Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN

PUSTAKA

1. PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea akibat infeksi, trauma,


neoplasia, atau proses autoimun. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh
dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang
sama antara laki-laki dan perempuan.
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi

karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan


intra okuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak
akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang
meliputi anamnesis yang
komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan
penunjang dan penanganan yang tepat.

2. UVEA

Uvea merupakan lapisan vaskuler berpigmen dari dinding bola mata yang
terletak antara kornesklera dan neuroepitelium. Uvea terdiri dari tiga bagian, yaitu iris,
badan siliaris, dan koroid. (Gambar 1)
Gambar 1. Anatomi
uvea (Dikutip dari
kepustakaan 5)

1 Files of DrsMed FK Universitas Riau


Koroid merupakan bagian posterior dari uvea yang terletak antara retina dan
sklera. Terdapat tiga lapisan vaskuler koroid, yaitu vaskuler besar, sedang, dan kecil.
Pada bagian interna koroid dibatasi oleh membran Bruch, sedangkan di bagian luar

terdapat suprakoroidal.6 (Gambar 2)

Gambar 2. Lapisan
koroid (Dikutip dari
kepustakaan 6)

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal
dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri
mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri
siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari

arteri siliaris posterior longus dan brevis.4

3. UVEITIS

a. Definisi

Uveitis merupakan inflamasi pada traktus uvealis. Definisi uveitis yang


digunakan sekarang menggambarkan setiap inflamasi yang tidak hanya

melibatkan uvea, tapi juga struktur lain yang berdekatan dengan uvea.7
b. Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun,
angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua umumnya
uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk
uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya angka
trauma tembus dan uveitis non- granulomatosa anterior akut. Sedangkan pada
wanita umumnya berupa uveitis anterior

kronik idiopatik dan toksoplasmosis.3

c. Klasifikasi

Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu


7
klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.

1) Klasifikasi anatomis (Gambar 3)

a) Uveitis anterior

- Iritis : inflamasi yang dominan pada iris

- Iridosiklitis : inflamasi pada iris dan pars plicata

b) Uveitis intermediet : inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer

c) Uveitis posterior : inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus


d) Panuveitis : inflamasi pada seluruh

Gambar 3. Klasifikasi uveitis secara


anatomis
(Dikutip dari kepustakaan 5)

Klasifikasi klinis : onset simtomatik terjadi tiba-tiba dan berlangsung


a) Uveitis selama < 6 minggu
2)
b) Uveitis kronik : uveitis yang berlangsung selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas


dan bersifat asimtomatik
3) Klasifikasi etiologis

a) Uveitis eksogen : trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar

tubuh

b) Uveitis endogen : mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh

- Berhubungan dengan penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis

- Infeksi

Yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis),


virus (herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm
(toksokariasis)
- Uveitis spesifik idiopatik

Yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit


sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari bentuk lain (sindrom uveitis Fuch)
- Uveitis non-spesifik idiopatik

d. Gambaran Klinis

1) Uveitis anterior

Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri, merah,


penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior
kronik mata terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi

inflamasi yang berat.7


Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic
precipitate (KP), nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia posterior, dan sel-

sel vitreus anterior.7 (Gambar 5)


(a) (b)

Gambar 5. Uveitis anterior : (a) mutton-fat keratic precipitates,


nodul Koeppe dan Busacca; (b) nodul Busacca pada iris dan
mutton-fat KP di bagian inferior (Dikutip dari kepustakaan 9)

2) Uveitis intermediet

Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater, meskipun


kadang-kadang penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat
edema makular sistoid
kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreus

(vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi fundus.7
3) Uveitis
posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan gangguan
penglihatan. Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi inflamasi perifer.
Sedangkan koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle

menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.7


Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada vitreus
(seperti sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior vitreus detachment),

koroditis, retinitis, dan vaskulitis. 7

e. Diagnosis Banding

Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi,


tumor, proses vaskuler, atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA
merupakan tanda utama uveitis, tapi bukan merupakan suatu tanda diagnostik
pasti uveitis karena proses nekrotik atau metastasis neoplasma juga dapat
menyebabkan proses inflamasi. Debris seluler vitreus juga dapat terjadi akibat
proses degeneratif seperti retinitis pigmentosa

atau retinal detachment.3


Berikut adalah beberapa dari diagnosis banding uveitis, yaitu konjungtivitis,
glaukoma sudut tertutup akut, retinoblastoma, xanthogranuloma juvenile iris,
limfoma malignan, neurofibroma, pseudoeksfoliasi lensa, amiloidosis familial
3
primer, hiperplasia limfoid reaktif, dan sarkoma sel retikulum.

f. Penatalaksanaan

Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam


penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati
penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis,
yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis
akibat infeksi harus diterapi dengan

antibakteri atau antivirus yang sesuai.7

Penatalaksanaan uveitis meliputi pemberian obat-obatan dan terapi


operatif, yaitu 1,3,7
1) Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal)
dan sikloplegia
2) Pemberian antiinflamasi non steroid

3) Pemberian obat jenis sitotoksik seperti ankylating agent (siklofosfamid,


klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor
(siklosporin)
4) Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan
biopsi korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi)
bila diperlukan.
5) Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak,
mengontrol glaukoma dan vitrektomi.

Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien,


mencegah pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia.
Memberikan kenyamanan
dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan

menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu.7

Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian


steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi
pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract,

komplikasi kornea, dan efek samping sistemik.7

g. Komplikasi

Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler


(TIO) akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior),
inflamasi, atau penggunaan kortikosteroid topikal. Peningkatan TIO dapat
menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen.
Komplikasi lain meliputi corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan
permukaan makula, edema diskus optikus dan makula,

edema kornea, dan retinal detachment. 2,3

h. Prognosis
Umumnya prognosis baik jika dengan terapi yang sesuai.3
DAFTA
R
PUSTAK
A

1. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen


Klinis PERDAMI. Jakarta: PP PERDAMI, 2006. 34.
2. WebMD. Iritis and Uveitis 2005; http://www.emedicine.com.
[diakses tanggal 29 Maret 2007]
3. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body,
and Choroid In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular
nd
Diagnosis and Therapy. 2 Edition, Boston: Little, Brown and
Company, 1980. 143-144.
4. Rao NA, Forster DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The
Uvea Uveitis and Intraocular Neoplasms Volume 2. New York:
Gower Medical Publishing, 1992. 1.1
5. Roque MR. Uveitis 2007;
http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files [diakses tanggal
29 Maret 2007]
6. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-

Eva P, Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th Ed.


London: McGraw Hill, 2007.
7. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A

Systematic Approach. 3rdEdition. Oxford: Butterworth-Heinemann


Ltd, 1994. 152-200.
8. El-Asrar AMA, Struyf S, Van den Broeck C, et al. 2007.
Expression of chemokines and gelatinase B in sympathetic
ophthalmia. http://www.nature.com/.../ fig_tab/6702342f1.html
[diakses tanggal 29 Maret 2007]
9. WebMD. Uveitis, Anterior, Nongranulomatous 2005;
http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 29 Maret 2007]
10. Foster CS. Pars Planitis 2007.
http://www.uveitis.org/images/Eye.kids.NE3.jpg.files [diakses
tanggal 29 Maret 2007]

Anda mungkin juga menyukai