Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang
berjudul "Terapi Subsitusi pada Koagulasi lntravaskuler diseminata". Tinjauan
pustaka ini merupakan tugas dan persyaratan peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis I (PPDS I) Bagian llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang dalam menjalani stase di Subbagian Hematologi
Onkologi Medis.
Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tulisan ini.
Izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. H. Nusirwan
Acang, SpPD-KHOM. FINASIM, dr. H. Irza Wahid, SpPD-KHOM. yang telah
membimbing dan memberikan pengarahan selama menjalani stase di Subbagian
Hematologi Onkologi Medis. Semoga menjadi amalan baik dan mendapat balasan
Allah SWT. Amin.

Padang, 3 Mei 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KataPengantar ..................................................................................................
Daftar Isi ..........................................................................................................
i
Daftar Tabel......................................................................................................
ii
Daftar Gambar..................................................................................................
iii

BAB I. Pendahuluan.........................................................................................
iii

BAB II. Koagulasi Intravaskuler Diseminata...................................................


1
2.1. Patofisiologi...................................................................................
4
2.1.1. Peran Trombin......................................................................
3
2.1.1. Peran Protein C....................................................................
6
2.2. Diagnosis ......................................................................................
9
2.3. Terapi.............................................................................................
10
2.3.1. Trombosit dan Komponen Darah ........................................
11
2.3.2. Antikoagulan........................................................................
12
2.3.3. Konsentrat Faktor Antikoagulan..........................................
12
2.3.4. Terapi Antifibrinolitik..........................................................
13

BAB III. Terapi Subsitusi pada Disseminated Intravascular Coagulation .......


14
3.1. Komponen Darah ..........................................................................
14
3.2. Rekombinan FaktorVlla.................................................................
19
3.3. Rekombinan Antitrombin III.........................................................
21
3.4. Rekombinan Protein C Aktif.........................................................
22
3.3. Rekombinan Tissue Factor Pathway Inhibitor...............................
23

BAB IV. Kesimpulan dan Saran ......................................................................


24

Daftar Pustaka .................................................................................................


25

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Diagnosis DIC menurut Internasional Society on


Thrombosis and Hemostasis ...........................................................
9
Tabel 2. Marker Hemostatik pada pasien dengan overt dan non-overt KID..
10
Tabel 3. Kriteria diagnosis KID menurut New Japanese KID terhadap
pasien penyakit kritis........................................................................
10
Tabel 4. Terapi Subsitusi Koagulasi untuk Pasien KID ................................
14
Tabel 5. Faktor-faktor koagulasi yang terdapat dalam 10 - 15 mL/unit
kriopresipitat ...................................................................................
15
Tabel 6. Faktor-faktor koagulasi yang terdapat dalam 175 - 250 mL/unit ....
15
Tabel 7. Guidelines transfusi Fresh Frozen Plasma ......................................
16
Tabel 8. Pemberian komponen darah untuk kasus Kid berdasarkan tipe
rumah Sakit di wilayah New South Wales ......................................
17

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme pencetus terjadinya DIC ............................................


4
Gambar 2. Patofisiologis terjadinya DIC ........................................................
6
Gambar 3. Efek trombin terhadap koagulasi .................................................
7
Gambar 4. Mekanisme penurunan sistim protein C pada sepsis ....................
8
Gambar 5. Protokol pemberian rFVIIa terhadap pasien trauma yang
direkomendasikan ........................................................................
19
Gambar 6. Kebutuhan darah dan komponen darah sebelum dan setelah
terapi rVIIa ....................................................................................
19
Gambar 7. Kejadian tromboemboli berdasarkan group dosis ........................
21

BAB I
PENDAHULUAN

Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID) / Disseminated Intravascular


Coagulation (DIC) adalah suatu kelainan yang ditandai dengan sistim koagulasi
dan atau fibrinolitik teraktivasi secara sistemik, menghasilkan pembentukan dan
deposisi fibrin sehingga terjadi perdarahan abnormal, trombus di mikrovaskuler
pada berbagai organ, nekrosis jaringan, dan disfungsi satu organ atau multiorgan.12
Kejadian KID dalam suatu studi retrospektif ditemui 1 dalam 1.000 pasien
yang dirawat. Etiologi KID yang terbanyak infeksi, studi yang lain ditemukan
50% kasus kebidanan, 45% kasus keganasan dari sebuah penelitian di Jepang.
Selain itu, Gigitan ular berbisa merupakan salah satu kasus yang secara luas
ditemukan di beberapa negara. Kasus heatstroke, autoimmune disorders, dan
hemolytic anemias jarang sebagai penyebab KID.1
KID terbagi 2 yaitu KID akut dan KID kronik. KID akut terjadi konsumsi
faktor koagulan atau trombosit melebihi kemampuan tubuh untuk mensintesis
faktor tersebut. Pada KID kronik terjadi kompensasi, sehingga KID tidak jelas
secara klinis dan baru diketahui dari hasil pemeriksaan hematologis. Untuk
penatalaksanaan KID diperlukan penambahan komponen darah yang berkurang
seperti faktor koagulan, antikoagulan dan trombosit.1,23
Komponen darah merupakan bagian darah yang dipisahkan dengan cara
fisik/mekanik. Macam-macam komponen darah yaitu selular (whole blood,
packed red cell, trombosit), non selular (fresh frozen plasma, kriopresipitat)4
Pemberian transfusi trombosit terhadap pasien KID jika terjadi perdarahan
karena trombositopenia atau trombositopati kongenital/didapat.15 Jika tidak
terbukti adanya perdarahan, pemberian transfusi trombosit sebagai profilaks tidak
dianjurkan.
Penggunaan Fresh Frozen Plasma (FFP) terjadi peningkatan dibeberapa
negara dua dekade terakhir ini. Antara suatu negara dengan negara yang lain
terjadi beberapa variasi, seperti pemakaian di Inggris dan Wales lebih rendah
dibandingkan di Amerika Serikat. Dari laporan rumah sakit di Filandia pemakaian
6.000 unit Fresh Frozen Plasma terhadap 1.159 pasien, terbanyak diberikan
terhadap pasien yang menjalani operasi terutama operasi jantung.
Selain itu, audit pemakaian Fresh Frozen Plasma di banyak negara, FFP
terutama diberikan terhadap penyakit hati, operasi jantung, efek samping
pemberian warfarin, KID, dan transfusi massif.6
Fresh Frozen Plasma tidak diindikasi untuk kasus KID tanpa perdarahan
dan KID kronik.7 Permasalahan yang sering ditemui, bahwa pemberian Fresh
Frozen Plasma tidak sesuai dengan indikasi klinis yang jelas, seperti penelitian
Makroo dkk (2009) melaporkan sebanyak 14.5% dari 1.817 pasien kritis
mendapatkan Fresh Frozen Plasma tidak sesuai indikasi.8
Kriopresipitat tidak mengandung semua faktor koagulansi dan pemberian
terutama terhadap hipofibrinogenemia terisolasi, seperti kekurangan F VIII
(hemophilia A), kekurangan F XIII, dan kekurangan fibrinogen
(hipofibrinogenemia).69 Pemakaian kriopresipitat untuk pasien dengan
hipofibrinogenemia yang didapat seperti KID yang dilaporkan oleh Pantanowitz
dkk (2003), terhadap 39 pasien yang ditransfusi dengan kriopresipitat sesuai
dengan indikasi, 19 pasien diantara disebabkan hipofibrinogenemia dengan
penyebab KID.9
Pemakai Fresh Frozen Plasma, konsentrat kriopresipitat dan trombosit
tidak digunakan sebagai profilaksis terhadap KID ringan dan sedang, hal ini sudah
dibuktikan dari penelitian secara random dan non random.6
Beberapa tahun terakhir ini, para klinikus banyak menggunakan
rekombinan faktor VII aktif (rFVIIa). Dari beberapa penelitian dan laporan kasus,
pemberian rFVIIa bermanfaat menurunkan kebutuhan darah, komponen darah dan
menghentikan perdarahan yang tidak respon pemberian trombosit dan komponen
darah. Efek samping pemberian rFVIIa adalah tromboemboli.10,11
Terapi subsitusi terhadap faktor antikoagulan yang banyak diteliti dan
dipakai adalah rekombinan antitrombin III (rhAT III), rekombinan protein C aktif
(rAPC), rekombinan tissue factor pathway inhibitor (rTFPI).10
Pemakaian obat konsentrat antitrombin telah banyak diteliti sejak tahu
1980 yang mampu memperbaiki disfungsi jalur antikoagulan pasien dengan KID.
Dari beberapa penelitian memperbaiki parameter nilai laboratorium, namun tidak
menurunkan angka kematian pasien secara signifikan. Efek samping perdarahan
lebih tinggi akibat pemberian konsentrat antitrombin atau rekombinan antitrombin
III aktif dibandingkan plasebo.10
Pemakaian rekombinan protein C aktif (rhAPC) telah dimulai diteliti oleh
Taylor dkk (1989) terhadap hewan coba. Selanjutnya penelitian terhadap rhAPC
memberikan perbaikan gangguan koagulasi pada kasus sepsis berat. Efek samping
pemberian rhAPC terjadi perdarahan seperti perdarahan intraserebal.1011
Pemakaian rekombinan tissue factor pathway inhibitor (rhTFPI) mulai
diteliti pada tahun 2001 oleh Reinhart dkk terhadap hewan coba yang dijadikan
sepsis. Kemudian dilanjutkan penelitian fase I dan fase II dengan hasil terjadi
penurunan angka mortalitas dan tidak terjadi komplikasi perdarahan secara
signifikan.11
Pada referat ini, kami membahas penggunakan terapi subsitusi pada pasien
dengan KID, terutama pemberian terapi subsitusi koagulan, antikoagulan dan
trombosit.
BAB II
Koagulasi Intravaskuler Diseminata

2.1 Patofisiologi
Gambar 1. Mekanisme pencetus terjadinya KID1
Terdapat berbagai macam penyebab Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID) yang mencetuskan reaksi pembekuan darah melalui satu atau lebih dari 3
mekanisme yaitu : aktivasi jalur intrinsik pembekuan darah melalui pembentuk
faktor Xlla atau trombosit, aktivasi jalur ekstrinsik pembekuan darah oleh
masuknya tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi dan aktivasi secara langsung
pada faktor X atau II. Mekanisme pencetus melalui faktor jaringan paling banyak
sebagai penyebab terjadinya KID yaitu trauma luka bakar yang luas, solusio
plasenta, intrauteri fetal death, leukemia promielositik, emboli cairan amnion,
neoplasma, endotoxin dan adesi dan agregasi trombosit. Selain itu melalui jalur
kerusakan jaringan, adesi dan agregasi trombosit, aktifitas kontak, faktor X,
protrombin dan fibrinogen.1 Untuk lebih jelasnya ditampilkan pada gambar 1.
Kerusakan endotel pembuluh darah merupakan stimulus adesi trombosit,
yang selanjutnya melepaskan ADP, serotonin dan adrenalin yang menyebabkan
agregasi trombosit. Aktivasi platelet factor 3 (PF3) menyebabkan terjadinya
koagulasi melalui jalur intrinsik.2,5,12,13
Terbukanya kolagen dan komponen jaringan ikat lain pada kerusakan
endotel merupakan permukaan aktif yang dapat mengubah faktor XII menjadi
faktor Xlla. Faktor Xlla akan menambah prekalikren menjadi kalikren. Kalikren
yang terbentuk akan menambah perubahan faktor XII menjadi faktor Xlla.
Rangkaian reaksi pembekuan melalui jalur intrisik akhirnya akan menghasilkan
trombin.2,5,12,13
Pemecahan lebih lanjut dari faktor Xlla menghasilkan fragmen Xllf yang
dapat mengubah plasminogen menjadi plasmin. Aktivasi faktor XII selain
mengaktifkan sistim koagulasi dan fibrinolisis, juga dapat mengaktifkan sistim
kinin dan sistim komplemen. Reaksi-reaksi ini menyebabkan pembentukan
bekuan fibrin intravasskular, yang dapat diikuti oleh pemecahannya kembali oleh
plasmin.2,5,12,13
Plasmin merupakan enzim proteolitk yang kuat yang dapat memecah
fibrin dan fibrinogen, juga faktor V dan VIII. Aktivitas faktor XII menyebabkan
terbentuknya plasmin. Disamping itu, trombomodulin dari sel endotel bersama
trombin mengaktifkan protein C. Protein C aktif merangsang fibrinolisis. Secara
umum, pembentukan trombin bersama dengan pembentukan plasmin. Plasmin
memecah fibrin dan fibrinogen membentuk fibrin/fibrinogen membentuk
fibrin/fibrinogen degradation products (FDP).2,5,12,13
Aktivasi faktor XII dan perubahan prekalikrein menjadi kalikrein,
menyebabkan pembentukan bradikinin dari kinogen. Pelepasan bradikinin
menyebabkan terjadinya hipotensi. 2,5.

Kompleks antigen-antibodi dalam sirkulasi akan mencetuskan agregasi


trombosit dan aktivasi faktor XII. Pada reaksi transfusi hemolitik terjadi pelepasan
ADP dan fosfolipid dari eritrosit yang akan merangsang agregasi trombosit.2,5,12,13
Gambar 2. Patofisiologis terjadinya KID 1
2.1.1 Peran Trombin
Trombin berperan penting pada KID. Trombin memecah fibrinopeptida A
dan B dari fibrinogen membentuk fibrin monomer yang selanjutnya bergabung
dengan fibrinogen dan FDP membentuk kompleks yang larut (soluble fibrin
complexes) atau berpolimerasasi membentuk trombus fibrin.2,5
Endapan fibrin akan difagosit oleh sel retikuloendotel atau dipecah melalui
fibrinolisis. Fibrinopeptida A dalam bentuk bebas dapat dideteksi pada penderita
dengan KID. Trombin mengubah faktor XIII menjadi bentuk aktif yang
mengkaiisis cross-linking membentuk fibrin yang lebih stabil.2,5
Gambar 3. Efek thrombin terhadap koagulasi

Faktor pembekuan dalam bentuk aktif akan berikatan dengan antitrombin


dan inhibitor protease lain, yang selanjutnya akan dibersihkan oleh sel
retikuloendotel. Daya fagositosis sel retikuloendotel pada pasien KID menurun,
yang dapat menyebabkan hambatan pembersihan sisa-sisa faktor pembekuan yang
telah diaktifkan. Hal ini dihubungkan dengan kejenuhan sel-sel tersebut, pengaruh
trombin terhadap metabolisme makrofag, dan oleh penurunan kadar fibronektin
dalam sirkulasi. Fibrinektin plasma bersifat opsonin dan berperan pada agregat
fibrin, sisa kolagen dan juga produk-produk bakteri maupun nonbakteri.
Penurunan kadar fibronektin plasma disebabkan oleh terbentuk ikatan crosslink
dengan fibrin.2,5
Trombin menyebabkan perubahan bentuk trombosit dilanjutkan dengan
agregasi dan sekresi. Trombosit yang telah teraktivasi ini tidak lagi mempunyai
granula padat dan granula alfa, dan akan menunjukkan gangguan fungsi.2,5
2.1.2 Peran Protein C
Sistim antikoagulan protein C terdiri dari protein C, trombomodulin dan
protein S. Protein C diaktifkan menjadi PC aktif oleh thrombin dengan bantuan
trombomodulin. Protein C aktif yang berfungsi memecah FVa dan FVIIIa. Untuk
memecah FVa dan FVIIIa, protein C aktif akan bekerja sebagai kofaktor APC.
Selain itu protein C aktif meningkatkan fibrinolisis dengan cara menghambat
kerja plasminogen activator inhibitor-3 (PAI-3). Kerja protein C aktif dihambat
oleh Cl-inhibitor, 2-antifripsin, 2-makroglobulin dan 2-antiplasmin.13,14
Pada gambar 4 menjelaskan dampak penurunan fungsi protein akibat dari
sepsis. Akibat dari sepsis terjadi penurunan produksi dari protein C selanjutnya
mengakibatkan terhambat degradari proteoiitik faktor Va dan faktor Villa,
modulasi dari produksi sitokin, inhibisi terhadap kemotaksis dan adesi leukosit,
dan efek proteksi endotel.15

Gambar 4. Mekanisme penurunan sistim protein C pada sepsis.15

2.2 Diagnosis
Menurut Bick untuk membuat diagnosis DIC diperlukan kriteria klinik dan
laboratorium. Kriteria klinik adalah perdarahan atau trombosis atau keduanya
yang menyertai suatu penyakit dasar. Secara laboratorium laboratorium ditemukan
bukti adanya aktivitas koaguiasi, aktivitas fibrinolisis, konsumsi inhibitor dan
bukti kegagalan fungsi organ. Bukti adanya aktivitasi sistim koaguiasi adalah
peningkatan fragmen protrombin 1 dan 2 (F1.2), trombin-antitrombin (TAT) , FPA
dan D dimer. Bukti adanya sistim fibrinolisis adalah peningkatan D dimer, fibrin
degradation products (FDP), dan plasmin-antitrombin (PAP) kompleks. Bukti
konsumsi inhibitor adalah penurunan antitrombin, protein C, protein S,
antiplasmin dan peningkatan TAT dan PAP. Bukti adanya kegagalan fungsi organ
adalah peningkatan LDH, kreatinin, penurunan pH dan tekanan parsial 02.2
Intenasional Society on Thrombosis and Hemostasis telah membuat
algoritma untuk membuat diagnosis DIC,16 seperti yang terlihat ditabel 1.
Tabel 1. Skor Diagnosis DIC menurut Intemasional Society on Thrombosis and
Hemostasis12
Global coagulation test results Score (0,1, or 2 points)
Platelet count > 100 x 109/L = 0
50 - 10 x 109/L = 1
<50xl09/L = 2
Elevated fibrin-related markers No increase = 0
(soluble fibrinomer, D-dimers, Moderate increase = 1
fibrin degradation productions) Strong increase = 2

Prolonged prothrombin time (in <3 s = 0


seconds above upper limit of 3-6s=1
normal) >6s = 2
>1.0g/L = 0
Fibrinogen level <1.0 g/L = 1
Total score =
If score 5, compatible with overt DIC, recommend repeating score daily
If score < 5, suggestive (not affirmative) for non-overt DIC scoring in 1 - 2 days

Selanjutnya penelitian Song dkk (2006) menilai efektifitas marker


hemostatik pasien dengan KID. Hasil yang didapatkan nilai skor KID berdasarkan
Internasional Society on Thrombosis and Hemostasis, hitung trombosit,
prothrombin time, INR dan fibrinogen bermakna secara statistik untuk kasus KID.
(Tabel 2)17
Tabel 2. Marker Hemostatik pada pasien dengan overt dan non-overt DIC17
Overt DIC Non-overt DIC p value
DIC score 6.2 + 0.8 2.8 13 < 0.0001
Platelet count (/yL) 69,000 + 40,000 173,000 98,000 < 0.0001
PT (sec) 29.9 + 14.2 17.7 3.8 < 0.0001
PT (INR) 3.3 + 2.4 15 + 0.42 < 0.0001
APTT (sec) 83.8 + 45.0 55.5 + 26.4 0.0003
Fibrinogen (mg/dL) 188 167 407208 < 0.0001
D-dimer (yg/mL) 34.6 + 40.4 10.7 17.1 0.0003
Antithrombin (%) 46.7 27.3 58.5 22.3 0.0339
DIC. disseminated intravascular coagulation; PT, prothrombin time; APTT,
activated partial thromboplastin time.

Selain kriteria dari Internasional Society on Thrombosis and Hemostasis


(ISTH) terdapat kriteria yang digunakan di Jepang yaitu Japan Ministry of Health
and Welfare (JMHW) tahun 2003 yang dapat lebih cepat mendiagnosis KID untuk
efek samping terapi leukemia, transfusi darah dan strategis anti infeksi. 18
Selanjutnya pada tahun 2005, Gando dkk memperkenalkan kriteria baru kasus
KID pada penyakit kritis dengan kriteria diperlihatkan pada tabel 3.19
Tabel 3. Kriteria diagnosis KID menurut New Japanese KID terhadap pasien
penyakit kritis19
Skor SIRS Hitung trombosit atau rata-rata FDP Rasio Fibrinogen
penurunan PC PT
1 (3 item 120xl0/ul atau penurunan 30% 10 1.2 3.5 g/l
2 (+) (24 jam) ug/mL
3 80x107(11 atau penurunan 25 |
50% (24 jam) ug/mL
lebih dari 5 point dipertirnbangkan sebagai DIC

2.3 Terapi
Penatalaksanaan KID yang banyak dipakai ialah : Pengobatan penyakit
dasar (underlying disease) adalah tindakan pertama yang hams dilakukan.
Tindakan ini termasuk juga pengobatan suportif seperti pemberian cairan dan
elektrolit yang cukup, koreksi asidosis dan hipoksia, perbaikan syok,
menghentikan proses pembekuan dengan heparin, dan pemberian komponen darah
(terapi subsitusi) yang mengandung faktor-faktor pembekuan atau trombosit
haruslah ditinjau kasus per kasus. Selain itu berkembang pemberian rekombinan
FVII aktivator, rekombinan protein C activator dan konsentrat antitrombin III.10,20

2.3.1 Trombosit dan Komponen Darah


Komponen darah yang diberikan sebagai terapi subsitusi pada pasien KID,
seperti FFP konsentrat fibrinogen dan kriopresipitat. Kemudian berkembang
penggunaan rekombinan FVIIa untuk terapi subsitusi terhadap pasien DIC. Terapi
subsitusi untuk komponen faktor antikoagulan yang digunakan seperti
rekombinan protein C activator dan konsentrat antitrombin III. Pemberian
trombosit dan komponen darah tidak hams berdasarkan hasil laborotorium saja,
namun dapat dipertimbangkan jika akan terjadi risiko tinggi perdarahan.10,20
Pasien KID dengan perdarahan atau risiko untuk terjadi perdarahan
(contoh: pasien postoperasi atau pasien yang akan menjalani tindakan invasif) dan
hitung trombosit < 50 X 109/l_ dipertimbangkan untuk diberikan transfusi
trombosit. Pemberian profilaksis transfusi trombosit pada pasien KID tanpa
perdarahan tidak diberikan kecuali berisiko tinggi untuk terjadi perdarahan. 10,20
Pada pasien dengan KID dan PT dan aPTT yang memanjang dapat
diberikan fresh frozen plasma. Tidak hams pemberian FFP berdasarkan hasil
laboratorium saja tapi dapat dipertimbangkan pada keadaan perdarahan aktif dan
tindakan invasif. Tidak ada bukti bahwa stimulasi plasma secara tems-menerus
dapat mengaktivasi koaguiasi.10,20
Jika transfusi FFP tidak mungkin diberikan pada pasien dengan perdarahan
disebabkan overload cairan, dipertimbangkan pemakaian konsentrat faktor seperti
konsentrat protrombin kompleks. Ini akan hanya memperbaiki sebagian dari
defek, sebab hanya mengandung faktor pembekuan tertentu, sedangkan pada KID
terjadi defisiensi secara menyeluruh faktor-faktor koaguiasi. Hipofibrinogenaemia
berat (< 1 g/L) yang menetap dengan pemberian FFP, dapat diberikan terapi
konsentrat fibrinogen atau kriopresipitat.10,20

2.3.2 Antikoagulan
Pada kasus KID dengan predominan trombosis seperti tromboemboli arteri
atau vena, severe purpura fulminans berhubungan dengan iskemia akral atau
infaks vaskuler kulit dipertimbangkan pemberian heparin. 10,20
Dimana pasien yang berisiko tinggi untuk terjadi perdarahan, mungkin
pemberian infus kontinua unfractionated heparin yang waktu paruh pendek dan
reversible. Dosis yang diberikan lOu/kg/jam mungkin tanpa menilai pemanjangan
rasio aPTT 1.5 - 2.5 kali kontrol. Monitoring aPTT jika ditemui ada kompiikasi
dan observasi klinis ditemukan adanya tanda-tanda perdarahan.10,20
Pada penyakit kritis, tanpa perdarahan dengan KID, direkomendasikan
pemberian profilaksis heparin atau low molecular weight heparin terhadap
tromboemboli vena.10,20

2.3.3 Konsentrat Faktor Antikoagulan


Pemberian recombinant human activated protein C infus kontinua, 24
u.g/kg selama 4 hari dipertimbangkan pada pasien dengan sepsis berat.10,20
Pasien risiko tinggi terjadi perdarahan tidak diberikan recombinant human
activated protein C. Pedoman prosedur terbaru menganjurkan pemakaian
recombinant human activated protein C pada pasien dengan hitung trombosit < 30
X 109/l. Tindakan invasif diberikan recombinant human activated protein C kerja
singkat sebelum tindakan intervensi (eliminasi waktu paruh 20 menit) dan
mungkin diberikan beberapa jam kemudian, tergantung keadaan klinis.10,20
Tidak ada bukti prospektif dalam bentuk randomized controlled trials yang
mengkonfirmasi efek menguntungkan secara klinis pemakaian konsentrat
antitrombin pada pasien dengan KID dan tidak mendapat heparin, pemberian
antitrombin tidak direkomendasikan.10,20

2.3.4 Terapi Antifibrinolitik


Secara umum pasien dengan KID tidak diterapi dengan obat
antifibrinolitik. Pasien KID yang mempunyai kharakteristik hiperfibrinolitik
primer dan perdarahan hebat dapat diterapi analog lysine, seperti asam tranexamic
(1 gram/8 jam).10,20
BAB III
Terapi Subsitusi pada Koagulasi Intravaskular Diseminata
Penatalaksanaan KID didasari atas penyakit yang mendasarinya. Terapi
subsitusi dipertimbangkan bila terjadi pendarahan yang signifikan atau dilakukan
tindakan invasif yang segera dilakukan, sampai penyebab yang mendasari dapat
ditatalaksana. Terapi subsitusi tidak diindikasi terhadap pasien dengan KID
kronik.2
Terapi subsitusi koagulasi untuk pasien KID yang diberikan fresh-frozen
plasma, konsentrat fibrinogen, kriopresipitat, konsentrat trombosit dan
rekombinan faktor Vila . Dosis pemberian FFP 15 - 20 ml/kg dengan indikasi
perdarahan dengan kadar fibrinogen < 100 mg/dL, konsentrat fibrinogen 2 - 3 g
dengan indikasi perdarahan dengan kadar fibrinogen < 100 mg/dL, kriopresipitat
1 U/10 kg dengan indikasi perdarahan dengan kadar fibrinogen < 80 -100 mg/dL
dan konsentrat trombosit 1-2 U/10 kg dengan indikasi hitung trombosit < 20.000
atau hitung trombosit < 50.000 dengan perdarahan.5 (Tabel 4)
Tabel 4. Terapi Subsitusi Koagulasi untuk Pasien KID.5
Terapi Subsitusi Dosis Indikasi klinis
Fresh-frozen plasma 15-20 ml/kg Adanya perdarahan dengan fibrinogen <100 mg/dL
Konsentrat fibrinogen 2-3 g Adanya perdarahan dengan fibrinogen <100 mg/dL
Kriopresipitat 1 U/10 kg Adanya perdarahan dengan fibrinogen <100 mg/dL
Konsentrat trombosit 1-2 U/10 kg Hitung trombosit <20,000 atau
Hitung trombosit <50,000 dengan tanda
perdarahan

3.1 Komponen Darah


Di setiap 10 - 15 mL/unit kriopresipitat terdiri dari 150 - 250 mg
fibrinogen dengan waktu paruh 100 - 150 jam, 80 - 150 unit faktor VIII dengan
waktu paruh 12 jam, faktor von willebrand's 100 - 150 unit dengan waktu paruh
24 jam dan 50 - 75 unit faktor XIII dengan 150 - 300 jam. selain itu juga
mengandung faktor von Willebrand (vWF) dan faktor F XIII.3 (tabel 5) Lama
penyimpanan kriopresipitat pada suhu tidak melebihi -18 C selama 1 tahun.
Pemberian 10 kantong kriopresipitat dapat meningkatkan fibrinogen plasma 60 -
100 mg/dL terhadap orang dewasa.6
Tabel 5. Faktor-faktor koagulasi yang terdapat dalam 10 - 15 mL/unit
kriopresipitat3
Faktor Koagulasi Jumlah/Unit Waktu-paruh
(Jam)
Fibrinogen 150 - 250 mg 100 -150
Faktor VIII 80-150 unit 12
Faktor von Willbrand 100 - 150 unit 24
Faktor XIII 50 - 75 unit 150 300

Disetiap 175 - 250 mL/unit FFP mengandung fibrinogen 2 - 4.5 mg/mL dengan
waktu paruh 100 - 150 jam, protrombin, faktor V, faktor VII, faktor VIII, faktor
IX, faktor X, faktor XI, faktor XIII ~ 1 unit/mL3 (tabel 6)

Tabel 6. Faktor-faktor koagulasi yang terdapat dalam 175 - 250 mL/unit.3


Faktor Koagulasi Kosentrasi Waktu-paruh (jam)
Fibrinogen 2 - 4.5 mg/mL 100 -150
Protrombin (faktor II) ~ 1 unit/mL 50 - 80
Faktor V ~ 1 unit/mL 12 - 24
Faktor VII ~ 1 unit/mL 6
Faktor VIII ~ 1 unit/mL 12
Faktor IX ~ 1 unit/mL 24
Faktor X ~ 1 unit/mL 30 - 60
Faktor XI ~ 1 unit/mL 40 - 80
Faktor XIII ~ 1 unit/mL 150 - 300
Faktor von Willebrand's ~ 1 unit/mL 24

Guidelines transfusi FFP telah dimulai tahun 1990 oleh Hongkong


Government Blood Banking Advisory Committee dengan kriteria laboratorium
PT/INR > 1.5 kali nilai normal dan dosis yang diberikan 10 - 15 ml/kg.
Selanjutnya dilanjutkan beberapa guidelines dari beberapa negara. Standar
laboratorium sebagian besar menggunakan PT/PTT dengan nilai PT/PTT > 1.5
kali nilai.21 Tabel 7 memperlihatkan guidelines transfusi fresh frozen plasma.

Tabel 7. Guidelines transfusi Fresh Frozen Plasma


Author Year Laboratory Criteria Dose
(mL/kg)
National Institutes of health 1985 None given -
Hongkong Govermment Blood 1990 PT/INR > 1.5 times normal 10-15
Banking Advisory Committee
British Committee for Standars in 1992 PT/PTT > 1.5 times normal, PT > 1.8 time 12-15
Haematology normal with liver disesase
Committee Report 1994 PT/PTT > 1.5 times normal 15
College of American Pathologists 1994 PT > 1.5 time midpoint of normal; PTT > 2U (6-7
1.5 mL/kg)
American Society of Anesthesiologists 1994 times upper normal; faktor level < 25 %
American College of Obstetrics and 1994 PT/INR > 1.5 times normal; faktor level < 10-15
Gynecology 30% 2U(6-7
Canadian Medical Association Expert 1997 PT/PTT > 1.5 times normal mL/kg)
Working Group
Japanese Ministry of Health and 1999 Significantly increased coagulation time; 10-15
Welfare 2001 PT>2.0 with liver disease
North Ireland Clinical Resources PT/PTT > 1.5 times normal; factor level 8-12
Efficiency Support Team 2001 <30% 12-15
Australia National Health and Medical PT/PTT > 1.5 times normal
Research Council 2002 5-20
American Red Cross 2003 Abnormal coagulation
South African National Blood Service 2004 Non given
British Committee for Standar in PT/PTT > 1.5 times normal 15-20
Haematology 2004 Distubed coagulation 10-15
New York State Courcil on Human Multiple factor deficences
Blood and Transfusion services 10-20
PT/PTT > 1.5 times normal
INR = international normalized ratio, PT = prothrombin time, PTT = partial thromboplastin time
Pemakaian FFP yang dilaporkan oleh Haslindawani dkk (2010) dari 1.698
unit pemakaian FFP, didapatkan 806 (47.47%) sesuai indikasi. FFP yang tidak
sesuai indikasi paling banyak di bagian Bedah. Pemakaian yang sesuai indikasi
terbanyak intensif care unit dengan kasus terbanyak KID.22 Makroo dkk (2007)
melaporkan audit penggunaan FFP terhadap 821 pasien didapatkan 30,2% pasien
tidak sesuai indikasi dengan penggunaan terbanyak yang tidak sesuai indikasi
perdarahan akibat operasi sebanyak 22.77%. Dari penelitian ini disimpulkan
pemberian profilaksis FFP untuk mencegah terjadi KID pada pasien yang berisiko
KID tidak memberikan manfaat.23

Tabel 8. Pemberian komponen darah untuk kasus KID berdasarkan tipe Rumah
Sakit diwilayah New South Wales.
Fresh Frozen Plasma (n= Kriopres pitat
Trombosit (n =414)
669) (n=64)
Penyakit yang
Referal Urban Rural Referal Urban Rural Referal Urban
mendasari
n
n=259 n = 78 n = 77 n = 313 n=216 n = 60 n =4
=140
KID dengan 6% 4% 1% 4% 2% 0 12% 25%
perdarahan
KID tanpa perdarahan 2% 5% 4% 3% 4% 4% 5% 0
Penyebab lain 92% 91% 95% 93% 94% 96% 83% 75%

Laporan penelitian yang dilakukan oleh Schofield dkk (2003) berdasarkan


tipe-tipe rumah sakit diwilayan New South Wales terhadap pemakai produk darah
untuk beberapa kasus dan saat ini difokuskan terhadap pemberian pada kasus KID
dengan perdarahan atau tanpa perdarahan. Untuk pemakaian trombosit didapatkan
persentase yang lebih tinggi untuk kasus KID dengan perdarahan di rumah sakit
referal sebanyak 6% dan terendah dirumah sakit rural sebanyak 1%. Untuk kasus
KID tanpa perdarahan, penggunaan trombosit terendah dirumah sakit referral 2%
dan rumah sakit urban 5% dan rural 4%. Pemakaian FFP untuk kasus KID dengan
perdarahan di rumah sakit referal 4%, urban 2% dan rumah sakit tipe rural ada
penggunaan. Pemakaina FFP untuk kasus KID tanpa perdarahan dirumah sakit
tipe referral 3%, tipe urban 4% dan tipe rural 4%. Pemakaian Kriopresipitat untuk
kasus KID dengan perdarahan di rumah sakit tipe referral 12% dan tipe urban
25%. Pemakaian untuk kasus KID tanpa perdarahan di rumah sakit tipe referral
5% dan tipe urban tidak ada pemakaian.24 (tabel 8)
Penelitian Holland dkk (2006) melaporkan 103 pasien mendapatkan 174
transfusi FFP dengan median INR pretransfusi 2.2 (range 0.9 - 11.2) dan
posttransfusi INR 1.5 (range 0.9 -11.2). Dari penelitian ini diharapkan INR pasien
1.7 dan hasil yang didapatkan 50% pasien pasien dengan INR > 1.7 setelah
diberikan transfuse FFP.21
Penelitian metaanalisis oleh Casbard dkk (2004) terhadap peran profilaksis
FFP untuk menurunkan kehilangan darah dan mengkoreksi koagulopathi pada
pasien yang menjalani operasi jantung didapatkan 3 dari 4 penelitian tidak
memberikan manfaat terhadap hitung trombosit, 2 penelitian memberikan
peningkatan fibrinogen, 2 dari 3 penelitian signifikan terjadi perbaikan PT dan 2
dari 4 penelitian signifikan terjadi memperbaiki aPTT.21
Penelitian dari Nakanishi dkk (2010) membandingkan penggunaan
kriopresipitat dengan commercial fibrinogen terhadap 100 pasien yang menjalani
Bullectomy. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini, tidak terdapat
perbedaan bermakna terhadap kedua produk darah tersebut, tapi harga
kriopresipitat lebih murah dibandingkan commercial fibrinogen}6 Berbeda dengan
penelitian Eriksen dkk (2008) yang menggunakan terapi subsitusi konsentrat
fibrinogen plasma terhadap 43 pasien. Didapatkan perbaikan yang signifikan pada
APTT, PT, dan fibrinogen, dan menurunkan kebutuhan transfusi komponen darah,
namun hitung trombosit dan D dimer tidak terjadi perubahan bermakna.27
Weinkove dkk (2008) melaporkan penelitian kasus perdarahan aktif akibat
hipofibrinogenaemia didapat dimana ditemui 11 dari 25 pasien berhenti
perdarahan dengan produk darah saja (PRC, FFP, konsentrat
fibrinogen/kriopresipitat, konsentrat trombosit), 6 pasien membutuhkan tindakan
operasi, 1 kasus gagal hati membutuhkan tindakan endoskopi dan 6 pasien tidak
berhenti perdarahan.28

3.2 Rekombinan Faktor Vila


Alur pemakaian rekombinan faktor Vila terhadap perdarahan kritis dan
koagulapati disampaikan oleh Kinra dkk (2009), seperti yang diperhhatkan pada
gambar 5.29
Gambar 5. Protokol pemberian rFVIIa terhadap pasien trauma yang
direkomendasikan29
Martinowitz (2001) menjelaskan pemakaian rekombinan faktor Vila
menurunkan kebutuhan penggunaan komponen darah pada pasien trauma, seperti
yang diperlihatkan gambar 6 30

Gambar 6. Kebutuhan darah dan komponen darah sebelum dan setelah terapi
rVIIa30
Juga didukung penelitian muiticenter, randomisasi, double-blind, placebo-
controlled trial dilakukan oleh Lodge JP dkk (2005) terhadap pasien yang
menjalani orthotopic liver transplantation (OLT), diberikan rejimen intravena
bolus rFVIIa 60 atau 120 microg / kg atau plasebo. Hasil didapatkan pada studi
ini, penggunaan rejimen rFVIIa terhadap pasien yang akan menjalani OLT dapat
mengurangi secara signifikan kebutuhan transfusi red blood cell (RBC) dan tidak
ada peningkatan kejadian tromboemboli dibandingkan dengan placebo.31 Dan
penelitian oleh Cameron dkk (2007) terhadap pemakaian rekombinan faktor Vila
90 g/kg pada 88 pasien dengan krisis perdarahan akibat trauma. Hasil yang
didapatkan terjadi penurunan yang signifikan kebutuhan komponen darah dan
berkurang atau berhenti perdarahan sebanyak 59% pasien.32 Kontras dengan
penelitian double-blind trial oleh Planinsic RM dkk (2005) yang juga
menggunakan rFVIIa pada pasien sirosis hati yang menjalani Orthotopic liver
transplantation (OLT) dengan pemberian dosis tunggal rFVIIa bolus intravena (20,
40, atau 80 microg / kg) atau placebo. Studi ini menyimpulkan tidak ada
perbedaan yang signifikan terhadap kebutuhan transfusi RBC pada kelompok
yang mendapatkan rFVIIa atau plasebo 33
Diringer dkk (2008) melaporkan gabungan 3 penelitian randomized
placebo-controlled terhadap pasien yang didiagnosis pendarahan intracerebral
spontan terhadap efek samping pemberian rekombinan faktor Vila terhadap
kejadian tromboemboli. Jumlah sampel dalam penelitian ini 486 orang, yang
mendapatkan rekombinan faktor Vila sebanyak 371 pasien dan plasebo sebanyak
115 pasien dengan dosis pemberian yaitu 5-40 g/kg, 80 /kg, 120 - 160 g/kg.
Dari penelitian ini didapatkan kejadian tromboemboli lebih tinggi pada dosis 120
- 160 g/kg, mengenai arteri lebih banyak dengan manifestasi tromboemboli
seperti iskemia myokard, infark serebral, deep vein thrombosis, emboli pulmonal
dan kejadian vena yang lain. Untuk lebih jelasnya diperlihatkan pada gambar 7.34
Gambar 7. Kejadian tromboemboli berdasarkan group dosis.34

3.3 Rekombinan Antitrombin III


Dickneite dkk (1998) melaporkan bahwa pemberian antitrombin III (AT
III) pada hewan coba yang dibuat sepsis dapat meningkatkan survival dari hewan
coba tersebut35 dan penelitian fase II oleh Opal dkk (2000) terhadap pasien sepsis
yang diberikan AT III memberikan hasil yang lebihbaik.36
Atas dasar data diatas, dilanjutkan KyberSept trial ( penelitian fase III
yang lebih luas terhadap pasien sepsis dengan dosis AT III tinggi) oleh Warren dkk
(2001). Penelitian multinasional ini, 2.314 pasien sepsis secara random
mendapatkan AT III (dosis 30.000 U, dilanjutkan 6.000 U/hari selama 4 hari) atau
plasebo. Hasil yang didapatkan, tidak ada perbedaan mortalitas dalam 28 hari
kepada 2 group terapi (38.9% AT III vs 38.7% placebo, p = 0.94). Dalam
penelitian ini, diberikan dosis rendah heparin untuk profiiaksis DVT akibat
pemberian AT III untuk beberapa pasien. Secara khusus, pasien yang tidak
mendapatkan profiiaksis heparin memperlihatkan penurunan mortalitas dengan
terapi ATIII dibandingkan placebo (37.8 AT III vs 43.6% placebo, p = 0.008).
Berbeda dengan mendapatkan profiiaksis heparin tidak mempunyai keuntungan
pemberian AT III jika dibandingkan placebo (39.4% AT III vs 36.6% placebo, p =
ns). Komplikasi perdarahan akibat pemberian AT III lebih tinggi dibandingkan
placebo (22% AT III vs 12% placebo. P < 0.001).37 Dilanjutkan peneiitian Kienast
dkk (2006) pasien KID yang tidak mendapatkan heparin, memberikan
peningkatan angka mortalitas untuk pasien mendapatkan terapi subsitusi
konsentrat antitrombin, tapi ini masih diperlukan validasi lebih lanjut.38
Sorg dkk (2007) melakukan peneiitian antitrombin terhadap hewan coba,
fungsi antitrombin lebih baik daripada heparin sebagai profilaksis untuk
mencegah terjadinya trombosis akibat dari endotoxemia dan KID.39

3.4 Rekombinan Protein C Aktif


Secara patofisologi terjadi depresi jalur protein C yang ditemui pada
pasien dengan KID. Atas dasar itulah Taylor dkk (1987) melakukan eksperimental
terhadap hewan coba yang yang dijadikan sepsis, dengan kesimpulan protein C
aktivasi terbukti dapat mengurangi angka kematian dan kegagalan organ.dlkutip 20
Penelitian kontrol random secara klinis tentang pemakaian protein C
aktivasi yang mempunyai effikasi terhadap pasien KID, seperti yang dilaporkan
oleh Bernard dkk (2001). Dengan hasil peneiitian, didapatkan angka mortalitas
24.7% pada group protein C aktivasi dibandingkan dengan 30.8% pada group
piasebo40
Dhainaut et al, 2004 melakukan analisis post hoc memperlihatkan pasien
dengan KID memberikan keuntungan lebih baik menggunakan protein C aktivasi
sebagai penatalaksanaan KID.41 Dilanjutkan peneiitian case control multicenter
yang dikenal dengan ENCHANCE study dilakukan oleh De Pont dkk (2005)
terhadap 12 pasien sepsis berat dengan hasil protein C aktivasi mampu
memperbaiki gangguan koagulasi pada kasus sepsis berat.42
Penelitian prospektif oleh Abraham dkk (2005), kesimpulan pasien sepsis
dengan pemberian protein C aktivasi lebih effektif terhadap penyakit yang lebih
berat dibandingkan penyakit lebih ringan.43
Efek pemberian rekombinan protein C aktivasi pada pasien sepsis dapat
meningkatkan risiko perdarahan mayor sebanyak 2.0% sampai 3.5% dan risiko
perdarahan intraserebral 0.1% sampai 0.3% seperti yang dilaporkan oleh Abraham
dkk (2005). Pemberian protein C aktivasi tidak diberikan terhadap pasien dengan
trombositopenia berat (<30 x 109).43

3.5 Rekombinan Tissue Factor Pathway Inhibitor


Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) merupakan antogonis endogenous
dari tissue factor. Dari penelitian Reinhart dkk (2001) yang dilakukan inhibisi
tissue factor terhadap hewan coba yang dijadikan sepsis. Dari penelitian ini
didapatkan efek yang menguntungkan, ditandai penurunan mediator inflamasi dan
trombosis dalam sirkulasi dan memperbaiki survival.44
Kemudian dilanjutkan penelitian fase I dan fase II terhadap rekombinan
Tissue factor pathway inhibitor ( rTFPI ) oleh Abraham dkk (2001) pada pasien
sepsis. Penelitian fase I dilakukan terhadap 14 pasien sepsis mendapatkan rhTFPI
dosis 0.33 - 0.66 mg/kg/jam. Dari penelitian ini, terjadi peningkatan kasus
koagulopati dan perdarahan. Kemudian dilanjutkan penelitian penggunaan dosis
rendah rTFPI (0.025 - 0.1 mg/kg/jam) dengan monitoring status koagulasi secara
ketat. Hasil yang didapatkan tidak terjadi komplikasi perdarahan akibat
penggunaan obat ini. Studi fase II yang membandingkan dosis 0.025 mg/kb/jam
dengan 0.05 mg/kb/jam untuk pasien sepsis. Untuk kedua dosis obat tersebut,
tidak terjadi komplikasi perdarahan, tapi menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian obat ini. Dari penelitian ini dilanjutkan penelitian fase III.45
Penelitian OPTIMIST oleh Abraham dkk (2003) melanjutkan penelitian
pemakaian rhFTPI dengan jumlah sampel 1.754. Dosis yang diberikan dalam
penelitian ini 0.025 mg/kg/jam berdasarkan penelitian fase II. Hasil yang
didapatkan dalam penelitian ini, angka mortalitas dalam 28 hari terhadap pemakai
rhTFPI 34.2% dan plasebo 33.9% dengan P = 0.88. Selain itu dalam penelitian ini
juga diberikan heparin atau tanpa heparin dengan PT-INR > 1.2. Hasil yang
didapatkan rhTFPI dengan heparin 34.0% dan plasebo dengan heparin 29.8%,
dimana nilai p = 0.12. Pasien yang tidak mendapatkan heparin untuk pemakaian
rhTFPI 34.6% dan plasebo 42.7% dengan nilai p = 0.05. Dalam penelitian ini
disimpulkan pemberian rhTFPI relative efektif pada awal pemakaian, namun pada
akhir penelitian tidak efektif lagi46
BAB IV
Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan
1. Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu kelainan yang
ditandai dengan sistim koagulasi dan atau fibrinolitik teraktivasi secara
sistemik.
2. Terapi subsitusi dipertimbangkan bila terjadi pendarahan yang signifikan
atau dilakukan tindakan invasif yang segera dikerjakan, sampai penyebab
yang mendasari dapat ditatalaksanakan.
3. Terapi subsitusi untuk pasien KID terdiri dari koagulan dan antikoagulan
4. Telah dikembangkan pemakaian terapi rekombinan yang berperan sebagai
koagulan seperti rFVIIa dan antikoagulan seperti rhAPC, rhATIII dan
rhTFPI
5. Pemberian terapi rekombinan FVIIa memberikan hasil yang memuaskan
untuk kasus perdarahan yang gagal menggunakan komponen darah.
6. Pemberian terapi subsitusi rekombinan antitrombin III, rekombinan
protein C aktif rekombinan tissue factor pathway inhibitor lebih diarahkan
untuk pasien KID dengan pencetus sepsis dan sampai sekarang masih
dalam penelitian.

4.2 Saran
1. Terapi subsitusi menjadi salah satu komponen untuk penatalaksanaan
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID).
2. Masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk penggunaan terapi
subsitusi pada Koagulasi intravaskuler diseminata (KID).

Daftar Pustaka
1. Rodgers et al. Acquired Coagulation Disorders. In Wintrobe's Clinical
Hematologyl2th Ed. Editor: Greer et al. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia, 2009:1427 - 58.
2. Rahajuningsih dkk. Patofisiologis DIC dan Fibrinolisis. Dalam Hemostasis
dan Trombosis. Editor: Setiabudy R. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2007:108 -19.
3. Kusuma et al. Acute Disseminated Intravascular Coagulation. Hospital
Physician 2009: 35 -40.
4. Haroen. Darah dan komposisi: komposisi, indikasi dan cara pemberian. Dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Ed IV. Editor: Aru W. Sudoyo. Pusat
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006: 685 - 90.
5. Saba et al. The Pathogenesis and Management of Disseminated Intravascular
Coagulation. Clinical Advances in Hematology & Oncology 2006: 919 - 26.
6. Stanworth et al. The Evidence-Based Use of FFP and Cryoprecipitate for
Abnormalities of Coagulation Tests and Clinical Coagulopathy. Hematology
2007:179 - 83.
7. Belisle et al. Fresh Frozen Plasma: Clinical Guidelines and Use. Transfusion
Alternatives in Transfusion Medicine 2003. 363-7
8. Makroo et al. Use of Blood Components in Critically III patients in the
Medical Intensive Care Unit of a Tertiary Care Hospital 2009: 82 - 5
9. Pantanowitz et al. Cryoprecipitate Patterns of Use. Am J Clin Pathol
2003,119:874-881.
10. Levi et al. Guidelines for the diagnosis and management of disseminated
intravascular coagulation. British Journal of Haematology 2009,145, 24-33.
11. Zeerleder et al. Disseminated Intravascular Coagulation in Sepsis. Chest
2005;128;2864 - 75
12. Levi et al. Infection and inflammation and the coagulation system.
Cardiovascular Research 60 (2003) 26-39.
13. Freeman et al. Coagulation inhibitor in the treatment of sepsis. Expert Opin.
Investig. Drugs 2002; 11: 69 - 74.
14. Rahajuningsih dkk. Activated protein C resistance. Dalam Hemostasis dan
Trombosis. Editor: Setiabudy R. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2007:189 - 201.
15. Levi et al. Recombinant human activated protein C: current insights into its
mechanism of action. Critical Care 2007, ll(Suppl 5): 1 - 6
16. Taylor et al. Towards definition, clinical and laboratory criteria, and a scoring
system for disseminated intravascular coagulation. Thromb Haemost 2001;
86:1327 - 30.
17. Song et al. Plasma Factor XIII Activity in Patients with Disseminated
Intravascular Coagulation. Yonsei Medical Journal 2006: 47:196 - 200
18. Hambleton et al. Coagulation: Consultative Hemostasis. Hematology 2002:
335 - 52
19. Gando et al. Evaluation of New Japanese Diagnostic Criteria for Disseminated
Intravascular Coagulation in Critically III Patients. Clin Appl
Thrombosis/Hemostasis 2005: 71- 6
20. Levi et al. Guidelines for the diagnosis and management of disseminated
intravascular coagulation. British Journal of Haematology 2010.
21. Holland et al. Toward Rational Fresh Frozen Plasma Transfusion The Effect of
Plasma Transfusion on Coagulation Test Results. Am J Clin Pathol
2006;126:133 - 9.
22. Haslindawani et al. Coagulation parameters as guide for fresh frozen plasma
transfusion practice : A tertiary hospital experience. Asian J Transf Sci 2010:
25-7
23. Makroo et al. A prospective audit of transfusion requests in a tertiary care
hospital for use of fresh frozen plasma. Asian J Transf Sci 2007: 59 - 61.
24. Schofield et al. Appropriateness of platelet, fresh frozen plasma and
cryoprecipitate transfusion in New South Wales public hospitals. MJA 2003;
178:117-121
25. Casbard et al. The role of prophylactic fresh frozen plasma in decreasing
blood loss and correcting coagulopathy in cardiac surgery. A systematic
review. Anaesthesia, 2004, 550 -8.
26. Nakanishi. Comparison of Cryoprecipitate with Commercial Fibrinogen in
Bullectomy. Asian Cardiovasc Thorac Ann 2010;18:27-32.
27. Fenger-Eriksen et al. Fibrinogen concentrate substitution therapy in patients
with massive haemorrhage and low plasma fibrinogen concentrations. British
Journal of Anaesthesia 2008; 101: 769-73.
28. Weinkove et al. Fibrinogen concentrate for acquired hypofibrinogenaemic
states. Transfusion Medicine, 2008,18,151-7.
29. Kinra et al. Recombinant Factor VIIA. MJAFI 2009; 65 : 59-61
30. Martinowitz. The Use of rFVIIa as an Adjunct Treatment for Hemorrhage
Control in Trauma and Surgery. Bloodline Reviews 2001. 9 -11
31. Lodge JP et al. Efficacy and safety of repeated perioperative doses of
recombinant factor Vila in liver transplantation. Hati Transpl. 2005 Aug; 11 (8)
:973-9.
32. Cameron et al. The use of recombinant activated factor VII in trauma patients:
Experience from the Australian and New Zealand haemostasis registry. Injury,
Int. J. Care Injured (2007) 38,10301038
33. Planinsic RM et al. Safety and efficacy of a single bolus administration of
recombinant factor Vila in liver transplantation due to chronic liver disease.
Hati Transpl. 2005 Aug; 11 (8) :895-900.
34. Diringer et al. Risk of Thromboembolic Events in Controlled Trials of rFVIIa
in Spontaneous Intracerebral Hemorrhage. Stroke. 2008;39:850-856.
35. Opal et al. Antithrombin III in animal model of sepsis and organ failure. Sem.
Thromb. Haemost. 1998: 61 - 69.

Anda mungkin juga menyukai