Refleksi Kasus Seoranganak2 Tahun Dengankejangdemamkompleksdengan Ispa
Refleksi Kasus Seoranganak2 Tahun Dengankejangdemamkompleksdengan Ispa
REFLEKSI KASUS
SeorangAnak2 Tahun denganKejangDemamKompleksdengan
ISPA
Oleh:
Rina Sri Rahayu 012116509
Pembimbing:
dr. SlametWidiSaptadi, Sp.A
dr. ZuhriahHidajati, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, M.Si, M.Ed
dr.NeniSumarni, Sp.A
dr. Adriana, Sp.A
NamaDokterMuda / NIM :
DiajukanuntukMemenuhiTugasKepaniteraanKlinikdanMelangkapi Salah
Pembimbing,
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Umur : 26Tahun
Pekerjaan : Iburumahtangga
No. CM : 2873xx
Anamnesis (Alloanamnesis)
sembuh
bulan dan 1
tahun
l. Riwayat Imunisasi :
Imunisasi Berapa Kali Umur
BCG 1x 1 bulan
DPT 4x 2,4,6 bulan
Polio 4x 0,2,4,6,bulan
Hepatitis B 3x 0,2,6 bulan
Campak 1x 9 bulan
Perkembangan :
Senyum :ibulupa
Miring : ibu lupa
Tengkurap : ibu lupa
Duduk :ibulupa
Gigi keluar : ibulupa
Merangkak : 7 bulan
Berdiri :2 tahun
Berjalan : 2 tahun masih belum bisa jalan
Bicara : 18 bulan bicara sampai 2 tahun belum masih belum jelas
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
o. PemeriksaanStatus Gizi
Data Antropometri :
Beratbadan 11kg
Tinggi badan 89 cm
SD 3,3
SD 1,4
III. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 19 januari 2017 pukul 15.00 WIB. Anak laki-
laki usia 2 tahun 4 bulan, BB 11 kg, TB 89 cm.
1. Keadaan umum :
- Inspeksi :
Hemithoraksdextraetsinistrasimetrisdalamkeadaanstatisdandin
amis, tidak ada retraksi suprasternal, intercostal danepigastrial
(-).
- Palpasi : dbn
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler +/+
suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICSV 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
i. Abdomen
- Inspeksi : dinding abdomen datar, supel
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : tidak dilakukan
- Palpasi : supel, defense muscular (-), tidak ada nyeri tekan pada regio
epigastrium, hepar dan lien dalam batas normal.
j. Ekstremitas
Superior Inferior
l. Anus : (+)/dbn
m. Pemeriksaan Neurologis
- Pemeriksaan Refleks Fisiologis :
o Bisep (+) Trisep (+)
o Patella (+) Achiles (+)
- Pemeriksaan Refleks Patologis :
- Babinski (-) - Gordon (-)
- Openheim (-) - Cadock (-)
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-) tidak terdapat tahanan
o Brudzinsky I : (-) kedua tungkai tidak fleksi
o Brudzinsky II : (-) tungkai lain tidak fleksi
o Brudzinsky IV: (-) ekstremitas bawah tidak fleksi saat ditekan simpisis
pubis
o Kernig : (-) sudut > 135 0, tidak nyeri dan tidak terdapat hambatan
IV. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 4 bulan, BB 11 kg, TB 89 cm,datang
ke IGD RSUD Kota Semarang dengan keluhan utama kejang dan keluhan
tambahan demam. Kejang muncul 2 kali durasi kurang lebih 10 menit dan 5
menit. Lengan dan kaki kaku serta berkelojotan, matamendelik ke atas dan
tidak ada busa yang keluar dari mulut dan lidah tidak tergigit, saat kejang
pasien tidak sadar, setelah kejang pasien sadar lalu menangis. Ibu mengatakan
saat kejang anak juga demam. Demam baru 1hari dan dan suhunya sekitar
39,8oC. Karena keadaan tersebut ibu anak langsung membawa anak ke UGD
RSUD Semarang. Setalah sampai di UGD anak sudah tidak kejang. Sewaktu
diperiksa di UGD suhu anak 39,3C. Kemudian dokter UGD memberi obat
penurun panas dan obat kejang.
Pemeriksaan fisiologis (+)
Pemeriksaan patologis (-)
Pemeriksaan rangsang meningeal (-)
Hasil laboratorium pemeriksaan darah :
Tanggal Pemeriksaan 17 Januari 2017
VII. TERAPI
- Infus 2A N 3cc/kgBB/jam
- Inj.Phenobarbital 150 mg jika kejang
- Inj. Dexametason 2x1/3 amp
- Inj. Cefotaxime 2x350 mg
- PO :
- Paracetamol syr 3x1 cth
- Salbutamol 1mg XII
- Vit BC 3x1
- Vit C
VIII. EDUKASI
Bila anak demam, segera beri obat penurun panas dan dikompres dengan air
biasa, di bagian lipat paha dan lipat ketiak. Jika menggigil kompres dengan air
hangat.
Sedia obat penurun panas di rumah
Sedia termometer dan obat anti kejang (diazepam).
Bila anak kejang, jangan panik,longgarkan pakaian anak, beri diazepam melalui
dubur anak dengan posisi anak terlentang miring, bila tidak berhenti segera
dibawa ke rumah sakit terdekat.
IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam :ad bonam
Qua ad fungsional :ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEJANG DEMAM
1. Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan
kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatuproses ekstrakranium.
Ismael S. KPPIK-XI, 1983
KD pada umur < 6 bln atau > 5 th pikirkan infeksi SSP, Epilepsi disertai demam
Tidakdisebutkejangdemam, bilaterjadikejangdemamdisertai :
a. Infeksisusunansarafpusat
b. Gangguanelektrolitakut
c. terjadi pada anakberusia< 1 bulan
d. pernahkejangtanpademam, kemudianmenderitakejangdemam
Faktor risiko kejang demam meliputi umur, demam dan predisposisi. Umur sebagai faktor
risiko kejang demam terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental
window. Masa developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi
yaitu pada waktu anak berumur kurang dari 2 tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun
mempunyai nilai ambang kejang (threshold) yang rendah sehingga mudah terjadi kejang
demam. Anak berumur di bawah 2 tahun dengan otak yang belum matang juga mempunyai
excitability neuron lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Regulasi ion Na +, K+, dan
Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska depolarisasi dan
meningkatkan excitability neuron.2
Demam terutama demam tinggi mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial
membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang. Demam
tinggi akan mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk jaringan otak dan kekurangan energi
karena metabolisme berjalan anaerob. Akibatnya kadar ion Na + di dalam sel meningkat dan
terdapat timbunan asam glutamat ekstrasel. Berubahnya konsentrasi ion Na + intrasel dan
ekstrasel mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel
dalam keadaan depolarisasi. Di samping itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik
sehingga fungsi inhibisi terganggu.
Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan
1. Riwayatkeluarga
2. Riwayatkehamilandanpersalinan
3. Gangguanperkembanganotak
4. Infeksiberulang
2. Klasifikasi
Kejangdemamdiklasifikasikan menjadi:5
Kejangdemamsederhana Kejangdemamkompleks
Berlangsungsingkat, <15 menit Kejang lama >15 menit
Kejangumumtonikdanatauklonik, Kejangfokalatauparsialsatusisi,
umumnyaberhentisendiri, ataukejangumumdidahuluikejangparsial
tanpagerakanfokal
Tidakberulangdalamwaktu 24 jam Berulangdalamwaktu 24 jam
Jikakejangdemamberlangsunglebihdari 30 menit
(baikkejangtunggalmaupunkejangberulang) tanpapulihnyakesadaran di
antarakejang, diklasifikasikansebagaifebrile status epilepticus.
Klasifikasi kejang demam umumnya dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria di bawah
ini dikemukakan oleh berbagai pakar dimana terdapat perbedaan kecil dalam hal
penggolongan tersebut.
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
Insiden kejang demam sering dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan berkisar antara 1,4 : 1 dan 1,2 : 1. Berdasarkan penelitian
Lumbantobing pada 297 anak dengan kejang demam, sebanyak 165 adalah anak laki-laki
dan 132 anak perempuan dengan perbandingan 1,25 : 1.
PemeriksaanPenunjang
- Dilakukansesuaiindikasiuntukmencaripenyebabdemamataukejang.
Pemeriksaandapatmeliputidarahrutin, guladarah, elektrolit,
urinalisisdanbiakandarah, urin, ataufeses.
- Pemeriksaancairanserebrospinaluntukmenegakkan/
menyingkirkankemungkinanmeningitis.
Padabayikecilseringkalisulituntukmenegakkanataumenyingkirkan diagnosis
meningitis karenatandarangsang meningeal jarangditemukan.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer, elektrolit
dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulang kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan atas indikasi, seperti a. kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis) b. parese nervus VI c. papiledema
5. Penatalaksanaan
Bagan Penghentian Kejang
a. Terapi pada fase akut
- Penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari
mulut
- Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka, bila perlu beri oksigen
- Monitor tanda vital, keadaan umum dan kesadaran
- Bila penderita belum sadar dan berlangsung lama, perhatikan kebutuhan
dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit
- Suhu yang tinggi harus diturunkan dengan kompres hangat
- Selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan badan
berlangsung dengan baik
- Berikan obat penurun demam
- Berikan obat antikonvulsan
b. Pengobatan profilaksis terhadap kambuhnya kejang demam
- Profilaksis intermiten, pada waktu demam
- Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
- Mengatasi segera bila terjadi serangan kejang
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan cara
dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam masih
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-05 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam
setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
intensif (ICU).
Pemberian Anti Konvulsan dengan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam
saat demam dapat menurunkan resiko berulangnya kejang, begitu pula dengan diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 3-4
mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
6. Edukasi
- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya dapat teratasi
-Memberikan cara penanganan kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher
c. Bila tidak sadar posisikan terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan masukkan
sesuatu ke dalam mulut
d. Ukur suhu, catat berapa lama dan bentuk kejang
g. Bawa ke dokter atau pelayanan kesehatan lain bila kejang > 5 menit.
- Hiperpireksia
- Kejangdemampertama kali
- Pascakejangtidaksadar
Kemungkinanberulangnyakejang demam10
- Cepatnyakejangsetelahdemam
KESIMPULAN
Pada kasus ini seorang anak berusia 19 bulan dibawa oarang tuanya ke
IGDRSISASemarang. Berdasarkan alloanamnesa dengan orangtua penderita,
dansetelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan :
o Kejangberulangdalamwaktu 24 jam
Kejangtersebutkebanyakanterjadibersamaandengankenaikansuhubadan yang
tinggidancepat yang disebabkanolehinfeksi di luarsusunansarafpusat, misalnyatonsilitis
(peradanganpadaamandel), infeksipadatelinga,
daninfeksisaluranpernafasanlainnya.Disinipasienmengalami ISPA bagianatas,
denganditemukannyariwayatseringbatukpilek.
DAFTAR PUSTAKA
2 Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 17, EGC, Jakarta
6 Staf Pengajar IKA, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2, edisi 11,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta