Anda di halaman 1dari 30

METODE EKSPLORASI

Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
I. Metoda langsung, terdiri dari :
A. Metoda langsung di permukaan
B. Metoda langsung di bawah permukaan
II. Metoda tidak langsung, terdiri dari :
A. Metoda tidak langsung cara geokimia yang mencakup antara lain mengenai
bed rock, soil, air, vegetasi dan stream deposit.
B. Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu
cara magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan),
cara seismik yang terdiri dari cara reflaksi dan refleksi, cara listrik
(resistifity), dua cara yang terakhir yaitu cara radiokatif yang masih jarang
digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini relatif lebih mahal dan lebih
rumit dari cara-cara sebelumnya.

I. Metoda Langsung
Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan
dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi
permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat
dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling
terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan,
dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan.
Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan pada sepanjang kegiatan
eksplorasi (tahap awal sampai dengan detail).
Beberapa metode yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode
Eksplorasi Langsung ini adalah :
A. Pemetaan Geologi
B. Tracing Float, Paritan, dan Sumur uji
C. Sampling
D. Pemboran Eksplorasi
A. Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa
peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan
susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada
daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga
sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung
pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta.
Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang
diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi
oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala
peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi
sampai dengan penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 sampai
dengan 1 : 2.500.

Gambar 1. Peta geologi


Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan)
dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta
penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut sampai dengan detail,
pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode
lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan
penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan
seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit
1. Penyelidikan singkapan (out crop)
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan.
Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh
batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat
adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.

Gambar 2. Penyelidikan singkapan


Singkapan segar umumnya dijumpai pada :
a. Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai
terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi
tubuh batuan tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak
sebagai singkapan segar
b. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara
alami yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari
dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan
gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan
dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan
antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan atau
timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan
petunjuk letak tubuh batuan.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu


singkapan antara lain :
a. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang
tersingkap.
b. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau
major) yang ada.
c. Pemberian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis,
sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris,
fragmen-fragmen, serta dimensi endapa

2. Traverse (Lintasan)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan
lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah
pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah
gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah
diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan
representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran
sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan,
dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-kadang
juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum
perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara
umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2 , yaitu lintasan terbuka dan
lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir
yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan
titik akhir sama).
Namun yang perlu diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh
dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam
melakukan korelasi batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan
kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas
(measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat
penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan,
struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail.
Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu
lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi
keseluruhan wilayah

3. Interpretasi dan informasi data


Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari
kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain :
a. Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
b. Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau
batubara.
c. Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
d. Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi
atau formasi).
e. Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
f. Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi
geoteknik dan hidrologi.
g. Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah
dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain :
a. Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.
b. Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih,
zona pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi.
c. Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan,
zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi.
d. Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan,
lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat
memberikan manfaat antara lain :
a. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui
(diperkirakan).
b. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
c. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat
dihindarkan (efisiensi).
d. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui
dengan pasti

B. Tracing Float dan Tracing dengan panin (Paritan, dan Sumur Uji)
1. Tracing Float (penjejakan)
Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji
yang berasal dari penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan
oleh erosi, kemudian tertransportasi yang biasanya dilakukan oleh air,
dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan berlawanan arah
dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak
ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada
daerah antara float yang terakhir dengan float yang sebelumnya
dengan cara membuat parit yang arahnya tegak lurus dengan arah
aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang dapat
memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur
uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh
dibawah over burden.

2. ` Tracing dengan Panning (mendulang)


Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada
ukuran butiran mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk
mencari jejak mineral yang ukurannya halus dan memiliki masa jenis
yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada kegiatan
lanjutan yaitu trencing atau test pitting.
Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan
panning akan dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting.
a. Trenching (pembuatan parit)
Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa
dilakukan pada overburden yang tipis, karena pada pembuatan
parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang dapat dibuat
hanya sedalam 2 - 2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai
tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan
arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di
tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah
arus sungai. Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui
tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan
lain-lain.

Gambar 3. Pembuatan paritan


Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara
dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan)
bijih/endapan.
1) Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan
dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak
lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis).
Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan,
kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan
(ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.
2) Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat
berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap
jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat
diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya
zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan
kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan
mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona
bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.
b. Test Pitting (pembuatan sumur uji)
Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang
akurat maka sebaiknya dilakukan test pitting untuk menyelidiki
tubuh batuan yang letaknya relatif dalam. Kita harus ingat
bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang terbebas
dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita
pada waktu pembuatan sumur uji dan juga daerah yang hendak
kita buat sumur uji harus bebas dari air, karena dengan adanya
air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan
struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat.
Pada pembuatan sumur uji ini kita juga harus
mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat membuat
sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah
runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada
waktu melakukan penelitian. Kedalaman sumur uji yang kita
buat bisa mencapai kedalaman sampai 30 meter.

Gambar 4. Sumur uji


Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur
adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, bahaya akan
banjir dan lain-lain.
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-
endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan-
endapan berlapis.
1) Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk
mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan,
variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan
karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat
digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji
dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan
lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan
mineralisasi berupa urat (vein).
2) Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik
atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk
mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona
residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona,
variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan
sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
C. Sampling
1. Konsep sampling
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau
satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai
karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti
kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-
sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan
material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih
(endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian
(deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau
badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut
disebut sampling.
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan)
maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun
eksploitasi).
a. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih
(mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi
saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren,
dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-
masing zona tersebut.
b. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona
endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan
tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan
kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
c. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan
tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja
(kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau
kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil
tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
b. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi
c. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau
barren)
d. Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan
kondisi batuan induk.
e. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara
lain:
a. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai
akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.
b. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke
dalam conto.
c. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam
penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan
kondisi geologi.
d. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang
representatif.
Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu
diperhatikan karakteristik endapan yang akan diambil contonya. Bentuk
keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada tipe dan
kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan sampling
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada endapan berbentuk urat
1) Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan
urat.
2) Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga
diperlukan sample dengan volume yang besar agar representatif.
3) Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika
dibandingkan dengan bukaan stope) sehingga rentan dengan
dilution.
4) Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan
zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan
terjadinya efek dilution pada batuan samping, sehingga batuan
samping perlu dilakukan sampling.
5) Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada
umumny tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan
samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan
ditentukan batas vein yang jelas.
6) Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang
yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic
(acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga diperlukan
sampling dengan interval yang rapat.
7) Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup
sulit untuk mencegah terjadinya bias akibat variabel kuantitas per
unit panjang sulit dikontrol.
8) Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak
(interval), karena pada umumnya harus dilanjutkan melalui
pemboran inti.

b. Pada endapan stratiform


Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam
dasar yang terendapkan selaras/sejajar dengan bidang perlapisan
satuan litologi (litofasies), dimana mineral bijih secara lateral
dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-bentuk sedimen yang
lain (sedimentary hosted). Karakteristik umum tipe endapan ini yang
berhubungan dengan metode sampling antara lain :
1) Mempuyai ketebalan yang cukup besar.
2) Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas.
3) Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik
yang kuat, sehingga dapat menimbulkan masalah dalam
sampling.
4) Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi,
namun kadang-kadang dapat terganggu oleh adanya remobilisasi,
metamorfisme, atau berbentuk urat.
5) Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus
diikuti oleh perubahan dalam interval sampling.
6) Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang
berbutir halus dan kemudian berpengaruh pada besar volume
material yang dilakukan sampling.
7) Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel
ukuran conto akibat perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau
nugget effect.
8) Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat
menyebabkan kesalahan pada sampling yang signifikan.
9) Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan).

c. Pada endapan sedimen


Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones,
potash, gipsum, dan garam, yang mempunyai karakteristik :
1) Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping.
2) Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat
gradual.
3) Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting
dalam batubara, sehingga interval sampling lebih bersifat ply per
ply.
4) Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual,
sehingga anomali-anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih
awal (washout, sesar, perlipatan, dll.), sehingga pola dan
kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada.
5) Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan
interval teratur secara vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau
jika relatif homogen dapat dilakukan secara komposit.

d. Pada endapan porfiri


Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu
diperhatikan adalah :
1) Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih
diprioritaskan dengan pemboran inti (diamond atau percussion).
2) Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar
yang rendah dan bersifat erratic, sehingga kadang-kadang
dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang besar, sehingga
kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit
eksplorasi, dan paritan.
3) Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang
beragam, seperti tipe disseminated, stockwork, vein, atau fissure,
sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemilihan
metode sampling.
4) Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan
supergen, dan zona hipogen, juga perlu mendapat perhatian
khusus.
5) Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering
terkonsentrasi sepanjang sistem kekar sehingga penentuan
orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan dengan
seksama
6) Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu
diperhatikan dan direkam sepanjang proses sampling
7) Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan
batuan, sehingga interval (kerapatan) sampling akan sangat
membantu dalam informasi fragmentasi batuan nantinya.

2. Grab sampling
Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik
sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran
besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan)
yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus).
Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias
yang cukup besar
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab
sampling ini antara lain :
a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan
gambaran umum kadar.
b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi
material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.

3. Bulk Sampling

Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling


dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar,
dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai
dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk
sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau
bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk
uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu
proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu
penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto
dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5).
4. Chip sampling
Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling
dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang
dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar 15 cm) yang
memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat.
Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-
pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto.
Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik
ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada
urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat
menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran
fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen
yang low grade.

5. Channel sampling
Channel sampling adalah suatu metode pengambilan conto
dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang
memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara
teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan.
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau
melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung
pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :
a. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam,
yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar.
Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan
laterit atau residual
b. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang
diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
c. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel
dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.
d. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel
sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat
sisipan pengotor).

6. Preparasi conto
conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut
hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi conto,
agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi
yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat
berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis
dilakukan sedikitnya pada dua laboratorium yang berbeda, dan
sebagian conto lagi disimpan sebagai dokumentasi.
Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah
pengurangan ukuran partikel, atau dengan kata lain proses pembagian
(split) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah seragam

D. Pemboran
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah
menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan
pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan
zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin,
namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat
mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah
permukaan secara menyeluruh.
Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu
diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah :
1. kondisi geologi dan topografi
2. tipe pemboran yang akan digunakan,
3. spasi pemboran,
4. waktu pemboran, dan
5. pelaksana (kontraktor) pemboran.
Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain:
1. juru bor
2. peralatan dan onderdil yang dibutuhkan
3. alat transportasi
4. konstruksi peralatan pemboran, dll
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran :
1. tujuan (open hole coring)
2. topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air)
3. litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata
bor)
4. biaya dan waktu yang tersedia
5. peralatan dan keterampilan.
Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :
1. identifikasi struktur geologi
2. sifat fisik batuan samping dan badan bijih
3. mineralogi batuan samping dan badan bijih
4. geometri endapan
5. sampling, dll.
Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
rotary drilling, percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada
mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar
stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang
digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun
elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit
untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk
pemboran inti (coring)
Gambar 5. Drilling
Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran
dapat berupa udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor
pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c)
mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari
runtuhan.
1. Perencanaan dan pola pemboran
Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi
letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada
informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan
pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi
(interpretasi) yang telah ada sebelumnya.
Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi
dimana zona mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal
atau pada endapan disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor
yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target
endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar
dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif tegak lurus).
Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas
zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar).
a. Pola pemboran
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline)
dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut
yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran yang
akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada daerah
yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan
adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama
digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah permukaan atau
interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali geokimia) di
bawah permukaan.
Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari
sejumlah lubang bor pada daerah target. Spasi lubang bor didasarkan
pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman sebelumnya terhadap
endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di lokasi
tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya
didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika
pemboran pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan
geologi yang pasti maka daerah target lain harus dicoba.
Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah
kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar lubang bor
bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh
kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan untuk
mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk
penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat
dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat
adalah 2550 m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara
100 m sampai beberapa ratus meter.
Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari
data yang diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang
geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka lubang bor
pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan
uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada
jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya
terletak beberapa km dari target dengan spasi 100200 m. Namun
demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi,
geokimia, geofisika dan hasil geostatistik.
Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan
grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan
memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi dengan
proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak 200400
m dengan interval lubang antara 100200 m sehingga memberikan
ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat penting
dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan
rata-rata.

b. Monitoring kegiatan pemboran


Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama
pemboran sangat penting dalam rangka pengontrolan harga/biaya.
Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan seorang engineer
disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan
dengan cepat.
Contoh :
1) Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas
untuk melakukan observasi atau pengamatan material yang keluar
dari lubang bor.
2) Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan
dilakukan dua kali sehari untuk menganalisis inti bor, membuat
log awal, dan memutuskan lokasi lubang bor berikutnya.
Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan
diplot pada grafik log sesegera mungkin setelah data diperoleh. Data
ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang dibor yang
biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai
assay dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan
kedudukan mineralisasi harus segera diplot pada log litologi.
Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan
stratigrafi dari suatu zona mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi
pada saat interpretasi pemboran sering tidak dapat dilokalisasi
sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan.
Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau
mengekspresikan data lubang bor, antara lain :
1) Kontur struktur.
2) Peta isopach.
3) Kontur kadar.
4) Peta ketebalan.
5) Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan.
Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan
letak bijih dan juga membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu
kunci dalam kegiatan pemboran adalah kemenerusan zona
mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian
dalam perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi
kemenerusan ini dapat dilihat dengan membandingkan endapan
tersebut dengan endapan yang sejenis, uji kemenerusan ini dilakukan
dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian terhadap
suatu lokasi kecil dengan spasi rapat.
c. Keputusan pemboran diakhiri
Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan
pemboran adalah memutuskan kapan pemboran tersebut diakhiri.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan
adalah :
1) Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai.
2) Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau
terlalu dalam.
3) Pemboran yang dilakukan menghasilkan beberapa zona
mineralisasi yang ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas
atau perhitungan cadangan menunjukkan bahwa endapan tersebut
terlalu kecil dibanding yang diinginkan.
4) Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti.
5) Biaya pemboran sudah habis.
Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun
demikian penyebab anomali permukaan atau bawah permukaan
yang menentukan letak lubang bor tidak dapat dihindari. Langkah
kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar
tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada
saat prospeksi memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar
yang ekonomis berlaku tetapi tidak pada skala yang memungkinkan
dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar mineralisasi yang
tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji
semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.

d. Kontrak pemboran
Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan
sendiri atau dengan mengontrak perusahaan/konsultan pemboran.
Permasalahan menyangkut kondisi pemboran, jumlah lubang yang
diminta, dan harga akan dijelaskan dalam surat kontrak.
Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang
representatif dari target yang ada dengan biaya yang tersedia.
Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan bergantung
kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus
diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa
metode pemboran yang berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan.
Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah :
1) Mobilisasi dan transportasi peralatan ke lokasi bor.
2) Tatanan lokasi dan pergerakan antar tiap lubang bor.
3) Harga satuan tiap meter lubang yang akan dibor.
4) Perolehan inti bor (%) jika digunakan pemboran inti.
5) Biaya konstruksi lubang (penyemenan, casing dan survei).
6) Pengangkutan dan mobilisasi kembali peralatan bor.
Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail
didalam kontrak. Dalam hal pembayaran tenaga kerja juru bor
biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan kedalaman lubang yang
dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan perjanjian
mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai.

2. Beberapa jenis metode pemboran


Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam
eksplorasi, jika kondisi dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat
menggunakan metode pemboran yang agak murah seperti auger, rotary
atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah kualitas
samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya percampuran
material pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang
lebih mahal biasanya menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan
diamond drilling.
Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan
lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan
kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang
representatif.
a. Pemboran auger
Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral
untuk membawa material halus ke permukaan, biasanya digunakan
untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini adalah dapat digunakan
untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan auger
kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30
m. Pada tanah yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat
sehingga conto yang keluar harus dapat diorganisasikan dengan
baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan untuk
tanah atau material yang keras dan berbongkah.
b. Rotary drilling
Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak
sebanding jika pemboran dilakukan pada batuan dengan kekerasan
halus-sedang seperti batugamping atau batulumpur. Tipe mata bor
(bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller rock
bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan
batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang rata-rata
kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh
industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan
kedalaman ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa
lumpur.

c. Percussive drilling
Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan
ukurannya bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar
dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter.
Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu :
1) Down-the-hole hammer drills
Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari
lubang sampai batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk
pemboran non-coring. Lubang dengan diameter sampai 20 cm
dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi
biasanya kedalaman yang efisien antara 100150 m. Cutting bor
ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah yang basah
daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat menjadi
tidak teratur.
2) Top hammer drills
Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk
yang diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk
pemboran non-coring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini lebih
baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya digunakan
untuk lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman lebih dari
100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive drilling adalah metode
yang paling cepat dan murah namun sering terjadi data tidak
lengkap dibanding dengan diamond drilling.

d. Reverse circulation
Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada
pertengahan tahun 70-an dan biasanya digunakan untuk material
sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan aluvial. Air
atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau
sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge
lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat
pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga
tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju
ke cyclon dimana disana ditampung conto bor.Kegunaan alat bor ini
adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger,
rotary atau percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan
cepat dan kadar kontaminasinya sedikit.

3 Pemboran inti
Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target
dengan diamond bit atau impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto
yang diperoleh pada tabung dalam (inner tube) dari core barrel
berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke
permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan
mata bor dan core barrel ke dalam lubang.
a. Drill bit
Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan
kadar intan tanpa semen metalik yang memiliki karatan tertentu.
Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan untuk batuan
yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal
digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping.
Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena
harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan pemilihan
lokasi yang tepat dalam penggunaannya.

b. Core barrel
Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian
didorong ke core barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat
diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang ditampung biasanya
1,53 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua
tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung
dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan
untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat diangkat
dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan.

c. Sirkulasi
Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan
tujuan untuk mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian
dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang bor dan stang
bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata
bor, mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang
menempel pada permukaan mata bor. Air dapat dikombinasikan
dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan daya
angkat bagi material yang dibor.

d. Casing
Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan
permukaan lubang bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja
sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman. Casing dan mata
bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu
(diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan
dibor.

e. Kecepatan dan biaya pemboran


Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya
memiliki kapasitas sampai 2000 m dan dapat diletakan horisontal
atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung kepada tipe alat
bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian
juru bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar
volume fluida yang akan digunakan, besar tekanan yang akan
dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan mata bor yang
benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk menentukan
faktor kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi
pemboran yang efisien. Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam
mungkin saja terjadi bergantung kepada kemampuan juru bor yang
menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor.

4. Sampling dan informasi dari pemboran


Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber
batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi
dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih ditekankan pada
pengamatan geologi.
a. Pemboran inti (coring)
Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting,
biasanya dinyatakan dalam persen volume. Jika CR kurang dari 85
90% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal ini berarti
terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak
menunjukkan conto yang sebenarnya.
Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping
lokasi bor untuk menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau
dihentikan. Beberapa organisasi memiliki prosedur standar dalam
logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan sifat
geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan
hasil analisis inti bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data
tentang gambaran umum struktur (rekahan dan orientasi) juga
litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta
core recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis
menyangkut kualitas dan kuantitasnya.
Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau
logam yang dapat memudahkan orang memindahkannya. Inti bor
dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk sekedar deskripsi
geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan
assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam
dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay dan
investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk
tujuan lain.
Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama
pemboran; keduanya menggambarkan batuan yang dipotong oleh
mata bor intan. Pemboran dengan menggunakan sirkulasi udara pada
lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau sludge yang
sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti
sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat
naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman
1000 m cutting dapat diambil dalam waktu 2030 menit ke
permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama
pemboran.

b. Pemboran non-corring
Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat
diperoleh pada selang 12 m dalam keadaan kering dan
dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut lebih
mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat
juga didulang untuk memperoleh mineral berat dan kemudian diberi
perekat dan disusun sesuai interval untuk memberikan gambaran
lubang bor tersebut.

c. Kombinasi core dan sludge


Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel
dimana ukuran inti sangat tergantung dengan ukuran mata bor.
Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang diangkat (terbawa)
oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank.

Anda mungkin juga menyukai