Anda di halaman 1dari 5

BEREBUT KASIH SAYANG

Pada zaman dahulu, di pinggir hutan Baluran, hiduplah seorang petapa. Untuk
mengisi hari - harinya yang sepi, petapa itu memiara beberapa macam bhewan piaraan.
Diantara hewan piaraannya adalah ayam, anjing, dan kucing. Hewan piaraan sang petapa itu
diberi tugas berbeda beda. Jalu, si ayam jago diberi tugas untuk membangunkannya pagi
pagi. Telon, si kucing diberi tugas untuk menjaga padi di lumbung. Sedangkan sianjing
belang diberi tugas menjaga keamanan padepokan.
Di antara ketiga hewan piaraan itu, si jalu mendapat perhatian lebih dari sang petapa.
Sering kali si petapa menimang nimang si jalu. Penyebabnya adalah karena si jalu sering
bangun pagi, suka menjaga kebersihan, dan suka wewangian. Kandangnya selalu bersih.
Bulunya berwarna mengkilat. Jenggernya berwarna merah menyala. Badannya pun berbau
harum.
Si telon merasa iri terhadap perlakuan istimewa sang petapa terhadap si jalu. Kucing
yang memiliki bulu tiga warna itu merasa sedih karena tak pernahdiperhatikan. Seringkali si
telon menangis di atas tumpukan padi dalam lumbung. Pada suatu hari, si Telon berjalan
jalan di tepi hutan. Ketika melewati rumpun bambu, si Musang menyapanya.
Hai, Telon! Mau berjalan ke mana, kau? sapa si Musang.
Ah, aku hanya ingin berjalan jalan saja, Musang. Mencari hiburan, sahut si
Telojn lesu.
Mampirlah, kawan. Mengapa kamu tampak murung? Apa yang sedang kamu
pikirkan?
Terima kasih, jawab si Telonsambil mendekati musang di bawah rumpun
bambu.
Apa yang membuatmu sedih, kawan?
Aku tidak kerasan tinggal di rumah sang Petapa. Aku tidak pernah di perhatikannya.
Sia sia saja aku menunggui padinya di dalam lumbung.
Mengapa sang Petapa sampai tidak mau memperhatikanmu? Apakah .. kamu mlas,
rakus, atau .. ?
Tidak? Jawab si Telon cepat. Karena sang Petapa terlalu saying kepada si Jalu.
Perhatiannya tercurah habis pada ayam pesolek itu.
Ayam? Tanya si Musang sambil menelan ludah. Perut si Musang sontak merasa
lapar karena mendengar nama santapan istimewanya disebut sebut. Wah, itu
kan bias diatur kawan.
Maksudnya?
Bukakan pintu belakang untukku. Biar kulahap ayam sang Petapa. Apa susahnya
menghilangkan pesaing? kata si Musang penuh nafsu.
Si Telon tidak segera menyahuti permintaan si Musang. Bulu kuduknya meremang
membayangkan keserakahan si Musan. Namunkeinginan si Telon untukmerebut kasih saying
si Petapa sudah bulat.

Baiklah, Musang. Nanti malam kubukakan pintu belakang untukmu. Tetapi


ingat, kamu jangan sampaimembocorkan rahasia ini.
Jangan khawatir, kawan. Bangsa musang tak pernah membeberkan rahasia kawan,
bual si Musang. Sekarang cepatlah pulang! Kedatanganmu ke sini juga harus dirahasiakan,
jangan sampai ketahuan orang lain.
Si Telon segera berjalan berjingkat jingkat meninggalkan sarang si Musang. Pada
malam harinya, ia membuka pintu belakang pagar pekarangan sang Petapa secara sembunyi
sembunyi. Selanjutnya ia mengintip kandang ayam dari dalam lumbung.
Sesaat kemudian muncullah si Musang dari pintu belakang. Sambil berjalan
mengendap ngendap, matanya memandang liar ke sana ke mari. Air liurnya menetes netes
dan lidahnya yang merah menjulur julur. Begitu mendekati kandang ayam, si Musang
mendadak terkejut. Tiba tiba saja ayam dalam kandnag menjadi gaduh. Ada yang menciap
ciap, ada yang berkeok keok, dan ada yang beterbangan sambil mngepak ngepakan sayap.
Si Musang menghentikan langkah dan menyelinap bersembunyi di bawah rumpun pohon
pisang. Ketika melihat si Belang datang, si Musang ketakutan. Badannya gemetar, otot
otonya serasa lemas , lebih lebih ketika anjing besar itu menyalak nyalak garang sambil
mengelilingi kandang. Si Musang segera menyelinap keluar dan ngacir pergi dengan sisa
sisa tenanganya.
Kegaduhan di kandang ayam itu tak lepas dari pengamatan si Telon. Si Telon merasa
heran, mengapa ayam ayam dalam kandnag itu dapat mengetahui kedatangan si Musang.
Pada pagi hari berikutnya, sambil berjemur, si Telon menyapa si Dara, seekor ayam yang
masih muda usia.
Hai, Dara! Ada apa ribut ribut di kandangmu tadi malam? Tanya si Telon
pura pura tidak tahu.
Ada bau musang, jawab si Dara polos, sambil mematuk matuk makanan.
Bau musang? Tanya si Telon heran. Apakah kalian dapat mengenali bau musang?
Bau musang busuk sekali. Kami kan menyukai bau wangi. Jadi kalau bau busuk,
kami cepat mengenalinya
Ooo, begitu rupanya. Apa yang membuat badanmu , dan juga badan ayam yang
lain berbau wangi: selidik si Telon.
Kami punya minyak ayam. Di sini kami menympannya, kata si Dara sambil
menunjuk ekornya.
Wah, baunya pasti wangi sekali, puji si Telon. Apakah aku bolehmeminta barang
sedikit?
Lo, untuk apa kamu minta minyak ayam? Tanya si Dara curiga.
Emmm, emmm , kamu tahu, bukan? Lumbungku sering didatangi tikus. Baunya
jadi busuk, busuk sekali. Aku sering merasa mual karena itu. Kamu tahu bau tikus, bukan?
Jadi aku ingin menangkalbau tikus dengan bau ayam, kata si Telon beralasan.
Kalu untuk itu, y, bolehlah, kata si Dara sambil mencabut bulu sehelai bulu
ekornya. Di dalam tangkai bulu ini tersimpan minyak ayam, kata si Dara sambil
menyerahkan sehelai bulunya kepada si Telon.
Terima kasih, ya, Dara. Sekrang, kembalilah ke kandang. Nanti dicari indukmu,
kata si Telon sambil menciumi minyak ayam yang harum. Sementara itu pikirannya sudah
melayang layang ke rumpun bambu tempat si Musang.
Setelah keadaan sepi, si Telon segera menyelinak keluar. Ia bergegas menuju ke
tempat si Musang sambil sembunyi sembunyi. Sampaike dekat rumpun bambu, terdengar
suara tangis yang memilukan. Si Telon berhenti melangkah. Ia merasa ragu untuk menemui si
Musang. Namun akhirnya ia memberanikan diri untukmenyapa.
hai, Musang! Siapa yang menangis siang siang begini? Tanya si Telon sambil
melongok ke dalam rumpun bambu.
mengapa kamu heran? Itu sudah menjadipekerjaan anakku. Kelaparan menangis,
kekenyangan juga menangis. Tak pernah menyenangkan. Dasar anak musang! jawab si
Musang sambil tidur tiduran.
Si Telon tersenyum geli karena mendengar si Musang mengolok olok bangsanya
sendiri. Jadi, sekarang, ia sedang kekenyangan?
Kekenyangan bagaimana? Gara gara kamu tadi malam kami sekeluarga jadi
kelaparan. Sudah tidak dapat makanan, aku hamper saja jadi santapan si Belang.
Habis, mau bagaimana? Aku sudah member jalan untukmu. Tinggal kamu saja, dapat
memnfaatkanpeluang atau tidak.
Peluang? Peluang apa? Peluang dimakan si Belang? Seharusnya kamu memancing
perhatiang anjing sial itu agar tidak pergi ke belakang rumah, kata si Musang dengan nada
tinggi.
Aku tidak berpikir sejauh itu. Lagi pula, siapa yang menyangka kalau ayam ayam
itu mengetahui kedatanganmu. Apakah kamu juga menduga kalau akanketahuan?
Yaaa tidak. Eh, em, mengapa pendengaran ayam itu begitu tajam?
Masalahnya bukan karena pendengaran ayam yang tajam. Daun telinga saja tak
punya, mana bias pendengarannya tajam. Kamu ketahuan karena, baumu.
Bauku? Mengapa?
karena baumu yang busuk. Ayam kan suka bau harum.
Eh, kamu menghina saya, ya? Tetapi, biarlah, bauku memangbusuk. Sekarang,
yang penting, kamu harus tahu, bagaimana caranya supaya kedatanganku tidak ketahuan?
kamu tak usah khawatir. Aku sekarang tahu rahasianya.
Rahasia? Rahasia apa?
kamu lihat yang kubawa ini? Tanya si Telon sambil menunjukan sehelai bulu ayam.
Bulu ayam? Untuk apa? Tanya siMusang sinis.
Biasanya kubuang saya bulu bulu ayam yang jadi santapanku. Habis, di makan
juga tidak enak.
kalu sudah makan daging ayam, kamu emangtidak ingat apa apa lagi. Ini bukan
sekedar bulu ayam. Ini bulu ekor tangkqainya menyimpan minyak ayam. Baunya harum
sekali. Kalau pakai minyak ayam, baumu akan jadi harum. Ayam tidak akan mengetahui
kedatanganmu, kata si Tlon yakin.
Ah, apakah kata katamu itu betul? tanyas si Musang ragu.
Belum mencoba sudah ragu. Ingin makan daging ayam atau tidak? Coba saja dulu!
Pakailah ini! kata si Telon sambil memberikan bulu ayam yang di bawanya.
Baiklah, akan ku coba. Tetapi, kalu sampai gagal lagi, awas kau! Kumakan kau!
Iiih, rakus amat. Kucing mau kau makan juga? Kamu jangan khawatirdululah!
Sampai jumpa nanti malam! kata si Telon sambil bergegas pergi. Tampaknya ia merasa takut
juga menyaksinyan perangi musang kelapran itu.
Pada malam harinya, si Musang betul betul mencoba keampuhan minyak ayam. Si
Musang menyelinap masuk ke pekarangan sang Petapa dari pintu belakang. Selanjutnya si
Musang mengendap ngendap mendekati kandang ayam. Ayam- ayam itu rupa rupanya
tidak mengetahui kedatangan si Musang. Bau si Musang sekarang sama harumnya dengan
bau ayam. Bahkan si Musang kemudian berhasil mencuri seekor ayam mudayang gemuk
tanpa ketahuan.
Pada malam malam berikutnya, si Musang terus mengulangi perbuatannya
danberhasil. Dalambeberapa malam saja, ayam ayam muda telah habis disikatnya. Yang
tinggal hanyalah si Jalu dan si Blorok, seekor induk ayam. Rupa rupanya si Musang merasa
enggan menyantap ayam yangsudah tua itu.
Si Jalu dan si Blorok sangat bersedih. Mereka selalu teringat pada anak anaknya
yang menghilang satu persatu. Karena sedihnya, sepasang ayam itu sampai lupa bersolek
dan lupa menjaga kebersihan. Bulunya juga kusut masai. Cenggernya jadi kusam kebiruan.
Bau badannya tak harum lagi. Bahkan lantai kandangnya pun penuh dengankotoran yang
berbau busuk,
Pada suatu malam, si Musang datang lagi kepekarangan rumah sang Petapa. Karena
sudah kelaparan, ayam yang sudah tua pun akan dicurinya. Tetapi kedatangan nya ternyata
segera diketahui oleh si Jalu. Si Jalu merasa curiga karena mencium bau harumnya. Si Blorok
juga mencium bau harum itu. Sepasang ayam itu memang sudah terbiasa dengan bau busuk.
Bau harum sudah menjadi asing, dan mudah dikanlinya. Sepasang ayam itu segera berkeok-
keok sambil mengepak ngepakan sayapnya.

Anda mungkin juga menyukai