Anda di halaman 1dari 116

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

PETROGRAFI

Disusun oleh :

Yovie Adhitya P.
410015047

LABORATORIUM HARDROCK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2017

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PETROGRAFI 2014

Oleh:

YOVIE ADHITYA PRIAMBADA

410015047

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Responsi Praktikum Petrografi 2017,


Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta

Yogyakarta, 13 Juni 2017 Disahkan


oleh :

ASISTEN PRAKTIKUM PETROGRAFI

LABORATURIUM HARDROCK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA

2017

2
LEMBAR PERSEMBAHAN

Rasa syukur dan terima kasih saya penjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat,
nikmat dan segala kemudahan yang diberikan kepada saya untuk mempelajari
ilmuNya di dunia ini.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada kedua orang tua saya
yang senantiasa memberikan dorongan dan bantuan berupa materi, nonmateri dan
atas doa yang tak pernah putus dipanjatkan kepada Allah hingga saya dapat berada di
bangku perkuliahan saat ini.

Terima kasih untuk semua asisten praktikum petrografi yang selalu membimbing
dan membimbing saya pada saat praktikum dan pengerjaan laporan. Semoga
keberadaan saya disini untuk menimba ilmu dapat bermanfaat dikemudian hari.

Terima kasih juga kepada angkatan, teman-teman jabiger atas semangat yang saling
kita berikan, teman-teman yang senantiasa saling bekerja sama, dan teman-
teman yang meramaikan suasana selama pengerjaan laporan berlangsung.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, tanpa salah satu dari
kalian saya tidak akan berada pada kondisi yang sekarang ini. Terima kasih atas
semua bantuan dan doanya.

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan

rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Resmi

Praktikum

Petrografi ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat agar dapat mengikuti

Responsi Praktikum Petrografi, Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi

Nasional, Yogyakarta.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari

berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan serta pengarahan kepada saya, namun tidak dapat saya sebutkan pihak-

pihak tersebut karena begitu banyaknya dan tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-

kata jasa mereka ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, banyak

kekurangan yang perlu ditambahkan dan juga kesalahan yang perlu diperbaiki.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Yogyakarta, 13 Juni 2017

Penulis

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


I.1 Pengertian petrografi ..........................................................................
I.2 Ruang Lingkup Petrografi ............................................................................
I.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi ....................................................................
I.4 Alat dan Bahan ...........................................................................
I.5 Teknik Pengmabilan Contoh batuan......................
I.6 Pemilihan Contoh Batuan..............................................................
I.7 Preparasi Batuan...................................................
BAB II DASAR TEORI ........................................................................... 5
II.1 Petrografi Batuan beku.....................................................................
II.1.1 Pengertian Batuan Beku.............................................................. 5
II.1.2 Tekstur ...................................................... 7
II.1.3 Tekstur Khusus ..................................................... 17
II.1.4 Struktur ..................................... 18
II.1.5 Klasifikasi .................................................. 21
II.1.6 Petrogenesa ................................................. 37
II.2 Batuan Piroklastik ........................................................... 47
II.2.1 Pengertian Batuan Piroklastik ................................................... 47

5
II.2.2 Komponen Penyusun Batuan Piroklastik ................... 48
II.2.3 Mekanisme Pembentukan Batuan Piroklastik ............ 49
II.2.4 Tekstur Batuan Piroklastik ......................................... 51
II.2.5 Klasifikasi Batuan Piroklastik........................... 54
II.2.6 Petrografi.................................... 55
II.3 Petrografi Batuan Sedimen.................................................................... 61
II.3.1 Pengertian Batuan Sedimen........................................................ 61
II.3.2 Tekstur Batuan Sedimen.......................................................... 61
II.3.4 Komposisi Mineral Batuan Sedimen ............................................ 67
II.3.5 Struktur Batuan Sedimen.......................... 69
II.3.6 Klasifikasi Batuan Sedimen ....................................... 71
II.3.7 Petrogenesa..........................................................
II.4 Petrografi Batuan Mrtamorf .............................................................. 83
V.1.1 Tinjauan Umum ............................................................. 83
V.1.2 Tipe-tipe Metamorfisme ................................................. 86
V.1.3 Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf ......................... 90

V.1.4 Komposisi Batuan Metamorf ......................................... 102

V.1.5 Klasifikasi Batuan Metamorf ......................................... 104

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................

III.1 Acara Petrografi kuantitatif dan Kualitatif

III.2 Acara Batuan Beku

III.3 Acara Batuan Sedimen

III.4 Acara Batuan Metamorf

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 110

IV.1 Kesimpulan ............................................................................. 110

IV.2 Kritik dan Saran .............................................................................. 111

6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 113

LAMPIRAN .......................................................................................................... 114

7
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Petrografi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari

batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk di dalamnya melakukan

pemerian dan pengklasifikasian batuan. Pengamatan secara seksama pada sayatan

tipis pada batuan dilakukan dibawah mikroskop polarisasi, namun kenyataannya,

pengamatan dengan menggunakan mikroskop petrografik sangat sulit, meskipun

begitu pengamatan singkapan di lapangan dengan menggunakan lensa tangan atau

lup juga penting. Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama

melibatkan identifikasi mineral (bila memungkinkan) dan penentuan

komposisinya. Hubungan tekstural antara butir-butir dicatat, hal ini tidak hanya

membantu dalam pengklasifikasian tetapi dapat memberikan bukti-bukti atau

petunjuk tentang proses-proses aktif selama pembentukan batuan. Batuan

kemudian diklasifikasikan berdasarkan prosentase volume dari berbagai mineral

pembentuk batuan rockforming minerals.

Di dalam praktikum petrografi ini seorang mahasiswa diharapkan menjadi

familer dengan fraksi halus atau kecil dari berbagai batuan yang ditemukan di

alam. Sayangnya jumlah dari jenis-jenis batuan yang penting dijumpai sangat

sedikit. Hal ini dikarenakan batuan yang terbentuk hanya pada lingkungan

tektonik yang kecil di bumi dan kondisinya mengalami perubahan yang sedikit.

Walaupun tujuan akhir dari praktikum petrografi ini adalah pemerian dan

pengklasifikasian batuan. Namun bila mempertimbangkan sebagai bagian kecil

1
dari petrologi (ilmu yang mempelajari asal-usul dan pembentukan batuan) maka

kepentingannya akan lebih luas dan sangat berarti. Petrografi memberikan data

umum yang petrologi perjuangkan untuk menginterpretasikan dan menerangkan

asal-usul batuan. Oleh karena itu mahasiswa peserta praktikum dan kuliah

petrografi hendaknya telah mengikuti kuliah dan praktikum petrologi (termasuk

didalamnya yaitu kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi, petrologi dan

mineral optik) yang sebelumnya telah didapatkan.

I.2 Maksud

Maksud dari praktikum petrografi ini sendiri adalah agar mahasiswa peserta

praktikum dapat melakukan pemerian dan pengelompokkan batuan baik batuan

beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf berdasarkan ciri-ciri optis (berupa

tekstur dan struktur serta komposisi mineral penyusun batuan rock-forming

minerals) yang dapat diamati di bawah mikroskop polarisasi (jika

memungkinkan, karena tidak semua ciri-ciri dapat teramati dengan detil).

I.3 Tujuan

Tujuan dari praktikum petrografi ini sendiri adalah agar mahasiswa peserta

praktikum memahami pemerian batuan-batuan yang terdapat dialam berupa

sayatan tipis pada batuan dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop

polarisasi dan juga mengkaitkannya dengan proses kejadian serta kegunaannya

dalam kehidupan sehari-hari.

2
I.4 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat beserta bahan yang digunakan dalam pelaksanaan

praktikum petrografi di laboraturium yaitu:

1. Mikroskop polarisasi dengan segala asesorinya

2. Sayatan tipis batuan

3. Diagram interfrensi warna

4. Diagram Michel-Levy

Alat-alat tersebut seyogyanya dirawat dengan baik agar dapat memberikan

manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa Jurusan Teknik Geologi,

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta dari waktu ke waktu. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh praktikan yakni:

1. Bersihkan lensa okuler dan lensa obyektif dari kotoran debu dan lemak

dengan kain planel sebelum dipakai.

2. Simpan mikroskop pada ruangan yang tidak lembab atau lemari

berlampu agar tidak berjamur atau dengan diberikan silika gel disekitar

mikroskop.

3. Perlakukan sayatan tipis dengan baik agar tidak pecah atau rusak

mengingat beberapa sayatan yang ada di laboraturium susah untuk

didapatkan.

4. Gantikan suatu lensa obyektif perbesaran dengan lena obyektif

perbesaran yang lain dengan hati-hati.

3
BAB II BATUAN BEKU

II.1 Dasar Teori

II.1.1 Tinjauan Umum

Batuan beku terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma.

Magma adalah cairan silikat pijar di dalam bumi, bersuhu tinggi (900 o 1300oC),

terbentuk secara alamiah dan berasal dari bagian bawah kerak bumi atau bagian

atas selimut atau selubung bumi, serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat

mudah bergerak dan cenderung bergerak menuju ke permukaan bumi. Batuan

beku plutonik adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi, sering dikenal

sebagai batuan beku intrusi dalam deep-speated intrusion. Batuan beku

vulkanik adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi, sering disebut

sebagai batuan beku ekstrusi (hasil letusan dan leleran), sedangkan batuan beku

hipabisal adalah batuan beku intrusi dangkal atau dekat permukaan sub-volcanic

intrusion, sering dikenal sebagai batuan beku korok atau batuan beku gang.

Dalam mempelajari, menganalisis dan menginterpretasikan batuan beku

terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan: [a] Batuan

beku selalu diklasifikasikan berdasarkan mineral-mineral primer. Mineral-mineral

primer adalah mineral utama yang terbentuk langsung dari magma selama proses

pendinginannya atau mengikuti seri Bowen dan mineral tambahan (maks. 3%)

misal: magnetit, apatit, zirkon, pirit, sedangkan mineral-mineral sekunder

terbentuk kemudian setelah mineral primer, mineral hasil ubahan atau alterasi dari

4
mineral primer karena pengaruh larutan sisa magma dan mineral hasil pelapukan

setelah batuan itu terbentuk. Dalam pemeriannya harus dijelaskan bahwa mineral-

mineral primer tertentu telah mengalami ubahan menjadi mineral sekunder yang

tertentu pula. Dalam penamaan batuannya juga menggunakan persentase mineral

primer sebelum terjadi ubahan, namun dapat digunakan kata terubah lanjut

dibelakangnya (misal: andesit terubah lanjut). Derajat alterasi suatu batuan dapat

ditunjukkan oleh persentase mineral-mineral primer yang telah mengalami

ubahan. [b] Sebaiknya, dalam mempelajari sayatan tipis thin sections juga

dipelajari bersama-sama contoh setangannya atau sampel. Dikarenakan sayatan

tipisnya kadang-kadang tidak mewakli batuan secara menyeluruh, juga presentase

kehadiran mineraloginya.

Diagram 2.1. Urutan Seri Reaksi Bowen dengan Kristalisasi


Batuannya.

II.1.2 Tekstur Batuan Beku

5
Tekstur menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada

disekitarnya, tekstur berurusan dengan kenampakan skala kecil small-scale.

Dalam contoh setangan atau kenampakan di bawah mikroskopis seperti: tingkat

kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, dan pertumbuhan bersama kristal. Tekstur

merupakan kenampakan hubungan antara komponen dari batuan yang dapat

merefleksikan sejarah kejadiannya atau petrogenesa. Tekstur tergantung atas

beberapa faktor:

II.1.2.1 Tekstur Umum

1. Derajat kristalisasi

a. Holokristalin: Seluruhnya terdiri dari massa kristal-kristal berupa

granular, mikrolit dan kristalin.

Gambar 2.1. Derajat Kristalisasi Holokristalin

b. Holohyalin: Seluruhnya terdiri dari massa gelas.

6
Gambar 2.2. Derajat Kristalisasi Holohyalin

c. Hipokristalin: Sebagian terdiri dari massa kristal dan sebagian lagi

terdiri dari massa gelas.

Gambar 2.3. Derajat Kristalisasi Hipokristalin

2. Ukuran Butir (Wiliam, Turner dan Gilbert, 1945)

1. Halus : < 1 mm.


2. Sedang : 1 5 mm.
3. Kasar : 5 30 mm.
4. Sangat kasar : > 30 mm.
Tekstur Faneritik, kristal-kristalnya dapat dibedakan dengan mata

biasa atau mikroskop.

7
Tekstur Afanitik, sangat halus, tidak dapat dibedakan dengan

mikroskop ( < 0,01 mm).

Tekstur Equigranular, ukuran besar butir relatif sama atau seragam.

Tekstur Inequigraular, ukuran butir tidak sama besar atau berbeda,

ada fenokris dan matrik.

Kriptokristalin, terlalu kecil dan bahkan tidak dapat diidentifikasi

dengan mikroskop ( < 0,01 mm).

Mikrokristalin, masih dapat dibedakan dengan mikroskop.

3. Kemas atau Fabrik

Hubungan antar butir mineral didalam batuan ditunjukan dari

dominasi bentuk butirnya.

a. Euhedral atau Idiomorfik (Automorfik), kristal-kristal mempunyai

bentuk lengkap dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas.

b. Anhedral atau Allotriomorfik (Xenomorfik), mineral tidak

mempunyai bentuk sendiri yang jelas.

c. Subhedral atau Hipidiomorfik, bentuk-bentuk kristal kurang baik

sebagian sisi kristal tidak jelas batasnya.

d. Equigranular Tekstur:

Panidiomorfik atau Idiomorfik Granuler, semua atau hampir

mineralnya berbentuk euhedral dengan ukuran butir relatif sama

dan mempunyai batas-batas yang jelas.

8
Allotriomorfik Granuler, terdiri dari mineral-mineral yang

berbentuk anhedral (dominan) dan batas mineral tidak jelas.

Hipidiomorfik Granuler, terdiri dari mineral-mineral yang

subhedral (dominan) dengan butir relatif sama.

Gambar 2.4. Bentuk Kristal: a. Euhedral, b. Subhedral, c. Anhedral

II.1.2.2 Tekstur Khusus

Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses

kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning.

1. Tekstur Intergrowth

a. Grafik, tumbuh bersama antara alkali feldspar dengan kuarsa,

disini kuarsa berbentuk runcing-runcing.

Gambar 2.5. Tekstur Grafik

9
b. Granoferik, tekstur yang dibentuk oleh kalium feldspar dan

kuarsa dimana kuarsa menginklusi di dalam kalium feldspar.

Gambar 2.6. Tekstur Granoferik

c. Mirmekitik, kuarsa yang terbentuk manjari diinklusi oleh

plagioklas asam (oligoklas).

Gambar 2.7. Tekstur Mirmekitik

d. Intergranular, tekstur dimana ruang antar butir plagioklas

ditempati oleh olivin, piroksen, atau bijih besi.

10
Gambar 2.8. Tekstur Intergranular

e. Diabasik, plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, disini

piroksen tidak terlihat jelas, plagioklas radier terhadap piroksen.

Gambar 2.9. Tekstur Diabasik

f. Ofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata ditutupi oleh

piroksen atau olivine yang utuh.

Gambar 2.10. Tekstur Ofitik

11
g. Subofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata bersamaan

dengan piroksen, dimana ukuran plagioklas lebih besar

dibandingkan dengan mineral piroksen dan olivin yang ditutupinya.

Gambar 2.11. Tekstur Subofitik

h. Intersertal, hampir sama dengan intergranular tetapi disini ruang

antar plagioklas diisi oleh masa gelas, kriptokristalin atau mineral

sekunder dan mineral tambahan.

Gambar 2.12. Tekstur Intersertal

i. Poikilitik, merupakan suatu tekstur dalam hornblende peridotit.

Dalam suatu mineral hronblende yang utuh menutupi mineral

olivin dan diopsid.

12
Gambar 2.13. Tekstur Poikilitik

j. Porfiritik, mengandung mineral-mineral yang memiliki ukuran

yang berbeda, fenokris augit, olivin dan leusit tertanam dalam

masadasar kristalin atau juga gelas.

Gambar 2.14. Tekstur Porfiritik

k. Corona, tekstur dimana mineral yang lebih awal dikelilingi atau

dilingkupi butiran memanjang kristal yang lain yang radial atau

menyebar, biasanya olivin dilingkupi oleh piroksen ortho.

13
Gambar 2.15. Tekstur Corona

l. Perthitic, tekstur yang terbentuk oleh plagioklas dan kalium

feldspar. Alkali feldspar tumbuh lebih besar.

Gambar 2.16. Tekstur Perthitic

m. Vitrofirik, kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat

fenokris-fenokris yang tertanam dalam masadasar atau matrik

gelas.

14
Gambar 2.17. Tekstur Vitrofirik

2. Tekstur Aliran

a. Pilotaksitik, fenokris dan masadasar plagioklas menunjukkan pola

kesejajaran.

b. Trakitik, fenokris atau mikrolit plagioklas menunjukkan pola

kesejajaran.

c. Hialopiliti, sama dengan trakitik hanya saja dibentuk oleh mikrolit

plagioklas dengan masa gelas.

II.1.3 Struktur Batuan Beku

Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur

batuan vulkanik, struktur batuan plutonik dan struktur dari hasil inklusi. Banyak

batuan beku mengandung inklusi dari batuan lain atau material asing yang dikenal

sebagai senolit xenoliths. Senolit mungkin accidental bila disusun oleh batuan

yang seluruhnya tidak berubah terhadap batuan beku dimana mereka ditemukan

atau mungkin cognate bila terbentuk dari batuan yang secara genetik berhubungan

dengan batuan beku induk igneous host rock. Perbedaan di atas tidak selalu

mudah dibedakan. Senolit dapat pula terdiri dari individu kristal yang dikenal

sebagai xenocrystal. Beberapa senolit cognate dibentuk oleh fenokris yang

15
mempunyai kelompok dan tumbuh bersama-sama membentuk tekstur

glomeroporfiritik. Struktur batuan beku yang pada umunya merupakan

kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali dilapangan, seperti:

a. Banding (perlapisan)

b. Lineasi (laminasi, segregasi)

c. Kekar (lembar, tiang)

d. Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)

e. Aliran

Masif, padat dan ketat, tidak menunjukkan adanya lubang-lubang

keluarnya gas, dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal

dan inti lava. Contoh: granit, diorit, gabro dan inti andesit.

Skoria, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang

tidak teratur, dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi

dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik. Contoh: andesit

dan basalt.

Vesikuler, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur,

dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas

intermediet-asam.

Amigdaloidal, dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi

oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit, dijumpai pada batuan vulkanik

trakitik. Contoh: trakiandesit dan andesit.

16
II.1.4 Mineral Penyusun Batuan Beku

II.1.4.1 Mineral Utama

1. Mineral Mafik

Kelompok Olivine:

- Forsterite : Mg2SiO4
- Fayalite : Fe2SiO4 - Monticellite :
CaMgSiO4

Kelompok Piroksen:

- Ortopiroksen

Enstatite : Mg2SiO6

Hyperstene : (Mg, Fe)SiO3

- Klinopiroksen
Augit : (Ca, Mg, Fe, Al)2(Si,
Al)2O6
Diopsid : CaMgSi2O6
: (Mg, Fe, Ca)(Mg,
Pigeonite
Fe)Si2O6
Aegirine : NaFe+3Si2O6
Kelompok Amphibol

- Hornblende : Ca2(Mg, Fe, Al)5(Si, Al)8O22(OH, F)2

- Riebeckite : Na2Fe3+2Fe2+3Si8O22(OH, F)2

Kelompok Mika

- Biotit : K(Mg, Fe)3(AlSi3O10)(OH, F)2

2. Mineral Felsik

17
Kelompok Feldspar
- Plagioklas : CaAl2Si2O8_NaAlSi3O8

- Alkali Feldspar

Sanidin : (K, Na)AlSi3O8

Ortoklas : (K, Na)AlSi3O8


: KAlSi3O8
Mikroklin

- Feldspatoid

Leusit : KAlSi3O6

Nefelin : (Na, K)AlSiO4

Sodalit : Na8Al6Si6O24Cl2
: (Na, K)6-8Al6Si6O24.(CO3)1-2.2-
Cancrinit 3H2O
Kelompok
Mika
- Muskovit : KAl2(AlSi3O10)(OH, F)2
Kuarsa : SiO2

Tridimit : SiO2

Kristobalit : SiO2

II.1.4.2 Mineral
Sekunder

Serpentin
: Mg6Si4O10(OH)8
Idingsit : MgO.Fe2O3.3SiO2.4H2O

Limonit : Fe2O3.nH2

Antofilit : (Mg, Fe)7Si8O22(OH)2


Tremolite aktinolit : Ca2Mg3Si8O22(OH)2
Hornblende : Ca2(Mg, Al, Fe)5(Al, Si)8O22(OH, F)2

18
Klorit : (Mg, Al, Fe)6(Al, Si)4O10(OH)8

Kalsit : CaCO3

Kaolin : Al2O3.2SiO2.H2O

Epidot : Ca2(Al, Fe)3(OH)(SiO4)3

Serisit : KAl3Si3O10

Analcite : NaAlSi2O6H2O
: Na2Al2Si3O102H2O
Natrolite

II.1.4.3 Mineral Asesori

Apatit : Ca5(PO4)3(OH, F, Cl)

Beryl : Be3Al2(Si6O18)

Fluorit : CaF2
Perovskite : CaTiO3

Spinel : MgAl2O4
: Na(Mg, Fe, Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH,
Turmalin
F)4
Zircon : ZrSiO4

Magnetit : Fe3O4

Ilmenit : FeTiO3

II.1.5 Konsep Kerabat Batuan

Berdasarkan mineralogi dan tekstur batuan, maka Williams (1954)

mengelompokkan kerabat batuan beku meliputi:

Kerabat batuan ultramafik dan lamprofir

Karabat batuan gabro kalk alkali

19
Kerabat batuan gabro alkali

1 Kerabat batuan diorite monzonit syenit

Kerabat batuan granodiorit adamelit granit

Tabel 2.1 Ciri-ciri Kerabat Batuan Beku (Konsep Clan Menurut Williams, 1954).

II.1.5.1 Kerabat Batuan Granodiorit - Adamelit - Granit

20
Ciri-ciri:

Pembagiannya didasarkan atas perbandingan KF dengan TF.

Dibedakan dengan kerabat batuan Diorit-Monzonit-Syenit dari jumlah

kuarsanya:

kuarsa > 10%

KF > 1/8 TF

Indeks warna < 10%

Mineralogi: Kuarsa, Plagioklas, Biotit >>, Hornblende <<

Contoh batuannya:

Tabel 2.2. Jenis Batuan Beku Asam Berdasarkan Komponen Plagioklas dan
Feldspar.

1. Berbutir Halus

Kelompok Dasit-Riodasit-Riolit

Mempunyai titik lebur yang rendah.

Tekstur yang khas: vitroferik, porfiritik, grafik, granofirik.

a. Dasit

Indeks warna 10 dengan Tekstur: porfiritik, vitroferik.

Mineralogi: kuarsa > 10%, Biotit melimpah,


sedikit

Hornblende, plagioklas asam (albit).

Pada fenokris kuarsa sering memperlihatkan embayment

21
akibat proses korosi larutan magma sisa.

b. Riodasit

Tekstur: trakhitik, vitroferik

Mieralogi : kuarsa > 10%, plagioklas asam,


sedikit hornblend,

Biotit melimpah.

c. Riolit

Tekstur: holokriatali, holohialin

Mineralogi : kuarsa >10, KF > 2/3 TF,


Plagioklas asam (albit),

Sering terdapat tekstur Grafik (pertumbuhsn bersama antara

KF dengan kuarsa).

Ada dua macam Riolit:

Potash Riolit: kaya kalium, mineral

mafik biotit, dan hornblende, jarang

ditemukan embayment.

Soda Riolit: kaya Na dan mineral mafik


berupa amfibol.

2. Berbutir Kasar

a. Granodiorit

Tekstur: hipidiomorfik granular, tekstur khusus granophirik,

KF sering tumbuh bersama.

22
Mineralogi: plagioklas (andesin), orthoklas, kuarsa > 10%

b. Adamelit

Tekstur: hipidiomorfik granular, tekstur khusus granofirik,

grafik, sering tampak Rapakivi (KF ditutupi oleh plagioklas

asam), Pertit terbentuk akibat gejala unmixing atau eksolusi.

Mineralogi: kuarsa > 10%, sedikit hornblende, biotit sebagai

mineral khas.

c. Granit

Tekstur: hipidiomorfik granular, kadang porfiritik. Tekstur khas

granofirik, grafik, rapakivi, mirmekitik.

Mineralogi: kuarsa > 10%, Plagioklas asam (oligoklas, albit),

mafik mineral biotit melimpah, hornblende jarang. Bila

hornblende > 10% disebut Granit Hornblende.

d. Granit Kalk Alkali

Mafik mineral: Hornblende hijau, biotit, kuarsa >>, muskovit.

Mineral tambahan: Apatit, zircon, bijih besi, sphene.

e. Granit alkali

Mafik mineral: Hornblende coklat anhedral.

Mineral tambahan: Apatit, Zircon, dll.

23
II.1.5.2 Kerabat Batuan Diorit-Monzonit-Syenite Ciri-ciri:

Indeks warna < 40

Kandungan silica 52% - 66%

Tidak mengandung kuarsa atau < 10%

Feldspar: Plagioklas An50

Alkali feldspar (KF)

Tekstur: porfiritik

Tekstur khusus: pilotaksitik, vitriferik, trachyt.

Mineralogi: plagioklas, Kf, hornblende, Biotit, Olivine, Piroksen.

Mineral penyerta: apatit, zircon.

Contoh batuan:

Tabel 2.3. Jenis Batuan Beku Intermediet Berdasarkan Komponen


Plagioklas dan Feldspar

1. Berbutir Halus

a. Andesit

Tekstur: Porfiritik, pilotaxitic, vitroferik

Komposisi: KF < 1/3 TF, Plagioklas < An50 (oligoklas,

24
andesine), mineral mafik piroksen < , amfibol, olivine jarang.

Berdasarkan kandungan mineral mafik (>10%)

Andesit olivine (okivin > 10%)

Andesit piroksen (piroksen > 10%)

Andesit hornblende atau biotit (hornblende atau biotit >10%)

b. Propilit

Andesit yang semua mineral mafiknya telah terubah menjadi

mineral sekunder, sehingga indeks warna menjadi lebih rendah.

Perubahan tersebut karena larutan hydrothermal (Propilitisasi).

c. Trakhiandesit (Latite)

Tekstur: Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik

Komposisi: Kf > 10%, Plagioklas < An50 (oligoklas, andesine),

mineral mafik hornblende melimpah, pirokesen sedikit.

Mineral penyerta berupa apatit dan zircon dan masadasar

berupa

kriptokristalin atau gelas.

d. Trakhit

Tekstur: Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik

Komposisi: Kf > 2/3 TF dengan mineral mafik berupa amfibol,

biotit, dan sedikit piroksen serta masadasar berupa mikrolit.

25
Bila mengandung kuarsa > 10% = Rhyolit, Bila mengandung

feldspatoid > 10% = Phonolit.

e. Phonolit

Trakhit dengan feldspatoid > 10%

Soda phonolit: tekstur porfiritik, trakhitik, kadar Na tinggi, ada

nefelin.

Potas phonolit: tekstur porfiritik, glassy, kadar K tinggi, ada

leusit.

Sebagai Kf umumnya sanidin sebagai masadasar atau fenokris.

Tabel 2.4. Perbedaan Phonolit Trakhit dan Ryolit.

2. Berbutir Kasar

a. Diorit

Tekstur: equigranular, kadang-kadang porfiritik.

Komposisi: plagioklas < An50 (andesin), ortoklas sedikit, KF <

TF, mineral mafik sedikit piroksen, hornblende melimpah,

biotit sedikit.

Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Diorit kuarsa. Mineral

penyerta: apatit, zircon.

Struktur zoning pada plagioklas macamnya progressive zoning,

reverse zoning, oscillatory zoning.

b. Monzonit

26
Peralihan antara syenit dan diorite. Indeks warna 30 40 .
Tekstur: equigranular, hipidiomorfik granular. Tekstur khusus:

poikilitik, pertit atau antipertit, mirmekitik.

Komposisi: KF = Plagioklas, mineral mafik hornblende, biotit,

piroksen, kuarsa < 10 %. Bila mengandung kuarsa > 10%

disebut Monzonit kuarsa. Bila kuarsa banyak disebut Adamelit.

c. Syenit

Indeks warna rendah. KF > 2/3 TF dengan kuarsa < 10 %. Bila

mengandung kuarsa > 10% disebut Nordmakite, tekstur grafik,

mirmekitik.

Bila tidak ada kuarsa, feldspatoid > 10 % : Feldspatoid syenit.

II.1.5.3 Kerabat Batuan Gabbro Alkali Ciri-ciri:

Indeks warna 40 70

Kandungan SiO2 45 52 %

Feldspar atau feldspatoid (>10 %), untuk membedakan

dengan kerabat batuan gabbro kalk alkali.

Mineralogy: olivine, piroksen (pigeonit, augit, hiperstene).

Tekstur: porfiritik, intergranular, ofitik, intersertal, poikilitik,

trakhitik.

1. Berbutir Halus

a. Trachybasalt

Tekstur: porfiritik, intergranular dengan tekstur khusus trakitik.


Mineralogi: olivin, piroksen, plagioklas > An50. Mineral

tambahan berupa bijih besi, biotit, leusit, apatit, rutil, zircon.

27
Analcite basalt: Kf < 1/8 total feldspar.

Analcite trachybasalt: 1/8 < Kf < total feldspar.

b. Spilite

Tekstur: intergranular, porfiritik, intersertal.

Mineralogi: olivin, piroksen (augit) keduanya umum terubah

menjadi klorit, kalsit, epidot. Plagioklas < An20 (albit atau

oligoklas). Silika 50%.

2. Tekstur kasar

a. Kentalinite

Tekstur: porfiritik, poikilitik.

Mineralogi: piroksen (augit), biotit, olivin melimpah (20%-

25%), mineral tambahan bijih besi dan apatite.

b. Shonkinite

Tekstur: poikilitik

Mineralogi: dijumpai olivine, piroksen (augit) tanpa atau

dengan plagioklas < 5%, Kf (umumnya sanidin), feldspatoid

melimpah.

c. Malignite

28
Tekstur: porfiritik dengan fenokris berupa nefelin, poikilitik

dengan fenokris berupa Kf subhedral.

Mineralogi: dijumpai piroksen (aegirin dan augit) sekitar 50%,

Kf dan nefelin berkisar 20%. Mineral tambahan berupa apatit,

sphene, biotit dan bijih besi.

d. Essexite dan Theralite

Tekstur sama dengan malignite. Mineralogi dijumpai

kandungan foid sama dengan malignite.

Essexite Theralite

Plagioklas > 20% < 20%


Mafic Minerals > 30% > 30%

K. Feldspar 20% 20%


Feldspatoid < 20% > 20%

Tabel 2.5. Perbedaan Antara Essexite dan Theralite.

II.1.5.4 Kerabat Batuan Gabbro Kalk Alkali Ciri-ciri:

Indeks warna (Cl) > 40

Plagioklas basa An50 An80

SiO2 45 % 52 %
Kuarsa, K. Feldspar bias hadir atau tidak hadir dengan kehadiran <

10 %.

Mineralogy: olivine, piroksen.

29
1. Berbutir Halus

a. Basalt

Tekstur: holokristalin-holohyalin, pilotaksitik, intergranular,

porfiritik atau vitroverik.

Terdapat sebagai intrusi dangkal atau lava.

b. Basalt Olivine

Tekstur: porfitik. Fenokris berbentuk zooning, berupa olivin

dan plagioklas (An50 An80). Masadasar plagioklas (An50

An65), olivin, klinopiroksen (pigeonit-augit).

Khusus pada basalt yang cepat mendingin (Hawaii) dan

plagioklas asam juga muncul. Pada lava basalt sering muncul

struktur amygdaloidal.

c. Diabas

Tekstur: diabasik, ofitik, poikilitik. Lebih kasar dari basalt,

sering dijumpai masadasar mikrolit.

Mineralogi: olivin > 10% disebut olivin diabas.

d. Tholeitik Basalt dan Diabas

Tekstur: gelas-holokristalin, intersertal, intergranular dan


ofitik.

30
Minealogi: olivin sedikit, tridimit dan kristobalit, apatit, bijih

besi, piroksen (pigeonit).

2. Tekstur Kasar

a. Gabbro

Tekstur: berbutir kasar-sedang.

Mineralogi: plagioklas basa > An50, labradorit, olivin,

klinopiroksen (augit), hornblende dan biotit jarang.

b. Norit

Tekstur sama dengan gabbro.

Mineralogi: ortopiroksen > klinopiroksen.

c. Eucrit

Indeks warna 40-70

Mineralogi: > An70 labradorit

d. Anortosit

Indeks warna 10

mineralogi: plagioklas basa > 90%

e. Olivine Gabbro

Merupakan gabbro dengan kandungan olivin > 10%


f. Troctolit

Mineralogi: plagioklas basa dan olivin, piroksen tidak


hadir.

31
g. Gabbro Kuarsa

Merupakan gabbro dengan kandungan kuarsa > 10%.

Diagram 2.2. Klasifikasi Gabbroic Rocks oleh IUGS (Streckeisen, 1979


vide

Anthony R. Philpotts, 1989)

II.1.5.5 Kerabat Batuan Ultramafik dan Lamprofir

Ciri-ciri:

Disebut juga sebagai batuan atau kelompok peridotit.

Indeks warna (Cl) > 70

Tidak mengandung feldspar


Kandunga silica < 45 %

Mineral utama adalah mieral mafik

32
Umumnya berbutir kasar

Mineral bijih: kromit dan magnetit

Dijumpai pada dasar intrusi (sill, lapolith)

Atau sebagai hasil diferensiasi atau pemisahan langsung dari

substratum (mantle atas).

Merupakan batuan yang tersuisun oleh mineral mineral yang

membeku pada kesempatan pertama.

1. Berbutir Halus

a. Picrite dan Ankaramit

Tersusun oleh olivine sebanyak 1/2 - 2/3 volume batuan.

Plagioklas basa (Ca-plagioklas) 10% - 25%.

Picrite yang berasosiasi dengan kalk-alkali basalt dan diabas

dapat hadir pigeonit, augit atau hipersten dengan sedikit

hornblende.

Alkali picrite berasosiasidengan kehadiran Kf dan Analcite.

PICRITE: Mengandung olivine.

ANKARAMIT: Olivine diganti piroksen.

Mineral tambahan: hadir sebagai masadasar biotit, bijih besi,

apatit, karbonat, Kf dan gelas.

b. Limburgites

Terbentuk pada aliran lava, dike, sill dan plug dan biasa

berasosiasi dengan batuan basa alkali.

Komposisi: sedikit kandungan Na-plagioklas atau Nefeline,

33
Klinopiroksen (fenokris), Olivine (fenokris), Biotite dan

Hornblende (masadasar).

2. Berbutir Kasar

a. Dunite

Komposisi olivine 90% dengan mineral tambahan magnetit,

limenit, chromite, sphinel, dll.

b. Peridotite

Olivine + piroksen, olivine merupakan kandungan terbesar

ditambah mineral mafik lainnya.

Peridotite dengan kandungan piroksen:

Wherlite, perbandingan olivin dan dialage (px) = 3 : 1 dimana

mineral tambahan berupa enstatit hornblende, pikotite dan

chromite dalam jumlah kecil.

Harzburgite, mineral olivine + ortopiroksen (enstatite,

bronzite atau hipersten) dengan mineral tambahan kromit, besi

diopsit dan diallage.

Lherzolite, mineral diallage dan ortopiroksen dijumpai dalam

jumlah seimbang dan mempunyai komposisi antara Wherlite

dan Harzburgite.

Piroksenit, tersusun dari 90% piroksen.

34
Diagram 2.3. Klasifikasi Batuan Ultramafik (Anthony R.
Philpotts, 1989)

II.1.6 Klasifikasi Batuan Beku

II.1.6.1 Klasifikasi Umum

1. Berdasarkan lokasi pembekuan:

Batuan beku intrusi dalam (plutonik)

Batuan beku intrusi dangkal (gang, korok atau hypabyssal)

Batuan beku luar

2. Berdasarkan komposisi:

Batuan beku ultrabasa (ultramafic)

Batuan beku basa (mafic)

Batuan beku menengah (intermediet)


Batuan beku asam (felsik)

35
Tabel 2.6. Klasifikasi Umum Batuan Beku Berdasarkan Tekstur dan Komposisi Mineral.

3. Berdasarkan warna:

Batuan beku ultrabasa : sangat gelap (Hypermelanic, mafik > 90%)

Batuan beku basa : gelap (Melanocratic, mafik 60-90%)

Batuan beku menengah : abu-abu (Mesocratic, mafik 30-60%)

Batuan beku asam : terang (Leucocratic, mafik < 30%)

Gambar 2.18. Warna Interferensi Mineral (Kerr, 1959).

36
II.1.6.2 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kimia

a. Alkali total (Na2O + K2O) versus SiO2 (Le Bas, et al., 1986)

b. K2O versus SiO2 (Taylor & Peccerillo, 1979)

c. CIPW Norm (Johansen, 1931)

Diagram 2.4. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan


Komposisi Kimia (Le Bas, et al., 1986).
II.1.6.3 Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Mineralogi

1. Kelompok Ultramafik

Indeks warna > 70%

Nama: pikrit, peridotit, dunit dan piroksen

Batuan alterasi: serpentinit

2. Kelompok Gabro

Indeks warna 40-70%

Plagioklas lebih basa dari Ab1 An1

37
Mengandung mineral klinopiroksen, ortopiroksen dan olivin

Alkali feldspar dan kuarsa < 10%

Banyak mengandung foids disebut gabro alkalin

Nama: gabro, diabas (dolerit) dan basal (dibedakan berdasarkan

lokasi pembekuan, tekstur dan struktur)

3. Kelompok Diorit

Indeks warna < 40%

SiO2 52 66%

Nama: diorit dan andesit

Batuan alterasi: propilit

4. Kelompok Granit Norm Q 10%

Nama: dasit, riolit, pegmatit, granodiorit, obsidian, perlit, pitchstone.

38
Diagram 2.5. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi
(Streckeisen, 1976).

II.1.7 Penentuan Jenis Plagioklase

Cara penentuan Jenis plagioklase yaitu dengan melihat jenis kembarannya,

ada 3 metode dalam penentuan plagioklase yaitu:

39
1. Metode Michel Levy dengan kembaran Albit: menggunakan kurva

Michel-Levy.

40
Diagram 2.6. Analisa Plagioklas Kembaran Albit (Michel-
Levys Method).
2. Metode dengan kembaran Carlsbad-Albit: menggunakan kurva After F.

E. Wright.

41
Diagram 2.7. Analisa Plagioklas Kembaran Carlsbad-Albit (After F. E.
Wright).

3. Sudut inklinasi dengan kembaran periklin: menggunakan kurva After E.

Schmidt.

42
Diagram 2.8. Analisa Plagioklas Kembaran Carlsbad-Albit (After E.
Schmid).

II.2 Lembar Deskripsi

43
44
BAB III BATUAN PIROKLASTIK

III.1 Dasar Teori

III.1.1 Tinjauan Umum

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses

lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi

yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuhan kemudian mengalami litifikasi baik

sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es. Pada dasarnya batuan

gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme

tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif

(ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan

jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan

eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api).

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari

tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom

dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik),

endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan

endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi

dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.

Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi

bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari

guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah

45
(Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari

proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan

piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya

dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan

material yang ikut terbawa saat tertransportasi.

Gambar 3.1. Material Piroklastika.

III.1.2 Komponen Penyusun Batuan Piroklastik

1. Kelompok Material Esensial (Juvenil)

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari

magma yang diteruskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta

buih magma. Masa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok

piroklastik, masa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan

cenderung membentuk bom piroklastik dan buih magma akan menjadi

batuan yang porous dan sangat ringan, dikenal dengan batuapung.

2. Kelompok Material Asesori (Cognate)

46
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal

dari endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh

vulkanik yang lebih tua.

3. Kelompok Asidental (Bahan Asing)

Yaitu material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah

gunungapi tersebut, terutama adalahbatuan dinding disekitar leher

vulkanik.

Batuannya dapat berupa batuan beku, endapan maupun batuan ubahan.

III.1.3 Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik

1. Endapan Piroklastik Jatuhan (Pyroclastic Fall)

Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara.

Endapan ini pada umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan

memperlihatkan struktur butiranbersusun. Endapan ini meliputi Aglomerat,

Breksi, Piroklasti, Tuff dan lapili.

Ciri-ciri:

Berlapis, graded bed, bomb sag, original dip.

Sortasi baik

Bentuk butir meruncing atau permukaan kasar

Ukuran butir menghalus menjauhi sumber

2. Endapan Piroklastik Aliran (Pyroclastic Flow)

47
Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi kemudian

teronggokan disuatu tempat. Umumnya berlangsung pada suhu tinggi

antara

500-600oC dan temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya.

Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab

sifat sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan.

Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan atasnya datar.

Ciri-ciri:

Masif, mungkin ada pipa fumarol

Sortasi buruk

Bentuk butir meruncing atau permukaan kasar

Ukuran butir beragam, abu sampai blok atau bom gunungapi

Untuk endapan asal darat kadang mengandung arang

3. Endapan Piroklastik Surge (Pyroclastic Surge)

Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau uap air

yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi

secara turbulen diatas permukaan. Umumnya memiliki struktur

pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga

planar. Yang khas dari endapan ini adalah struktur silang siur, melensa dan

bersudut kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan dan

kristal.
Ciri-ciri:

48
Cross beds, melensa, melidah, antidunes dan laminasi

Berbutir halus sampai sedang (abu lapili)

Gambar 3.2. Mekanisme Pembentukan Material Endapan Piroklastik.

III.1.4 Tekstur Batuan Piroklastik

1. Tekstur umum

Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan butir-

butir mineral yang ada di dalamnya yang meliputi Glassy dan Fragmental.

Glassy, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada

batuan tersebut ialah glass.

49

Fragmental, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak

pada batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunungapi.

2. Tektur Khusus

Vitrovirik, merupakan tekstur batuan beku dimana fragmennya berupa

batuan piroklastik yang dikelilingi oleh masadasar.

Gambar 3.3. Tekstur Vitrovirik

Perlitik, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana terdapat

benangbenang perlit berwarna kuning keemasan.

50

Gambar 3.4. Tekstur Perlitik

Hyalopilitic, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana feldspar

dikelilingi oleh masadasar berupa gelas vulkanik.

Gambar 3.5. Tekstur Hyalopilitic

Intersertal, merupakan tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh

susunan intersertal antar kristal plagioklas, mikrolit plagioklas yang

berada di antara atau dalam masadasar gelas interstital.

Gambar 3.6. Tekstur Intersertal

51

Intergranular, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana mineral

piroksen dan olivin terdapat atau sering dijumpai diantara mineral

plagioklas yang memanjang dan tidak teratur.

Gambar 3.7. Tekstur Intergranular

III.1.5 Ukuran Material Batuan Piroklastik

1. Bomb, merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran

lebih besar dari 64 mm, bentuknya membulat.

2. Block, merupakan material piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi

eksplosif dengan ukuran besar dari 64 mm, bentuknya meruncing.

3. Lapili, berasal dari bahasa latin lapillus, yaitu nama untuk material

hasil letusan gunungapi yang berukuran 2 64 mm.

4. Debu atau Ash, merupakan material piroklastik yang berukuran 2 1/256

mm. Dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat letusan gunungapi.

52
Gambar 3.8. Material Gunungapi Produk Letusan (vide Compotn, 1985).

III.1.6 Klasifikasi Batuan Piroklastik

1. Tuf

Merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan

eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat

tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral

sehingga membentuk tekstur piroklastika.

53
Gambar 3.9. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol
silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan
menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat
kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik
teralterasi berukuran halus.

Diagram 3.1. Klasifikasi Tuf Berdasar Komposisi


(Schmid, 1981).

2. Batulapili

Merupakan batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran

butir antara 2-64 mm, biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan

kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung api. Batulapili tersebut kalau telah

mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili.

Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik

54
yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal

mineral.

Gambar 3.10. Breksi pumis (batulapili) yang hadir bersama dengan kristal
kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus.

3. Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite)

Glass shards yang dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung

gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material ini nampak

seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate,

kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple

junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam

beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun

dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan.

55
Gambar 3.11. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883
dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.

4. Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite) yaitu gelas shards

dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik

hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami

deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan:

Bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas

gelembunggelembung gas atau gelas, arah jatuhnya pada bagian

bawah Y.

Arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik.

Lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal.

Jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan

lenticular yang disebut fiamme.

Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari

warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi

pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan

obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang

mengelilingi fragmen litik dan kristal.

56
Gambar 3.12. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan
shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang
telah hancur membentuk garis-garis oval.

a. b. c.
Gambar 3.13. [a] Tuf terelaskan dari Idaho, [b] Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko
utara, [c] Tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal.

III.2 Lembar Deskripsi

57
BAB IV BATUAN SEDIMEN

IV.1 Dasar Teori

IV.1.1 Tinjauan Umum

Batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk sebagai hasil

pemadatan consolidation dari bahan endapan lepas atau penguapan kimiawi

dari suatu larutan pada atau dekat permukaan bumi atau suatu bahan organik yang

terdiri dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan. Berdasarkan dari proses-proses

yang dominan, secara umum litologi sedimen dikelompokkan menjadi kategori

besar (Tabel 4.1). Material pembentuk batuan beku dan metamorf terhadap

kondisi atmosfera. Keseimbangan yang baru ini (atmosferik) akan membuat

mineral baru ataupun material rombakan detritus; clastic sebagai material

pembentuk batuan sedimen. Terdapat beberapa proses-proses penting yang

bertanggungjawab terhadap terbentuknya material pembentuk batuan sedimen

yaitu: [1] pelapukan kimia; [2] pelapukan fisik dan [3] aktivitas organisme atau

pelapukan biologi.

Batuan sedimen menutupi 66% dari permukaan daratan dan mungkin lebih

banyak prosentasenya yang menutupi dasar lautan. Hal ini dapat dimengerti,

karena kecuali batuan beku dan metamorf terbentuk tidak pada kondisi atmosferik

juga karena keduanya (setelah mengalami pengangkatan atau tektonik) akan

mengalami perubahan, mineral-mineral penyusunnya akan berubah menjadi

mineral-mineral yang stabil pada kondisi atmosferik yang nantinya membentuk

batuan sedimen.

58
Perubahan tersebut mencakup proses ubahan secara fisik dan kimiawi, yang

disebut proses pelapukan weathering. Pada umumnya perubahan kimia akan

menjadikan batuan banyak mengandung air, oksigen, karbon dioksida dan

material organik dibandingkan kondisi sebelumnya.

Batuan sedimen yang dominan (> 95%) terdiri dari tiga kelompok utama

yaitu: [1] kelompok batulempung; [2] kelompok batupasir dan [3] kelompok

batugamping. Diantara tiga kelompok tersebut, batulempung adalah yang

terbanyak (65%), kemudian batupasir (20-25%) dan batuan karbonat (10-15%),

sedangkan batuan sedimen lainnya hanya mempunyai kelimpahan (< 5%).

Meskipun distribusi lateral batuan sedimen mendominasi permukaan bumi, namun

distribusi vertikalnya (ketebalannya) batuan sedimen sangat kecil, yaitu berkisar

antara 0 sampai lebih dari 20.000 m.

IV.1.2 Tekstur Batuan Sedimen

Tekstur batuan sedimen merefleksikan sejarah pembentukannya. Tekstur

batuan sedimen terdiri dari Klastik (merupakan tekstur hasil transportasi) dan

Non Klastik (tekstur yang dihasilkan tidak dari proses transportasi: kalsitifikasi,

evaporit, biokimia, dan proses alami lainnya), pembahasan tekstur batuan sedimen

terdiri dari:

1. Bentuk dan Kebundaran Butir

Bentuk butiran atau sphericity adalah derajat kecenderungan

berbentuk lonjong, sedangkan kebundaran adalah keruncingan pinggiran

atau sudut butiran. Berdasarkan bentuknya, butiran dapat saja berbentuk

speroidal atau equidimensional, dishaped atau bentuk lempengan,


59
bentuk batangan atau prismatic dan berbentuk bilahan. Berdasarkan

derajat kebundarannya butiran dibagi menjadi menyudut, menyudut

tanggung, membundar tanggung dan membundar. Kedua sifat tersebut

meski sering membingungkan adalah dibedakan secara geometrid dan

tidak harus berkaitan. Butiran berbentuk sama dapat saja mempunyai

derajat kebundaran yang berbeda atau sebaliknya butiran dengan

kebundaran yang sama dapat saja terdiri dari bentuk yang berbeda.

Gambar 4.1. Dua Dimensi Bentuk Butir dan Kebundaran (Gilbert, 1954).

2. Ukuran Butir

Pada umumnya ukuran butir pada batuan sedimen menggunakan

60
klasifikasi Pettijohn, yaitu:

Tabel 4.1. Ukuran Butir (Wentworth, 1922).

3. Kemas atau Fabric

Pada batuan sedimen kemas terbagi kedalam dua istilah yaitu kemas

tertutup dan kemas terbuka.

a. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen

saling bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama

lain (grain atau clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada

dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast

supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau

lebih maka disebut polymodal clast supported.

b. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan,

karena di antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut

matrik (matrix supported).

61
Gambar 4.2. Batuan Sedimen Berkemas Butir: Paking, Kontak dan Orientasi
Butir Serta Hubungan Antara Butir Matrik.

4. Pemilahan

Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran butir penyusun batuan

sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya juga

seragam maka pemilahan semakin baik.

1. Pemilahan baik, bila ukuran butir dalam batuan sedimen tersebut

seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan

kemas tertutup.

2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir didalan batuan sedimen ada

yang seragam dan ada yang tidak seragam.

62
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir didalam batuan sedimen

sangat seragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat

dalam batuan sedimen dengan kemas terbuka.

Gambar 4.3. Pemilahan Ukuran Butir di dalam Batuan Sedimen.

5. Porositas

Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang dalam atau pori

didalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas yang tinggi

apabila dijumpai pori. Sedangkan batuan dikatakan berporositas rendah

apabila kenampakannya kompak atau tersementasi dengan baik sehingga

tidak ada

pori.

6. Permeabilitas

63
Tingkat kemampuan suatu batuan untuk meluluskan air yang terdiri

dari batuan yang permeabel yaitu batuan yang dapat meloloskan air dan

batuan impermiabel yaitu batuan yang tidak dapat meloloskan air lewat

porinya.

IV.1.3 Struktur Batuan Sedimen

Struktur sedimen merupakan suatu kelainan Dari perlapisan normal dari

batuan sedimen sebagai akibat dari proses pengendapan dan kondisi energi

pembentukannya. Pembentukannya dapat tejadi pada waktu pengendapan ataupun

segera setelah proses pengendapan.Pembelajaran struktur sedimen akan sangat

baik dilakukan di lapangan (Pettijohn, 1975). Pada batuan sedimen, struktur dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu: struktur syngenetik dan struktur epygenetik.

1. Struktur Syngenetik

a. Karena proses fisik

Struktur ekstemal: kelihatan dari luar, misal: ukuran butir dan bentuk

dari tubuh sedimen. (contoh: bentuk lembaran, lensa, lidah, delta,

dll.). Termasuk didalamnya berupa konkresi, menjari dan melidah.

Struktur intemal: tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:

[a] Perlapisan dan laminasi: pelapisan normal, perlapisan silang

siur, perlapisan bersusun; [b] Kenampakan permukaan lapisan:

ripple mark, md curk, rain drops print, swash and rill marks, flute

cast dan load cast; [c] Struktur deformasi: terjadinya perubahan

struktur batuan pada saat sedimen terendapkan karena adanya

tekanan).
64
b. Karena proses biologi

Struktur ekatenal: contoh: biostromes dan bioherm.

Struklur intemal: contoh: fosil dalam batuan.

2. Struktur Epigenetik

a. Karena proses fisik

Struktur eksternal: kelihatan dari luar, (contoh: batas antara tiap

lapiaan seperti batas tegas atau gradual, batas selaras atau tidak

selaras: lipatan dan struktur).

Struktur intemal: tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:

"clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekan hidrostiatika yang kuat

sehingga materlal seperti diinjeksikan).

b. Karena proses kimia dan organisme

Contoh: Corrosion zone, concreations, stilolites, cone in cone, crystal

mold and cast seins and dike.

IV.1.4 Komposisi Mineral Batuan Sedimen

Mineral-mineral yang biasanya menyusun batuan sediment berupa mineral

tek stabil (olivine, piroksen, hornblende, biotit, dan feldspar) dan mineral stabil

(albit, ortoklas, mikroklin, muscovite, dan kuarsa).

1. Mineral Tidak Stabil

a. Mineral Alogenik

Susunan mineral ini dimulai dari mineral yang paling tidak

stabil berturut-turut menjadi kurang stabil, yaitu olivine, piroksen,


65
plagioklas Ca (An 50-100), hornblende, andesine, oligoklas, sfene,

epidot,

andalusit, staurolit, kianit, megnetit, ilmenit, garnet, dan spinel.

b. Mineral Autigenik

Mineral-mineral berikut ini adalah mineral autigenik yang stabil

pada kondisi diagenesa tetapi cenderung tidak stabil oleh pelapukan dan

penghancuran selama proses pengendapan. Untuk itu dikelompokkan

dalam mineral tidak stabil, yaitu : gypsum, karbonat, apatit, glaukonit,

pirit, zeolit (terutama yang kaya akan Ca), klorit, ortoklas, mikroklin.

2. Mineral Stabil

Mineral yang stabil selama siklus sedimentasi baik mineral alogenik

maupun produk autigenik seperti: mineral lempung, kuarsa, rijang,

muskovit, tourmaline, sirkon, rutil, brokit, anatase.

Terdapat tiga komposisi penting di dalam batuan sedimen secara umum:

1. Butiran (grain): merupakan butiran klastika yang ukurannya paling besar

(yang tertransport) disebut sebagai fragmen. Fragmen dapat berupa batuan,

mineral atau fosil.

2. Masadasar (matrix): merupakan material yang ukurannya lebih halus

dari pada butiran atau fragmen, terletak diantara fragmen dan diendapkan

bersama-sama dengan fragmen. Matrik dapat berupa batuan, mineral

ataupun fosil.

66
3. Semen (cement): berukuran halus, merekat atau pengikat butiran atau

fragmen dan matrik, diendapkan kemudian (setelah fragmen dan

masadasar). Semen dapat dibedakan: semen karbonat (kalsit, dolomit);

semen silika (kalsedon, kuarsa) dan semen oksida besi (limonit, hemait).

Gambar 4.4. Komponen Dari Batuan Sedimen.

IV.1.5 Klasifikasi Batuan Sedimen

1. Batupasir

Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang sebagian besar

butirannya berukuran pasir (0,125-2 mm). Ada batupasir murni dan ada

batupasir yang tidak murni. Pengertian ini erat kaitannya dengan jumlah

matrik berukuran lempung dan lanau halus pada batupasir tersebut.

Berdasarkan derajat pemilahan batupasir dibagi menjadi dua, yakni:

67
a. Batupasir Arenit (murni) dengan matrik lempung dan lanau halus

lebih sedikit dari 10% atau bahkan tidak ada.

b. Batupsir Wacky (tidak murni) mempunyai matrik lempung dan

lanau halus lebih dari 10%. Batu ini juga sering disebut batupasir

lempungan (argillaceous sandstone).

Berdasarkan material butiran penyusunnya batupasir arenit meupun

wacke dapat dikelompokkan lagi menjadi seperti pada (Diagram 4.1 dan

Diagram 4.2).

68
Diagram 4.1. Pembagian Batupasir Wacke (Gilbert, 1954).

Diagram 4.2. Pembagian Batupasir Arenit (Gilbert, 1954).

Diagram 4.1 dipakai untuk kelompok batupasir arenit dan

Diagram 4.2 digunakan untuk jenis wacke. Diagram tersebut terdiri dari

tigas sudut yang masing-masing ditempati oleh prosentase 0% kehadiran

kuarsa dapat diplot pada garis bawah, semakin ke atas semakin besar

prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran feldspar di sisi miring sebelah

kanan, semakin ke kanan semakin besar harga prosentasenya, prosentase

kehadiran material tak stabil bersama-sama fragmen batuan terdapat pada

sisi kiri, semakin ke kanan semakin besar. Perlu dicatat bahwa prosentase

kehadiran material penyusun yang dihitung terbatas pada butirannya aja.

Contohnya jika fragmen pada batupasir terdiri dari butiran ortoklas

69
20%, plagioklas asam 15%, biotit 5%, dasit 10%, kuarsa 38%, magnetit

2%, material lempung 3% dan semen silika 7%, maka didapatkan

termasuk jenis batupasir arkosic arenit.

Gambar 4.5. Hasil Penentuan Jenis Batupasir Arenit (Batupasir


Arkosic Arenit).

Pada batupasir arenit memungkinkan terbentuk semen, karena

rongga antar butirnya dapat saja diisi semen. Atau padanya dapat saja

terjadi secondary outgrowth. Pada batupasir wacke rongga antar butir lelah

diisi oleh material lempung sehingga semen tidak didapati atau sedikit

pada batuan ini. Memang pada proses diagenesa material berukuran

lempung tersebut sering mengalami rekristalisasi menjadi material halus,

sebagaimana halnya semen.

70
Gambar 4.6. Kiri: batupasir kuarsa dengan semen kalsium karbonat; Kanan:
batupasir kuarsa dengan mineral glaukonit (hijau yang terdiri
atas matrik berupa lempung dan semen kalsium karbonat.

Macam-macam batu pasir menurut Pettijhon (1957), yaitu :

Feldspathic sandstone (Batupasir felspar): Batupasir dengan

penyusun utama felspar (felspar > 10 %).

Arkose: jenis batupasir felspar yang banyak juga mengandung kuarsa

(Gbr. 7-7, hal. 214, Pettijohn, 1975).

Lithic sandstone (Batupasir litik) atau batupasir graywacke, yaitu

batupasir dimana proporsi fragmen batuan sama dengan

proporsi felspar.
Batupasir subgraywacke atau lithic arenit, yaitu batupasir dengan

matriks < 15 %, dan proporsi butiran lithik sebanding dengan felspar,

yaitu 25 %.

Quartz arenit atau batupasir kuarsa, yaitu batupasir dengan

penyusun utama mineral kursa.

Batupasir yang lain:

Green sand: batupasir banyak mengandung glaukonit.

Phosphatic sandstone: batupasir banyak mengandung mineral

71
fosfat.

Calcarenaceous sandstone: batupasir yang tersusun oleh detrital

kuarsa dan karbonat (dalam bentuk pecahan cangkang atau oolit).

Calcareous sandstone: batupasir dimana karbonat berfungsi sebagai

semen.

Calclithites: batupasir dimana komponen litik berasal dari rombakan

batuan karbonat.

Ilacolumite: batupasir banyak mengandung sekis (Fig. 7-32, hal.

247, Pettijohn, 1975).

Diagram 4.3. Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan


Komposisi Mineral Kuarsa, Feldspar dan Rock
Fragmen (Pettijohn, 1957).

2. Batuan Karbonat

Mineral utama dalam batugamping dan dolomite (dolostone)

adalah aragonite (CaCO3 ortorombik), kalsit (CaCO3 rombohedral) dan

dolomite [CaMg(CO3)2 rombohedral]. Aragonit adalah kalsium karbonat


72
murni, sedangkan kalsit biasanya tercampuri dengan unsur Fe dan Mg

sekalipun sedikit. Magnesit (MgCO3) dan siderite (FeCO3) ada dalam

batuan karbonat, keduanya jika hadir hanya dalam jumlah sedikit.

Aragonit, kalsit dan dolomite biasanya sangat sukar di bedakan

dalam sayatan tipis batuan karena sifat optisnya banyak mempunyai

kemiripan dan kembaran (pada batuan metamorf menjadi pembeda yang

mudah ditemukan) tidak akan tampak dalam rombakan karbonat. Tes

kimia dan Scanning Electron Microscope (SEM) di butuhkan untuk

membedakannya. Mineral autigenik dapat juga hadir, contohnya: kalsedon,

kuarsa, glaukonit, pirit, gypsum, anhidrit dan feldpar alkali.

Sekarang ini klasifikasi deskriptif batugamping didasarkan

utamanya pada tekstur saat terendapkan sebagaimana diperlihatkan oleh

jumlah proporsi lumpur karbonat (karbonat mikrokristalin) dan rombakan

(allochem). Komponen yang terdapat dalam batugamping adalah sebagai

berikut;

1. Butiran atau allochem adalah material karbonat yag berukuran

lebih besar dari lanau kasar, terdiri dari:

Fosil

Ooid

Pellets

Interklas

2. Kalsit mikrokristalin (mikrit)

Adalah butiran kalsit mikrogranular pada batugamping,

berukuran < 20 milimikron. Mikrit dianggap mewakili asal lumpur

73
karbonat. Awalnya lumpur karbonat diendapkan berupa kristal

kalsit dan aragonite halus yang kemudian akan mengalami

rekristalisasi menjadi mikrit (lebih kasar dibandingkan lumpur)

pada saat

terlitifikasi.

3. Semen sparry (sparit), kenampakannya agak lebih jelas, adalah

kalsit granular yang mengkristal dalam ruang antar butir pada

batugamping.

Secara umum tekstur batugamping dapat dibedakan menjadi:

1. Tekstur didukung oleh butiran

2. Tekstur didukung oleh lumpur

Tekstur pertama terdapat dalam batugamping yang didominasi oleh

allochem yang proporsinya jauh melebihi lumpur karbonat sehingga

lumpur hanya mengisi ruang-ruang antar butiran. Sebaliknya tekstur ke-2

lebih mendominasi oleh lumpur sehingga tampak butiran dilingkupi oleh

lumpur. (R. L. Folk, 1959 dalam Gilbert, 1982) membagi batugamping

berdasarkan kejadian mikrit dan jenis allochem.

Batuan berkomposisi keseluruhan terdiri kalsit mikrokristalin disebut

mikrit, yang mengandung allochem dalam matrik adalah

allochemical micrite dan dibagi berdasarkan jenis allochemnya.

Batugamping mengandung allochem saja dan diikat oleh semen sparry

disebut saparite dan jenis-jenis tergantung dari allochem yang terkandung

olehnya.

74
Gambar 4.7. Klasifikasi Batugamping (Modifikasi R. L. Folk, 1959 dalam
Tucker & Wright, 1962).

Gambar 4.8. Kiri: batugamping dengan komposisi mineral dolomit (kalsium


magnesia karbonat), merupakan hasil lumpur atau mineral
kalsium karbonat; Kanan: batugamping oolitik, dengan ukuran
pasir kasar pellets kalsium karbonat membundar, ubahan dari
pada beberapa keadaan pellets dapat diisi oleh mineral kuarsa.

75
Gambar 4.9. Batugamping dengan Allochem Fosil.

Tabel 4.2. Klasifikasi Batugamping (Modifikasi dari Dunham, 1982 dalam


Tucker & Wright, 1962).

IV.2 Lembar Deskripsi

76
77
BAB V BATUAN METAMORF

V.1 Dasar Teori

V.1.1 Tinjauan Umum

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk (batuan

beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf) yang telah mengalami proses

metamorfisme, yaitu perubahan mineralogi, tekstur dan struktur akibat pengaruh

temperatur dan tekanan yang tinggi. Metamorfisme adalah sejumlah perubahan

yang terjadi di dalam batuan dalam menanggapi perubahan lingkungan dimana

batuan tersebut terbentuk. Perubahan di dalam batuan dapat secara fisik,

mineralogi atau kimiawi. Metamorfisme dapat mempengaruhi batuan beku,

batuan sedimen atau asal-usul metamorfik. Hasil akhir dari perubahan tersebut

dikenal sebagai batuan metamorf. Karena bumi merupakan sistem dinamis dan

pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang

baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam

tekstur dan mineralogi. Seandainya perubahan-perubahan tersebut terjadi pada

tekanan dan temperatur diatas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan

menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami

beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan

batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik

adalah bahwa batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat.

Satu hal yang menarik dari petrologi metamorfik adalah batasan dari

tingkat akhir suatu diagenesa dan awal dari metamorfisme. Penyebab yang paling

78
penting dari diagenesa dan metamorfik tingkat rendah di dalam batuan adalah

penambahan temperatur, penambahan tekanan adalah kondisi yang kurang

berpengaruh selama berlangsungnya metamorfisme. Perubahan komposisi di

dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia

yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara

mineral-mineral yang sangat reaktif. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen

telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur yang

berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada

150oC atau lebih tinggi. Dibawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150oC

disertai oleh tekanan

lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana terjadi peleburan

batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur

peleburan merupakan fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap.

Satu kisaran dari 650oC 800oC menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas

atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut

migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur,

diantaranya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Batuan metamorf di khususkan baik dilapangan maupun di laboraturium.

Mereka adalah batuan kristalin, yang secara kuat dan keras. Pada umumnya

mineral-mineral di dalam batuan metamorf adalah silikat, sedikit terbatas untuk

batuan metamorf, tetapi lainnya umum dijumpai pada batuan beku dan metamorf.

Tekstur pada batuan metamorf adalah kenampakan yang paling khusus. Contoh

yang baik adalah keteraturan sejajarnya mineral-mineral, yang mengikuti batuan


79
yang terbagi ke dalam lembar-lembar dan lempeng-lempeng. Batuan metamorf

sering memperlihatkan kenampakan yang perlu dicatat dari proses-proses

metamorfik adalah kecenderungan mereka menghasilkan dalam jumlah terbatas

tipe-tipe batuan. Daerah batuan metamorf diseluruh dunia yang berbeda umur

seing mengandung batuan yang sama.

Terdapat dua kenampakan yang utama dari banyak batuan yang harus

diperikan yaitu kandungan mineral dan tekstur. Ukuran butir dan struktur juga

penting. Sebagai tambahan, terdapat sejumlah mineral silikat yang terbatas di

batuan metamorf, seperti di tunjukkan di bawah ini:

1. Mineral umum batuan metamorf dan beku: kuarsa, feldspar, muskovit,

biotit, hornblende, piroksin, olivin dan mineral bijih.

2. Mineral umum batuan metamorf dan sedimen: kuarsa, muskovit, mineral

lempung, kalsit dan dolomit.

3. Mineral yang hanya (terutama) dijumpai di batuan metamorf: garnet,

andalusit, kianit, silimanit, staurolit, cordierit, epidot dan klorit.

Mineral-mineral yang spesifik pada batuan metamorf terbagi menjadi beberapa,

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Ciri-ciri fisik dari Mineral-mineral Metamorfik.

80
V.1.2 Tipe-tipe Metamorfisme

Secara geologi terdapat dua kelompok metamorfisme dalam skala dan

tingkat pengaruh dari tekanan dan temperatur (Bucher dan Frey, 1994), lihat pada

Diagram 5.1 dan Diagram 5.2.

81
Diagram 5.1. Tipe Metamorfisme dan Tempat
Terjadinya.

Diagram 5.2. Tipe Metamorfisme dan Kisaran Umum


Tekanan, Temperatur dan Kedalaman.

1. Metamorfisme Regional atau Dinamothermal

Metamorfisme regional atau dinamothermal merupakan

metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfisme

ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfisme ini dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

a. Metamorfisme Orogenik

82
Metamorfisme ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana

terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi.

Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran

mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar

dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfisme ini

memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan

juta tahun lalu.

b. Metamorfisme Burial

Metamorfisme ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur

pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif,

kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah

rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida.

c. Metamorfisme Dasar dan Samudera

Metamorfisme ini terjadi akibat adanya perubahan pada

kerak smudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid

oceanic risges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya

berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut

menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan

air laut tersebut.

2. Metamorfisme Lokal

Merupakan metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sempit

berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfisme ini

dapat dibedakan menjadi:


83
a. Metamorfisme Kontak

Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar

kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan

terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh

magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona

metamorfisme kontak disebut contact aureole. Proses yang

terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral,

reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan

penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya

berbutir halus.

b. Metamorfisme Thermal atau Pirometamorfisme

Merupakan jenis khusus metamorfisme kontak yang

menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak

batuan dengan magma pada kondisi vulkanik atau quasi

vulkanik.

Contoh pada xenolith atau pada zona dike.

c. Metamorfisme Kataklastik atau Dinamik

Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif,

seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya

mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan.

Batuan yang dihasilan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai

fault breccia, fault gauge, atau milonit.

84
d. Metamorfisme Hidrothermal atau Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas

pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan

sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.

Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

e. Metamorfisme Impact

Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocitty sebuah

meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan

umumnya ditandai dengan terbentuknya mmineral coesite dan

stishovite. Metamorfisme ini erat kaitannya dengan panas bumi

(geothermal).

d. Metamorfisme Retrogade atau Diaroptesis

Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga

kumpulan mineral metamorfisme tingkat tinggi berubah menjadi

kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah

(Combs, 1961).

V.1.3 Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf

Secara umum, kandungan mineral di dalam batuan metamorf akan

mencerminkan tekstur, contoh: melimpahnya mika akan memberikan tekstur

skitose pada batuannya. Dengan demikian teksture dan mineralogi akan

memegang peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf. Dengan

85
munculnya konsep fasies, penamaan batuan kadang-kadang rancu dengan

pengertian fasies.

Sekis schist dan gneis gneiss adalah batuan metamorf yang

penamaannya didasarkan pada tekstur, sedangkan amfibolit penamaannya

didasarkan pada mineraloginya. Batuan metamorf yang memperlihatkan

rekristalisasi kuat ditandai oleh tekstur skistose yang baik, diberi nama sekis

schist. Apabila kehadiran mineral pipih atau prismatik berkurang, dan sebagai

kompensasi komposisi kuarsa dan feldspar bertambah, batuan yang bersangkutan

akan memberikan kenampakan perlapisan karena perbedaan komposisi mineral,

maka tekstur yang demikian disebut gneisik dan batuannya disebut genes

gneiss. Sekis dan genes ditemukan sangat umum di daerah metamorfisme

regional. Batuan sedimen lempungan akan cengderung membentuk sekis,

sedangkan batuan kuarsafeldspar akan lebih cenderung membentuk genes. Selain

itu sedimen lempungan dapat mengalami metamorfisme dengan T lebih rendah

akan membentuk batuan berbutir halus dengan tekstur skistose (karena penjajaran

mineral muskovit dan klorit) dan batuannya disebut filit phyllite. Apabila

derajat kristalinitas lebih rendah, yang terbentuk adalah batu sabak slate. Batu

sabak ini dianggap transisional antara batuan metamorf dan batuan yang belum

mengalami metamorfisme. Secara umum batuan pelitik akan berubah menjadi

batuan metamorfisme dengan meningkatnya T, akan terbentuk berturut-turut:

Slate Phyllite Schist Gneiss

86
Diagram 5.3. Perubahan Batuan Metamorfisme dengan
Peningkatan T Secara Bertahap.

Awalan meta untuk memberikan nama suatu batuan metamorfisme dipakai

apabila masih dapat dikenali sifat dari batuan asalnya, contoh: metasedimen,

metaklastik, metapelit, metagraywacki, metavulkanik, dsb. Tekstur sisa yang

masih dapat terlihat pada batuan metamorf, biasanya diberikan walan blasto,

contoh: blastoporfiritik, sedangkan akhiran blastik dipakai untuk memberikan

nama tekstur yang terbentuk oleh mirip porfiritik pada batuan beku, tetapi di sini

tekstur tersebut betul-betul terbentuk akbat rekristalisasi metamorfisme. Hal ini

juga berlaku untuk istilah tekstur granoblastik yang dicirikan oleh hadirnya

mineralmineral yang granuler atau equidimensional.

87
V.1.3.1 Tekstur Batuan Metamorf

Secara umum kandungan mineral didalam batuan metamorf akan

mencerminkan tekstur, contoh melimpahnya mika akan memberikan tekstur

skistose pada batuannya. Dengan demikian tekstur dan minerologi memegang

peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf. Dengan munculnya

konsep fasies, penamaan batuan kadang-kadang rancu dengan pengertian

fasies. Mineral dalam batuan metamorf disebut mineral metamorfisme yang

terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan batuan mengkristal

dalam lingkungan cair.

1. Bentuk

Idioblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang

dibatasi oleh muka kristal itu sendiri.

Xenoblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang

dibatasi bukan oleh muka kristalnya sendiri, ini ekivalen dan

anhedral.

2. Orientasi

a. Orientasi yang tidak kuat

Batuan equigranuler, yaitu batuan dengan butiran-butiran

mineral yang hampir sama ukurannya.

Tekstur mosaik: kristalnya eqiudimensional, pada

umumnya berbentuk polygonal dengan batas-batas kristal

lurus atau melengkung.

88
Tekstur suture: kristalnya equidimensional atau lentikuler,

mempunyai batas-batas tak teratur, banyak diantaranya

saling menembus terhadap butir butir disampingnya. Jika

batuan xenoblastik sangat interlocking disebut suture.

Tekstur mylenitik: suatu penghancuran mekanik, berbutir

amat halus tanpa rekristalisasi mineral-mineral primer dan

beberapa batuannya memperlihatkan kenampakan berarah

sebagai lapisan-lapisan tipis material terhancurkan dapat

terlitifikasi oleh proses sementasi larutan hidrotermal.

Tekstur hornfelsik: suatu jenis yang berkembang dalam

batuan sedimen pelitik oleh metamorfisme termal. Shale

dan batuan karbonat berubah secara luas tetapi batupasir

memperlihatkan sedikit menjadi kuarsit. Perwujudan nyata

berupa pembentukan mika dan klorit yang terlihat sebagai

bintik-bintik.

Batuan inequigranuler, yaitu batuan yang ukuran butirannya

relatif tidak seragam. Secara mendasar berasal dari dua proses:

[1] rekristalisasi dalam suatu batuan polimineral sebagai hasil

metamorfisme tanpa dipengaruhi oleh tegangan yang berarah,

[2] penghancuran mekanik yang tidak sempurna dan tidak

disertai oleh perkembangan suatu orientasi yang kuat.

Tekstur kristaloblastik: suatu tekstur kristalin yang terbentuk

oleh kristalisasi metamorfisme.

a) Xenonoblstik, bila kristalnya subhedral dan unhedral.


89
b) Idioblastik, bila kristalnya euhedral.

c) Lepidoblastik, bila orientasi mineral - mineral pipih atu

tabular menunjukkan hampir paralel atau paralel.

d) Nematoblastik, bila susunan paralel atu hampir parallel

merupakan mineral-mineral prismatik atau fibrous.

Tekstur porfiriblastik: merupakan tekstur kristoblastik

yang tersusun oleh dua mineral atau lebih. Berbeda ukuran

butirnya dan ekivalen dengan tekstur porfiritik dalam

batuan beku, kristal-kristal yang besar yang besar (tunggal)

disebut porfiroblast.

Gambar 5.1. Tekstur Porfiroblast

Tekstur poikiloblastik: istilah lain dari tekstur saringan

sieve yang dicirakan oleh porfiroblast-porfiroblast yang

mengandung sejumlah butiran-butiran yang lebih kecil

(inklusi).

90
Gambar 5.2 Tekstur Poikiloblastik

Tekstur dedussate: merupakan tekstur kristoblastik pada

batuan polimineral yang tidak menunjukkan butiran-butir

terorientasi. Biotit melimpah dalam hornfels dan umumnya

tersusun sembarangan.

Tekstur kataklastik atau autoklastik: dihasilkan oleh

penghancuran mekanik tanpa disertai proses rekristalisasi

yang esensial. Batuan dapat atau tanpa memperlihatkan

kenampakan berarah.

Tekstur mortal: suatu tekstur yang terdiri dari fregmen

mineral lebih besar di dalam masa dasar material

terhancurkan dan tersusun oleh kristal-kristal yang sama.

Setiap individu mineral mineral sering memperlihatkan

pembengkokan mekanik, bagian tepi terhancur. Struktur

mortar berkembang sebagai tekstur kataklastik dalam

batuan quartztose atau quartz feldspar.

91
Gambar 5.3. Tekstur Batuan Metamorf (Spry, 1969 dalam Graha,
1987).

b. Orientasi yang kuat

Kenampakan dapat planar atau linier yang diekspresikan

oleh bentuk dan orientasi kumpulan mineral yang bersifat

poligranuler. Suatu batuan dapat sekaligus menampakkan struktur

planar dan linier pada butir mineral tunggal dan agregasi

poligranuler.

Planar atau foliasi

Kesekisan: menunjukkan tekstur planar yang ditentukan

oleh penjajaran mineral-mineral pipih, prismatik dan

lentikuler.

Skistose: tekstur yang menunjukkan kesekisan tetapi

dikuasai oleh mineral-mineral pipih. Contoh: mika, talk dan

klorit.

92
Lepidoblastik: tekstur yang menunjukkan kesekisan tetapi

dikuasai oleh mineral-mineral tabular.

Nematoblastik: tekstur yang menunjukkan kesekisan tetapi

dikuasai oleh mineral-mineral prismatik.

Linier, merupakan kenampakkan-kenampakkan elemen linier

yang memperlihatkan suatu hasil penjajaran kristal-kristal

prismatik, seperti hornblende, piroksen, kristal-kristal blade

atau pipih misal: biotit, muskovit dan sering juga kuarsa.

Tekstur ini umumnya terjebak pada elemen-elemen planar.

Afanitik, dipakai untuk batuan metamorfisme yang berbutir

sangat halus (ukuran lempung sampai lanau) dan tiap individu

butirnya sukar dikenal.

3. Tekstur Metamorfisme

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara

tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran

blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi

kristalkristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara

umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari

rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast.

93
Gambar 5.4. Tekstur Granoblastik

Atau juga menunjukkan batuan asalnya misal awalan meta untuk

memberikan nama suatu batuan metamorfisem apabila masih dapat

dikenali sifat dari batuan asalnya, contoh: metasedimen, metaklastik,

metagraywacke, metavolkanik, dan lain-lain. Jika batuan masih

terlihat tekstur sisa maka tekstur diakhiri akhiran Blasto, misal:

blasto porfiritik, dan memakai akhiran blastik apabila ataun asal

maupan sisa bataun sudah tidak kelihatan lagi karena telah mengalami

proses rekristalisasi contoh Granolobastik dan lain lain.

V.1.3.2 Struktur Batuan Metamorf

Struktur dalam batuan metamorf adalah kenampakan pada batuan

yang tediri dari bentuk, ukuran dan orientasi kesatuan banyak butir mineral.

Secara umum dapat dibedakan menjadi: struktur foliasi dan struktur non

foliasi.

94
1. Struktur Foliasi

a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran

mineral pipih (biotit, muskovit dan felspar) lebih banyak dibanding

mineral butiran.

b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran

mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak

dibanding mineral pipih.

c. Struktur Slaty cleavage: sama dengan struktur skistose, kesan

kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

d. truktur Phylitic: sama dengan struktur slaty cleavage, hanya

mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Gambar 5.5. Diagram yang mempersentasikan variasi unsur-unsur kemas


untuk mendefinisikan foliasi: [a] Komposisi berlapis; [b]
Orientasi mineral pipih (misal: mika); [c] Orientasi batas butiran
dan bentuk butir rombakan; [d] variasi ukuran butir; [e] Orientasi
mineral

95
pipih di dalam matrik; [f] Orientasi kumpulan mineral lentikuler;
[g] Orientasi retakan atau sesar mikro; [h] Kombinasi unsur-
unsur kemas a, b dan c, kombinasi ini umum pada batuan
metamorf (Hoobs et al.,1976).

Gambar 5.6. Sayatan Tipis Batuan Metamorf yang Memperlihatkan Struktur


Foliasi (Penjajaran Mineral Pipih) Pada Kuarsit.

2. Struktur Non Foliasi

a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiranbutiran

mineral relatif seragam.

b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya

penghancuran terhadap batuan asal.

c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh

adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran

mineralnya halus.

d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari

belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya

lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe

struktur filit.

96
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan

asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri

dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya

mempunyai ukuran beragam.

h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral

yang berbentuk jarus atau fibrous.

Gambar 5.7. Sayatan Tipis Batuan Metamorf yang Memperlihatkan Non


Foliasi Pada Gneiss.

V.1.4 Komposisi Batuan Metamorf

1. Mineral Stress

Merupakan suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan,

dimana mineral ini dapat berbentuk pipih atau tabular, prismatik, sehingga

mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya atau stress.

97
Contoh: mika, termolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit,

seolit, glaukopan, klorit, epidot, straurolit dan antopilit.

2. Mineral Anti-Stress

Merupakan mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dan

umumnya berbentuk equidimensional. Contoh: kuarsa, feldspar, garnet,

kalsit dan kordierit.

Selain mineral-mineral diatas, terdapat juga mineral yang khas dijumpai pada batuan

metamorf. Contoh:

Pada metamorfisme regional: silimanit, kianit, andalusit, staurolit dan talk.

Pada metamorfisme termal: garnet, grafit dan korundum.

Dihasilkan dari efek larutan kimia: epidot, wolastonit dan klorit.

Zonasi Mineralogi

Batuan pelitik (metamorfisme mudrock), dari Slate Phyllite Schist Gneiss.

1. Zona Klorit: kuarsa-klorit-muskovit albit.

2. Zona Biotit: biotit-klorit-muskovit-albit-kuarsa.

3. Zona Garnet: kuarsa-muskovit-biotit-almandin-sodic plagioklas.

4. Zona Staurolit: kuarsa -muskovit-biotit-almandin-staurolit-plagioklas.

5. Zona Kianit: kuarsa-muskovit-biotit-almandin-kianit-plagioklas.

6. Zona Silimanit: kuarsa-muskovit-biotit-almandin-silimanit-plagioklaspotash

feldspar.

98
Diagram 5.4. Mineral Indeks Pada Batuan Metamorf.

V.1.5 Klasifikasi Batuan Metamorf

Jenis batuan metamorf penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi

mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit;

secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik

bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh

rekristalisasi dari batupasir atau chert atau rijang. Secara umum jenis batuan

metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

99
Diagram 5.5. Klasifikasi Batuan Metamorf (Winkler,
1979).

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi

utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas. Batuan

ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin

klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)

dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti

100
basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal

dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama

kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur

granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri

dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang

terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku

ultrabasa yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi,

2007).

Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari

butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa

porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang

sama disebut granofels.

Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat

(kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh

pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin

menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah

dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan

kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

101
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral

dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan

karbonat.

Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang

terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih atau kotor yang mengandung kristal dari

mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi

karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak

batuan beku.

Tabel 5.2. Klasifikasi Batuan Metamorf Secara Umum.

Fasies Metamorfisme

Merupakan kelompok batuan metamorf yang menunjukkan suatu kondisi


fisik tertentu yang dicirikan oleh asosiasi atau kehadiran mineralogi yang tetap
(Turner, 1954 dalam Williams, et all., 1954).

102
Diagram 5.6. Fasies Metamorfisme yang Diplot Sebagai Fungsi
dari Tekanan, Temperatur dan Kedalaman.

V.2 Lembar Deskripsi

103
BAB VI PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Petrografi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari batuan

berdasarkan kenampakan mikroskopis berupa ciri-ciri fisik yang menjadi kekhasan

suatu jenis batuan, termasuk di dalamnya melakukan pemerian dan pengklasifikasian

batuan, serta menentukan volume komposisi yang terdapat di dalam batuan, baik

batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf. Batuan beku sendiri adalah

batuan yang terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma. Magma adalah

cairan silikat pijar di dalam bumi, bersuhu tinggi (900o 1300oC), terbentuk secara

alamiah dan berasal dari bagian bawah kerak bumi atau bagian atas selimut atau

selubung bumi, serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan

cenderung bergerak menuju ke permukaan bumi.

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses

lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi

yang bersifat eksplosif. Batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk sebagai

hasil pemadatan consolidation dari bahan endapan lepas atau penguapan kimiawi

dari suatu larutan pada atau dekat permukaan bumi atau suatu bahan organik yang

terdiri dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sedangkan batuan metamorf

adalah batuan yang berasal dari batuan induk (batuan beku, batuan sedimen, maupun

batuan metamorf) yang telah mengalami proses metamorfisme, yaitu perubahan

mineralogi, tekstur dan struktur akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.

104
Petrografi begitu sangat penting karena hakikatnya memberikan data umum

yang petrologi perjuangkan untuk menginterpretasikan dan menerangkan asal-usul

batuan. Oleh karena itu mahasiswa peserta praktikum dan kuliah petrografi

hendaknya telah mengikuti kuliah dan praktikum petrologi (termasuk didalamnya

yaitu kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi, petrologi dan mineral optik)

yang sebelumnya telah didapatkan.

VI.2 Kritik

Ruangan laboratorium cukup sempit dan tata letak properti yang kurang

teratur membuat kondisi laboraturium kurang nyaman dan sirkulasi udara yang

sangat minim membuat udara di dalam ruangan tidak begitu nyaman, terlebih pada

saat suhu sekitar sedang tinggi. Kemudian yang perlu di perhatikan adalah dari

modul atau buku panduan praktikum yang kondisinya sangat minim, karena berupa

fotocopy-an, maka gambar-gambar optis dari contoh tekstur dan struktur batuan

sangat sulit untuk di pahami serta kondisi mikroskop polarisasi yang kurang terawat

dan jauh dari kata layak dan jumlah dari sayatan tipis yang sangat minim kuantitas

dan kualitasnya.

VI.3 Saran

Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang optimal sebaiknya peserta

praktikum petrografi dapat memperhatikan segala penjelasan dari asisten praktikum

105
dengan sebaik-baiknya, bila ada bagian yang kurang jelas, maka jangan segan-segan

untuk bertanya. Kemudian hal lain yang harus lebih diperhatikan adalah perawatan

terhadap mikroskop polarisasi dan menjaga sampel sayatan tipis batuan adalah hal

yang tidak kalah pentingnya, karena mengingat sulitnya untuk mendapatkan sayatan

tipis batuan. Kedua komponen penting ini adalah hal utama yang perlu di perhatikan

karena menjadi kunci utama dalam keberlangsungan dari praktikum petrografi ini.

106
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Hill G. 2011. Buku Petunjuk Praktikum Petrografi. Yogyakarta: Sekolah


Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.

Soesilo, Joko., dkk. 2014. Buku Panduan Praktikum Petrografi Tahun Ajaran
2013/2014. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta.

Anonim. 2014. Classification Catalouge. Yogyakarta: Universitas Pembangunan


Nasional Veteran Yogyakarta.

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Proses Pembentukan Batuan Metamorf Serta Tipe-tipe
Metamorfisme. Dari http://ptbudie.wordpress.com/2012/04/02/proses-pemb
entukan-batuan-metamorf-serta-tipe-tipe-mitamorfisme/, (diakses 5 Juni
2014).

Loucks, Robert G., Kerans, Charles., Bureau, Xavier Janson. 2003. Introduction to
Carbonate Environments, Facies, and Facies Tracts. Dari
http://www.beg.utexas.edu/lmod/_IOL-CM01/cm01-step03.htm#, (diakses 6
Juni 2014).

Purwansah, Basdar. 2012. Batuan Metamorf. Dari http://basdargeophysics.


wordpress.com/2012/04/20/batuan-metamorf/, (diakses 7 Juni 2014).

107
LAMPIRAN

LAMPIRAN

108
109

Anda mungkin juga menyukai