Anda di halaman 1dari 13

RANTAI MAKANAN

Oleh :

Fatahalani Rizkika B1K014017


Gibran Muhammad T.R B1K014025
Lovendo Ilham Widodo B1J014093
Wahyu Dwi Saputra B1J014145
Nindya Nuraida. A B1J014118
Shintya Nitra Nirwani B1J014135
Amatullah Wajihah B1J014150
Rizky Arjunnajat A. B1J014149
Dimas Eka W. B1J014125

Kelompok: 1
Rombongan: III
Asisten: Moch Iqbal Sufyan Atstsaury
:

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap makhluk hidup menjadi penyusun dan pelaku terbentuknya suatu


komunitas yang mampu mengatur dirinya sendiri secara alami sehingga terjadi
keseimbangan numerik antara semua unsur penyusun komunitas. Setiap aktifitas
organisme dalam komunitasnya selalu berinteraksi dengan aktivitas organisme
lain dalam suatu keterikatan dan ketergantungan yang rumit yang menghasilkan
komunitas yang stabil. Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat
antagonistik, kompetitif, atau bersifat positif seperti simbiotik (Untung, 2006).
Menurut Flint & Van den Bosch (2000). Ekosistem adalah kesatuan
komunitas bersama-sama dengan sistem abiotik yang mendukungnya. Sebagai
contoh adalah ekosistem pertanian sawah dibentuk oleh komunitas makhluk hidup
bersama-sama dengan tanah, air, udara dan unsur-unsur fisik lain yang terdapat di
sawah tersebut. Konsep ekosistem, seperti konsep biosfer menekankan hubungan
dan saling ketergantungan yang tetap antara faktor faktor hidup dan tak hidup di
setiap lingkungan.
Ekosistem alami dalam kurun waktu tertentu dapat menjaga sifat-sifatnya
dengan cukup konstan, terutama karena desakan-desakan yang dibuat oleh
lingkungan fisik bersama sama dengan lingkungan timbal balik baik intra maupun
antarspesies. Salah satu mekanisme tersebut adalah predasi (peristiwa mangsa
memangsa). Sifat mangsa-memangsa tersebut akan terus berlangsung dalam
kehidupan dan dalam ekosistem dan disebut dengan rantai makanan. Rantai
makanan tersebut akan berlangsung sepanjang masa, antara herbivora (pemakan
tanaman) dan karnivora (musuh alami). Tanaman juga disebut dengan produsen
dan pemakan produsen disebut sebagai konsumen (Untung, 2006).
Bagian paling sederhana dari suatu rantai makanan berupa interaksi dua
spesies yaitu interaksi antara spesies mangsa (prey) dengan pemangsa (predator).
Model yang mendeskripsikan interaksi dua spesies yang terdiri dari prey dan
predator adalah model rantai makanan dua spesies. Kehadiran predator
memberikan pengaruh pada jumlah prey. Pada interaksi tiga spesies, kehadiran
predator kedua berpengaruh pada jumlah predator pertama dan prey sehingga
dalam rantai makanan setiap komponennya saling memberikan pengaruh. Model
yang mendeskripsikan interaksi tiga spesies yang terdiri dari prey, predator
pertama, dan predator kedua adalah model rantai makanan tiga spesies (Syarief,
2010).
B. Tujuan
Tujuan dari acara praktikum ini adalah untuk mengetahui rantai makanan
pada suatu ekosistem pertanian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi merupakan cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari tentang


hubungan makhluk hidup dengan habitatnya. Dalam ekologi, dikenal istilah rantai
makanan. Rantai makanan merupakan lintasan konsumsi makanan yang terdiri
dari beberapa spesies organisme. Model rantai makanan tiga spesies terdiri dari
spesies prey, predator pertama, dan predator kedua, dimana prey merupakan satu-
satunya mangsa bagi predator pertama, dan predator pertama merupakan satu-
satunya mangsa bagi predator kedua. Tidak terjadi siklus perulangan rantai
makanan, dalam artian prey dimangsa predator pertama, predator pertama
dimangsa predator kedua, dan tidak berlaku predator kedua dimangsa oleh prey
(Pratikno & Sunarsih, 2010).
Unsur abiotik dan biotik saling berinteraksi pada suatu lingkungan
membentuk suatu ekosistem, misalnya ekosistem sungai terdiri dari unsur biotik
seperti katak, ular, ikan, dan unsur abiotik seperti batu, tanah, air, udara, dan lain-
lain. Selain dalam lingkungan sungai, keanekaragaman organisme juga dapat
dijumpai dalam sistem pertanian. Dalam sistem pertanian, dapat kita jumpai
berbagai organisme seperti capung, keong mas, bekicot, belalang, kodok, ulat,
atau bahkan mikroorganisme yang tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang.
Organisme tersebut berinteraksi dengan organisme lain, dengan bentuk interaksi
yang beraneka ragam, mulai dari simbiosis, predasi, dan kompetisi hingga
membentuk suatu peristiwa makan dan dimakan antar organisme tersebut yang
membentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan (Campbell, 2004).
Rantai makanan dapat dimodelkan ke dalam suatu sistem persamaan
differensial. Sistem ini memberikan laju perubahan biomassa dari pertumbuhan
dan mortalitas pada setiap tingkatan trofik. Model rantai makanan dipengaruhi
oleh banyak faktor mulai dari banyaknya spesies yang terlibat maupun penentuan
modelnya sehingga diperlukan asumsi-asumsi untuk membatasi pemodelan
tentang rantai makanan. Pratikno & Sunarsih (2010), mengelompokkan tiga tipe
respon fungsional predator yaitu tipe linear (Holling tipe I), tipe hiperbolik
(Holling tipe II), dan tipe sigmoidal (Holling tipe III). Laju kematian spesies
meliputi dua hal yaitu kematian alami dan kematian yang disebabkan oleh proses
pemangsaan pada ketiga tipe (Pratikno & Sunarsih, 2010).
Kehidupan konsumen sangat bergantung kepada produsen. Konsumen
dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan menurut Takimoto et al. (2008), yaitu
sebagai berikut :
1) Konsumen tingkat pertama (konsumen primer) merupakan konsumen yang
memakan tumbuhan secara langsung, misalnya, hewan pemakan tumbuhan
(herbivor), seperti zooplankton, ulat, belalang, tikus, sapi, kerbau, kambing,
dan kuda.
2) Konsumen tingkat kedua (konsumen sekunder) merupakan konsumen yang
memakan konsumen tingkat pertama, misalnya, burung pemakan ulat dan ular
pemakan tikus. Biasanya adalah hewan pemakan daging (karnivora).
3) Sedangkan Konsumen tingkat tiga (konsumen sekunder) adalah makhluk
hidup yang memperoleh zat dan energi dari konsumen tingkat kedua yaitu
konsumen yang memakan konsumen tingkat pertama atau mengonsumsi
produsen.
Purnomo (2010), menyebutkan bahwa, berdasarkan jenis mata rantai
pertamanya, maka rantai makanan dapat dibedakan atas dua yakni tipe rantai
makanan perumput dan tipe rantai makanan detritus. Dua jenis rantai makanan ini
bisa terdapat dalam satu populasi atau beberapa populasi dalam suatu ekosistem,
antara lain
1. Rantai makanan perumput (grazing food chain), merupakan rantai makanan
yang dimulai dari tumbuhan sebagai produsen. Urutannya berupa tumbuhan
(produsen) - herbivora (konsumen 1) - karnivora (konsumen 2).
2. Rantai makanan detritus (detritus food chain), adalah rantai makanan yang
dimulai dari detritus atau organisme pemakan sisa. Urutannya berupa detritus
- detritivor (organisme pemakan detritus) - konsumen 1- konsumen 2.
Bagian paling sederhana dari suatu rantai makanan berupa interaksi dua
spesies yaitu interaksi antara spesies mangsa (prey) dengan pemangsa (predator).
Model yang mendeskripsikan interaksi dua spesies yang terdiri dari prey dan
predator adalah model rantai makanan dua spesies. Kehadiran predator
memberikan pengaruh pada jumlah prey. Pada interaksi tiga spesies, kehadiran
predator kedua berpengaruh pada jumlah predator pertama dan prey sehingga
dalam rantai makanan setiap komponennya saling memberikan pengaruh. Model
yang mendeskripsikan interaksi tiga spesies yang terdiri dari prey, predator
pertama, dan predator kedua adalah model rantai makanan tiga spesies (Syarief,
2010).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah penggaris, tali
raffia sepanjang 8 m dan kamera.
Bahan-bahan yang digunakan adalah hewan-hewan yang ditemukan di areal
persawahan.

B. Metode
1. Area pesawahan yang akan diamati kelimpahan hama dan musuh alaminya
ditentukan terlebih dahulu.
2. Tali raffia sepanjang 8 m, dibuat bentuk petakan persegi sehingga masing-
masing panjangnya sekitar 2 m. petakan tersebut digunakan sebagai tempat
pengamatan kelimpahan hama dan musuh alami bagi sistem pertanian.
3. Setiap oraganisme yang ada dalam area petakan tersebut diamati, dicatat dan
dihitung jumlah maupun jenisnya
4. Dari data yang telah diperoleh tersebut, kemudian dibuat rantai makanannya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL

Gambar 4.1.1. Kepik Gambar 4.1.2. Walang SangitGambar 4.1.3. Bekicot


(Cyrtorhinus lividipennis) (Leptocorisa acuta) (Achatina fulica)
Gambar 4.1.4. Gambar 4.1.5. Semut Hitam
Laba-laba Gambar 4.1.6. Belalang
(Araneus diadematus) (Dolichoderus sp.) (Valanga sp.)

Gambar 4.1.7. Jangkrik Gambar 4.1.8. Tomcat


(Gryllus sp.) (Paederus littoralis)

Tabel 4.1 Rantai Makan pada Ekosistem Persawahan

Peran dalam rantai Rasio


No. Nama Ilmiah
makanan Prey Predator
Serangga
1. Rumput (Panicum maximum) Produsen -
herbivora
Konsumen tingkat Serangga
2. Belalang (Valanga sp.) Rumput
I karnivora
Walang Sangit (Leptocorisa Konsumen tingkat Serangga
3. Rumput
acuta) I karnivora
Bekicot (Achatina fulica) Konsumen tingkat Serangga
4. Rumput
I karnivora
Konsumen tingkat Serangga
5. Jangkrik (Gryllus sp.) Rumput
I karnivora
Kepik (Cyrtorhinus Konsumen tingkat Walang Serangga
6.
lividipennis) II sangit karnivora
Semut Hitam (Dolichoderus Konsumen tingkat Walang Serangga
7.
sp.) II sangit karnivora
Konsumen tingkat Serangga
8. Tomcat (Paederus littorarius) Kepik
II karnivora
Laba-laba (Araneus Konsumen tingkat Semut Serangga
9.
diadematus) III Hitam karnivora
B. Pembahasan

Rantai makanan merupakan transfer atau pemindahan energi dari


sumbernya melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang memakan
(Indriyanto, 2006). Dalam suatu ekosistem, hanya tumbuhan hijau yang mampu
menangkap energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi
kimia dalam tubuh tumbuhan, berupa karbohidrat selanjutnya dari karbohidrat
dibentuk berbagai zat makanan lain yang diperlukan tumbuhan tersebut. Energi
makanan yang dibuat oleh tumbuhan hijau itu sebagian digunakan untuk dirinya
sendiri dan sebagian lain merupakan sumber daya yang dimanfaatkan oleh
herbivora. Herbivora dimangsa oleh karnivora, dan karnivora dimangsa oleh
karnivora lainnya, demikian seterusnya terjadilah proses pemindahan energi dan
materi dari satu organisme ke organisme lain dan lingkungannya. Dari hal tersebut
dapat terlihat bahwa suatu kehidupan dapat menyokong kehidupan lainnya.
Dengan kata lain, dari suatu organisme ke organisme yang lain akan terbentuk
suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan (Suwasono & Kurniati, 1994).
Secara alami suatu ekosistem dalam keadaan seimbang. Keseimbangan ini
akan terganggu bila ada gangguan dari luar, seperti bencana alam atau campur
tangan manusia. Komponen penyusun ekosistem tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
saling tergantung. Suatu komponen biotik yang ada di dalam ekosistem ditunjang
oleh komponen biotik lainnya. Suatu ekosistem selalu terjadi perubahan jumlah
populasi tumbuhan, herbivora, dan karnivora (komponen biotik). Untuk menjaga
keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini
bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan
dimakan antar makhluk hidup dalam suatu ekosistem membentuk rantai makanan
dan jaring-jaring makanan (Fried & George, 2005).
Berdasarkan hasil yang di dapatkan pada praktikum yaitu walang sangit
(Leptocorisa acuta), bekicot (Achatina fulica), belalang (Valanga sp.), jangkrik
(Gryllus sp.) termasuk konsumen tingkat pertama. Sedangkan semut hitam
(Dolichoderus sp.), kepik (Cyrtorhinus lividipennis), dan tomcat (Paederus
littoralis), merupakan konsumen tingkat kedua. Adapun laba-laba (Araneus
diadematus) merupakan konsumen tingkat ketiga. Secara umum semua kelompok
arthropoda dalam ekosistem akan membentuk jaring-jaring rantai makanan yang
erat kaitannya karena saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di
alam (Lihawa, 2008). Keanaekaragaman arthropoda menentukan kestabilan
agroekosistem pada persawahan, ekosistem yang stabil menggambarkan
kestabilan populasi antara arthropoda yang merusak tanaman atau hama dengan
musuh alaminya yang mengakibatkan kerusakan tanaman berkurang. Kehadiran
arthropoda sebagai salah satu agen hayati, tidak lepas dari peranannya sebagai
bagian rantai makanan organisme yang memiliki peranan penting bagi kehidupan
manusia. Peranan arthropoda di alam diantaranya adalah sebagai perombak bahan
organik, penyerbuk pada tanaman, musuh alami hama dan sebagai perusak
tanaman (Soedijo et al., 2015).
Rantai makanan yang terjadi diantara organisme-organisme tersebut
meliputi dua tipe, tipe perumput dan tipe detritus. Tipe perumput dapat terjadi
antara lain padi sebagai produsen dimakan oleh walang sangit, belalang, ataupun
jangkrik, sebagai konsumen tingkat satu dan merupakan herbivora. Konsumen
tingkat satu tersebut selanjutnya dapat dimakan oleh tomcat yang berperan
sebagai konsumen tingkat dua. Selanjutnya, konsumen tingkat dua akan dimakan
oleh laba-laba sebagai konsumen tingkat tiga sekaligus predator. Adapun untuk
tipe detritus ialah padi yang sudah busuk dimakan oleh lalat atau lalat hijau
sebagai detrivor, yaitu pemakan sisa sekaligus berperan sebagai konsumen tingkat
satu. Kemudian detrivor dapat dimakan oleh konsumen tingkat dua, dan
konsumen tingkat dua dimakan oleh konsumen tingkat tiga. Meskipun pada
akhirnya, konsumen tingkat tiga dakan diuraikan oleh dekomposer. Hal ini
dikarenakan lalat bukannlah herbivor karena tidak memakan tumbuhan secara
utuh, akan tetapi merupakan detrivor karena menguraikan atau memakan sisa dari
suatu jaringan organisme, baik tumbuhan ataupun hewan (Takimoto et al., 2008).
Peranan rantai makanan dalam ekosistem pertanian sangat memberikan
peruntungan. Contohnya pada ekosistem sawah yaitu, padi merupakan sumber
energi utama dalam ekosistem sawah, sehingga berperan sebagai produsen.
Habitat dari padi adalah rawa (ladang berair). Relungnya adalah di tanah yang
berair atau lumpur. Belalang menduduki posisi konsumen tingkat satu pada
ekosistem sawah karena belalang memakan tanaman padi. Habitatnya adalah di
sawah dan relungnya adalah di tanaman padi dan rumput. Selain sebagai
konsumen tingkat satu belalang juga menjadi sumber energi bagi predatornya,
misalnya katak. Oleh karena itu belalang juga membantu dalam menjaga
keseimbangan antar organisme yang ada di sawah sehingga tidak terjadi ledakan
populasi (Siswanto, 2001). Habitat dari gulma adalah ladang atau persawahan.
Sedangkan relungnya adalah di tanah yang berair atau lumpur. Keberadaan gulma
dapat menurunkan produksi tanaman, karena mereka mengganggu proses
pertumbuhan tanaman padi dengan kompetisi. Dekomposer disebut juga
perombak (pengurai), yaitu organisme yang bertugas merombak sisa-sisa
organisme lain untuk memperoleh makanannya. Habitat dari organisme pengurai
ini adalah sawah, sedangkan relungnya adalah di dalam tanah (Yanney, 1990).
Rantai makanan juga ikut berperan dalam pengendalian hayati. Konsep
keseimbangan alami dapat kita telusuri, dimana jumlah setiap spesies di alam
adalah tetap. Hal ini diduga karena setiap spesies mempunyai peran dan tempat di
alam, dan kelangkaan suatu spesies tidak akan terjadi karena hal itu akan
menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan dan keharmonisan alam. Populasi
dari spesies-spesies di alam ini secara alam teregulasi melalui kompleksitas
interaksi dalam jaringan rantai makanan dan pada umumnya populasi spesies di
alam ini meningkat tidak untuk berkompetisi dengan manusia. Adanya
pengendalian hayati terhadap suatu spesies yang bertindak sebagai hama
dikarenakan mereka telah memasuki dan mempengaruhi rantai makanan yang
menuntut adanya jumlah atau level tertentu dari spesies itu dalam jaring makanan.
Seringkali tujuan pengendalian hayati adalah untuk melestarikan atau
mengembalikannya ke level dimana pengendalian hayati alami itu dapat terjadi,
baik melalui introduksi atau manipulasi lingkungan agar musuh alami
dikonservasi dan perannya dapat ditingkatkan (Purnomo, 2010).
Menurut Purnomo (2010), dalam rantai makanan 3 hal yang harus di
penuhi yaitu, produsen, konsumen dan dekomposer.
1. Produsen (penghasil) adalah makhluk hidup yang mampu mengubah zat
anorganik menjadi zat organik, makhluk hidup ini mampu menghasilkan zat
makanan sendiri melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.
Makhluk hidup yang mampu berfotosintesis hanyalah yang mempunyai
klorofil atau zat hijau daun. Contoh produsen dalam ekosistem: padi, alga,
lumut, dan semua tumbuhan hijau.
2. Konsumen (pemakai) adalah organisme yang tidak bias membuat makanannya
sendiri dan tergantung kepada organism lain, baik organisme yang bersifat
heterotrof maupun yang autotrof. Konsumer biasanya merupakan hewan.
Hewan yang memakan tumbuhan secara langsung (herbivora) dinamakan
konsumer primer, maupun hewan karnivora. Contoh konsumen dalam sebuah
ekosistem : ayam, kambing, harimau, kuda, kucing, dll.
3. Dekomposer (pengurai) adalah organisme yang menguraikan bahan organik
menjadi anorganik untuk kemudian digunakan oleh produsen. Dekomposer
dapat disebut juga sebagai organisme detritivora (organisme pemakan
bangkai). Detritivora mempunyai peran penting dalam ekosistem karena
mereka membantu menguraikan zat organik menjadi zat anorganik dengan
begitu mereka berkontribusi dalam siklus hara. Contoh organisme dekomposer
adalah cacing tanah, bakteri pembusuk dan jamur.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan didapat kesimpulan bahwa:


1. Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumberdaya
tumbuhan melalui seriorganisme atau melalui jenjang makanan (tumbuhan-
herbivora-karnivora).
2. Rumput merupakan produsen, walang sangit (Leptocorisa acuta), bekicot
(Achatina fulica), belalang (Valanga sp.), jangkrik (Gryllus sp.) termasuk
konsumen tingkat pertama, semut hitam (Dolichoderus sp.), kepik
(Cyrtorhinus lividipennis), dan tomcat (Paederus littoralis), merupakan
konsumen tingkat kedua, dan laba-laba (Araneus diadematus) merupakan
konsumen tingkat ketiga.
B. Saran
Saran untuk praktikum sebaiknya lebih diperjelas terkait organisme yang
digunakan antara acara satu dan lainnya, sehingga pada saat pengelompokkan
tidak membingungkan.

DAFTAR REFERENSI

Campbell, Reece-Mitchell. 2004. Biologi, Edisi kelima-jilid 1 dan 3. Jakarta:


Erlangga.
Flint L. M & Van den Bosch. R. 2000. Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Fried, George H & George J. Hademenos. 2005. Biologi Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Indriyanto. 2006. Ekosistem Pertanian. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.
Lihawa, M. 2008. Struktur Komunitas Artropodapada Ecosistem Padi dengan
dan Tanpa Aplikasi Pestisida Kimia di Kota Gorontalo. Gorontalo:
Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
Pratikno, Wiji B. & Sunarsih. 2010. Model Dinamis Rantai Makanan Tiga
Spesies. Jurnal Matematika, 13(3), pp. 151-158.
Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta: CV. Andi
Offset
Siswanto & Wiratmo. 2001. Biodiversitas serangga pada pertanaman panili
(Vanilla planifolia) dengan tanaman penutup tanah Arachis pintoi K.
Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia 6
November, pp. 209-215.
Soedijo, S., Pramudi, I.M. 2015. Keanekaragaman Arthropoda Laba-Laba pada
Persawahan Tadah Hujan di Kalimantan Selatan. PROS SEM NAS MASY
BIODIV INDON, 1(6), PP. 1307-1311.
Suwasono H. dan Kurniati M., 1994. Prinsip - prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Syarief, M. 2010. Ekosistem. Artikel ilmiah. Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (PPPPTK IPA).
Takimoto, G. David & S. David, P. 2008. Ecosystem Size, but Not Disturbance,
Determines Food-Chain Length on Islands of the Bahamas. Ecological
Society of America, 89(11), pp. 55-62.
Untung, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Yanney, J. E, 1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai