Anda di halaman 1dari 7

contoh Nota Pembelaan / Pledoi pidana

NOTA PEMBELAAN
No. Reg Perkara: 12/Pid.B/10/2008
Atas Nama Terdakwa FIRMANSYAH bin FIRMAN UTINA

Kepada Yth.
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara A Quo

Yang bertandatangan dibawah ini,


1. Kevin Eduard Matindas, S.H.,M.H
2. Hilman Fathoni, S.H.
Kesemuanya adalah advokat pada kantor pengacara Matindas & Rekan, yang berkantor di
Perumahan Bandung Indah Blok A Nomor 3 RT 1 RW 7 Kota Bandung, dalam hal ini
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22Oktober 2008 bertindak sebagai Penasihat Hukum
untuk dan atas nama Terdakwa:
Nama : Firmansyah bin Firman Utina
Tempat Lahir : Boyolali
Umur/Tanggal Lahir : 23 tahun / 21 Juli 1985
Jenis Kelamin : Laki Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Perumahan Surya Indah Blok E Nomor 6 RT 2
RW 13, Desa Nanggeleng, Kecamatan Cicaheum,
Kota Bandung
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan Buruh

Dalam Perkara ini Terdakwa didakwa dengan dakwaan yang berbentuk Subsidair
Kumulatif, dengan uraian sebagai berikut:

KESATU
Primair : Pasal 340 jo.Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Subsidair : Pasal 338 jo.Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
DAN
KEDUA
Pasal 181 joPasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Setelah membaca dan mempelajari Surat Dakwaan dan juga Surat Tuntutan yang diajukan
oleh Jaksa Penuntut Umum, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, sesuai dengan
ketentuan Pasal 182 Ayat (1) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
akan mengajukan nota pembelaan dengan resume sebagai berikut.

Dakwaan Pertama
Primair
1. Unsur Barangsiapa
Dalam surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan unsur barangsiapa
hanya dengan argumentasi bahwa Terdakwa Firman bin Utina dalam persidangan dalam keadaan
sehat dan tidak ada satupun alasan yang ditemukan dalam diri terdakwa untuk meniadakan atau
menghapuskan kesalahan Terdakwa. Tentunya argumentasi seperti ini kurang pantas untuk
disampaikan dalam pengadilan untuk membuktikan unsur dalam suatu tindak pidana.Tentunya
Jaksa Penuntut Umum sebagai seorang sarjana hukum, dapat memikirkan argumentasi yang
lebih cerdas untuk membuktikan unsur tersebut.
Berdasarkan Pasal 340 KUHP, unsur barangsiapa bukan merupakan delik
inti, tetapi hanya sebagai elemen delik yang menunjukan subjek hukum yang didakwa
melakukan tindak pidana yang pembuktiannya bergantung kepada pembuktian unsur delik
lainnya.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 951-K/Pid/1982
tertanggal 10Agustus 1983 dengan nama Terdakwa Yojiro Kitajima, yang antara lain
menerangkan bahwa unsur barangsiapahanya merupakan kata ganti orang di mana unsur ini
harus mempunyai makna jika dikaitkan dengan unsur-unsur pidana lainnya. Oleh karena
itu, haruslah unsur barangsiapa dibuktikan dengan unsur-unsur delik lainnya dalam delik yang
didakwakan.
Dengan demikian, hadirnya terdakwa dalam persidangan tidaklah berarti unsur
barangsiapa langsung terbukti, tanpa dibuktikannya juga unsur-unsur delik lainnya.Setelah
terbukti unsur-unsur lainnya barulah Jaksa Penuntut Umum dapat menyatakan bahwa unsur
barangsiapa telah terbukti.
Dengan demikian unsur barangsiapa TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN
MEYAKINKAN.

2. Unsur Dengan Sengaja Dan Direncanakan Terlebih Dahulu


Unsur kesengajaan dalam rumusan tindak pidana merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Berkaitan dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila dalam rumusan tindak pidana
terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut opzettelijk, maka unsur kesengajaan ini
meliputi semua unsur lain yang dibelakangnya harus dibuktikan.
Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukanya itu dilakukan
dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui atau menurut penjelasan
MvT (Memorie van Toelechting) bisa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan
disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah
memenuhi rumusan willens yaitu harus menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi
unsur wettens yaitu harus mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
Jika dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel, maka dapat
dikatakan bahwa yang dimaksud sebagai dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu
perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari
pebuatanya tersebut yang menjadi maksud dari dilakukanya perbuatan itu. Maka pembuktian
adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga
perbuatanya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku hanya dikaitkan dengan keadaan
serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan
kepadanya tersebut.
Mengenai unsur direncanakan terlebih dahulu dalam KUHP sendiri tidak ada
penjelasan tentang apa yang dimaksud sebagai direncakan terlebih dahulu. Namun, penjelasan
tentang unsur direncanakan terlebih dahulu dapat dilihat dalam MvT (Memorie van Toelichting)
yang menyatakan bahwa istilah met voorbedachte rade atau dengan rencana terlebih dahulu
menunjuk pada suatu saat untuk menimbang dengan tenang. Istilah tersebut merupakan
kebalikan dari pertumbuhan kehendak yang dengan tiba-tiba.Bahwa tidak ada ketentuan berapa
lamanya harus berlaku diantara saat timbulnya maksud untuk melakukan perbuatan itu dengan
saat dilaksanakanya. Akan tetapi, nyatalah harus ada suatu antara dimana ia dapat menggunakan
pikiranya tentang guna merencanakan segala sesuatunya. Begitupula menurut R. Soesilo dalam
bukunya Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Bagi Penegak Hukum),
halaman 203, menyatakan, bahwa saat antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaanya tidak
boleh terlalu sempit, tetapi juga sebaliknya tidak perlu terlalu lama, yang terpenting adalah
apakah di dalam tempo itu pelaku sudah memiliki kesempatan untuk berubah pikiran dan tidak
jadi melanjutkan perbuatanya.
Dalam konteks Pasal 340 KUHP, untuk lebih jelasnya lagi, terkandung tiga syarat yaitu,
memutuskan kehendak dalam suasana tenang, tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya
kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak itu, dan pelaksanaan kehendak tersebut dalam
suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang mengandung maksud bahwa
memutuskan kehendak dengan tenang.Artinya pada saat pelaku memutuskan kehendaknya untuk
membunuh, keadaan batin orang tersebut dalam keadaan tenang, tidak berada dalam keadaan
tergesa-gesa, tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak berada dalam keadaan emosi tinggi.Maka
dari itu kehendak yang diputuskan oleh pelaku merupakan kehendak yang dilakukan dalam
suasana batin yang tenang.
Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan
kehendak itu.Merupakan syarat yang bersifat relatif.Persoalanya adalah bukan lamanya
waktu.Tersedianya waktu yang cukup mengandung pengertian bahwa dalam tempo waktu yang
tersedia itu, pelaku masih dapat berpikir dengan tenang.Jadi persoalanya tidak pada masalah
lamanya waktu, tetapi persoalan lamanya waktu yang cukup itu lebih mengarah pada
penggunaan waktu yang tersedia itu.Artinya, apakah dalam waktu yang tersedia itu benar-benar
telah dapat untuk berpikir dengan tenang atau tidak.Sekalipun masalah tersedianya waktu yang
cukup itu tidak menunjuk pada persoalan lamanya waktu, tetapi tersedianya waktu yang cukup
tersebut, tidak boleh menunjuk pada suatu waktu yang terlalu singkat.Sebab apabila terlalu
singkat kesempatan untuk berfikir dengan tenang tersebut mungkin tidak terjadi.
Tidak mungkin rasanya seseorang dapat berpikir dengan tenang dalam waktu yang
singkat, biasanya dalam waktu yang sangat singkat itu orang justru berfikir secara tergesa-gesa,
panik dan tidak terencana.Apabila waktu yang tersedia itu tidak cukup dan diikuti pula dengan
perasaan takut, khawatir dan sebagainya. Dalam waktu yang demikian, jelas sama sekali tidak
menggambarkan suasana batin yang tenang.
Berdasarkan uraian tersebut terkait dengan dengan sengaja, bisa dikatakan bahwa jika
ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatanya itu atau ada
hubungan lahir yang merupakan hubungan sebab antara perbuatan pelaku dengan akibat yang
dilarang itu, maka hukum pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu.
Sebab pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya secara jelas dapat ditimpakan kepada
pelaku.Tetapi jika hubungan kausal tersebut tidak ada maka pertanggungjawaban pidana atas
perbuatan pidananya itu tidak dapat ditimpakan kepada pelakunya itu sehingga hukuman pidana
tidak dapat dijatuhkan kepada pelakunya itu.
Terkait konteks dengan rencana terlebih dahulu, maka apabila pikiran-pikiran untuk
membunuh tersebut dalam keadaan marah, tidak tenang, waktu yang terlalu singkat, yang
berakibat akan berfikir secara tergesa-gesa, panik, dan tidak terencana, dan dalam suatu suasana
kejiwaan yang tidak memungkinkan untuk berfikir dengan tenang, maka disitu tidak ada unsur
perencanaan.
Dengan demikian, unsur Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, TIDAK
TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.

3. Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain


Yang dimaksud dengan unsur ini adalah perbuatan menghilangkan nyawa orang lain itu
haruslah merupakan perbuatan yang positif atau aktif walaupun dengan perbuatan sekecil
apapun. Jadi perbuatan tersebut haruslah diwujudkan secara aktif dengan gerakan sebagian
anggota tubuh. Oleh karenanya perbuatanya dapat berupa bermacam-macam perbuatan. Dimana
perbuatan tersebut berujung dengan timbulnya suatu akibat hilangnya nyawa orang sebagai
persyaratan mutlak.
Dalam unsur merampas nyawa orang lain terdapat sifat obyektif dan subyektif, sifat
obyektif yaitu dilihat dari perbuatanya yang menghilangkan nyawa dengan obyek orang lain.
Sifat subyektif yaitu dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat syarat-syarat
yang harus dipatuhi, yaitu adanya wujud perbuatan, adanya suatu kematian orang lain, dan
adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan akibat kematian orang lain.
Terhadap unsur ini, Saudara Penuntut Umum menyatakan Terdakwa telah merampas
nyawa orang lain yaitu korban Ronald Alimudin dan Sri Magdalena. Meskipun demikian
konstruksi hukumnya, kami selaku Penasihat Hukum berbeda pendapat dengan Penuntut
Umum.Hal ini berkaitan dengan perbuatan Terdakwa terhadap Korban yang tidak dapat
dilakukan penuntutan hukuman lagi meskipun dalam faktanya terungkap dari keterangan
terdakwa telah menghilangkan nyawa Korban, namun tanpa didukung saksi yang mengetahui
kejadian secara langsung sehingga meyebabkan potensi terjadinya kesalahan terbuka lebar untuk
mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Dengan Demikian, Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain,TIDAK TERBUKTI
SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.

SUBSIDAIR

1. Unsur Barangsiapa
Unsur Barangsiapa telah diuraikan dalam analisis yuridis Dakwaan Primair diatas.

2. Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain


Unsur Menghilangkan Nyawa Orang Lain telah diuraikan dalam analisis yuridis
Dakwaan Primair diatas.

DAKWAAN KEDUA

1. Unsur Setiap Orang


Unsur Setiap Orang telah diuraikan dalam analisis yuridis unsur barangsiapa Dakwaan
Primair diatas.

2. Unsur Menyembunyikan Kematian


Untuk membuktikan unsur ini, harus dititik-beratkan kepada maksud dari Terdakwa untuk
menyembnyikan korban, hal ini juga menunjukan bahwa Terdakwa juga harus memiliki rencana
untuk menyembunyikan mayat korban.
Seperti yang disebutkan dalam penguraian unsur dengan segaja dan rencana terlebih
dahulu, istilah dengan rencana menunjuk kepada suatu saat untuk menimbang dengan tenang,
Untuk membuktikan perencanaan itu haruslah ada 3 syarat yang diperhatikan yaitu: memutuskan
kehendak dalam suasana tenang, tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak
sampai dengan pelaksanaannya, dan pelaksanaan kehendak tersebut dalam kondisi tenang.
Melihat kepada kondisi psikologis Terdakwa pada saat itu yang beradadalam
suasana shock, panik dan sedang berada dalam kondisi emosi tinggi, maka sangatlah tidak
mungkin Terdakwa dapat memenuhi 3 (tiga) syarat tersebut. Sehingga sudah tentu Terdakwa
tidak memiliki rencana, ataupun maksud untuk menyembunyikan kematian.
Oleh karena itu unsur Menyembunyikan Kematian Korban, TIDAK TERBUKTI
SECARA SAH DAN MEYAKINKAN.

Karena terdakwa didakwa dengan dakwaan subsidair - kumulatif, maka dengan tidak terbuktinya
salah satu unsur dsalam dakwaan pertama dan/atau dakwaan kedua, maka seluruh dakwaan yang
diajukan kepada terdakwa, TIDAK TERBUKTI.

PERMOHONAN
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan juga analisis yang telah
kami paparkan, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan segala kerendahan hati
kami, memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara A Qou untuk menjatuhkan Putusan
dengan amar sebagai berikut:

PRIMAIR
1. Menyatakan bahwa Terdakwa Firmansyah bin Firman Utina, tidak bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
2. Membebaskan Terdakwa Firmansyah bin Firman Utina dari seluruh dakwaan dan tuntutan
hukum.
3. Memulihkan hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
4. Membebankan biaya perkara kepada negara.

SUBSIDAIR
Apabila Majelis Hakim pemeriksa perkara a quo berpendapat lain, maka kami memohon
agar Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Demikianlah Nota Pembelaan ini kami bacakan dan serahkan pada hari Senin, 8 Desember
2008 di Pengadilan Negeri Bandung.Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati dan
memberikan bimbingan kepada Majelis Hakim, agar dapat menjatuhkan putusan yang seadil-
adilnya dan membawa manfaat bagi semua pihak.
Hormat Kami,
Penasihat Hukum Terdakwa
Matindas & Rekan

Kevin Eduard Matindas, S.H., M.H Hilman Fathoni, S.H.

Anda mungkin juga menyukai