Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS NEUROLOGI

Spondilolisthesis

Pembimbing: dr. Toety, Sp.S

Oleh:
Disusun Oleh :

Tri Dia Putra Gunanta Barus

Melva Syah Putra Lase

Yulia Valentina Br. Sitepu

Tri Linda Maya Sari Tarigan

Roni Pahlawan

Meliani

KKS DEPARTEMEN NEUROLOGI


UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian


pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Saraf di Fakultas
Kedokteran Universitas Prima Indonesia terutama mengenai spondilolisthesis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Ilmu Penyakit


Saraf dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dikarenakan
keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun, untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, 18 Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Tujuan ............................................................................................................1
BAB 2 LAPORAN KASUS .............................................................................................. 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 32
3.1. Definisi ........................................................................................................32
3.2. Etiopatofisiologi ..........................................................................................32
3.3. Epidemiologi ...............................................................................................33
3.4. Gejala Klinis ................................................................................................33
3.5. Diagnosis .....................................................................................................34
3.6. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................36
3.7. Penatalaksanaan ...........................................................................................36
3.8. Komplikasi ..................................................................................................38
3.9. Prognosis .....................................................................................................38
BAB 4 DISKUSI KASUS................................................................................................ 39
BAB 5 PERMASALAHAN ............................................................................................ 41
BAB 6 KESIMPULAN ................................................................................................... 42
BAB 7 SARAN................................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Spondilolistesis adalah subluksasi kedepan dari satu korpus vertebrata
terhadap korpus vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi karena adanya
defek antara sendi pacet inferior dan suverior. Spondilosis adalah adanya
defek pada pars interaktikularis tanpa subluksasi korpus vertebra.
Spodilolis dan spondilolistesis terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan
penderita tidak menunjukkan gejala menimal, dan sebagian besar kasus
dengan tindakan konservatif membeikan hasil yang baik. Spondilolistesis
dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada
vertebra lumbal bagian bawah.
Spondilolistesis berasal dari bahasa Yunani, yakni spondylo atau
vertebrata dan olistesis atau slip, jadi secara harfiah berarti vertebrata yang
bergeser.
Deskripsi kelainan ini pertama kali ditulis pada tahun 1782 ole Herbiniaux
seorang ahli obstetri dari Belgia, yang mencatat suatu kedaan dislokasi lumbal
kedepan terhadap sakrum yang menghambat proses persalinan.
Klasifikasi spondilolistesis pertama kali dibuat oleh Newman tahun1963
dan disempurnakan tajuan 1976 menjadi Wilse-Newman-Mecnab clasification
yang terdiri dari Dysplactic, iksmic, degenerative, traumatic dan phatological.
Gejalanya berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri, berjalan
atau berlari danberkurang bila beristirahat. Biasanya otot bicep femur,
semitrendinosus, semimenbranosis dan grasilis tegang sehingga ekstensi
tungkai terbatas. Foto ronsen memberikan gambaran yang jelas yang
menunjukkan kelainan vertebra. Kelainan ini mungkin tidak bergejala
sehingga perlu pemeriksaan klinis dan radiologis berkala. Adanya pergeseran
yang progresif merupakan indikasi untuk melakukan stabilisasi. Nyeri
pinggang yang ringan biasanya dapat diatasi dengan pemakaian alat penguat
lumbo sakral.

2
1.2. Tujuan
Pembuatan laporan kasusini bertujuan untukmemberikan pengertian dan
pemahaman mengenai spondilolithesis serta sebagai syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit Putri Hijau,
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia.

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis
dan pembaca khususnya yang telibat dalam bidang medis dan masyarakat
secara umum agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam
mengenai spondilolithesis.

3
LAPORAN KASUS

STATUS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT PUTRI HIJAU TK.II


MEDAN

STATUS ORANG SAKIT

2.1. Anamnesis

Identitas Pasien
No. Rekam Medis : 015634
Nama : Zaepuddin
Umur : 48Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : TNI AD
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 12-05-2017
Tanggal Keluar : 16-05-2017

2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit


2.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
Telaah : Pasien datang ke poli saraf Rumah Sakit
Putri Hijau Tk. II Medan dengan keluhan
nyeri punggang bawah, diikuti dengan cepat
lelah (+) dan kelemahan kedua kaki, rasa
nyeri menjalar dari punggung bawah ke kaki

4
kiri kemudian ke kaki kanan, nyeri dirasakan
kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Keluhan Tambahan : cepat lelah (+), sesak sekali sekali dan
kelemahan pada kedua kaki.
Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada
Riwayat Pengobatan : tidak jelas
Riwayat Kebiasaan :-

2.1.2. Anamnese Traktus


Traktus Sirkulatorius :
Traktus Respiratorius : tidak ada kelainan
Traktus Digestivus : tidak ada kelainan
Traktus Urogenitalis : tidak ada kelainan
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan :
Intoksikasi dan obat-obatan : (-)

2.1.3. Anamnese Keluarga


Faktor Herediter : tidak jelas
Faktor Familier : tidak jelas

2.1.4. Anamnese Sosial


Kelahiran dan Pertumbuhan : dalam batas normal
Imunisasi : tidak jelas
Pendidikan :
Pekerjaan :
Perkawinan dan anak :

2.3.PEMERIKSAAN JASMANI
2.3.1. Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit

5
Frekuensi nafas : 26 x/menit
Temperatur : 36 C
Kulit dan Selaput Lendir : dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : dalam batas normal
Persendian : dalam batas normal

2.3.2. Kepala dan Leher


Bentuk dan Posisi : bulat dan medial
Pergerakan : dalam batas normal
Kelainan Panca Indra : (-)
Rongga Mulut dan Gigi : dalam batas normal
Kelenjar Parotis : dalam batas normal
Desah : (-)

2.3.3. Rongga Dada dan Abdomen Rongga Dada Rongga Abdomen


Inspeksi : simetris fusiformis simetris
Perkusi : sonor timpani
Palpasi : SF normal soepel
Auskultasi : SP: vesikuler peristaltik (+)
ST: - Normal
2.3.4. Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4.STATUS NEUROLOGIS
2.4.1. Sensorium : Compos mentis
2.4.2. Glassgow Coma Scale
a. Mata :4
b. Verbal :5
c. Motorik :6

6
GCS : 15

2.4.3. Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : UUB tertutup rata
Palpasi : Teraba pulsasi a.karotis dan a.temporalis
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Transiluminasi : tidak dilakukan

2.4.3. Perangsangan Meningeal


Kaku kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

2.4.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)

2.5.SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS


Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : + +
Anosmia : - -
Parosmia : - -
Hiposmia : - -

Nervus II Oculi Dextra Oculi Sinistra


Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan Pandang

7
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Okuli
Warna : tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra


Gerakan Bola Mata : + +
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
Bentuk : isokor isokor
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tidak langsung : (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi conjugate : (-) (-)
Fenomena Dolls eye : tidak dilakukan tidak
dilakukan
Strabismus : (-) (-)

Nervus V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan Menutup mulut : normal normal
Palpasi otot masseter & temporalis : normal normal
Kekuatan Gigitan :normal normal

8
Sensorik
Kulit : normal normal
Selaput Lendir : normal normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : normal normal
Refleks Bersin : normal normal

Nervus VII Kanan Kiri


Motorik
Mimik : + +
Kerut Kening : + +
Menutup Mata : + +
Meniup Sekuatnya : + +
Memperlihatkan gigi : + +
Tertawa : + +
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : +
Produksi Kelenjar Ludah : dalam batas normal
Hiperakusis : -
Refleks Stapedial : -

Nervus VIII
Auditorius Kanan Kiri
Pendengaran : + +
Test Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis

9
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)

Nervus IX,X
Pallatum Mole : medial
Uvula : medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : (+)

Nervus XI Kanan Kiri


Mengangkat Bahu : (+)(+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : normalnormal

Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : medial

2.6.SISTEM MOTORIK
Trofi : eutrofi
Tonus Otot : normal
Kekuatan Otot :
ESD : 55555/55555 EID : 55555/55555

10
EIS : 55555/55555 ESS :55555/55555

2.7.GERAKAN SPONTAN ABNORMAL


Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)

2.8.TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Dalam Batas Normal
Propioseptif : Dalam Batas Normal
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : (+)
Pengenalan Dua titik : (+)
Grafestesia : (+)

2.9.REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Strumple : (+) (+)

11
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)

2.10. KOORDINASI
Lenggang : Dalam Batas Normal
Bicara : Dalam Batas Normal
Menulis : Dalam Batas Normal
Percobaan Apraksia : Dalam Batas Normal
Mimik : Dalam Batas Normal
Test Telunjuk-Telunjuk : Dalam Batas Normal
Test Telunjuk-Hidung : Dalam Batas Normal
Diadokhokinesia : Dalam Batas Normal
Test Tumit-Lutut : Dalam Batas Normal
Test Romberg : Dalam Batas Normal

2.11. VEGETATIF
Vasomotorik : dalam batas normal
Sudomotorik : dalam batas normal
Pilo-Erektor : dalam batas normal
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Potens dan Libido : tidak dilakukan pemeriksaan

12
2.12. VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : dalam batas normal
Pinggang : gerakan terbatas

2.13. TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Lhermitte : (-)
Naffziger : (-)

2.14. GEJALA-GEJALA SEREBELAR


Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)

2.15. GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL


Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)

2.16. FUNGSI LUHUR


Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
Ingatan Lama : baik

13
Ingatan Baru : baik
Orientasi
Diri : baik
Tempat : baik
Waktu : baik
Situasi : baik
Intelegensia : baik
Daya pertimbangan : baik
Reaksi emosi : baik
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
Agnosia Visual : (-)
Agnosia jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi Kanan-Kiri : (-)

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Pasien laki laki 48 tahun datang ke poli saraf RUMKIT Putri Hijau Tk. II
Medan dengan keluhan nyeri pinggang diikuti dengan cepat lelah (+) dan
kelemahan kedua kaki.

Pasien tampak lemas, sekali sekali sesak dengan kesadaran composmentis,


TD : 150/90 mmHg.
Status neurologis: tidak dilakukan
Pemeriksaan saraf kraniali : tidak dilakukan
.

14
Status Presens
Sens : Compos Mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 26 x/menit
Temperatur : 36 C

Nervus Kranialis
N.I : normosmia
N.II, III : RC +/+, pupil isokor 3mm
N.III,IV,VI : gerak bola mata (+)
N.V : buka tutup mulut (+)
N.VII : sudut mulut simetris
N.VIII : pendengaran(+)
N.IX,X : uvula medial
N.XI : angkat bahu(+)
N.XII : lidah dijulurkan medial

Status Neurologis
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : sakit kepala (-), muntah (-),kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : +/+ +/+
KPR/APR : +/+ +/+

15
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD: 55555/55555 ESS: 55555/55555
EID: 55555/55555 EIS: 55555/55555
Diagnosa
Diagnosa Fungsional : LBP
Diagnosa Etiologik : Spondilolithesis
Diagnosa Anatomik : Lumbal
Diagnosa Kerja : LBP ec Spondilolithesis +

Penatalaksanaan
A. Terapi dari Internis
Inj. Ranitidin amp/12 jam
B. Terapi dari Neurologis
Amlodipin 1 x 10 gr
Osteocal 2 x 1
Na Diclofenat 2 x 500 gr
Gabexal 2 x 300 mg
Mecobalamin 2 x 500 mg
C. Terapi Cairan
Ringer laktat 1000 cc/24 jam
NaCl 0.9% 1000 cc/24 jam

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium

HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 12.0 g/dl 12.5 - 16.0
2 Leukosit 10 109/L 4.0 - 11.0
3 Laju Endap Darah mm/1jam P = 0 10 W = 0-20

16
4 Trombosit 325 109/L 150 450
5 Hematocrit 34.4 % 37.0 - 47.0
6 Eritrosit 1012/L 3.80 - 6.00
7 MCV fL 77.0 - 95.0
8 MCH Pg 27.0 - 32.0
9 MCHC g/dl 32.0 - 36.0
10 Hitung Eosinofil % 1.0 3.0
Jenis Basofil % 0 1.0
Lekosit Monosit % 2.0 8.0
Neutrofil % 50.0 70.0
Limfosit % 2.10 40.0
11 Bleeding time Menit <5
12 Chloting time Menit 5 11

2. Pemeriksaan Kimia Klinik

N0 Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


1 Faal Hati
SGOT 46 U/L < 40
SGPT 48 U/L < 40
Alkaline Phospatase U/L Dewasa : < 270
Anak anak : 800
Bilirubin Total 0.93 U/L < 1.0
Bilirubin Direct 0.38 U/L < 0.2
2 Faal Ginjal
Ureum 28 mg/dl 15 40
Creatinin 0.9 mg/dl P : 0.70 1.20 W : 0.50 0.90
Asam Urat 7.2 mg/dl P : 3.5 7.2 W : 2.6 6.0
3 Lipid Profile
Cholesterol Total 158 mg/dl < 200
Trygliserida 74 mg/dl <150
HDL-Cholesterol 38 mg/dl P : 35 55 W : 45 65
LDL-Cholesterol 104 mg/dl < 150
4 Metabolisme
Karbohidrat

17
Glucose Puasa 142 mg/dl 70 110
Glucose 2 Jam PP mg/dl < 140
Glucose AD mg/dl < 200
Random

FOLLOW UP
TGL S O A P
12 Mei - Kedua TD :140 Ganguan rasa - Relaksasidan
2017 lutut dan /90 mmHg nyaman + kolaborasi
pinggang HR :80 x/i nyeri
terasa nyeri, RR : 20
tidak bisa x/i
jalan T :36,30C

13Mei - Nyeri TD :140 LBP ec - Injeksi ranitidin


2017 punggu /90 mmHg Spondilolitesi - Amlodipin
bawan HR :80 x/i s lumbalis + - Osteokal 2 x 1
RR : 20 OA Genu + - Na Diclovena
x/i Hipertesi - Gabeksol 1 x 300 mg
T :36,30C
14 Mei Nyeri TD :140 LBP ec - Amlodipin 1x 10 mg
2017 punggun /90 mmHg Spondilolitesi - Osteokal 2 x 1
bawah HR :80 x/i s lumbalis + - Gabeksol 2 x 300 mg
RR : 20 OA Genu + - Mecobalamin 2x 500 mg
x/i Hipertesi - Ranitidin 2 x 150 mg
T :36,30C

18
15Mei20 - Nyeri TD :130 LBP ec - Amlodipin 1x 10 mg
17 punggung /80 mmHg Spondilolitesi - Osteokal 2 x 1
HR :80 x/i s lumbalis + - Gabeksol 2 x 300 mg
RR : 20 OA Genu + - Mecobalamin 2x 500 mg
x/i Hipertesi Ranitidin 2 x 150 mg
T :36,30C
16 Mei - Nyeri TD :150 LBP ec
2017 punggung /100 Spondilolitesi - Amlodipin 1x 10 mg
bawah mmHg s lumbalis + - Osteokal 2 x 1
HR :80 x/i OA Genu + - Gabeksol 2 x 300 mg
RR : 20 Hipertesi - Mecobalamin 2x 500 mg
x/i Ranitidin 2 x 150 mg
T :36,30C

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata


spondylo yang berarti tulang belakang (vertebra), dan listhesis yang
berarti bergeser atau merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra
dalam hubungannya dengan sakrum, atau kadang dihubungkan dengan
vertebra lain. Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinitas-pars
intervertebralis sehingga kurang kuat menahan pergeseran tulang belakang.

3.2. Epidemiologi
Spondilolistesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita.
Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering
ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada
paha dan tungkai.
Spondilolistesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena
secara umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering
melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki
lithesis tipe ini.

20
3.3.Etiopatofisiologi
Etiologi spondilolistesis sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Konsep umum masih terfokus pada faktor predisposisi yakni
kongenital dan trauma.
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan
lumbosakral (kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang
kecil, sendi facet tidak kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan),
disebut sebagai spondilolistesis displastik, atau mungkin terjadi selama
masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang
belakang dari kegiatan olahraga terkait seperti angkat berat,
berlari,berenang yang menyebabkan seseorang memiliki spondilolitiasis
isthmic.

3.4.Klasifikasi spondilolitiasis
1. Dysplastic
Dijumpai kelainan kongenital pada sacrum bagian atas atau
neralarch L5. Permukaan sacrum superior biasanya bulat (rounded)
dan kadang disertai dengan spina bifia.
- Sendi fecet memungkinkan pergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.
2. Isthmic atau spondilolitik
Tipe ini disebabkan oleh karena adanya lesi pada pars
interartikularis. Tipe ini merupakan tipe spondilolitesis yang paling
sering. Tipe ini mempunyai tiga sub:
Lytic : ditemukan pemisahan (separation) dari pars, terjadi
karena fatique fracture dn paling sering ditemukan pada
usia dibawah 50 tahun
Elongated pars interacticularis : terjadi oleh karena mikro
fraktur dan tanpa pemisahan pars
Acute pars fracture: terjadi setelah suatu trauma yang hebat

21
3. Degenerative
Secara patologis dijumpai proses degenerasi. Lebih sering terjadi
pada level L4-L5 daripada L5-S1. Ditemukan pada usia sesudah 40
tahun. Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaaan, umum,
dan keausan tulang, jaringan otot-otot, dan ligamen tulang
belakang disebut sebagai spondilolisthesis degeneratif.
4. Traumatic
Tipe ini terjadi bersifat sekunder terahadap proses trauma pada
vetebra yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars
interaktikularis. Tipe ini terjadi sesudah periode satu minggu atau
lebih dari trauma. Acute pars fracture tidak termaksud tipe ini.
5. Pathologis
Jenis terakhir spondilolitiasis, yang juga yang paling langka,
disebut spondilolitiasis patologis, jenis spondilolitiasis terjadi
karena kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker
sel-sel yang membayar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan
tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan
dalam jenis-jenis penyakit paget tulang (dinamai Sir James Paget,
seorang ahli brdah inggris yang menggambarkan gangguan kronis
yang biasanya menghasilkan tulang membesar dan cacat),
tuberkulosis (penyakit menular mematikan yang biasanya
menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain dari
tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.
Diagnosis yang tepat dan indenfikasi jenis atau kategori
spondilolitiasis adalah penting untuk memahami serta keparahan
dari pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan
yang tepat untuk kondisi tersebut dapat disarankan.

3.5.Gejala klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam , tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi

22
klinis dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan
pada panggul dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang
berkolerasi dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan
ketidakstbilan segmental. Tanda neurologis sringkali berkolerasi dengan
tingkat selip dan melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang
sesuai untuk pelampiasan akar saraf.
Gejala yang paling umum dari spondilolitiasis adalah :
1. Nyeri punggung bawah
Hal ini sering lebih memberta dengan latihan terutama dengan ektensi
tulang belakang lumbal
2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau
kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf
dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung
kemih
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari
punggung bawah.

Pasien dengan spondilitiasis degenerative biasanya lebih tua dan


datang dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum
adalah L4-5 dan kurang umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil
dari stenosis reccecus lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan disk
herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling sering dan menyebabkan
kelemahan ektensor halusis longus. Stenosis pusat dan klaudikasio
neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin tidak ada.
Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah
multifaktorial. Rasa sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang
belakang dengan duduk atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal
oleh peregangan ligamentum flavum menonjol, pengurangan lamina utama
dan aspek, dan pembesaran foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan
pada akar saraf, dengan demikian dapat mengurangi rasa sakit.

23
3.6.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan radiologis. Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan
kelainan pada pemeriksaan fisik pasien spondilolistesis. Pasien biasanya
mengeluh nyeri dibagian punggung yang disertai dengan nyeri intermitten
pada tungkai. Spondilolisthesis sering menyebabkan spasme otot, atau
kekakuan pada betis.

a. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan
gejala khas. Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas.
Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat
menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik.
Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring
tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vetebra.
Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang
umumnya dengan penyakit atau kondisi lainnya.

b. Pemeriksaan fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi
bersifat ringan. Dengan subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur,
pergerakan tulang belakang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan
nyeri umumnya terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran atau
keretakan, kadang nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/
tingkat dimana lesi mulai timbul.

24
Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas
meja pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diindentifikasi
ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang.
Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak
pasien, lokalisasi nyeri di sekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila
pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka ke atas
seperti posisi (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut.
Fleksi tulang belakang seperti itu membuat masa otot paraspinal
lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek
tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondilolitiasis
biasanya negatif.fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali
pada pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan dengan derajat
tinggi.
a. Pemeriksaan radilogis
Foto polos vetebra lumbal merupaka modalitas pemeriksaan awal
dalam diagnosis spondilosis atau spondilolitiasis, X ray pada
pasien dengan spondilolitiasis harus dilakukan pada posisi
tegak/berdiri.
Film posisi AP , lateral dan oblique adalah modalitas
standar dan posisi lateral persendian lumbosacral akan
melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal,
membantu dalam mengindentifikasi defek pada pars
interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.
Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti bone
scan atau CT sacan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Pasien dengan defek pada pars interaktikularis yang tidak terlihat
baik dengan foto polos.

25
Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan
yang definitif akan terjadi.
CT skan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang
dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan
karena selain dapat mengindentifikasi tulang juga dapat
mengindentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi
serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan
spondilolitiasis derajat tinggi.
Spondilolitiasis dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan
presentase vetebra dibandingkan dengan vetebra di dekatnya.
Yaitu :
1. Derajat 1 : pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondilolitiasis terjadi ketika vertebra telah
terlepas dari tempatnya.

Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

26
Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I

Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,


pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gelaja ini dapat
disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.
CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang
berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat
membantu menentukan adanya proses aktif pada tulang yang mengalami kelainan.
Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentukan terapi pilihan untuk
spondilolistesis.

Pemeriksaan Penunjang

27
Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis
spondilolistesis
a. Xray
Pemeriksaan awal untuk spondilolitiasis yaitu foto AP, lateral, dan spot
view radiogaffi dari lumbal dan lumbosacral junctions. Foto oblik dapat
memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto
lumbal dapat memberikan gambaran dan derajat spondilolitiasis tetapi
tidak selalu membktikan adanya isolated spondilolitiasis.

b. SPECT
SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT positif maka lesi
tersebut aktif secara metabolik

c. Computed Tomography (CT scan)


CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolitiasis. CT scan juga
dapat membantu menegakkan penyebab spondilolitiasis yang lebih serius.

d. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI dapat memperihatkan adanya edema pada lesi yang akut, MRI juga
dapat menentukan adanya komresi saraf spinal akibat stenosis dari kanalis
sentaralis.

e. EMG
EMG dapat mengindentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolitiasis.

3.7.Penatalaksanaan
Non operative
Pengobatan untuk spondilolitiasis umumnya koservative. Pengobatan non
operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit

28
neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,
stretching exercise, pemakaian brace, pemakaian obat anti inflamasi. Hal
terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolitiasis adalah monivasi pasien.
Terapi konservatif ditunjukkan untuk mengurangi gejala dan juga
termaksud:
Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat
Analgetik (misalnya NSAIDs)
Latihan dan terapi penguatan dan peregangan
Bracing
Angka keberhasilan terapi non-operative sangan besar, terutama pada pasien
muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip)
yang diakibatkan oleh degenerasi diskus. Traksi dapat digunakan dengan
beberapa tingkat keberhasilan.

Operative
Pasien dengan defisist neurologi atau nyeri yang menggangu
aktivitas, yang gagal dengan non operative manajemen diindikasi untuk
operasi.
Bila radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial
X ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi
lebih 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade
spondilolitiasis walaupun tanpa gejala fusi harus dilakukan. Dekompresi
tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural
kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada adolescent, dewasa
muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang
bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain:
usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat aktif,
pergeseran 3mm pada fleksi /ekstensi lateral Xray . fusi tidak dilakukan bila
multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual
tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun.
Fusi insitu dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan:

29
1. Anterior approach
2. Posterior approach (yang paling sering dilakukan)
3. Posterior lateral approach

3.8.Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien
yang menbutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan
spondilolitiasis , dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),
kebocoran cairan seresbrospinal (2%-10%). Kegagalanpembedahan (1%-
5%). Pada pasien yang perokok, kemungkina untuk terjadinya kegagalan
pada saat melalukakn fusi ialah (>50%), pasien yang berusia lebih muda
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic
atau congenital yang lebih progresif. Radiografi serialdengan posisi lateral
harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien
ini.

3.9.Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik,
pasien dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative,
kemungkina akan mengalami gejala yang sifatnya intermitten. Resiko
untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dan pergeseran vetebra yang progresif terjadi pada
30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif , foramen neural
akan semakin dekat dan menyebabkan penenkanna pada syaraf (nerve
compression) atau sciatica hal ini akan membutuhkan pembedahan
dekompresi.

30
BAB 4
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Spondilolisthesis degeneratif memiliki


frekuensi tersering karena secara umum
populasi pastinya akan mengalami penuaan.
Paling sering melibatkan level L4-L5.
Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita
memiliki listhesis tipe ini.

Faktor risiko spondilolistesis adalah umur,


trauma, mengangkat beban berat,
berlari,penyakit kanker.

31
Gejala yang palingumum .
darispondylolisthesisadalah nyeripunggung
bawahyang memberat dengan
latihanterutama denganekstensitulang
belakanglumbal, mati rasa, kesemutan,atau
kelemahanpada kakikarena kompresisaraf
(kompresiparah darisarafdapat
menyebabkanhilangnya kontrol dariusus
ataufungsi kandung kemih), keketatan
daripaha belakangdan penurunanjangkauan
gerak daripunggung bawah.

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan


menggunakan foto polos tulang belakang.
X-ray lateral akan menunjukkan kelainan
apabila terdapat vertebra yang bergeser ke
depan dibandingkan dengan vertebra di
dekatnya. Selain itu, gejala klinis,
perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik juga dapat membantu diagnosis
sementara pasien sebelum ada hasil X-ray
lateral.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan:
- SPECT
- CT-Scan
- MRI
Pengobatan untuk spondilolistesis Penatalaksanaan yang diberikan pada
umumnya konservatif. Hal ini dapat pasien adalah:
merupakan pengurangan berat badan, P: - IVFD Rsol 20gtt/i
stretching exercise, pemakaian brace, - Inj Ketorolac 1 amp (k/p)

32
pemakain obat anti inflamasi. Hal - Inj. Ranitidin 1 amp/12jam
terpenting dalam manajemen pengobatan - Na Diclofenac 2 x 50 mg
spondilolistesis adalah motivasi - B Complex 3 x 1
pasien.Pasien dengan defisit neurologis atau - Captopril 2 x 25 mg
nyeri yang mengganggu aktifitas, yang - Amitriptilin 1x12,5 mg

gagal dengan non operative manajemen


diindikasikan untuk operasi.
Prognosis dengan fraktur akut dan Prognosis pada kasus ini:
pergeseran tulang yang minimal Ad vitam : dubia ad bonam
kemungkinan akan kembali normal apabila Ad functionam : dubia
fraktur tersebut membaik. Pasien dengan Ad sanationam : dubia ad bonam
perubahan vertebra yang progresif dan
degenerative kemungkinan akan mengalami
gejala yang sifatnya intermiten.

BAB 5
PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah benar?


Menurut penulis, diagnosis kasus ini sudah benar. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan neurologis,
didukung dengan hasil pada foto lumbosakral AP/L tampak listesis L5
terhadap S1 ke anterior.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?


Prinsip penanganan pada pasien ini sudah benar, yaitu dengan prinsip
konservatif. Untuk penanganan secara operatif masih harus
dipertimbangkan lebih lanjut dikarenakan oleh faktor usia dan komplikasi.

3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Prognosis pada kasus ini:

33
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB 6
KESIMPULAN

34
BAB 7
SARAN

Nasehat yang perlu diberikan pada pasien dengan spondilolistesis adalah:

1. Pasien dianjurkan mengatur pola hidup yang sehat, harus seimbang antara
asupan nutrisi dengan aktivitas.
2. Melatih anggota gerak, dengan cara fisioterapi atau gerakan-gerakan yang
bertujuan melatih.
3. Pemakaian brace.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis.Dalam: Buku Ajar Ilmu


Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835
2. Word press. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari
http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 22 November 2011].
3. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr.
M. Djamil/FK-UNAND Padang.
4. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview
of causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3

35
5. Lee, Dennis, 2011. Spondylolisthesis Symptoms. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#symptoms
[Diakses tanggal 22 November 2011].
6. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showall
[Diakses tanggal 22 November 2011]
7. Shiel Jr, William C.Spondylolisthesis. MedicineNet.com . Diunduh dari :
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm[Diakses
tanggal22 November 2011]
8. Japardi, I.2002, Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Fakultas
Kedokteran, Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara.
9. Medical Disability Guidelines, 2009. Spondylolisthesis. Didapat dari :
http://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition

36

Anda mungkin juga menyukai