed sized method) dipakai untuk keperluan umum dan

khususnya cocok untuk proteksi struktur dengan permukaan datar.

Dilihat dari ketiga metode di atas, maka dalam perancangan terminasi

udara pada bangunan/gedung, ketiga metode diatas dapat dikombinasikan untuk

membentuk zona proteksi dan meyakinkan bahwa bangunan tesebut terproteksi

seluruhnya.

Standar SNI ini tidak memberikan kriteria untuk pemilihan sistem

terminasi udara karena dianggap batang, kawat rentang dan konduktor jala adalah

sama. Dipertimbangkan bahwa : (7)

1. Tinggi batang terminasi udara sebaiknya antara 2-3 meter untuk mencegah

peningkatan frekuensi sambaran petir langsung.

2. Rentangan kawat dapat digunakan dalam semua kasus sebelumnya dan untuk

bentuk bangunan/gedung yang rendah (a/b > 4, dimana a : panjang gedung

dan b : lebar gedung).

3. Sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor untuk keperluan umum.

Ukuran minimum bahan SPP (Sistem Proteksi Petir) yang dipakai didalam

standar ini untuk penggunaan terminasi udara dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 4.1. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi


udara.

Tingkat Proteksi Bahan Terminasi Udara (mm2)


Cu 35
I sampai dengan IV Al 70
Fe 50

4.3.1 Metode Sudut Proteksi (Angle Protection Method)

Daerah yang diproteksi adalah daerah yang berada didalam kerucut dengan

sudut proteksi sesuai dengan Tabel 3.4. Dengan metode sudut proteksi ini,

terminasi udara dipasang pada setiap bagian dari struktur bangunan yang

dilindungi yang tidak tercakup pada daerah proteksi yang dibentuk. Nilai sudut

yang terbentuk sebagai daerah proteksi adalah bergantung dari ketinggian

terminasi udara (rod/mast) dari daerah yang diproteksi. Metode sudut proteksi

secara geometris mempunyai keterbatasan dan tidak digunakan untuk

bangunan/gedung yang lebih tinggi dari radius bola gulir yang ditentukan dalam

Tabel 3.4.

4
4

1
1

2 2

3 3

Keterangan : Keterangan :
1 : Tiang Terminasi Udara 1 : Tiang Terminasi Udara
2 : Bangunan yang diproteksi 2 : Bangunan yang diproteksi
3 : Bidang Referensi 3 : Bidang Referensi
4 : Sudut Proteksi sesuai dengan tabel 4 4 : Sudut Proteksi sesuai dengan tabel 4

Gambar 4.1.a. Daerah Proteksi Tampak Gambar 4.1.b. Daerah Proteksi Tampak
Depan Samping

Universitas Sumatera Utara


37

Keterangan :
2 1 : Terminasi Udara
1 2 : Bangunan yang diproteksi

Gambar 4.1.c. Daerah Proteksi Tampak Atas

Konduktor terminasi udara sebaiknya ditempatkan sedemikian sehingga

semua bagian bangunan gedung yang diproteksi berada disebelah dalam

permukaan selubung yang dihasilkan oleh proyeksi titik-titik dari konduktor

terminasi udara ke bidang referensi, dengan sudut a ke garis vertikal dalam semua

arah. Rancangan terminasi udara menggunakan metode sudut proteksi ini dapat

dilihat pada Gambar 4.1. (Dianggap bangunan mempunyai panjang dan lebar yang

sama).

4.3.2 Metode Bola Bergulir (rolling Sphere Method)

Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya

rumit. Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang

bergulir di atas tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga

bertemu dengan tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi

yang mampu bekerja sebagai penghantar (Gambar 4.2). Titik sentuh bola bergulir

pada struktur yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi

oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung

penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk rnenyambar

bangunan.

Universitas Sumatera Utara


38

Protected Zone

Gambar 4.2. Daerah proteksi dengan metode bola bergulir.

Metode bola bergulir (rolling sphere) ini sebaiknya digunakan untuk

mengidentifikasi ruang yang terproteksi dari bagian atau luasan bangunan/gedung

yang tidak tercakup oleh metode sudut proteksi (angle protection method).

Dengan metode ini, penempatan sistem terminasi udara dianggap memadai jika

tidak ada titik pada daerah yang diproteksi tersentuh oleh bola gulir dengan radius

R, disekeliling dan diatas bangunan/gedung kesemua arah. Untuk itu, bola hanya

boleh rnenyentuh tanah dan atau sistem terminasi udara.

Radius bola gulir harus sesuai dengan tingkat proteksi SPP (Sistem

Proteksi Petir) yang dipilih menurut Tabel 3.4. Pada gambar diatas, bola dengan

radius R digulirkan sekeliling dan diatas bangunan/gedung hingga bertemu

dengan bidang tanah atau bangunan/gedung permanen atau obyek yang

berhubungan dengan bidang bumi yang mampu bekerja sebagai konduktor petir.

4.3.3. Metode Jala (Meshed Sized Method) (7, 2)

Metode ini digunakan untuk keperluan perlindungan permukaan yang

datar karena bisa melindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang

Universitas Sumatera Utara


39

diproteksi adalah keseluruhan daerah yang ada di dalam jala - jala (Gambar 4.3).

Ukuran jala sesuai tingkat proteksi dapat dipilih pada Tabel 4.3.

a. Bangunan gedung atap miring b. Bangunan gedung atap datar

Gambar 4.3. Daerah Proteksi dengan metode jala

Untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar, SPP (Sistem

Proteksi Petir) jala diyakini melindungi seluruh permukaan jika dapat memenuhi

kondisi berikut:

a) Konduktor terminasi udara ditempatkan pada :


o garis pinggir sudut atap.

o serambi atap.

o garis bubungan atap, jika kemiringan atap lebih dari 1/10.

b) Permukaan samping pada bangunan gedung yang tingginya lebih dari

radius bola gulir yang relevan dengan tingkat proteksi yang dipilih sesuai

tabel 3.4. harus dilengkapi dengan sistem terminasi udara.

c) Dimensi jala pada jaringan terminasi udara tidak lebih dari nilai yang

diberikan dalam Tabel 3.4.

d) Jaringan sistem terminasi udara disempurnakan sedemikian rupa hingga

arus petir akan selalu mengalir melalui dua lintasan logam berbeda, tidak

boleh ada instalasi logam menonjol keluar dari volume yang dilindungi

oleh sistem terminasi udara.

Universitas Sumatera Utara


40

e) Konduktor terminasi udara harus mengikuti lintasan terpendek yang

dimungkinkan.

4.4 KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR) (8,7)

Konduktor penyalur (down conductor) adalah bagian dari sistem proteksi

eksternal yang digunakan untuk melewatkan arus petir dari sistem terminasi udara

ke sistem pembumian. Konduktor penyalur perlu dirancang agar tidak

menimbulkan induksi terhadap peralatan - peralatan listrik yang terdapat didalam

ataupun disekitar bangunan atau gedung yang diproteksi.(8)

Pemilihan jumlah dan posisi konduktor penyalur sebaiknya

memperhitungkan kenyataan bahwa, jika arus petir dibagi dalam beberapa

konduktor penyalur, resiko loncatan kesamping dan gangguan elektromagnetik di

dalam bangunan gedung berkurang. (7)

Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Proteksi Petir) yang dipakai

di dalam standar ini untuk penggunaan konduktor penyalur (down conductor)

adalah dapat dilihat pada Tabel 4.2. dibawah.

Tabel 4.2. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan konduktor penyalur

Konduktor Penyalur
Tingkat Proteksi Bahan
(mm2)
Cu 16
I sampai dengan IV Al 25
Fe 50

Cara penempatan konduktor penyalur dengan melihat kondisi

bangunan/gedung yang diproteksi :

Universitas Sumatera Utara


41

1. Jika dinding terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar, konduktor

penyalur dapat ditempatkan pada permukaan atau didalam dinding tersebut.

2. Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar, konduktor penyalur

dapat ditempatkan pada permukaan dinding, asalkan kenaikan suhu karena

lewatnya arus petir tidak berbahaya untuk bahan dinding.

Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan kenaikan suhu

konduktor penyalur berbahaya, maka konduktor penyalur harus ditempatkan

sedemikian sehingga jarak antara konduktor penyalur dengan ruang terproteksi

selalu lebih besar dari 0,1 m. Braket pemasang yang terbuat dari logam boleh

melekat pada dinding.

Bila jumlah konduktor penyalur lebih dari satu, maka jarak rata-rata antara

konduktor penyalur menurut tingkat proteksi ditentukan seperti Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Jarak rata-rata antara konduktor penyalur

Tingkat Proteksi Jarak rata-rata (m)


I 10
II 15
III 20
IV 25

4.5 SISTEM TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM) (7)

Sistem terminasi bumi (grounding system) perlu dirancang sedemikian

rupa sehingga memperkecil tegangan sentuh dan tegangan langkah sehingga aman

bagi manusia dan peralatan yang terdapat di sekitar daerah yang di proteksi. Guna

mengalirkan arus petir ke bumi tanpa menyebabkan tegangan lebih yang

berbahaya maka bentuk dan dimensi sistem terminasi bumi lebih penting dari nilai

Universitas Sumatera Utara


42

spesifik resistansi elektrode bumi. Namun pada umumnya direkomendasikan

resistansi bumi yang rendah.

Sistem terminasi bumi terdiri dari satu atau lebih elektroda bumi yang

dianggap mampu mengalirkan arus petir ke tanah tanpa adanya lompatan

tegangan yang berbahaya. Adapun jenis-jenis elektroda bumi yang digunakan

adalah :

1. elektroda cincin (ring).

2. elektroda tegak miring.

3. elektroda radial.

4. elektroda bumi pondasi.

Sejumlah konduktor yang terdistribusi secara merata lebih disukai

daripada sebuah konduktor bumi tunggal yang panjang karena dengan konduktor

bumi yang lebih dari satu ini, maka pada saat salah satu konduktor tersebut

mengalami kegagalan didalam menyalurkan arus petir ke bumi, maka arus petir

akan tetap mengalir ke tanah melalui konduktor pembumian yang lain.

Panjang minimum elektroda bumi berkaitan dengan tingkat proteksi untuk

bermacam-macam resistivitas tanah dapat dilihat pada lampiran B. Namun

elektroda bumi yang tertanam dalam akan efektif jika resistivitas tanah menurun

sesuai dengan kedalaman tanah. Apabila resistivitas tanah yang diinginkan

terdapat pada kedalaman yang lebih dalam daripada elektroda batang, maka

elektroda tersebut biasanya ditanam.

Terdapat dua jenis dasar susunan elektroda bumi untuk sistem terminasi

bumi, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


43

4.5.1 Susunan jenis A

o Jenis susunan ini terdiri dari elektroda bumi radial atau tegak.

o Masing-masing konduktor penyalur harus dihubungkan dengan sekurang-

kurangnya satu elektrode bumi terpisah yang terdiri dari elektroda radial

atau tegak/miring.

o Jumlah minimum elektroda bumi haruslah dua.

o Panjang minimum masing-masing elektroda adalah :

L1 untuk elektroda mendatar radial

0,5 L1 untuk elektroda tegak/miring

L1 adalah panjang minimum elektroda radial yang diperlihatkan pada

bagian yang relevan pada lampiran B.

o Pada tanah dengan resistivitas rendah, panjang minimum yang dinyatakan

pada lampiran B, dapat diabaikan dengan syarat resistansi bumi lebih kecil

dari 10 ohm dapat dicapai.

o Untuk elektroda kombinasi sebaiknya dipertimbangkan panjang total.

4.5.2. Susunan jenis B

o Untuk elektroda bumi cincin (elektroda bumi pondasi), radius rata-rata r dari

daerah yang dicakup oleh elektrode bumi cincin tidak boleh lebih kecil dari

nilai L1. r L1 (6)

o Bila diperlukan nilai L1 lebih besar dari nilai r yang memungkinkan, maka

elektrode radial atau vertikal harus ditambah, dengan masing-masing panjang

Lr (horizontal) dan Lv (vertikal) diberikan oleh persamaan berikut :

Lr = L1 r (7)

Universitas Sumatera Utara


44

(L1 - r)
Lv = (8)
2

Syarat-syarat pemasangan elektroda bumi adalah sebagai berikut :

1. Elektroda bumi cincin eksternal sebaiknya ditanam pada kedalaman paling

sedikit 0,5 m tetapi tidak kurang dari l m terhadap dinding.

2. Elektroda bumi harus dipasang diluar ruang terproteksi dengan kedalaman

sekurang-kurangnya 0,5 m dan didistribusikan serata mungkin untuk

mengurangi efek kopling listrik dalam bumi.

3. Elektroda bumi cincin dipasang dengan jarak minimal sekitar 3 meter dari

cincin pertama dan seterusnya tergantung dari seberapa keekonomisan yang

terjadi.

4. Kedalaman dan jenis elektrode bumi yang harus ditanam sedemikian sehingga

mengurangi efek korosi, pengeringan dan pembekuan tanah sehingga

resistansi bumi menjadi stabil.

Direkomendasikan untuk daerah cadat padat hanya menggunakan susunan

pembumian jenis B.

Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Proteksi Petir) yang dipakai

didalam standar ini untuk terminasi bumi adalah dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi bumi

Tingkat Proteksi Bahan Terminasi Bumi (mm2)

Cu 50
I sampai dengan IV Al -
Fe 80

Universitas Sumatera Utara


45

4. 6 PEMILIHAN BAHAN (7)

Bahan SPP (Sistem Proteksi Petir) dan kondisi pemakaiannya adalah

seperti Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Bahan SPP dan Kondisi Penggunaannya

Bahan Penggunaan Korosi

Dalam
Dalam Dalam Meningkat Elektrolitik
Udara Resistan
Tanah Beton Oleh dengan
Terbuka
Klorida
Padat Padat Terhadap
konsentrasi tinggi
Tembaga berserabut berserabut - banyak
Senyawa sulfur
-
sebagai lapis sebagai lapis bahan
Bahan Organik

Baja Baik,
Padat walaupun
Galvanis berserabut
Padat Padat
dalam tanah
- Tembaga
Panas asam

Stainless Terhadap
Padat Air dengan
Padat - banyak -
Steel Stranded larutan Klorida
bahan

Padat
Aluminium berserabut
- - - Agen Basis Tembaga

Padat Sulfat
Padat sebagai
Lead sebagai
pelapisan
- konsentrasi Tanah Asam Tembaga
pelapisan tinggi

Adapun hal hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan SPP

adalah :

SPP sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosi seperti

tembaga, aluminium, inox dan baja galvanis.

Sambungan antara bahan yang berbeda harus dihindarkan ataupun harus

dilindungi.

Bagian dari tembaga seharusnya tidak dipasang diatas bagian galvanis

kecuali bagian tersebut dilindungi terhadap korosi.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

STUDI PERANCANGAN PROTEKSI PETIR EKSTERNAL


PADA GEDUNG BIRO REKTOR USU

5.1. UMUM

Gedung Biro Rektor USU merupakan gedung Pusat Administrasi

Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jalan Dr. T. Mansyur Medan yang

mana tidak terdapat gedung yang lebih tinggi dari gedung ini disekitarnya.

Dengan kata lain, Gedung Biro Rektor USU adalah gedung tertinggi

dilingkungannya, sehingga jika terjadi sambaran petir, maka kemungkinan gedung

ini terkena sambaran langsung petir adalah sangat tinggi.

Jumlah manusia dalam gedung ini terdapat 200 hingga 300 orang setiap

harinya, dan karena gedung ini merupakan pusat administrasi Universitas

Sumatera Utara maka terdapat banyak peralatan listrik dan elektronik pendukung

administrasi seperti komputer unit, jaringan internet, jaringan telepon (PABX),dll.

Gambar 5.1. Gedung Biro Rektor Universitas Sumatera Utara tampak depan.

46

Universitas Sumatera Utara


47

Gambar 5.2. Gedung Biro Rektor Universitas Sumatera Utara tampak belakang.

Gambar 5.3. Gedung Biro Rektor Universitas Sumatera Utara tampak samping.

Universitas Sumatera Utara


48
48

Gambar 5.4. Struktur Gedung Biro Rektor USU Lt. 3

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 5.5. Struktur Gedung Biro Rektor USU Lt. 4

Universitas Sumatera Utara


50

5.2. ANALISA KEBUTUHAN PROTEKSI GEDUNG BIRO REKTOR


USU.

Adapun data masukan yang dapat dipakai untuk mengetahui perlu

tidaknya proteksi petir bagi bangunan/gedung Biro Rektor USU Medan dapat

dilihat pada Tabel 5.1. sebagai berikut :

Tabel 5.1. Dimensi Gedung Biro Rektor USU

Keliling
Panjang Lebar Tinggi Luas Atap
Atap
(m) (m) (m) (m2)
(m)
70,3 43,4 22,9 232 2.282,4

Hari guruh (Td) menurut data dari BMG sesuai dengan lampiran B : 136.

Frekuensi sambaran petir yang diperolehkan pada gedung : 10 -1/tahun. Maka dari

data di atas, dapat dicari kebutuhan gedung Biro Rektor USU Medan terhadap

kebutuhan proteksi petir eksternal maupun mengetahui tingkat proteksinya dengan

menggunakan PUIPP (Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir) dan Standar

Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004).

5.2.1. Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Proteksi Petir Berdasarkan


Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP).

Penentuan kebutuhan bangunan akan proteksi petir berdasarkan PUIPP

yaitu dengan menggunakan data hari guruh (thunderstorm days) di Medan

(Lampiran B) dan keadaan lokasinya (Tabel 3.1), maka untuk gedung Biro Rektor

USU Medan diperoleh :

Indeks A : 2

Indeks B : 2

Universitas Sumatera Utara


51

Indeks C : 3

Indeks D : 0

Indeks E : 6

Maka didapatkan indeks perkiraan bahaya sambaran petir (R) adalah :

R = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E

R=2+2+3+0+6

R = 13

Dimana R >12, sehingga diambil kesimpulan bahwa gedung Biro Rektor

USU Medan sangat memerlukan proteksi petir.

5.2.2. Penentuan Tingkat Proteksi Berdasarkan SNI 03-7015-2004

Berdasarkan diagram alir pada Gambar 3.1., maka dapat dihitung nilai-

nilai yang diperlukan untuk menentukan tingkat proteksi gedung Biro Rektor

USU.

1. Menghitung kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan


(Ng).

Ng dapat dihitung berdasarkan rumus (2) yaitu :

Ng = 0,04 x Td1,25 / km2 / tahun

Ng = 0,04 x 1361,25

Ng = 18,5773 /km2 / tahun

2. Menghitung area cakupan ekivalen gedung Biro Rektor USU Medan


(Ae).

Area cakupan ekivalen untuk gedung Biro Rektor USU Medan yang

mempunyai panjang (a) 70,3 m ; lebar (b) 43.4 m dan tinggi (h) 22,9 m

dapat dihitung berdasarkan rumus (4) yaitu :

Universitas Sumatera Utara


52

Ae = ab + 6h (a + b) + 9h2

Ae = (70,3 x 43,4) + {(6 x 22,9).(70,3 + 43,4) + 9 x x (22,9)2

Ae = 33.493,23 m2

3. Menghitung frekuensi sambaran petir langsung (Nd) yang


diperkirakan pada bangunan/gedung Biro Rektor USU Medan.

Frekuensi sambaran petir langsung (Nd) yang diperkirakan ke struktur

yang diproteksi didapatkan berdasarkan rumus (3) yaitu :

Nd = Ng x Ae x 10-6 / tahun

Nd = 18,5773 x 33.493,23 x 10-6

Nd = 0,622213/ tahun

4. Menentukan efisiensi SPP (Sistem Proteksi Petir) lalu kemudian


menentukan tingkat proteksi.

Dari stasiun BMG Medan diperoleh nilai frekuensi sambaran petir

tahunan setempat (Nc) yang diperbolehkan adalah 10 -1/ tahun. Nilai Nd >

Nc maka diperlukan sistem proteksi petir dan efisiensi SPP dapat dihitung

berdasarkan rumus (5) yaitu :

E = 1 Nc / Nd

E = 1 0,1 / 0,622213

E = 0,839

Maka berdasarkan tabel 3.3. didapatkan bahwa gedung Biro Rektor USU

mempunyai tingkat proteksi IV.

Universitas Sumatera Utara


53

5.3. PERENCANAAN KOMPONEN SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL

5.3.1 Terminasi Udara

Telah diketahui bahwa tingkat proteksi gedung Biro Rektor USU Medan

adalah tingkat IV dan menurut tabel 3.2. dapat dilihat bahwa untuk gedung Biro

Rektor USU Medan dimana tinggi (h) adalah 22,9 m, maka didapatkan sudut

proteksi yang dipakai adalah 55 sesuai dengan Tabel 3.4. Dengan kata lain,

perancangan penempatan proteksi petir eksternal ditentukan dengan menggunakan

metode sudut proteksi (angle protection method).

Bahan yang digunakan untuk terminasi udara dipilih adalah tembaga,

sehingga menurut tabel 4.1. luas penampang minimum yang diperbolehkan adalah

35 mm2. Akan tetapi karena terminasi udara dihubungkan dengan konduktor

penyalur, dimana luas penampang minimum untuk konduktor penyalur adalah 50

mm2, maka luas penampang dari terminasi udara pun lebih baik jika disesuaikan

dengan konduktor penyalurnya, yaitu 50 mm2. Berdasarkan kriteria yang telah

dibuat di dalam SNI 03-7015-2004, tinggi terminasi udara tak terisolasi adalah

antara 2 3 m.

Bila direncanakan batang terminasi udara dengan metode sudut proteksi

hanya menggunakan satu batang penangkap petir, maka terminasi udara

ditempatkan tepat ditengah pada atap gedung. Dengan sudut proteksi sebesar 55,

batang terminasi udara harus ditempatkan sedemikian sehingga dengan ketinggian

puncak batang terminasi udara, gedung Biro rektor USU berada dalam kerucut

protektif batang terminasi udara.

Tinggi batang terminasi udara minimum sehingga terminasi udara dapat

melindungi setiap sudut bangunan, dapat ditentukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


54

55

z
y

x
39 m

y = Tinggi batang terminasi (dari atap Lt.3)


x = Bidang Referensi (Atap Lt.3)

tg 55 =x/y

tg 55 = 39 / y

0,8191 = 39 / y

y = 39 / 1,4281

y = 27,3 m

sehingga ;

Tinggi batang terminasi udara dari atap Lt.4 = 27,3 m 4,5 m

Tinggi batang terminasi udara dari atap Lt.4 = 22,8 m

Tinggi terminasi udara minimum yang dipasang pada atap Lt. 4 adalah 22, 8 m.

Sehingga puncak terminasi udara dari permukaan tanah diperoleh :

22,8 m + 19,6 m = 42,4 m.

Universitas Sumatera Utara


5555

42,4 m 22,8 m

Gambar 5.6. Penempatan Terminasi Udara tampak depan menurut metode sudut proteksi.

Universitas Sumatera Utara


56

Gambar 5.7. Penempatan Terminasi Udara tampak samping menurut metode sudut proteksi.

Universitas Sumatera Utara


5757

Belakang

x
39 m
Kanan Kiri

Depan

Gambar 5.8. Penempatan Terminasi Udara tampak atas menurut metode sudut proteksi.

Universitas Sumatera Utara


58

Karena batang terminasi udara dengan metode sudut proteksi dirancang

hanya menggunakan satu batang penangkap petir, maka terminasi udara

ditempatkan tepat ditengah pada atap Lt. 4 gedung. Dengan sudut proteksi yang

diperoleh sebesar 55 sesuai Tabel 3.4., tinggi terminasi udara minimum yang

dipasang pada atap Lt. 4 adalah 22, 8 m. Sehingga dengan ketinggian puncak

batang terminasi udara tersebut, setiap sudut bangunan gedung Biro rektor USU

berada dalam kerucut protektif batang terminasi udara.

Ketinggian puncak terminasi udara dari permukaan tanah diperoleh 42,4 m

(22,8 m + 19,6 m).

5.3.2 Konduktor Penyalur

Konduktor penyalur merupakan konduktor yang menyalurkan arus petir

yang diterima oleh terminasi udara baik itu vertikal maupun horizontal untuk

kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka

konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir

tersebut dapat terbagibagi.

Adapun syarat-syarat umum yang perlu diperhatikan dalam rancangan

konduktor penyalur adalah sebagai berikut :

1. Konduktor penyalur sebaiknya dipasang antara terminasi udara dan sistem

terminasi bumi.

2. Konduktor penyalur sebaiknya ditempatkan sejauh mungkin dari sirkit

internal dan bagian logam.

3. Tidak diizinkan terjadi crossing dengan instalasi telepon, elektrikal dan

internet dengan jarak kurang dari 10 cm.

Universitas Sumatera Utara


59

4. Konduktor penyalur tidak boleh dipasang pada talang atau pipa saluran air,

meskipun dibungkus dengan bahan insulasi. Efek uap air pada talang dapat

menyebabkan terjadinya korosi yang intensif pada konduktor penyalur.

5. Sistem terminasi udara, sistem konduktor penyalur dan sistem terminasi

bumi sebaiknya diselaraskan untuk menghasilkan lintasan arus petir

sependek mungkin.

6. Jarak konduktor penyalur dengan dinding adalah 0,1 meter untuk

mengurangi induksi elektromagnetik yang terjadi saat terjadi sambaran

petir. Konduktor penyalur tersebut disangga oleh suatu braket yang

dilekatkan kedinding.

Setelah melihat tabel 4.5, maka bahan yang dipilih adalah tembaga,

dimana bahan ini tahan terhadap banyak bahan yang dapat menyebabkan korosi.

Setelah ditentukan jenis bahan, maka selanjutnya adalah menentukan luas

penampang dari konduktor. Dari tabel 4.2, maka luas penampang minimum yang

diperbolehkan adalah 16 mm2. Akan tetapi karena konduktor penyalur

dihubungkan dengan terminasi bumi, dimana luas penampang minimum untuk

terminasi bumi adalah 50 mm2, maka luas penampang dari konduktor penyalur

pun lebih baik bila disesuaikan dengan terminasi buminya. Maka luas penampang

konduktor penyalur yang dipilih adalah 50 mm2.

Universitas Sumatera Utara


6060

Konduktor Penyalur

Gambar 5.9. Penempatan Konduktor Penyalur tampak depan.

Konduktor Penyalur

Gambar 5.10. Penempatan Konduktor Penyalur tampak samping.

Universitas Sumatera Utara


61

Gambar 5.11. Penempatan Konduktor Penyalur tampak atas.

Baut
Kabel tembaga 50 mm2

Plat Besi

Baut
Ring
Tembok

Gambar 5.12. Braket (Penyangga) konduktor penyalur.

Konduktor Penyalur

Braket Penyangga

Gambar 5.13. Konduktor Penyalur terpasang pada tembok

Universitas Sumatera Utara


62

5.3.3 Terminasi Bumi (Grounding System)

Seperti yang sudah ketahui bahwa fungsi dari sistem terminasi bumi

adalah menyalurkan arus petir secara aman kebumi. Dari beberapa jenis elektroda

pembumian yang sudah dibahas sebelumnya, maka susunan tipe A dipilih untuk

terminasi bumi, tipe ini terdiri dari elektroda vertikal dan radial.

Ukuran minimum bahan terminasi bumi menurut Tabel 4.4. adalah 50

mm2, maka kabel yang disambungkan pada elektroda pembumian adalah kabel

tembaga 50mm2. Sedangkan untuk elektroda pembumian dipilih juga bahan yang

terbuat dari tembaga. Panjang minimum elektroda pembumian yang diperlukan

menurut lampiran B adalah 5 meter.

Berdasarkan pengukuran tanahan tanah yang dilakukan, pada kedalaman

tanah 50 cm diperoleh tahanan tanah sebesar 2,85 ohm.

Gambar 5.14 Penempatan Terminasi Bumi

Universitas Sumatera Utara


63

5. 4. Analisa Kondisi Sistem Proteksi Eksternal terpasang pada Gedung


Biro Rektor USU.

5.4.1. Terminasi Udara


Gedung Biro Rektor memiliki sistem proteksi petir dengan terminasi udara

terdiri dari 2 batang penangkap petir terpisah, seperti terlihat pada Gambar 5.15

dibawah.

Batang penangkap petir I dengan tinggi 9 meter dari atap lantai 4 terletak

tepat ditengah atap gedung, namun bila digunakan sudut proteksi 55 sesuai

dengan Tabel 3.4., tidak seluruh bangunan gedung Biro Rektor berada dalam

kerucut protektif batang terminasi udara sehingga batang penangkap petir ini

belum melindungi seluruh bangunan.

Batang penangkap petir II dengan tinggi 22 meter dari atap tertinggi

gedung terletak pada sebelah kiri gedung, dan bila digunakan sudut proteksi 55

sesuai dengan tabel 3.4., tidak seluruh bangunan gedung Biro Rektor berada

dalam kerucut protektif batang terminasi udara sehingga batang penangkap petir

ini juga belum melindungi seluruh bangunan.

Penangkap Petir II

Penangkap Petir I

Gambar 5.15 Terminasi udara terpasang pada Gedung Biro Rektor USU
tampak samping (Atap Lt. 4).

Universitas Sumatera Utara


64

64

Gambar 5.16. Terminasi udara I dan terminasi udara II pada gedung biro rektor tampak depan.

Universitas Sumatera Utara


65

5.4.2. Konduktor Penyalur

Instalasi konduktor penyalur pada bangunan gedung biro rektor USU,

ditemukan beberapa kondisi instalasi yang tidak memenuhi persyaratan suatu

konduktor penyalur, yaitu :

1. Terdapatnya croosing antara konduktor penyalur dengan instalasi kabel

telepon, kabel listrik, dan beberapa instalasi kabel lainnya, seperti terlihat

pada Gambar 5.17.

2. Down konduktor untuk terminasi udara I dan terminasi udara II diparalel

dan penyambungan konduktor dilakukan dengan klem yang diikat dengan

baut dan tidak diisolasi sehingga kondisi saat ini berkarat, sehingga

memungkinkan kegagalan dalam penyaluran arus petir ke tanah.

3. Usia kabel penghantar yang digunakan untuk down konduktor telah

mencapai 14 tahun tanpa pernah dilakukan pengecekan dan pemeliharaan.

Gambar 5.17. Crossing antara Konduktor Penyalur dengan kabel listrik, telepon.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Bangunan Gedung Biro Rektor USU Medan memiliki panjang 70,3 m dan

lebar 43,4 m serta tinggi 22,9 m, terletak pada daerah dengan tingkat

kerawanan petir sedang yaitu 136 hari guruh pertahun, sehingga perhitungan

yang diperoleh, Frekuensi sambaran petir langsung (Nd) yang diperkirakan

terjadi adalah 0,62 pertahun.

2. Bangunan ini sangat memerlukan proteksi petir eksternal dan berdasarkan

perhitungan dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-

2004) mempunyai tingkat proteksi IV.

3. Berdasarkan Tingkat Proteksi IV, sudut proteksi yang diperoleh sebesar 55

sehingga karena dirancang hanya menggunakan satu terminasi udara dengan

metode sudut proteksi maka tinggi terminasi udara minimum yang dipasang

pada atap Lt. 4 adalah 22, 8 m dan dengan ketinggian ini, setiap sudut

bangunan gedung Biro rektor USU berada dalam kerucut protektif batang

terminasi udara (Lihat Gambar 5.6.).

4. Dari hasil perhitungan, panjang minimal untuk elektroda terminasi bumi

diperolehadalah 5 meter dan susunan elektroda bumi yang dipilih adalah tipe

A (elektroda vertikasl dan radial).

5. Bahan yang dipakai pada terminasi udara, konduktor penyalur maupun

terminasi bumi adalah dari bahan tembaga dan luas penampang yang

ditetapkan adalah 50mm2.

Universitas Sumatera Utara


67

6. Terminasi udara yang terpasang saat ini (Batang penangkap petir I dan II)

masing-masing tinggi 9 meter dan 22 meter dari atap gedung belum mampu

melindungi seluruh sudut bangunan gedung Biro Rektor, karena tidak

keseluruhan bangunan berada dalam kerucut protektif batang terminasi udara.

7. Konduktor Penyalur yang terpasang saat ini tidak sesuai dengan persyaratan

instalasi karena terjadi crossing dengan instalasi kabel telepon, kabel listrik,

kabel antena televisi dan lain-lain.

6.2 SARAN

1. Sistem Proteksi Petir Eksternal pada Bangunan Gedung Biro Rektor yang

terpasang saat ini tidak berfungsi dengan baik karena tidak sesuai dengan

persyaratan pada Standar Nasional Indonesia, sehingga disarankan Universitas

Sumatera Utara dapat menggantinya dengan Sistem Proteksi Petir Eksternal

yang memenuhi standar.

2. Perlu pengecekan berkala terhadap peralatan proteksi petir agar dapat

menjamin bahwa peralatan berfungsi dengan baik.

3. Sistem Proteksi Petir Ekstenal hanya mampu memproteksi sambaran petir

langsung pada bangunan, namun tidak sepenuhnya bisa menjamin

perlindungan terhadap peralatan elektronika yang ada dalam gedung,

mengingat peralatan elektronika dan perangkat teknologi informasi saat ini

sangat rentan terhadap pengaruh induksi, termasuk pengaruh induksi petir,

sehingga disarankan agar pada Gedung ditambahkan peralatan proteksi petir

internal.

Universitas Sumatera Utara


68

4. Mengingat akibat pemanasan global akhir-akhir ini menyebabkan curah hujan

dan hari guruh semakin tinggi, diharapkan Departemen Teknik Elektro dapat

memberi materi pelajaran Lightning Protection secara khusus dan diharapkan

alumni memiliki keahlian dibidang Lightning Protection.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai