Anda di halaman 1dari 48

BAB I

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. SP
Alamat : Gambirsari, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan
Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah
Bentuk Keluarga : Extended Family
Struktur Komposisi Keluarga :

Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan


Supir di
Kepala
1 Tn. SP L 54 th SMP Lab Klinik
keluarga
Budi Sehat
Ibu Rumah
2 Ny. SR Istri P 56 th SMP
Tangga
Pegawai
distributor
3 Ny. T Anak P 29 th S1
alat-alat
kesehatan
Pegawai
4 Nn. SH Anak P 25 th S1
Swasta
Pegawai
5 Tn. M Menantu L 30 th S1 pabrik
rokok
6 An. P Cucu L 1,5 th - -
Sumber : Data primer, November 2015

B. Kesimpulan
Keluarga Ny.SR termasuk ke dalam extended family. Saat ini Ny. SR
tinggal bersama suami, kedua anak, menantu, dan cucu dari anak pertamanya.
Ny. SR berstatus sudah menikah dengan Tn SP dan mempunyai 2 orang anak.
Anak pertama adalah Ny T, telah menikah dengan Tn M dan dikaruniai seorang
putra yaitu An P usia 1,5 tahun. Anak kedua adalah Nn SH, belum berkeluarga.

1
2
BAB II
STATUS PASIEN

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. SR
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 14 November, 19 November, 23 November 2015

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Begkak pada kedua kaki

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan kedua kakinya agak bengkak sejak kurang lebih 3
hari sebelumnya. Pasien tidak mengetahui awal mulanya, tiba-tiba kedua
kaki sudah bengkak tapi tidak terlalu besar. Pasien juga merasa sesak dan
terengah-engah bila berjalan terlalu jauh. Pasien tidak merasa nyeri dan
tidak merasa kesemutan pada kedua kakinya. Tidak ada pusing maupun
leher cengeng di belakang. Tidak ada keluhan bangun malam karena sesak,
tidak pula mengeluhkan adanya batuk. Sehari-hari pasien bisa tidur dengan
menggunakan satu bantal.
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan BAB dan BAK. Dalam
sehari pasien BAB 1 kali. Konsistensi normal. BAK kurang lebih 4-5 kali
dalam sehari, warna kuning jernih. Pasien tidak mengeluh rasa nyeri atau
pegal di punggung bawah.
Pasien memiliki riwayat tensi tinggi sejak kurang lebih 11 tahun yang
lalu. Berawal saat pasien membantu saudara yang memiliki hajatan, pasien
sibuk bekerja hingga tiba-tiba tangan pasien terasa gemetar dan kepala
pusing. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dan saat dicek tekanan
darah sistolnya mencapai 225 sehingga pasien dirawat inap selama 3 hari
kemudian pulang dan disuruh minum obat dan kontrol rutin tiap bulan di
Puskesmas.

3
Ditinjau dari aspek personal, secara psikologis pasien tidak merasa
malu saat pertama kali didiagnosis hipertensi. Pasien juga tidak terlalu
cemas akan penyakit yang diderita, pasien sangat berkeinginan untuk hidup
sehat agar penyakit hipertensi yang dideritanya tidak semakin parah dan
memburuk. Pasien juga tidak merasa terlalu terkejut karena sudah memiliki
pengalaman dimana kedua orang tua serta keempat saudara kandung pasien
pun mengalami hipertensi. Dari pihak keluarga selalu mendukung penuh
proses pengobatan yang dijalani pasien sehingga sakit yang dialami tidak
menjadi beban pikiran bagi pasien. Tidak ada dampak khusus yang terjadi
sejak pasien sakit, kecuali pasien lebih menjaga makanan dan berusaha
menghindari pikiran yang memicu stress.
Hingga saat ini pasien sudah berobat rutin untuk hipertensi ke
puskesmas. Pasien biasa mengkonsumsi amlodipin sehari satu kali. Pasien
berharap agar sakitnya bisa sembuh atau setidaknya tetap terkontrol
sehingga pasien tidak mengalami komplikasi yang mengancam jiwa.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Alergi : disangkal
Minum obat 6 bulan : disangkal
Sakit jantung : (+) kurang lebih 7 tahun yll
Operasi : disangkal
Trauma : disangkal
Diabetes : disangkal
Dyslipidemia : disangkal

4. Riwayat Kebiasaan
Minum obat bebas : disangkal
Olahraga : tidak teratur
Merokok : disangkal

5. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


Sakit gula : disangkal
Tekanan darah tinggi : (+) kedua orang tua dan
(+) keempat saudara kandung pasien
Alergi : disangkal
Sakit paru : disangkal

4
Sakit jantung : disangkal
Sakit ginjal : disangkal
Sakit hati (liver) : disangkal

6. Riwayat Perkawinan, Sosial, dan Ekonomi


Pasien merupakan wanita berusia 56 tahun. Menikah satu kali saat
usia 26 tahun dengan Tn SP. Telah dikaruniai 2 orang anak perempuan. Saat
ini anak pertama berusia 29 tahun dan sudah berkeluarga, memiliki seorang
anak laki-laki berusia 1,5 tahun. Anak kedua berusia 25 tahun dan belum
berkeluarga.
Pasien tinggal di daerah pemukiman padat penduduk. Rumah pasien
berada di ujung gang. Rumah pasien bersebelahan dengan tetangganya.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien tidak memiliki
kedudukan tertentu di masyarakat, tetapi masih rutin menghadiri
pertemuan-pertemuan warga seperti PKK dan pengajian kampung.
Penghasilan keluarga pasien didapat dari suami, kedua anak, dan
menantu pasien yang bekerja sebagai pegawai swasta. Penghasilan ini telah
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga pasien. Dalam
mengakses kesehatan, pasien menggunakan fasilitas PKMS Gold.

7. Riwayat Gizi
Pasien makan tiga kali sehari dengan sayur dan lauk antara lain tahu,
tempe, dan ikan. Pasien juga diet rendah garam dengan cara makan
makanan yang tidak terlalu asin dan mengurangi makanan yang diawetkan
dengan garam misalnya ikan asin. Pasien masih sering menambahkan
penyedap rasa atau MSG ke masakan sehari-hari. Pasien jarang
mengkonsumsi buah-buahan, jarang ngemil, tetapi terkadang masih
mengkonsumsi gorengan. Pasien minum air putih 8 gelas sehari.

8. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : kedua kaki bengkak
b. Kulit : kuning (-),gatal (-),luka (-)

5
c. Kepala : mesocephal, pusing (-), nyeri kepala (-), kepala
terasa berat (-), perasaan berputar-putar (-), rambut
mudah rontok(-)
d. Mata : mata kunang-kunang(-), pandangan kabur (-), gatal
(-), bengkak pada pelupuk mata (-), katarak (-/-)
e. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
berlebihan (-), gatal (-)
f. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah
(-), telinga berdenging (-).
g. Mulut : mukosa basah (+), gusi mudah berdarah (-), sariawan
(-), gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-)
h. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-),
sakit tenggorokan (-), suara serak (-).
i. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri
dada (-), mengi (-).
j. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan
(-), sering pingsan (-), berdebar-debar(-),
keringat dingin (-), ulu hati terasa panas
(-), denyut jantung meningkat (-), bangun
malam karena sesak nafas (-)
k. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), rasa penuh di perut
(-), perut semakin membesar (-), cepat
kenyang (-), nafsu makan berkurang (-),
nyeri ulu hati (-), BAB cair (-), sulit BAB
(-), BAB berdarah (-), perut nyeri setelah
makan(-), BAB warna seperti dempul (-),
BAB warna hitam (-)
l. Sistem muskuloskeletal : seluruh badan terasa nyeri cekot-cekot (-),
kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak
sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-),
kejang(-), leher kaku (-)
m. Sistem genitouterina : nyeri saat BAK (-), panas saat BAK (-),
sulit buang air kecil (-), air kencing warna
seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-),

6
anyang-anyangan (-), sering menahan
kencing (-), rasa pegal di pinggang (-),
rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa
gatal pada alat kelamin (-)
n. Ekstremitas :
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-
lebam kulit (-/-)
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (+/+), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam-
lebam kulit (-/-)

C. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 14 November 2015
1. Keadaan Umum : CM, GCS E4V5M6
2. Tanda Vital
Tensi : 150/ 90 mmHg
Nadi : 82x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 18x/menit, abdominothorakal
Suhu : 36,6 oC
3. Status gizi
BB : 60 kg
TB : 150 cm
BMI : 26,67 kg/m2
Kesan : Obesitas
4. Kulit : warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),
ekimosis (-)
5. Kepala : bentuk mesocephal, rambut sebagian berwarna hitam
dan putih, distribusi rambut rata, mudah rontok (-),
luka (-)
6. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-), katarak (-/-)
7. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-)

7
8. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-),
gusi berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral
thrush (-), mukosa basah (+)
10. Leher : JVP R + 2 cm (Normal), trakea ditengah dan simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi
cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Thorax : bentuk normochest,simetris, pengembangan dada
kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar(-), pembesaran
KGB axilla (-/-)
12. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 2 cm linea
medioclavicularis sinistra
Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC V linea parasternalis dextra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 2 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung :
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising(-), gallop (-).
13. Pulmo
Depan
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
- Kanan : sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC
VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada batas
absolut paru hepar

8
- Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan :suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi
basah halus (-), krepitasi (-)
Belakang
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis : pengembangan dada simetris kanan=kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan =kiri
Perkusi
- Kanan : Sonor.
- Kiri : Sonor.
- Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah
halus (-), krepitasi (-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sama dengan dinding thorak, venektasi
(-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) , bruit hepar (-), bising epigastrium (-)
Perkusi : tympani, undulasi (-), pekak alih (-), area traube (+)
timpani, liver span 3 jari dibawah arcus costae.
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien sulit untuk
dievaluasi
15. Extremitas: _ _ _ _
+ + _ _

9
Oedem Akral dingin

D. Resume

1. Keluhan utama:
Kedua kaki bengkak
2. Anamnesis:
Pasien mengeluhkan kedua kakinya agak bengkak sejak kurang lebih
3 hari sebelumnya. Pasien tidak mengetahui awal mulanya, tiba-tiba
kedua kaki sudah bengkak tapi tidak terlalu besar. Pasien juga merasa
sesak dan terengah-engah bila berjalan terlalu jauh.
Pasien memiliki riwayat tensi tinggi sejak kurang lebih 11 tahun yang
lalu. Berawal saat pasien membantu saudara yang memiliki hajatan,
pasien sibuk bekerja hingga tiba-tiba tangan pasien terasa gemetar dan
kepala pusing. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dan saat dicek
tekanan darah sistolnya mencapai 225 sehingga pasien dirawat inap
selama 3 hari kemudian pulang dan disuruh minum obat dan control rutin
tiap bulan di Puskesmas.
Hingga saat ini pasien sudah berobat rutin untuk hipertensi ke
puskesmas. Pasien biasa mengkonsumsi amlodipin sehari satu kali.
3. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak sehat, compos mentis, GCS E4/V5/M6,
tekanan darah 150/90 mmHg, HR 82x/menit, irama reguler, isi dan
tegangan cukup, equal, RR 18x/menit, suhu 36,6oC, IMT 26,67
kg/m2.

E. Patient Centered Diagnosis

10
1. Diagnosis Holistik
a. Aspek Personal
Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki, cepat merasa lelah
bila berjalan jauh. Pasien berobat ke puskesmas berharap agar
pasien sembuh dan hipertensinya tidak menjadi parah. Perhatian
dari keluarga sangat dibutuhkan guna kesembuhan penyakit Ny.SR,
untuk itu diperlukan kerjasama dan komunikasi yang baik antar
anggota keluarga demi kesembuhan pasien. Pasien tidak begitu
mengkhawatirkan akan penyakitnya, pasien bisa menerima kondisi
yang ada padanya saat ini.
b. Aspek Klinis
Hipertensi grade 1
c. Aspek Faktor Internal Individu
Usia Dari faktor usia, Ny.SR berumur 56 tahun
yang merupakan kelompok usia risiko tinggi
munculnya penyakit hipertensi.

Jenis Kelamin Ny.SR adalah perempuan yang pada usia


menopause berisiko terjadi hipertensi

Perilaku individu Ny.SR tidak rutin beolahraga, menjadi faktor


risiko terjadinya hipertensi.

Obesitas Pasien Ny SR merupakan orang yang gemuk,


dimana memiliki risiko relatif terkena
hipertensi disbanding orang normal.

Genetik Pasien memiliki kedua orang tua dengan


riwayat hipertensi, begitu pula dengan
keempat saudara kandungnya.
d. Aspek Faktor Eksternal Individu
Dilihat dari faktor kedekatan dengan keluarga, Ny.SR dekat dengan
anak ke 2 Nn. SH yang sering memotivasi pasien agar tetap kontrol

11
ke puskesmas. Pasien juga dekat dengan suami, mereka selalu
berbagi keluh kesah yang ada dalam kehidupan mereka.
e. Skala Fungsi Sosial
Ny.SR dikategorikan dalam skala 1 pada penilaian fungsi sosial
karena masih mampu melakukan pekerjaan secara mandiri di
dalam maupun di luar rumah.
2. Diagnosis Biologis
Pasien merupakan perempuan 56 tahun dengan Hipertensi grade I.
3. Diagnosis Psikologis
Pasien tidak mengalami depresi, tidak mengalami ansietas, tidak
mengalami stres, serta tidak menunjukkan perilaku yang mengarah pada
penyimpangan kejiwaan.
4. Diagnosis Sosial dan Budaya
Hubungan pasien dengan masyarakat sekitar cukup baik dan harmonis.
Pasien tidak memiliki kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat akan
tetapi pasien masih aktif dalam kegiatan sosial seperti pengajian,
kegiatan ibu-ibu PKK maupun kerja bakti warga. Dari segi budaya,
pasien dan keluarga masih menjunjung adat istiadat atau budaya
setempat, yaitu Budaya Suku Jawa.

5. Diagnosis Ekonomi
Secara ekonomi, kebutuhan hidup sehari-hari dibiayai oleh suami,
kedua anak, dan menantunya. Pasien merasa penghasilan tersebut sudah
cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.

F. Follow Up
Tanggal 19 November 2015
S : pasien tidak mengeluhkan bengkak di kaki, tidak mengeluh sesak,
serta tidak didapatkan keluhan pusing maupun cengeng
O : KU sedang, compos mentis,
Tanda vital : T : 140/90 mmHg R :18 x/menit

12
N : 80 x/menit S : 36,5 0C
Pemeriksaan Fisik
Cor :
I :Ictus Cordis tidak tampak
P :Ictus cordis tidak kuat angkat
P:Batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int. normal, regular, bising (-)
Pulmo : SDV (+/+), RBH (-/-)
A : Hipertensi Grade 1
P : Amlodipin 5 mg 1x1
Edukasi agar tetap rutin minum obat,
Aktifitas fisik ringan tiap hari 15-30 menit

Tanggal 23 November 2015


S : pasien tidak mengeluhkan bengkak di kaki, tidak mengeluh sesak,
maupun nyeri dada, serta tidak didapatkan keluhan pusing maupun
cengeng
O : KU sedang, compos mentis,
Tanda vital : T : 150/90 mmHg R : 20 x/menit
N : 82 x/menit S : 36,4 0C
Pemeriksaan Fisik
Cor :
I :Ictus Cordis tidak tampak
P :Ictus cordis tidak kuat angkat
P:Batas jantung kesan tidak melebar
A:BJ I-II int. normal, regular, bising (-)
Pulmo : SDV (+/+), RBH (-/-)
A : Hipertensi Grade 1
P : Amlodipin 5 mg 1x1
Menjaga agar tetap mengurangi asupan garam pada makanan
Mengurangi penggunaan MSG dan mengurangi makan gorengan

13
Beraktifitas fisik ringan tiap hari 15-30 menit
Memberikan contoh/anjuran menu makan

Tabel 2.1. Anjuran Menu bagi Pasien Hipertensi selama 10 Hari


Hari Waktu
Pagi Selingan Siang Selingan Malam
(06.00-08.00) (10.00) (12.00-13.00) (16.00) (20.00)
Nasi, Telur Jus Buah Nasi, ikan Buah Nasi, ayam
bumbu pepes, sambal pepaya bakar, oseng-
balado, goreng kering oseng tahu
Tumis buncis tempe, sayur dan cabe
1
bening bayam hijau, cah
sayuran
Buah: jeruk
manis
Mi Hokian Ketimus Nasi, sayur Jus Nasi, tumis
nangka bobor, bakwan mentimun tahu, kentang
2
tahu

Nasi goreng Singkong Nasi, sayur rica Mix fruit Nasi, tempe
3 kunyit manis rodoh juice kukus cabai
hijau
Nasi, tempe Talam ubi Nasi, kangkung Jus Nasi, kukus
4 pesmol bumbu kare, blimbing telur bumbu
bergedel jagung semur
Orak arik Talam Nasi,tumis ikan Sari seledri Nasi, tumis
5 bening soun nangka tongkol campur buncis wortel
bintik
Macaroni Kue Nasi, asem- Timun Nasi, oseng
bumbu merah tapioca asem serut tahu tomat
6
kangkung,
tempe goreng
Mi rebus Buah apel Nasi, gadon Sup buah Nasi, Tahu
7 taoge daging kukus serut telur saus
asam manis
Kwetiau Lemang Nasi, bening Sari buah Nasi. Telur
8 sayur sambal manis bayam, tempe tropika ceplok air
rujak pisang mendoan acar kuning
Nasi ciprat, Awuk Nasi, daun Jus papaya Nasi, tempe
9 tahu manis singkong kayu manis masak wijen
bumbu iris
10 Nasi hijau Kue bugis Nasi,kacang Pisang Nasi, tahu
harum, tempe isi kacang panjang bumbu bakar saus bumbu merah

14
kuning,apel manis

Tabel 2.2. Pengaturan Makanan Pasien Hipertensi


PENGATURAN MAKANAN
BAHAN MAKANAN Makanan yang segar: sumber hidrat arang,
DIANJURKAN protein nabati dan hewani, sayuran dan buah-
buahan yang banyak mengandung serat.
Makanan yang diolah tanpa atau sedikit
menggunakan garam natrium, vetsin, kaldu
bubuk.
Sumber protein hewani: penggunaan daging/
ayam/ ikan paling banyak 100 gram/ hari. Telur
ayam/ bebek 1 butir/ hari.
Susu segar 200 ml/ hari
BAHAN MAKANAN Pemakaian garam dapur
YANG DIBATASI Penggunaan bahan makanan yang mengandung
natrium seperti soda kue
BAHAN MAKANAN Otak, ginjal, paru, jantung, daging kambing
YANG DIHINDARI Makanan yang diolah menggunakan garam
natrium
- Crackers, pastries, dan kue lainlain
- Krupuk, kripik dan makanan kering yang asin
Makanan dan minuman dalam kaleng: sarden,
sosis, kornet,sayuran dan buah-buahan dalam
kaleng
Makanan yang diawetkan: dendeng, abon, ikan
asin, ikan pindang, udang kering, telur asin, telur
pindang, selai kacang, acar, manisan buah
Mentega dan keju
Bumbu-bumbu: kecap asin, terasi, petis, garam,
saus tomat, saus sambel, tauco dan bumbu
penyedap lainnya
Makanan yang mengandung alcohol misalnya:
durian, tape

Cara mengatur diet:


Rasa tawar dapat diperbaiki dengan menambah gula merah, gula pasir, bawang
merah, bawang putih, jahe, kencur, salam dan bumbu lain yang tidak
mengandung atau sedikit garam Na.
Makanan lebih enak ditumis, digoreng, dipanggang, walaupun tanpa garam

15
Bubuhkan garam saat di atas meja makan, gunakan garam beryodium (30 80
ppm), tidak lebih dari sendok teh/ hari
Dapat menggunakan garam yang mengandung rendah natrium

G. FLOW SHEET
Nama : Ny. SR

Diagnosis : Hipertensi grade 1

Tabel 2.3. Flow Sheet Pasien Ny.SR

No Tgl Problem TD N BB TB Planning Target


1 14/11/ Bengkak 150/ 82 60 150 Obat anti Mengurangi
2015 di kedua 90 hipertensi, bengkak di
kaki, diuretik, diet kaki,
cepat rendah garam, menurunkan
capek istirahat cukup tensi
2 19/11/ Cepat 140/ 80 60 150 Obat anti Tekanan
2015 merasa 90 hipertensi, diet darah
capek bila rendah garam, menjadi
berjalan istirahat cukup 140/80
jauh

3 23/11/ Cepat 150/ 82 60 150 Obat anti Tekanan


2015 merasa 90 hipertensi, darah
capek bila modifikasi menjadi
berjalan gaya hidup, 140/80
jauh diet rendah
garam,
istirahat cukup

Tabel 2.4. Master Problem List

MASTER PROBLEM LIST

Problem Approx Date Active Inactive/Resolved Date


Number Date of Problem Problems Problems Resolved
Onset Recorded

1. 2004 14/11/15 Hipertensi - -


Grade I
(150/90),

16
kaki terasa
bengkak,
cepat capek
2. 19/11/15 Hipertensi Bengkak pada kaki 19/11/15
Grade I
(140/90),
cepat capek
bila berjalan
jauh
3. 23/11/15 Hipertensi - -
Grade I
(150/90),
cepat capek
bila berjalan
jauh

17
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI - FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Pasien berusia 56 tahun dengan diagnosis hipertensi grade 1 dalam
extended family yang terdiri atas 6 orang. Pasien mempunyai 2 anak yang
tinggal serumah dengan pasien, anak pertama sudah berkeluarga dan
dikaruniai satu putra, sedangkan anak kedua belum berkeluarga. Suami
pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan juga rutin control untuk
memeriksakan diri
2. Fungsi Psikologis
Hubungan yang terjadi dalam keluarga sangat baik. Tidak ada
perselisihan yang tidak dapat terselesaikan dalam keluarga ini. Hubungan
suami dengan pasien sangat baik. Hubungan kedua anak terhadap pasien
juga baik dan tidak ada perselisihan yang berarti.
3. Fungsi Sosial
Pasien tidak memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat, hanya
sebagai anggota masyarakat biasa. Keluarga ini masih aktif dalam mengikuti
kegiatan kemasyarakatan yang dilaksanakan di lingkungannya seperti arisan
RT, kegiatan PKK pada tanggal 10 di tiap bulannya, pengajian di masjid tiap
kamis malam, acara jalan-jalan bersama masyarakat dalam RW, dan lain-
lain. Pasien tidak merasakan adanya keterbatasan dalam mengikuti kegiatan
di lingkungannya.
4. Fungsi Ekonomi
Pasien sudah tidak bekerja sejak cucunya lahir. Saat ini suami pasien
bekerja sebagai supir laboratorium klinik Budi Sehat. Anak pertama bekerja
sebagai karyawan distributor alat kesehatan. Anak kedua bekerja sebagai
pegawai swasta. Sedangkan menantu pasien bekerja di pabrik rokok. Untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, setiap anggota keluarga saling membantu.
Pendapatan ini menurut pasien sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan

18
sehari-sehari. Pasien dan keluarga menggunakan PKMS setiap melakukan
pemeriksaan kesehatan.

B. Fungsi Fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.
1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana
keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi
masalah. Fungsi ini dalam keluarga Ny. SR sudah berjalan cukup baik karena
sampai saat ini tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama.
Ny. SR sudah sangat puas dengan bagaimana cara pembagian masalah dan
membahasnya bersama-sama.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Ny. SR menyatakan bahwa keluarga sangat
mendukung setiap keputusan dan keinginan untuk melakukan kegiatan baru yang
bermanfaat. Dalam keluarga Ny. SR tidak pernah ada bagian keluarga yang
mengatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas dan tanpa solusi dalam
menyelesaikan masalahnya. Terutama suami sangat mendukung ketika Ny. SR
ingin memeriksakan diri rutin ke puskesmas terdekat.

19
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama
lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya.
Menurut Ny. SR hubungan keluarga dalam mengekspresikan kasih sayang serta
merespon emosi sudah cukup baik. Tidak pernah terjadi kekerasan dalam
menyelesaikan masalah dalam keluarga Ny. SR.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga
Ny. SR sudah cukup baik, keluarga masih sering berkumpul bersama.
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
Selalu/sering : 2 poin
Kadang-kadang : 1 poin
Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
8-10 : baik
6-7 : cukup
1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Ny. SR dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 APGAR Anggota Keluarga Ny .SR

Kode APGAR keluarga Ny. SR Ny. SR

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


A 2
keluarga saya bila saya menghadapi masalah

Saya puas dengan cara keluarga saya


P 2
membahas dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
G 2
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru

20
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
A 2
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
R 2
membagi waktu bersama-sama
Total Nilai APGAR 10
Sumber : Data primer, November 2015

Fungsi Fisiologis Keluarga = 10


Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga Ny. SR tergolong baik. Hal ini terlihat dari
total skor APGAR 10.

C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Ny. SR menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Ny. SR dapat diamati pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 SCREEM Keluarga Ny. SR


Sumber Patologi Ket.
Interaksi sosial antar anggota keluarga maupun
dengan tetangga sekitar tergolong baik. Anggota
SOCIAL -
keluarga aktif dalam kegiatan rutin kemasyarakatan di
wilayahnya.
Keluarga Ny. SR menerapkan adat-istiadat Jawa
dalam kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai
CULTURAL kesopanan dalam interaksinya. Bahasa yang -
digunakan untuk komunikasi sehari-hari adalah
Bahasa Jawa.
Keluarga Ny. SR menerapkan dan menjaga nilai-
nilai kerohanian Islam dalam hidupnya.
Berdasarkan pengakuan Ny. SR keluarganya rajin
dalam melakukan ibadah sholat 5 waktu dan ibadah
sunah. Mereka merasa dengan kegiatan spiritual
RELIGION -
mampu membantu mereka mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam hidup. Ny. SR
juga merasa apa yang mereka dapat hingga saat ini
adalah dari Tuhan sehingga mereka selalu
bersyukur.

21
Penghasilan Ny. SR sudah cukup untuk memenuhi
ECONOMY -
kebutuhan hidup sehari-hari.
Tingkat pendidikan Ny. SR sudah sampai tingkat
EDUCATION -
SMP
Keluarga Ny. SR memiliki jaminan kesehatan dan
karena akses ke layanan kesehatan dekat sehingga
MEDICAL -
keluarga Ny. SR rajin memeriksakan diri apabila
sakit.
Sumber : Data primer, November 2015

Kesimpulan: Fungsi patologis keluarga Ny. SR tidak mengalami gangguan.

22
D. Genogram Keluarga

Ny A, 80 th Ny R, 75 th Tn A, 79 th
Tn B, 78 th COD : COD :
COD : COD :

Ny A, 75 th Tn A, 80 th Ny A, 70 th
Tn L, 76 th Ny S, 73 th
COD : COD : COD :
COD : COD :

Ny D, 71 th Tn R, 65 th Ny S, 75 th Tn SK, 70 th
COD : Hipertensi COD : Gagal Ginjal COD : Pneumonia COD : DM

Ny S Ny P Tn K, 52th Ny M, 49 th
Tn N Ny J
63 th 56 th COD : Stroke
COD : Hipertensi 57 th 61 th
COD : Stroke COD : Jantung COD: Hipertensi

Ny SR, 56 th Tn SP, 54 th

Tn M, 30 th Ny T, 29 th Ny SH, 25 th

An P, 1.5 th

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny. SR

: Laki-laki dengan riwayat penyakit hipertensi


: Perempuan dengan riwayat penyakit hipertensi

COD : Cause of Death

23
E. Pola Interaksi Keluarga

Ny.SR,
56 th

Ny.T, 29
Tn.SP, 54 th
th

Nn.SH,
Tn.M, 30 th
25 th

An.P, 1.5 th

Gambar 3.2 Pola Interaksi Keluarga Ny, SR


Sumber : Data primer, November 2015

Keterangan :

: Hubungan harmonis

: Hubungan konfliktual
Kesimpulan :
Hubungan antar anggota keluarga Ny. SR berjalan baik dan dalam keadaan
harmonis

F. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan


1. Pengetahuan
Ny. SR hanya bersekolah formal hingga tingkat SMP. Untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien lebih banyak medapat
dari penyuluhan, edukasi dokter saat beliau datang ke pelayanan

24
kesehatan. Selain itu, keluarga baik suami maupun anak-anaknya banyak
memberikan informasi tentang perilaku yang sehat. Pasien sulit untuk
mencari informasi lewat internet.
2. Sikap
Sikap Ny. SR terhadap kesehatan tergolong cukup baik. Pasien
beraktifitas sebagai ibu rumah tangga. Sebagian besar waktunya
digunakan untuk mengasuh cucunya. Selain itu, Ny. SR juga rutin untuk
memeriksakan kesehatannya ke puskesmas, dan rutin meminum obat yang
diberikan oleh dokter. Pasien menyikapi kondisinya dengan baik.
Mengetahui apa yang harus dilakukan maupun apa yang harus dihindari
terkait penyakit hipertensi yang dideritanya. Pasien tidak menganggap
keadaannya sebagai beban.
3. Tindakan
Ny SR memeriksakan dirinya ke layanan kesehatan tiap minggu
sekali. Tempat tinggal Ny. SR juga tergolong dekat dengan fasilitas
pelayanan kesehatan terdekat dan hal tersebut menurut Ny. SR juga
menjadi salah satu faktor penyebab mudahnya untuk datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Ny.SR sendiri merupakan pasien pengidap hipertensi
yang rutin untuk memeriksakan kondisinya, dan rutin untuk meminta obat
apabila obatnya sudah akan habis.

G. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan


1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:
Tabel 3.3 Keadaan Rumah Ny. SR
No Lingkungan Ny.SR Keterangan
1 Status kepemilikan rumah: milik pribadi Kesimpulan:
2 Daerah perumahan: cukup bersih
Keadaan
3 Luas tanah: 56 m2 , luas bangunan: 56m2
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 6 orang rumah Ny.
5 Jarak antar rumah: 2 m(samping). SR masih
6 Rumah 1 lantai

25
Lantai rumah: keramik, dapur dan kamar mandi kurang
7
hanya diplester bersih dan
8 Dinding rumah: tembok bata, dicat putih
kurang rapi.
9 Jamban keluarga: ada, leher angsa
10 Kamar mandi: ada
11 Dapur: ada (1) disebelah kamar mandi
12 Kamar tidur : ada 3
Penerangan listrik @15watt x 7 buah lampu= 105
13
watt
14 Pencahayaan: cukup
15 Ketersediaan air bersih: air sumur
Kondisi umum rumah: kondisi rumah kurang
bersih, kurang rapi, banyak mainan cucu pasien
16
yang beserakan, lantai meski sudah dikeramik
tapi berdebu, kamar mandi lembab.
Tempat pembuangan sampah: di dalam dan di
17
luar rumah terdapat bak sampah
Sumber : Data primer, November 2015
Lingkungan disekitar rumah Ny. SR tergolong rapi dan bersih.
Lantai rumah Ny. SR sudah beralaskan keramik dan sudah bercat tembok
putih. Ny. SR tinggal bersama 5 anggota keluarga lainnya. Dari segi
makanan tergolong bersih, karena biasanya Ny. SR menutup piring
makanan dengan tudung saji sehingga tidak ada binatang yang hinggap
pada piring makanan tersebut.
2. Keturunan
Ny.SR memiliki orang tua yang memiliki riwayat darah tinggi,
begitu pula dengan keempat kakak kandungnya.
3. Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat dari rumah Ny. SR adalah
Puskesmas Gambirsari yang kira-kira berjarak 200 meter dari rumah Ny.
SR, sehingga bisa dengan mudah diakses dengan berjalan kaki.

H. Identifikasi Outdoor dan Indoor


1. Lingkungan Indoor

26
Tempat Cuci
Ruang Serbaguna
Kamar pakaian

Ruang keluarga

Dapur
Kamar

KM

Kamar
Teras

Gambar 3.3 Denah Rumah Ny. SR

Keterangan Simbol : : Pintu


Keterangan:
a. Luas rumah 56m2, lantai dikeramik, pencahayaan cukup
b. Sumber air dari sumur untuk mandi, mencuci dan memasak.
2. Lingkungan Outdoor
a. Rumah terletak bersebalahan dengan rumah sebelahnya, berhimpitan
b. Teras rumah cukup luas
c. Terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup
d. Jarak jamban dari sumber air bersih kurang dari 10 meter.

27
BAB IV
PEMBAHASAN DAN SARAN KOMPREHENSIF

A. PEMBAHASAN
Hipertensi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan kenaikan
tekanan darah yaitu >140 mmHg untuk tekanan sistol dan >90 mmHg untuk
tekanan diastol. Berdasarkan JNC 7 tekanan darah digolongkan menjadi
empat kategori (Martin, 2008). Pada JNC 8 penggolongan tekanan darah
tidak digolongkan secara terperinci, tetapi ambang batas pengobatan
farmakologis didefinisikan dengan jelas.
Adapun pengertian hipertensi yang lain adalah tekanan darah tinggi
yang menetap yang penyebabnya masih tidak diketahui (hipertensi esensial,
idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit yang
lain (hipertensi sekunder) (Dorland, 2009).
Hipertensi juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah arteri di atas batas normal yang diharapkan pada kelompok usia
tertentu (Oxford, 2003). Menurut Muchid (2006) penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua jenis, yaitu :
1. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Lebih dari 90 % pasien dengan hipertensi merupakan
hipertensi tipe ini. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi
untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum ada
satu teori yang menegaskan patogenesis hipertensi ini. Faktor genetik
memegang peranan penting dalam jenis hipertensi ini. Apabila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang
monogenik dan poligenik, orang tersebut mempunyai kecenderungan
untuk memiliki hipertensi esensial. Banyak karakteristik genetik dari
gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium atau
mengubah ekskresi kallikrein urin, pelepasan nitric oxide, ekskresi
aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.

28
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang merupakan akibat kelainan
penyakit ataupun obat tertentu yang bisa meningkatkan tekanan darah.
Kurang dari 10 % pasien menderita jenis hipertensi ini. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab hipertensi sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi penyakit yang mendasarinya
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder ini.
Menurut Phibbs (2007) bentuknya, hipertensi dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik.
Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi campuran (sistolik dan diastolik yang meninggi) yaitu
peningkatan tekanan darah pada sistolik dan diastolik.
3. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
Berdasarkan kriteria tekanan darahnya dalam JNC 8 (Rahmawati,
2006), hipertensi dapat dibagi sebagai berikut, yaitu:

Tabel 4.1 Klasifikasi Hipertensi dan Rekomendasi Follow-up1


Tekanan Tekanan Rekomendasi
Klasifikasi Sistolik Diastolik follow-up
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80 2 tahun
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89 1 tahun
Hipertensi 140 159 Atau 90 99 Dikonfirmasi
stage 1 dalam 2 bulan

29
Hipertensi 160 Atau 100 *)
stage 2
*) Mengevaluasi atau merujuk ke sumber perawatan dalam waktu 1 bulan
Bagi mereka dengan tekanan yang lebih tinggi (misal > 180/110 mm Hg).
Mengevaluasi segera atau mengobati dalam waktu 1 minggu tergantung
pada situasi klinis dan komplikasi.
Target tekanan darah yang normal (<140/90 mmHg) lebih ditekankan
pada pasien usia kurang dari 60 tahun, pasien dengan Diabetes Mellitus dan
pasien dengan CKD tanpa proteinuria yang signifikan. Sedangkan pada
pasien usia lebih dari 60 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya
melampaui target normal yaitu 150/90 mmHg. Target normal tekanan darah
pasien usia lebih dari 60 tahun adalah <150/90 mmHg (James et al., 2014)
Di Indonesia, prevalensi hipertensi sebesar 5-10 %. Pada tahun 1978
penyakit jantung hipertensi meningkat sekitar 14,3 % menjadi 39 %. Sekitar
85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau hipertensi primer,
selebihnya merupakan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh gangguan
sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering
meningggal karena komplikasi jantung atau PJH (Panggabean, 2010)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke
dalam keadaan gawat darurat. Sekitar 1-8% penderita hipertensi usia 30-70
tahun berlanjut menjadi krisis hipertensi. Pengobatan yang baik dan teratur
dapat mencegah insiden krisis hipertensi maupun komplikasi lainnya menjadi
kurang dari 1% (Panggabean, 2010). Terdapat banyak insidensi dan
komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hipertensi tanpa peringatan
dalam bentuk gejala yang khas.
Berdasarkan Kumar dan Clark (2004), hipertensi memiliki
beberapa etiologi, yaitu :

1. Faktor genetik

30
Beberapa mutasi genetik pada gen-gen pengatur tekanan darah akan
menyebabkan sebuah keluarga lebih rentan terhadap Hipertensi daripada
keluarga yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
2. Faktor fetal
Menurut penelitian, berat badan lahir yang rendah mempunyai risiko
mengalami kejadian hipertensi yang lebih tinggi. Ini berhubungan dengan
adanya kelainan pada sistem pembuluh darahnya.
3. Faktor lingkungan
a. Obesitas
Orang yang gemuk lebih sering mengalami kejadian hipertensi
dibandingkan dengan orang yang kurus. Obesitas diukur bedasarkan
BMI ( Body Mass Index ), menurut Sugondo (2006) berikut
klasifikasi BMI untuk kawasan Asia Pasifik :
Klasifikasi obesitas
Klasifikasi IMT
Berat badan
<18,5
kurang
Kisaran normal 18,5-22,9
Berat badan
>23,0
lebih
Beresiko 23,0-24,9
Obese I 25,0-29,9
Obese II >30,0
b. Alkohol
Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan antara meminum
alkohol dengan kejadian hipertensi.
c. Asupan garam
Semakin tinggi asupan garam yang diterima oleh seseorang, peluang
untuk terjadinya hipertensi semakin besar.

d. Stres

31
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan darah.
e. Mekanisme humoral
Sistim saraf pusat memegang peranan penting dalam pengaturan
tekanan darah. Jika sistem ini terganggu, maka pengaturan tekanan
darah juga terganggu.
f. Resistensi insulin
Hubungan antara diabetes dengan hipertensi telah lama diketahui dan
salah satu ciri pada diabetes adalah hiperinsulinemia sehingga
resistensi insulin juga akan memiliki hubungan dengan terjadinya
kejadian hipertensi.
Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya hipertensi menurut
Yogiantoro (2006) adalah:
1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas,
merokok, kurangnya aktifitas fisik dan genetik.
2. Sistem saraf simpatis (tonus simpatis dan variasi diurnal).
3. Keseimbangan antara modulator, vasodilatasi, dan vasokontriksi.
4. Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin, dan aldosteron
Selain itu, menurut Sigarlaki (2006), faktor pemicu hipertensi dapat
dibedakan atas yang tidak terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan
umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga,
merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Akan tetapi, hipertensi ini
dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti
neurotransmiter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti
rokok, nutrisi dan stres.

32
Gambar 4.1. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pengendalian Tekanan
Darah. (Yogiantoro, 2006.)
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan dan penyempitan arteri.
Arteri menjadi keras, kaku dan dapat memblok aliran darah. (Yogiantoro,
2006). Hipertensi merupakan penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
kinerja berbagai organ. Hipertensi menjadi suatu faktor risiko penting
terhadap terjadinya penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke.
Apabila tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan
organ tubuh. Hipertensi disebut silent killer karena dapat menyebabkan
kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang khas (Panggabean, 2010).

33
Menurut Yogiantoro (2006) berikut organ tubuh yang rentan rusak akibat
terganggunya arteri tersebut :
1. Jantung
Misalnya, penderitanya beresiko terkena serangan jantung, akibat dari
aliran darah yang tidak lancar. Jantung harus bekerja ekstra keras
dalam memompa, ditambah lagi dengan terjadinya sumbatan dari
pembuluh darah sehingga otot-otot jantung akan membesar dan tidak
lagi efisien dalam memompa jantung.
2. Otak
Misalnya dementia, yang bisa terjadi akibat terganggunya suplai darah
ke otak, sehingga sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi. Selain itu,
hipertensi juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di
otak dan memicu pecahnya pembuluh darah otak hingga terjadi
serangan stroke.
3. Ginjal
Ginjal seharusnya berfungsi menyaring air yang berlebih dan limbah
makanan yang berasal dari darah Anda. Jika arteri rusak, maka
peredaran darah ke ginjal juga ikut terganggu dan ginjal tidak dapat
berfungsi dengan baik, sehingga limbah tersebut menumpuk. Selain
itu, sel-sel ginjal juga bisa rusak karena gangguan asupan nutrisi dan
darah ke ginjal.
4. Mata.
Peredaran darah ke mata yang terhambat dapat mengakibatkan
gangguan pandangan, misalnya rabun, pendarahan bahkan kebutaan.
5. Reproduksi
Pada laki-laki, hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi
ereksi dan pada wanita, dapat menyebabkan kehilangan gairah seksual,
vagina terasa kering dan tidak dapat melakukan orgasme.
6. Tulang.
Karena hipertensi memicu banyaknya kalsium yang terbuang melalui

34
urin sehingga kepadatan tulang berkurang dan mudah keropos.
Terutama jika terjadi pada wanita dewasa.
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-gejala
klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk
bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus
lengan yang sesuai (menutup 80% lengan) (Abdoelrochim, 2004).
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, dan lainnya.
Adanya riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan (seperti merokok),
konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek sampaing terapi
antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan
(keluarga, pekerjaan, dan sebagainya) (Abdoelrochim, 2004; Gordon, 2000).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan morbiliditas atau
mortalitas kardiovaskular akibat tekanan darah tinggi dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg sambil
mengendalikan faktor-faktor resiko yang dapat dikendalikan (merokok,
obesitas, dislipidemia, alkohol, dan lain-lain). Selain itu juga bertujuan untuk
menghambat laju penyakit ginjal proteinuria (Sudoyo dkk, 2006; Depkes RI
2000; Tierney dkk, 2001).
Tujuan ini sebenarnya tidak hanya dapat dicapai melalui terapi
farmakologi, tetapi juga melalui modifikasi gaya hidup. Pencegahan atau
penanggulangan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup cukup efektif dapat
menurunkan resiko kardiovaskular dengan biaya sedikit dan resiko minimal.
Langkah-langkah yang dianjurkan antara lain:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indikator berupa
BMI 27)
2. Membatasi konsumsi alkohol

35
3. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-40 menit/hari)
4. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na atau 2,4 g Na atau 6 g
NaCl per hari)
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari)
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol dalam makanan
8. Pengendalian stress seperti relaksasi dan medikasi

Gambar 4.2 Algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut JNC VIII

36
Keluarga Ny.SR dilihat dari fungsi holistik dinilai cukup baik dengan
fungsi biologis bentuk keluarga Ny.SR adalah extended family. Extended
family adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.
(Friedman, 1998). Dilihat dari faktor risiko secara internal, keluarga Ny. SR
didapatkan riwayat hipertensi pada kedua orang tua serta keempat kakak
kandungnya. Selain itu dari index masa tubuh pasien termasuk kedalam
obesitas grade I. Kedua hal ini kemungkinan memiliki peran yang cukup besar
terhadap kondisi medis yang dialami oleh Ny SR. Adapun dilihat dari fungsi
psikologis, pasien tidak mengalami depresi, stress, maupun cemas..
Sementara itu, perlu dipahami juga keluarga Ny.SR sedang dalam siklus
kehidupan tahap VII. Adapun, siklus keluarga dan masalah yang dapat terjadi
di setiap tahapnya menurut Duvall (1985) adalah sebagai berikut:
1. Tahap I : Keluarga Pemula / Tahap Pernikahan
Merupakan perkawinan sepasang insan, dimana terjadi perpindahan
dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim. Masalah
yang dapat timbul pada tahap ini antara lain:
a. Gagal menyesuaikan diri terhadap perubahan peran dan fungsi masing-
masing.
b. Gagal menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis, melalui
pernikahan akan diperoleh anggota keluarga yang baru yang berasal
darisuami ataupun istri yang akan menjadi bagian keluarga besar dalam
keluarga.
2. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak
Tahap perkembangan keluarga yang II dimulai dengan kelahiran anak
pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Masalah yang sering muncul pada
tahap ini adalah:
a. Suami merasa diabaikan, karena waktu istri lebih banyak digunakan
untuk mengurus dan memperhatikan anak.
b. Terdapat peningkatan perselisihan argumen antara suami dan istri.
c. Interupsi dalam jawal yang kontinu (lelah sepanjang waktu).
d. Kehidupan sosial dan seksual yang terganggu dan menurun.
Tugas-tugas pasangan suami-istri pada tahap ini antara lain:
a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap.

37
b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
d. Memperluas hubungan persahabatan dengan keluarga besar dengan
pertambahan peran-peran orangtua kakek dan nenek.
3. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 - 5 tahun, pada tahap ini
dapat pula keluarga terdiri dari 3-5 orang, kelurga menjadi lebih majemuk.
Pada tahap ini banyak keluarga yang mengalami kegagalan.
Pada tahap ini ikatan perkawinan melemah atau mulai tidak
memuaskan, sehingga sering mengalami keguncangan:
a. Peran orang tua membuat peran perkawinan semakin sulit.
b. Terjadi perubahan-perubahan negatif, diantaranya:
i. Kurang puas dengan keadaan rumah
ii. Pembicaraan pribadi (suami-istri) lebih sedikit, berpusat lebih
banyak pada anak
iii. Kehangatan yang diberikan pada anak lebih banyak daripada yang
diberikan satu sama lain (suami-istri)
iv. Tingkat kepuasan seksual rendah.
4. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun (mulai masuk SD)
sampai usia 13 tahun (awal dari masa remaja). Pada tahap ini biasanya
kebahagian keluarga mulai menurun. Masalah yang dapat timbul pada tahap
perkembangan ini, antara lain:
a. Sulit mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang
sehat.
b. Sulitnya mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
5. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja
Dimulai ketika anak pertama usia 13 tahun sampai 19 atau 20 tahun.
Tahap ini dapat lebih singkat atau lebih lama, berlaku selama anak
masihtinggal dirumah, adanya persiapan anak menjadi dewasa muda bagi
remaja mengakibatkan hubungan keluarga menjadi lebih longgar. Tahap
perkembangan ini merupakan tahap yang paling sulit dan banyak tantangan
karena tanggung jawab dan kebebasan yang lebih besar. Masalah yang dapat
timbul pada tahap perkembangan ini, antara lain:

38
a. Gagal menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab semakin
dewasa dan mandiri
b. Sulit memfokuskan kembali hubungan perkawinan
c. Tidak adanya komunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak
Tiga aspek proses perkembangan remaja menurut Adams tahun 1971:
a. Emansipasi : pembagian peran yang meningkat
b. Budaya orang muda : perkembangan hubungan teman sebaya
c. Kesenjangan antar generasi : adanya perbedaan nilai-nilai dan norma-
norma antara orangtua dan remaja.
6. Tahap VI : Kelurga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda.
Pada tahap ini anak pertama meningglakan rumah orangtua dan
berakhir dengan rumah kosong lama tergantung berapa banyak anak. Pada
tahap ini suami-istri berganti peran menjadi kakek nenek. Tugas suami
istri pada tahap perkembangan ini, antara lain:
a. Memperluas siklus kelurga dengan memasukkan aggota keluarga baru
yang didapatnya nilai perkawinan anak-anak
b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan
c. Membantu orangtua lansia dan sakit-sakitan suami maupun istri.
Tahap ini merupakan tahap yang sulit bagi wanita, penyebabnya
antara lain:
a. Hilangnya peran ibu karena anak telah pergi atau menikah.
b. Perasaan kehilangan feminitas akibat monopouse ( usia 45 55 tahun )
c. Tanda ketuaan mulai tampak mulai hilangnya kecantikan.
7. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan
Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada
saat pensiun atau kematian salah satu pasangan, biasanya pada usia 45 tahun
sampai 55 tahun. Pasangan suami-istri ini disebut sebagai pasangan prenatal
yaitu pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah. Pada tahap
ini situasi keluarga atau pernikahan lebih baik dan merupakan kehidupan
yang paling baik.
Tahap perkembangan keluarga ini memilki dampak-dampak yang
menonjol diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Dampak Positif dan Negatif Keluarga Tahap VII
No. Dampak positif Dampak Negatif
1. Penyesuaian perkawinan lebih Penurunan kemampuan seksual
baik
2. Distribusi kekuasaan suami- Timbulnya masalah penuaan

39
istri lebih merata.
3. Peran suami atau istri Hilangnya anak
meningkat
4. Merasa gagal membesarkan
anak atau kerja keras.
8. Tahap VIII : Keluarga Dalam Masa Pensiun & Lansia
Merupakan tahap terakhir siklus kehidupan keluarga, dimulai dengan
salah satu pasangan memasuki masa pensiun, yang terus berlangsung hingga
salah satu meninggal dan berakhir dengan pasanagan lainnya yang
meninggal.Masalah mayoritas yang sering dihadapi oleh para lansia:
a. Ekonomi, biasanya tergantung pada kelurga atau pemerintah.
b. Perumahan, terkadang kondisi perekonomian mereka mendorong mereka
untuk pindah ketempat yang lebih kecil.
c. Sosial : kehilangan saudara, teman dan pasangan.
d. Pekerjaan : hilangnya peran dan perasaan produktivitas.
e. Kesehatan: menurunnya fungsi fisik, mental, dan kognitif dalam hal
pemberian perawatan bagi peran yang kurang sehat.
Tugas-tugas yang penting untuk dilaksanakan pada tahap ini, antara
lain:
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
d. Menyesuaikan diri tehadap kehilangnya pasangan
e. Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi
f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka ( penelahan & integrasi
hidup).
Berkaitan dengan kondisi keluarga Ny SR yang memasuki kehidupan
tahap VII, apabila ditinjau satu persatu dampak yang terjadi tidaklah
mengganggu fungsi keluarga secara signifikan. Salah satu hal yang mungkin
berpengaruh adalah kedua anak Ny SR tidak pergi meninggalkan rumah,
melainkan masih tinggal bersama. Bahkan anggota keluarga bertambah dengan
hadirnya menantu dan cucu. Ny SR dan suami juga tidak pernah merasa gagal
dalam membesarkan kedua anak. Problem yang muncul hanyalah timbulnya
masalah penuaan yang masih dianggap wajar oleh Ny SR.
Fungsi sosialisasi Ny.SR dinilai baik dengan terjalinnya komunikasi dan
perhatian yang baik antar anggota keluarga maupun dengan masyarakat sekitar.

40
Ny.SR tidak memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat, hanya sebagai
anggota masyarakat biasa. Tetapi Ny.SR ini cukup aktif mengikuti kegiatan
kemasyarakatan yang dilaksanakan di lingkungannya seperti arisan PKK,
pernikahan tetangga, dan menengok bila ada yang sakit atau meninggal. Fungsi
ekonomi Ny.SR, pendapatan berasal dari suaminya yang bekerja sebagai supir
di Klinik Budi Sehat.. Pendapatan tersebut dirasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Selain itu kedua anak dan menantu Ny SR juga ikut
menyisihkan penghasilannya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Untuk pembiayaan kesehatan Ny SR menggunakan fasilitas PKMS Gold.
Kondisi fisiologis keluarga Ny.SR tergolong baik, dapat dilihat dari
skor APGAR 10. Demikian pula fungsi patologis Ny.S tidak didapati adanya
gangguan. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan dan penyakit Ny SR
tergolong cukup baik. Kesadaran Ny.SR akan pentingnya menjaga gaya
hidup juga cukup baik. Saat ini, Ny SR sudah banyak mengurangi asupan
garam pada makanan keluarga untuk mencegah terjadi keparahan pada
penyakitnya saat ini. Perhatian keluarga terhadap penyakit Ny SR cukup baik,
suami dan kedua anaknya sering mengingatkan untuk senantiasa
memeriksakan dirinya ke dokter puskesmas. Tempat tinggal Ny SR cukup
layak serta memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup baik.
Ny R mengaku bahwa anggota keluarga yang paling dekat dengannya
adalah anak keduanya yaitu Nn SH, sedangkan pengambil keputusan dalam
keluarga adalah kepala keluarga yaitu Tn SP. Seluruh anggota keluarga yang
lain bekerja dan baru pulang pada sore hari, sehingga sejak pagi hingga sore
Ny SR hanya berdua dengan cucunya. Keluarga biasa berkumpul pada sore
hingga malam hari serta pada akhir pekan.
Pengobatan penyakit hipertensi ini membutuhkan kedisiplinan dalam
mengatur pola makan, kebiasaan olah raga, dan tertib dalam meminum obat
obat anti hipertensi. Oleh karena itu pihak keluarga tidak boleh bosan atau
berhenti untuk terus mengingatkan pasien mengenai hal ini.
Selama ini pasien rutin mengkonsumsi obat amlodipine satu kali sehari.
Tekanan darah pasien sejauh ini hampir selalu berkisar antara 140-150

41
persistol dan 80-90 perdiastol Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah
pasien belum mencapai angka yang normal meskipun telah berobat selama
bertahun-tahun. Dari sini perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai
efektivitas obat yang diberikan, apakah pasien ini perlu diberikan obat
tambahan atau bahkan diganti obat yang lain. Selain itu perlu dipantau apakah
gaya hidup pasien benar-benar sudah sesuai dengan yang semestinya. Pada
kunjungaan ini kami kesulitan untuk menemui anggota keluarga yang lain
karena masih bekerja sehingga tidak dapat mengkonfirmasi lebih jauh
mengenai makanan yang dikonsumsi pasien, kebiasaan hidup, dsb.
Berdasarkan perhitungan Framingham 10 Year Risk of General
Cardiovascular Disease, pasien memiliki risiko sebesar 9% untuk terkena
penyakit kardiovaskuler dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Untuk itu
perlu pemantauan lebih dalam mendeteksi secara dini apakah terjadi
komplikasi tersebut. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain
elektrokardiografi (EKG). Selain komplikasi pada jantung, perlu juga
diwaspadai komplikasi pada organ yang lain, misalnya ginjal, otak, dan mata.
Dalam hal ini diperlukan juga pemeriksaan lab darah, urin, dsb.

42
43
B. SARAN KOMPREHENSIF
1. Promotif
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit hipertensi serta
perlunya pengendalian penyakit tersebut.
b. Edukasi keluarga untuk segera memeriksakan diri jika mengalami
gejala yang serupa dengan pasien dan mengamati kira-kira faktor apa
yang mungkin mencetuskan gejala penyakit tersebut.
c. Memenuhi kecukupan gizi dan mengatur pola makan diet rendah
garam.
d. Edukasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas PKMS yang
dimilikinya agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang sebaik-
baiknya.
e. Edukasi keluarga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam keluarganya.
2. Preventif
a. Mengurangi makanan yang asin dan berkolesterol
b. Olahraga teratur
c. Menjaga kebersihan diri
d. Melakukan pemeriksaan jantung, darah, dan urin untuk screening
adanya komplikasi yang mungkin terjadi
3. Kuratif
a. Tetap melanjutkan kontrol teratur minimal dua minggu sekali.
b. Meninjau ulang efektivitas terapi yang telah diberikan selama ini.
c. Tetap meminum secara teratur obat-obatan medis yang diberikan
oleh tenaga medis serta menghindari penggunaan obat-obatan di luar
resep tenaga medis.
4. Rehabilitatif
a. Mengurangi aktivitas berat.
b. Menghindari menyimpan masalah yang dapat menimbulkan stress
atau beban pikiran.

DAFTAR PUSTAKA

44
Abdoelrochim P., dkk, (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Direktorat Jenderal POM Depkes RI, (2000). Informasi Obat Nasional Indonesia
(IONI). Jakarta. Penerbit Sagung Seto.

Dorland (2007). Dorlands Medical Dictionary. USA: Elsevier.

Gordon W., (2000). Horison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi XIII,
Vol. 3. Jakarta. EGC.

James PA. Oparil S. Carter BL. Cushman WC. Dannison CH. Harder J. Lackland
DT et al. 2014. Evidence-Based guidlines for the management of high
blood pressure in adults. Report From the panel members appointed to the
Eight Join National Committee (JNC 8). Clinical review and education.
Journal of American Medical Association.

Kumar P, Clark M (2004). Cardiovascular disease In: Clinical Medicine 6th ed.
London: Elsevier.

Martin J. (2008). Hypertention guidlines: Revisiting the JNC 7 recommendation.


Journal of Lancaster General Hospital. Vol 3. No 3.

Medscape. (2015). Framingham 10 Year Risk of General Cardiovascular Disease.


http://reference.medscape.com/calculator/framingham-cardiovascular-
disease-risk - diakses November 2015

Oxford (2003). Oxford Consice Medical Dictionary 6th ed. New York: Oxford
University Press.

45
Panggabean MM. )2010). Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam: Sudoyono AW,
Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publising. pp: 1777-1778

Sigarlaki HJO (2006). Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi


di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah, Tahun 2006. Makara Kesehatan 10 (2): 78-88.
http://journal.ui.ac.id/health/article/view/187- diakses November 2015

Sudoyo dkk, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sugondo (2006). Body Mass Index. Jakarta: CV Sagung Seto.

Tierney LM, dkk, (2001). Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi I. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Yogiantoro M (2006). Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, pp: 1079-
1085.

46
Lampiran

Pemeriksaan fisik Ny.SR

Kondisi dalam rumah Ny.SR

Kondisi dapur Ny.SR

47
Kondisi kamar tidur Ny SR

Kondisi halaman Ny SR

Berfoto bersama di halaman rumah Ny SR

48

Anda mungkin juga menyukai