Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pekerjaan selalu memiliki potensi risiko bahaya dalam bentuk
kecelakaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut
tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang
digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan
tenaga-tenaga pelaksana (Simanjuntak, 2003).
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas menyatakan bahwa Puskesmas merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Puskesmas menjadi
fasilitas kesehatan pertama yang didatangi pasien di sekitar lingkungan
Puskesmas. Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Kemenkes, 2014).
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju
(dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia (Tarwaka, 2008).
Data kecelakaan kerja di dunia, setiap tahun lebih dari 250 juta
kecelakaan terjadi di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi
sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi 1,2 juta pekerja meninggal

1
akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja dan menunjukkan biaya manusia
dan sosial dari produksi terlalu tinggi (ILO, 2013).
Kecelakaan kerja dapat terjadi akibat proses kegiatan pelayanan atau
karena kondisi sarana dan prasarana di Puskesmas yang tidak memenuhi
standar. Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
khususnya pasal 165 : Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala
bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan
dan pemulihan bagi tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya untuk
menguangi risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) di Puskesmas dapat dihindari, dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja dan pelayanan Puskesmas yang maksimal.
Puskesmas Gambirsari merupakan salah unit fungsional UPTD
kesehatan Kota Surakarta yang memiliki wilayah kerja yang cukup besar
dengan jumlah penduduk di 45.136 jiwa, dan merupakan puskesmas non
rawat inap. Tenaga kerja Puskesmas Gambirsari yang tercatat pada tahun
2015 sejumlah 27 orang. Jika memperhatikan isi dari Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling
sedikit 10 orang, maka Puskesmas Gambirsari termasuk ke dalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja
di puskesmas, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung puskesmas
(Kemenkes, 2007).
Keselamatan dan kesehatan kerja memiliki peranan penting dalam
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan.
Terjadinya kecelakaan kerja merupakan masalah besar bagi kelangsungan
suatu usaha atau sistem. Berdasarkan latar belakang tersebut, laporan ini
diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga kesehatan dan
masyarakat mengenai pentingnya upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di

2
Puskesmas, serta dapat memberikan kontribusi positif bagi perbaikan
pelaksanaan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja terutama di Puskesmas
Gambirsari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Apa saja sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan?
3. Bagaimana manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC (Hazard
Identification, Risk Assesment and Determining Controls) di Puskesmas
Gambirsari?
4. Bagaimana manajemen identifikasi bahaya, potensi bahaya serta kontrol
bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah pekerjaan dengan
menggunakan JSA (Job Safety Analysis) di Puskesmas Gambirsari?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja
dan lingkungan.
3. Untuk mengetahui manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC di
Puskesmas Gambirsari.
4. Untuk mengetahui manajemen identifikasi bahaya, potensi bahaya serta
kontrol bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah pekerjaan dengan
menggunakan JSA di Puskesmas Gambirsari.

D. Manfaat
a. Bagi penulis
1) Dapat menambah pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja di lingkungan kerja bidang kesehatan, terutama di Puskesmas
Gambirsari.
2) Dapat menambah pengetahuian mengenai sumber bahaya menurut
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan.

3
3) Dapat menambah pengetahuan mengenai manajemen risiko,
identifikasi bahaya, potensi bahaya serta kontrol bahaya yang ada di
Puskesmas Gambirsari.

b. Bagi instansi kesehatan/Puskesmas


Laporan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi puskesmas
dan sebagai bahan evaluasi serta memberikan solusi alternatif pada
puskesmas mengenai pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan
kerja, terutama berkaitan dengan pencegahan kecelakaan kerja di
Puskesmas Gambirsari.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Definisi
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi (Kepmenkes No 1087 Tahun 2010).
Pelaksanaan K3 di Indonesia sendiri berlandaskan pada UU nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU nomor 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
PP nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keppres nomor 22
tahun 1993 tentang PAK/PAHK, Kepmenkes nomor 128 tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, dan Kepmenkes nomor 1758 tahun
2003 tentang Standar Yankesja dasar.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut World Health
Organization (WHO) adalah aktivitas multidisiplin yang bertujuan pada :
a. Proteksi dan promosi kesehatan para pekerja dengan mencegah dan
mengontrol Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) dengan cara menghilangkan faktor yang berasal dan
berhubungan dengan lingkungan kerja.
b. Pembangunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) , lingkungan
kerja, dan organisasi di tempat kerja.
c. Peningkatan dari segi fisik, mental, dan sosial dari para pekerja dan
mendukung pembangunan serta pemeliharaan kapasitas kerja.
d. Memungkinkan para pekerja untuk mempunyai kehidupan yang
produktif baik sosial maupun ekonomi dan untuk berkontribusi positif
pada pembangunan yang berkelanjutan.
(WHO, 2001)

5
Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, tiga tujuan utama dalam penerapan K3 yaitu :
a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang
lain di tempat kerja.
b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

B. Sumber Bahaya
Bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau
berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit,
kematian, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional
yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008).
Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Bahaya keselamatan kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan
yang menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan
property perusahaan.Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan
antara lain :
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik
seperti tersayat, terjatuh, tertindih, terpeleset
b. Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
mudah terbakar
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
explosive
2. Bahaya kesehatan kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan,
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.Dampaknya
bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan, antara lain:
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-

6
pengion, suhu ekstrim dan pencahayaan
b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptic, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor
c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur janggal
d. Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi
(jamur) yang bersifat pathogen
e. Bahaya pathogen, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman.

Sumber bahaya dapat berasal dari:


1. Manusia
Kesalahan utama yang disebabkan oleh manusia adalah kurang terampil,
kurang tepat, terganggu emosinya sehingga menyebabkan timbulnya
kecelakaan dan kerugian (Bennet dan Rumondang, 1995).
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan
sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak
dilengkapi dengan pelindung dan pengaman, serta tidak ada perawatan
atau pemeriksaan (Syukri, 1997).
3. Bahan
Bahaya yang ditimbulkan akan tergantung pada sifat dari bahan tersebut.
Syukri Sahab (1997) membagi sifat bahan menjadi: mudah terbakar,
mudah meledak, menimbulkan energi, menimbulkan kerusakan pada kulit
dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, menyebabkan kelainan janin,
bersifar racun dan radioaktif.
4. Proses
Tingkat bahaya dari suatu proses kegiatan tergantung pada teknologi yang
digunakan. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan
sederhana dan peralatan yang kompleks/rumit mempunyai potensi bahaya
yang berbeda (Syukri Sahab, 1997).
5. Cara Kerja

7
Cara kerja berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan
berupa tindakan tidak aman, misalnya:
a. Cara mengangkut yang salah
b. Posisi tidak benar
c. Tidak menggunakan APD
d. Lingkungan kerja
e. Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai

C. Kecelakaan Kerja
1. Definisi
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan
tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu
aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun
harta benda. Sedangkan menurut Mayendra (2012), kecelakaan akibat
kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki, dan
dapat menyebabkan kerugian, baik jiwa maupun harta benda, yang terjadi
disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan, serta
dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke
rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduka dan tak diharapkan.
Sedangkan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubung dengan
hubungan kerja di perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti
kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melakukan pekerjaan. Maka terdapat dua hal penting: kecelakaan adalah
akibat langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan
dilakukan (Sumamur, 2009).
2. Penyebab Kecelakaan Kerja
a. Faktor personal pekerja
1) Ketidak mampuan
2) Kurangnya pengetahuan
3) Kurangnya keterampilan

8
4) Stres
5) Kurangnya motivasi
b. Faktor pekerjaan
1) Kepemimpinan dan pengawasan
2) Tekhnik
3) Sistem pemeliharaan
4) Perkakas dan peralatan kerja
5) Standar kerja
(Tarwaka, 2008)
Sebab utama dari kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan
persyaratan K3 yang belum terpenuhi atau terlaksana dengan benar,
sebab utama kecelakaan kerja meliputi faktor :
a. Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe
action) yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang
mungkin dilatar belakangi oleh beberapa sebab antara lain :
1) Kurangnya ketrampilan dan pengetahuan (lack of knowladge and
skill)
2) Ketidak mampuan untuk bekerja secara normal (inadequate
probability)
3) Ketidak fungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak (bodily
defect)
4) Kelelahan dan kejenuhan (fatigue dan boredom)
5) Sikap dan tingkah laku yan tidak aman (unsafe attitude and habits)
6) Kebingungan dan stress (confuse and stress) karena prosedur kerja
yang baru dan belum dapat dipahami
7) Belum menguasai/ belum trampil dengan mesin-mesin yang baru
(lack of skill)
8) Penurunan konsentrasi (dificulty in concentrating) dari tenaga kerja
saat melakukan pekerjaan
9) Sikap masa bodoh (ignorance) dari tenaga kerja
10) Kurang adanya motivasi kerja (improrer motivation) dari tenaga
kerja

9
11) Kurang adanya kepuasan kerja (low job satisfaction)
12) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri
b. Faktor lingkungan atau dikenal kondisi tidak aman (unsafe condition)
yaitu kondisi tidak aman dari : mesin, peralatan, pesawat, bahan,
lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan sistem
kerja.
c. Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja, interaksi manusia dan
sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan,
apabila interaksi diantara keduanya tidak sesuai maka akan
menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah pada
kecelakaan (Tarwaka, 2008).
Menurut Mayendra (2012), terdapat beberapa teori penyebab kecelakaan
kerja, yaitu :
a. Teori domino
Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich tahun 1931. Konsep dasar
dari teori ini adalah:
1) Kecelakaan adalah sebagai suatu hasil dari serangkaian kejadian yang
berurutan dan tidak terjadi dengan sendirinya.
2) Penyebabnya adalah faktor manusia dan faktor fisik.
3) Kecelakaan tergantung kepada lingkungan fisik kerja dan lingkungan
sosial kerja.
4) Kecelakaan terjadi karena kesalahan manusia.
Heinrich menekankan bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh
kesalahan yang dilakukan manusia. Pada gambar di bawah ini menjelaskan
bahwa penyebab kecelakaan seperti domino yang disusun berurutan. Bila
domino pertama roboh, maka semua domino di kanannya pun akan roboh.
Dengan demikan, bila terjadi kesalahan manusia, maka tercipta kecelakaan
dan kerugian akan terjadi.

10
Gambar 2.1. Teori Domino

b. Teori Bird and Loftus


Pada teori ini, kunci terjadinya kecelakaan masih sama, yaitu
adanya tindakan dan kondisi yang tidak aman. Namun, tidak lagi
menitikberatkan penyebab kesalahan pada manusia semata, tetapi lebih
menyoroti bagaimana manajemen yang baik dapat mengambil peran
dalam pengendalian sehingga tidak terjadi kecelakaan.

Gambar 2.2. Teori Bird and Loftus

c. Teori Swiss Cheese


Teori yang dikembangkan oleh Reason ini menyatakan bahwa
kecelakaan terjadi karena adanya kegagalan interaksi pada setiap
komponen yang terlibat dalam suatu sistem produksi. Seperti gambar di

11
bawah ini, kegagalan suatu proses digambarkan seperti lubang dalam
setiap lapisan sistem yang berbeda.

Gambar 2.3. Teori Swiss Cheese

D. Penyakit Akibat Kerja


Menurut Permenaker No. Per. 01/Men/1981 Penyakit Akibat Kerja
(PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau man made disease. WHO membedakan empat
kategori penyakit akibat kerja (Perangin-Angin, 2012):
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Faktor penyebab penyakit akibat kerja (Sumamur,2009) antara lain :
1. Golongan fisik
a) Suara, yang bisa menyebabkan pekak atau tuli

12
b) Radiasi sinar Ro atau sinar-sinar radio aktif, yang mnyebebkan penyakit
antara lain penyakit susunan darah dan kelainan kulit.
c) Suhu yang tinggi menyebabkan heat stroke, atau hyperperexia,
sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan frosbite.
d) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson desease.
e) Penerangan lampu yang kurang baik biasanya menyebabkan kelainan
pada indera pengelihatan atau kesilauan yang mempermudah terjadinya
kecelakaan.
2. Golongan kimia, yaitu :
a) Debu yang menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya : silicosis,
asbestosis, siderosis, dan lain-lain.
b) Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau
keracunan.
3. Gas, misalnya keracunan gas CO, H2S, dan lain-lain.
4. Golongan infeksi, dikarenakan oleh bibit penyakit.
5. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan kurang baik, yang lama kelamaan menimbulkan
kelelahan fisik bahkan lambat laun merubah bentuk fisik pekerja.
6. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat misalnya pada hubungan kerja
yang tidak baik, atau misalnya keadaan monoton.

E. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam
mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem
manajemen yang baik (Soehatman dan Ramli, 2010).
Manajemen risiko menurut standar K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Lingkungan) terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification (Identifikasi
Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan Determining Control
(Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC.

13
(AS/NZS 4360:2004 dalam Soehatman dan Ramli, 2010)

Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:


1. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi
langkahmemutuskan bagaimana mendekati dan merencanakan
aktivitas manajemen risiko untuk proyek.
2. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko
adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya)
dihadapi oleh setiap pelaku bisnis.
3. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko
adalah proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari
risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan
menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek.
Skala pengukuran yang digunakan dalam analisa kualitatif
Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS) adalah sebagai
berikut:

14
A : Hampir pasti terjadi dan akan terjadi di semua situasi
(almost certain)
B : Kemungkinan akan terjadi di semua situasi (likely)
C : Moderat, seharusnya terjadi di suatu waktu (moderate)
D : Cenderung dapat terjadi di suatu waktu (unlikely)
E : Jarang terjadi (rare)
Skala pengukuran analisa konsekuensi menurut AS/NZS
4360:2004 :
Tidak Signifikan : tanpa kecelakaan manusia dan kerugian materi.
Minor : bantuan kecelakaan awal, kerugian materi yang
medium.
Moderat : diharuskan penanganan secara medis, kerugian
materi yang cukup tinggi.
Major : kecelakaan yang berat, kehilangan kemampuan
operasi/produksi, kerugian materi yang tinggi.
Bencana kematian: bahaya radiasi dengan efek penyebaran yang luas,
kerugian yang sangat besar.

4. Analisis Risiko Kuantitatif adalah proses identifikasi secara numeric


probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan
proyek.

E : EXTRIMRISK, memerlukan penanganan/tindakan segera


H : HIGHRISK, memerlukan perhatian pihak senior manajemen
M : MEDIUM, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait
L : LOWRISK, kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3

15
Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi nilai tingkat risiko.
Nilai tingkat extreme dan high maka dikelompokkan dalam kriteria
yang tidak dapat diterima (Non Acceptable Risk), sedangkan tingkat
risiko medium dan low dikelompokkan dalam kriteria yang dapat
diterima (Acceptable Risk) (Kridatama, 2010).
5. Perencanaan Respon Risiko, Risk response planning adalah proses
yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi
sampai batas yang dapat diterima.
6. Pengendalian dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses
mengawasi risiko yang sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang
tersisa, dan mengidentifikasikan risiko baru, memastikan pelaksanaan
risk management plan dan mengevaluasi keefektifannya dalam
mengurangi risiko.
(Soehatman dan Ramli, 2010)

F. Pengendalian Risiko K3
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam
keseluruhan manajemen risiko. Pengendalian risiko berperan dalam
meminimalisir/ mengurangi tingkat risiko yang ada sampai tingkat terendah
atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir. Cara pengendalian risiko
dilakukan melalui:
1. Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan
sumber bahaya (hazard).
2. Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses,
mengganti input dengan yang lebih rendah risikonya.
3. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa
teknik pada alat, mesin, infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.
4. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan
pembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda
peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin,
cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
5. Alat Pelindung Diri : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan
alat perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety,

16
coverall, kacamata keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
(Soputan et al., 2014)
G. Job Safety Analysis (JSA)
1. Pengertian
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menanggulangi kondisi
bahaya sebelum kontak adalah dengan pembuatan JSA. JSA atau sering
disebut Analisa Keselamatan Pekerjaan merupakan salah satu sistem
penilaian resiko dan identifikasi bahaya yang dalam pelaksanaan
ditekankan pada identifikasi bahaya yang muncul pada tiap-tiap tahapan
pekerjaan/tugas yang dilakukan tenaga kerja atau analisa keselamatan
pekerjaan merupakan suatu cara/metode yang digunakan untuk memeriksa
dan menemukan bahaya-bahaya sebelumnya diabaikan dalam merancang
tempat kerja, fasilitas/alat kerja, mesin yang digunakan dan proses kerja
(Lintas Solusi Prima, 2008).
JSA merupakan salah satu langkah utama dalam analisa bahaya dan
kecelakaan dalam usaha menciptakan keselamatan kerja. Bila bahaya telah
dikenali maka dapat dilakukan tindakan pengendalian yang berupa
perubahan fisik atau perbaikan prosedur kerja yang dapat mereduksi
bahaya kerja. Dalam pelaksanaannya, prosedur analisa keselamatan kerja
memerlukan latihan, pengawasan dan penulisan uraian kerja yang dikenal
sebagai JSA untuk mempermudah pengertian prosedur kerja pada
karyawan (Lintas Solusi Prima, 2008).
Hal-hal positif yang dapat diperoleh dari pelaksanaan JSA, adalah :
a. Sebagai upaya pencegahan kecelakaan
b. Sebagai alat kontak safety (safety training) terhadap tenaga kerja baru
c. Melakukan review pada Job prosedur setelah terjadi kecelakaan
d. Memberikan pre job intruction pada pekerjaan yang baru
e. Memberikan pelatihan secara pribadi kepada karyawan
f. Meninjau ulang SOP sesudah kecelakaan atau nearmiss accident
terjadi.

17
Dalam pembuatan JSA, terdapat teknik yang dapat memudahkan
pengerjaannya, yaitu:
a. Memilih orang yang tepat untuk melakukan pengamatan, misalnya
orang yang berpengalaman dalam pengerjaan, mampu dan mau bekerja
sama dan saling tukar pikiran dan gagasan.
b. Apabila orang tersebut tidak paham akan perannya dalam pembuatan
JSA, maka diberi pengarahan dahulu tentang maksud dan tujuan
pembuatan JSA.
c. Bersama orang tersebut melakukan pengamatan/pengawasan terhadap
pekerjaan dan mencoba untuk membagi atau memecahkan pekerjaan
tersebut menjadi beberapa langkah dasar.
d. Mencatat pekerjaan tersebut setelah membagi pekerjaan tersebut.
e. Memeriksa dengan seksama dan mendiskusikan hasil tersebut ke bagian
section head yang diamati.
2. Tujuan pembuatan JSA
Tujuan pelaksanaan JSA secara umum bertujuan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya disetiap aktivitas pekerjaan sehingga
tenaga kerja diharapkan mampu mengenali bahaya tersebut sebelum terjadi
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Dan sebagai tujuan jangka panjang dari program JSA ini diharapkan
tenaga kerja dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanan JSA, sehingga
dapat menanamkan kepedulian tenaga kerja terhadap kondisi lingkungan
kerjanya guna menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan
meminimalisasi kondisi tidak aman (unsafe condition) dan perilaku tidak
aman (unsafe action) (Lintas Solusi Prima, 2008).
3. Manfaat pembuatan JSA
Pelaksanaan JSA mempunyai manfaat dan keuntungan sebagai
berikut :
a. Dapat digunakan untuk memberikan pelatihan atau training mengenai
prosedur kerja dengan lebih aman dan efisien.
b. Memberikan training kepada tenaga kerja/karyawan baru.
c. Memberikan Pre-job instruction pada pekerjaan yang tidak tetap.

18
d. Melakukan review pada job prosedur setelah terjadi kecelakaan.
e. Melakukan studi terhadap pekerjaan untuk memungkinan dilakukan
perbaikan metode kerja.
f. Identifikasi pengaman apa saja yang perlu dipakai saat bekerja
g. Meningkatkan produktifitas kerja dan tingkah laku positif mengenai
safety.
Didalam melaksanakan program JSA, terdapat empat langkah dasar
yang harus dilakukan, yaitu :
a. Menentukan pekerjaan yang akan dianalisis
Langkah pertama dari kegiatan pembuatan JSA adalah
mengidentifikasi pekerjaan yang dianggap kritis. Langkah ini sangat
menentukan keberhasilan program ini. Hal ini didasarkan pada
program klasik yaitu masalah waktu untuk menganalisa setiap tugas
disuatu perusahaan. Untuk keluar dari masalah tersebut, diperlukan
usaha untuk identifikasi pekerjaan/tugas kritis dengan cara
mengklarifikasi tugas yang mempunyai dampak terhadap
kecelakaan/melihat dari daftar statistik kecelakaan, apakah itu
kecelakaan yang menyebabkan kerusakan harta benda, cidera pada
manusia, kerugian kualitas dan kerugian produksi. Hasil dari
identifikasi tersebut tergantung pada tingkat kekritisan dari kegiatan
yang berlangsung.
Dalam menentukan pekerjaan/tugas kritis atau tidak didasarkan
pada :
1) Frekuensi kecelakaan
Pekerjaan yang sering menyebabkan terjadinya kecelakaan
merupakan sasaran dari JSA. Semakin tinggi kekerapan terjadinya
kecelakaan makin diperlukan pembuatan JSA untuk pekerjaan
tersebut.
2) Kecelakaan yang mengakibatkan luka
Setiap pekerjaan yang memiliki potensi untuk mengakibatkan luka
baik luka yang dapat menyebabkan cacat sementara atau luka yang
menyebabkan cacat tetap.

19
3) Pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi
Perubahan pekerjaan dapat menimbulkan perubahan pola kerja
sehingga dapat menimbulkan kecelakan di lingkungan kerja.
4) Pekerjaan baru
Perubahan peralatan atau menggunakan mesin baru dapat
menyebabkan timbulnya kecelakaan. JSA perlu segera dibuat
setelah penggunaan mesin baru. Analisa tersebut tidak boleh
ditunda sehingga dapat menyebabkan terjadi nearmiss atau
kecelakaan terlebih dahulu
b. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar
Dari setiap pekerjaan diatas dapat dibagi menjadi beberapa
bagian atau tahapan yang beruntun yang pada akhirnya dapat
digunakan/ dimanfaatkan menjadi suatu prosedur kerja. Tahap-tahap
ini nantinya akan dinilai keefektifannya dan potensi kerugian yang
mencakup aspek keselamatan, kualitas dan produksi.
Tahapan kerja dapat diartikan bagian atau rangkaian dari
keseluruhan pekerjaan, ini bukan berarti bahwa kita harus menulis/
membuat daftar dari detail pekerjaan yang sekecil-kecilnya pada uraian
kerja tersebut.
Untuk mengetahui tahapan pekerjaan diperlukan observasi ke
lapangan/tempat kerja untuk mengamati secara langsung bagaimana
suatu pekerjaan dilakukan. Dari proses tersebut dapat kita ketahui
aspek-aspek/ langkah-langkah kerja apa yang perlu kita cantumkan.
Dalam membuat/menulis langkah-langkah kerja tidak terdapat
standart yang pasti harus sedetail apa suatu langkah kerja harus ditulis.
Proses yang efektif dalam proses penyusunan tahapan pekerjaan ini
adalah memasukkan semua tahapan kerja utama yang kritis. Setelah
melakukan observasi dicek kembali dan diskusikan kepada
foreman/section head yang bersangkutan untuk keperluan evaluasi dan
mendapatkan persetujuan tentang apa yang dilakukan dalam
pembuatan JSA.
c. Mengidentifikasi bahaya pada masing-masing pekerjaan

20
Dari proses pembuatan tahapan pekerjaan, secara tidak langsung
akan dapat menganalisa/mengidentifikasi dampak/bahaya apa saja
yang disebabkan atau ada dari setiap langkah kerja tersebut. Dari
proses yang diharapkan kondisi resiko bagaimanapun diharapkan dapat
dihilangkan atau minimalkan sampai batas yang dapat diterima dan
ditoleransikan baik dari kaidah keilmuan maupun tuntutan
standart/hukum.
Bahaya disini dapat diartikan sebagai suatu benda, bahan atau
kondisi yang bisa menyebabkan cidera, kerusakan dan atau kerugian
(kecelakaan). Identifikasi potensi bahaya merupakan alat manajemen
untuk mengendalikan kerugian dan bersifat proaktif dalam upaya
pengendalian bahaya di lapangan/tempat kerja. Dalam hal ini tidak ada
seorang pun yang dapat meramalkan seberapa parah atau seberapa
besar akibat/kerugian yang akan terjadi jika suatu insiden terjadi,
namun identifikasi bahaya ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
insiden dengan melakukan upaya-upaya tertentu.
Untuk melakukan identifikasi yang efektif, diperlukan hal-hal
seperti dibawah ini :
1) Melakukan pengamatan secara dekat.
2) Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang
diamati.
3) Pengamatan dilakukan secara berulang-ulang.
4) Melakukan dialog dengan operator yang dinilai berpengalaman
dalam pekerjaan yang diamati.
Tanyakan pada diri anda sendiri pertanyaan-pertanyaan berikut
ini saat mencari data di lapangan atau saat melakukan pengamatan
dengan langkah :
1) Apakah terdapat sebuah bahaya terpukul pada (strike againts),
terpukul oleh (being struck by), atau sebaliknya dapat berbahaya
jika terjadi kontak dengan sebuah benda?
2) Dapatkah karyawan tersangkut dalam (caught in), tersangkut pada
(caught on), terjepit diantara (caugh between) benda?

21
3) Dapatkah mendorong (pushing), menarik (pulling), mengangkat
(lifting), membengkokkan (bending), atau melilit (twisting) yang
dapat mengakibatkan ketegangan (strain)?
4) Apakah terdapat potensi terpeleset (slip) atau tersandung (trip)?
5) Apakah terdapat terjatuh pada ketinggian yang sama (fall on same
level) dan bahaya terjatuh dari ketinggian (fall to a lower level)?
6) Mungkinkah pekerja kontak dengan power listrik (contact with
energy) atau energi lainnya?
7) Apakah lingkungan kerja membahayakan keselamatan dan
kesehatan kerja? apakah terdapat konsentrasi gas beracun, uap,
fume, panas, radiasi?
8) Apakah ada kemungkinan bahaya peledakan?
Semua pertanyaan di atas dapat dikaitkan dalam form inspeksi
yang dapat dimasukkan dengan jangka waktu tertentu. Meskipun
pertanyaan tersebut tidak dapat diaplikasikan, tetapi dapat digunakan
dengan membuat cheklist untuk memudahkan saat melakukan
wawancara.
d. Mengendalikan bahaya
Langkah terakhir dalam pembuatan JSA adalah mengembangkan
suatu prosedur kerja yang aman yang dapat dianjurkan untuk
mencegah terjadinya suatu kecelakaan. Solusi yang dapat
dikembangkan antara lain:
1) Mencari cara baru untuk melakukan pekerjaan tersebut
Untuk menemukan cara baru dalam melaksanakan pekerjaan,
tentukan tujuan kerjanya dan selanjutnya buat analisa berbagai
macam cara untuk mencapai tujuan ini dengan melihat cara mana
yang paling aman. Pertimbangkan penghematan pekerjaan yang
menggunakan alat dan perkakas.
2) Merubah kondisi fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Jika cara baru tidak ditemukan, maka pada tiap langkah pekerjaan
dapat menimbulkan pertanyaan perubahan kondisi fisik (seperti
perubahan peralatan, material, perkakas, desain mesin, letak atau

22
lokasi) apa yang akan mencegah timbulnya kecelakaan. Apabila
tindakan perubahan yang telah ditemukan, pelajari dengan teliti
dan hati-hati untuk menentukan keuntungan lainnya, misalnya
hasil produksi lebih besar atau penghematan waktu yang terjadi
akan tumbuh dengan perubahan ini. Keuntungan tersebut harus
digaris bawahi jika ingin mengusulkan perubahan kepada
manajemen yang lebih tinggi.
3) Menghilangkan bahaya yang masih ada dengan mengganti atau
merubah prosedur kerja.
Dalam merubah prosedur kerja, perlu dipertanyakan pada tiap
potensi bahaya apa yang harus dilakukan oleh pekerja untuk
menghilangkan bahaya atau mencegah timbulnya kecelakaan? lalu
bagaimana cara melakukannya?. Pengawas yang berpengalaman
biasanya dapat menjawab pertanyan tersebut. Dalam menjawab,
yang perlu diperhatikan adalah jawaban harus jelas dan spesifik
jika prosedur yang baru menjadi bagus. Tindakan pencegahan
bersifat umum seperti Hati-hati, waspadalah tidak berguna.
4) Mengurangi frekuensi dari tindakan perbaikan atau pekerjaan
service
Dalam industri seringkali kondisi membutuhkan tindakan koreksi
secara berulang-ulang. Untuk mengurangi kebutuhan koreksi perlu
dipertanyakan apa yang dapat dilakukan untuk menghilangkan
akibat dari kondisi yang memerlukan perbaikan atau kebutuhan
service. Apabila akibat tidak dihilangkan maka perlu ditanyakan
adakah sesuatau yang perlu dilakukan untuk mengurangi akibat-
akibat dari suatu kondisi itu?. Contohnya suatu keadaan mesin
menimbulkan getaran kuat, apabila getaran tersebut dihilangkan
maka bagian-bagian mesin akan bertahan lama dengan frekuensi
perawatan yang sedikit. Pengurangan frekuensi pekerjaan akan
membatasi pemaparan dan akan membantu keselamatan pekerja.
5) Meninjau kembali rancangan pekerjaan yang ada

23
Suatu pekerjaan dalam industri akan mempengaruhi pekerjaan
lainnya yang merupakan keseluruhan proses kerja. Dalam
perkembangannya, akan ada perubahan pada proses maupun
metode yang baru. Untuk itu perlu mengadakan peninjauan ulang
terhadap prosedur kerja yang masih relevan dengan proses kerja
yang mengalami perubahan. Rancangan perubahan ini harus
ditinjau ulang dan didiskusikan, tidak hanya dengan pekerja yang
terlibat tetapi harus dengan assisten, supervisor dan semua yang
terlibat dalam pembuatan JSA.Perlu diadakan check dan diuji
usulan perubahan dengan mereka yang melakukan pekerjaan.
Selain itu mempertimbangkan usulan perbaikan dan penyelesaian.
Diskusi ini dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya-bahaya
yang ada dan prosedur kerja yang aman bagi keselamatan.
Peninjauan ini akan lebih efektif apabila dilakukan secara berkala.

24
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA

A. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung
dari hasil observasi lingkungan dan kegiatan di Puskesmas.

B. Teknik Pengambilan Data


Teknik pengambilan data yang dilakukan untuk bahan laporan ini adalah
sebagai berikut
1. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan metode penelusuran landasan teori yang
kemudian digunakan dalam mengambil keputusan penyelesaian masalah
dan pengumpulan data berdasarkan buku-buku dan sumber literatur yang
memberikan gambaran secara umum.
2. Observasi lapangan
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat
objek yang diteliti secara langsung untuk mendapatkan fakta-fakta yang
ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual serta mendapatkan
pembenaran terhadap keadaan dan program yang sedang berlangsung
sesuai yang diharapkan, meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-
kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan kegiatan K3L di Puskesmas Gambirsari. Selain itu
juga pengamatan langsung penerapan dan pengelolaan keselamatan kerja
serta mencari potensi dan faktor bahaya yang ada.
3. Wawancara
Metode tanya jawab langsung kepada pihak yang berkepentingan
dalam hal kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan. Pada kegiatan
ini wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan petugas setempat.

25
BAB IV
HASIL OBSERVASI

A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Gambirsari


Puskesmas Gambirsari memiliki beberapa pelayanan yang meliputi
pelayanan poli umum, poli gigi, poli KIA, poli gizi, laboratorium, serta
instalasi gawat darurat (IGD). Kegiatan pelayanan yang dilakukan di
Puskesmas Gambirsari dapat dilihat dari alur pelayanan di bawah ini:

Gambar 4.1. Alur Pelayanan Puskesmas Gambirsari

ALUR PELAYANAN PUSKESMAS GAMBIRSARI

1. Pasien datang
Pasien datang ke Puskesmas dan mengambil nomor antrian di
dekat loket pendaftaran.
2. Pendaftaran
Setelah pasien mengambil nomor antrian, maka pasien duduk di
kursi tunggu di depan loket pendaftaran untuk menunggu dipanggil oleh
petugas pendaftaran sesuai dengan nomor urut pendaftaran. Pasien yang
sudah dipanggil menuju ke loket pendaftaran dengan membawa berkas-
berkas pendaftaran. Berkas pendaftaran yang dibawa berupa kartu jaminan

26
kesehatan yang dimiliki oleh pasien. Untuk pasien peserta PKMS dan
pasien yang ingin meminta rujukan, maka perlu disertakan fotocopy kartu
jaminan kesehatan yang dimiliki.
3. Ruang tunggu
Setelah pasien mendaftar, pasien menunggu di kursi yang telah
disediakan hingga pasien dipanggil oleh petugas poli sesuai nomor urutan,
kemudian pasien diarahkan menuju kamar periksa.
4. Pemeriksaan
Pemeriksaan pasien dapat dilakukan di poli KIA, poli umum, dan poli
gigi sesuai dengan indikasi dan keluhan pasien. Setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien akan diberikan resep obat atau juga dapat dirujuk
untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut. Rujukan dapat berupa rujukan
internal ke laboratorium ataupun poli lain di lingkungan Puskesmas
Gambirsari, dapat pula dilakukan rujukan eksternal ke rumah sakit dan
pelayanan kesehatan penunjang lainnya.
5. Ruang Obat
Pasien yang diberikan resep oleh dokter ataupun petugas kesehatan
dapat mengambil obat di apotek atau ruang obat.
6. Pasien pulang

Selain pelayanan rawat jalan, Puskesmas Gambirsari juga memiliki


pelayanan IGD. Aktivitas kegiatan yang dilakukan yang berhubungan
dengan K3 di tempat tersebut yaitu:
1. Pasien datang
2. Pendaftaran
Pasien datang langsung menuju ke IGD, keluarga pasien
mendaftarkan ke bagian loket pendaftaran dengan membawa berkas-
berkas pendaftaran. Berkas pendaftaran yang dibawa berupa kartu
jaminan kesehatan yang dimiliki oleh pasien. Untuk pasien peserta
PKMS, maka perlu disertakan fotocopy kartu jaminan kesehatan yang
dimiliki.

27
3. Pemeriksaan
Dokter dan perawat IGD langsung melakukan pemeriksaan dan
penanganan pasien sesuai dengan keluhan pasien. Selain pemeriksaan
fisik, puskesmas dapat melayani pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan laboratorium dasar. Bila
pasien memerlukan pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut di luar
fasilitas yang dimiliki puskesmas, pasien akan dirujuk ke layanan
kesehatan tingkat kedua yaitu rumah sakit tipe D atau tipe C.
4. Ruang obat
Pasien IGD dan pasien rawat inap yang diberi resep oleh dokter
akan mendapat pelayanan farmasi dari apotek.
5. Pasien pulang
Jika kondisi pasien yang sudah pulih atau sudah membaik, maka
pasien sudah diperbolehkan untuk pulang. Pada pasien yang
memerlukan penanganan lebih lanjut dapat dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit.

B. HIRADC (Hazard Identification Risk Assessment and Determining


Controls)
Risiko adalah gabungan dari kemungkinan (probability) dan akibat
atau konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut (severity). Penilaian risiko
adalah penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan
apakah risiko dapat diterima. Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko
yang mencakup tiga langkah pelaksanaan, yaitu : identifikasi, penilaian, dan
pengendalian risiko.
Manajemen risiko terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi
bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko.
1. Identifikasi Bahaya
a. Bahaya terpeleset dan terjatuh
Bersumber dari kamar mandi di mana tidak terdapat pegangan
sehingga sangat memungkinkan menyebabkan terpeleset ataupun
terjatuh pada pasien, karyawan maupun pengunjung lainnya yang

28
kurang berhati-hati. Bahaya terjatuh juga dapat terjadi akibat bangku
pijakan yang terlalu kecil saat mengambil rekam medis pada rak yang
tinggi.
b. Bahaya nyeri pada bagian tubuh tertentu
Diakibatkan oleh posisi yang kurang nyaman saat melakukan aktivitas
tertentu, misalnya mencuci tangan pada wastafel yang posisinya tidak
nyaman maupun ruangan yang terlalu sempit untuk pemeriksaan.
c. Bahaya tenaga medis yang tertusuk jarum.
Bersumber dari kecerobohan beberapa tenaga medis yang tertusuk
jarum sehingga rawan dengan terjadinya penularan penyakit. Apabila
penyakit pasien berbahaya seperti HIV maka dapat berakibat fatal
d. Bahaya tenaga medis yang tidak memakai alat pelindung diri
(Handscoen)
Bersumber pada beberapa tenaga medis yang tidak memakai
handscoen saat tindakan pada pasien dan pada obat-obat tertentu.
Rawan terjadi kejadian yang tidak diinginkan seperti tertular penyakit,
tertusuk jarum atau terkena obat-obat bahan kimia yang dapat
menyebabkan alergi pada tangan
e. Bahaya tidak ada tanda jalur evakuasi.
Bersumber dari tidak adanya tanda jalur evakuasi maka apabila terjadi
suatu bencana, misalnya kebakaran, maka akan menimbulkan
kekacauan bagi petugas maupun pasien. Petugas maupun pasien akan
berlarian dan saling tabrakan sehingga dapat menyebabkan cidera.
f. Bahaya tersengat listrik
Diakibatkan oleh kabel-kabel yang tidak beraturan dan tidak difiksasi.
Bahaya tersengat listrik juga dapat terjadi akibat menggunakan kabel
yang pembungkus luarnya sudah mengelupas.
g. Bahaya terinfeksi di lingkungan Puskesmas
Diakibatkan tidak adanya hands rub serta wastafel untuk mencuci
tangan terutama untuk pasien. Pada sarana kesehatan perlu
ditempatkan hands rub di beberapa titik mengingat sarana kesehatan
merupakan salah satu tempat dengan risiko penularan penyakit sangat

29
tinggi. Selain itu, bahaya terinfeksi juga dapat terjadi akibat
penggunaan peralatan yang kurang steril.
h. Bahaya arus listrik yang tidak stabil
Arus listrik yang tidak stabil dapat mengakibatkan kerusakan pada
komputer puskesmas. Hal tersebut dapat menyebabkan data-data
penting terhapus atau hilang. Selain itu arus listrik yang tidak stabil
dapat menyebabkan konsleting listrik yang dapat menyebabkan sumber
kebakaran.
i. Bahaya bangunan yang hamper roboh
Bangunan yang hamper roboh di puskesmas pembantu Clolo dapat
menimbulkan akibat yang fatal. Bangunan yang sudah hamper roboh
dapat menimpa petugas puskesmas maupun pasien sewaktu-waktu.
2. Penilaian dan Pengendalian Risiko
Manajemen risiko Hazard Identification, Risk Assesment and
Determining Control (HIRADC) mempertimbangkan 2 aspek penting
yaitu peluang (probability) dan keparahan (severity). Keduanya
berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi
nilai peluang dan keparahan maka nilai risiko pun akan semakin tinggi.
= Peluang() Keparahan ()
a. Peluang (probability).
Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau
paparan. Nilai standar terjadinya peluang terjadinya kecelakaan yang
ditetapkan sesuai dengan tabel di 4.1.
Tabel 4.1. Nilai Peluang

Tingkatan Kriteria Penjelasan


Hampir pasti akan Suatu kejadian akan terjadi pada semua
5
terjadi kondisi/setiap kegiatan yang akan dilakukan
Cenderung untuk Suatu kejadian mungkin akan terjadi pada
4
dapat terjadi hampir semua kondisi
Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa
3 Mungkin dapat terjadi
kondisi tertentu
Suatu kejadian mungkin terjadi pada
Kecil kemungkinan
2 beberapa kondisi tertentu, namun kecil
terjadi
kemungkinan terjadi
Suatu kejadian mungkin dapat terjadi pada
1 Sangat jarang terjadi suatu kondisi yang khusus/luar biasa/setelah
bertahun-tahun

30
b. Keparahan (severity)
Severity menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita jika
kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property
maupun lingkungan. Nilai risiko akan mempengaruhi tingkat risiko.
Tabel 4.2. Penggolongan Nilai Risiko
Tingkata
Kriteria Penjelasan
n
Tidak Tidak ada cedera, tidak ada gangguan
1
Signifikan kesehatan, kerugian material kecil.
Cedera ringan, memerlukan perawatan P3K,
2 Minor ada gangguan kesehatan ringan, langsung
dapat ditangani, kerugian material sedang.
Memerlukan perawatan medis, dan dapat
3 Sedang ditangani dengan bantuan pihak luar, hilang
hari kerja, kerugian material cukup besar.
Cedera yang mengakibatkan cacat/hilang
fungsi tubuh secara total, memerlukan
4 Mayor
perawatan medis/penanganan khusus,
kerugian material besar.
Menyebabkan kematian / fatal, bahan toksik
dan efeknya merusak, menyebabkan
5 Bencana ketergantungan perawatan medis yang
intensif & khusus, kerugian material sangat
besar.
c. Matriks penilaian risiko
Tabel 4.3. Matriks PenilaianRisiko

Probability/ SEVERITY/ DAMPAK


peluang 1 2 3 4 5
5 Medium High High Extreme Extreme
4 Medium Medium High High Extreme
3 Low Medium Medium High High
2 Low Low Medium Medium Medium
1 Low Low Low Medium Medium

E :extreme risk, memerlukan penanganan /tindakan segera


H : high risk, memerlukan perhatian pihak senior manajemen
M : medium, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait
L : low risk, Kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3

31
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pada
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi.
2. Manajemen risiko menurut standar K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja,
dan Lingkungan) terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification
(Identifikasi Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan Determining
Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC.
3. Masalah utama K3L di Puskesmas Gambirsari adalah tidak adanya
petugas K3L sehingga membuat manajemen terhadap aspek K3L menjadi
lemah.
B. Saran
1. Puskesmas Gambirsari diharapkan mempunyai petugas K3L untuk
memanajemen aspek K3L di lingkungan Puskesmas.
2. Diperlukan adanya sosialisasi dan pelatihan terhadap petugas medis di
Puskesmas Gambirsari mengenai K3L, kecelakaan kerja, dan penggunaan
APD saat bekerja.
3. Perlu adanya SOP khusus untuk menangani masalah K3L dan kecelakaan
kerja di Puskesmas Gambirsari.
4. Diharapkan pihak Puskesmas dapat mengajukan proposal ke pemerintah
daerah untuk melengkapi aspek sarana dan prasarana K3L yang belum
tersedia.

32
DAFTAR PUSTAKA

Benjamin O (2008). Fundamental Principles of Occupational Health and Safety.


Second edition. Geneva: International Labour Organization.

Bennet S dan Rumondang S (1995). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja. Jakarta : Pustaka Binaman Pressinda.

ILO. 2013. Health and Safety in Work Place for Productivity. Geneva:
International Labour Office.

Kementerian Kesehatan RI (2007). Pedoman manajemen K3 di Rumah Sakit.


Jakarta: Kemenkes.

Kementerian Kesehatan RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 75 Tahun 2014. http://www.dpkes.go.id/. Diakses pada
tanggal 15 November 2015.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1087/MENKES/SK/VII/2010 Tentang


Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

Kridatama C (2010). Prosedur Identifikasi Bahaya Penilaian dan


Pengendalian Risiko. Jakarta: PT. Cipta Kridatama.

Mayendra O (2012). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja .http://lib.ui.ac.id/file?


file=digital/125565-S-5639 - Analisis%20penyebab-Literatur.pdf
Diakses pada tanggal 15 November 2015.

Perangin-Angin (2012). Chapter II. http://repository.usu.ac.id/ bitstream/


123456789 /34445 /4/Chapter% 20II.pdf Diakses pada tanggal 15
November 2015.

Soehatman dan Ramli (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan


Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Simanjuntak, Payaman J (2003). Produktivitas Kerja Pengertian dan Ruang


Lingkupnya, Prisma, Jakarta.

33
Suma'mur (2009). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.

Syukri Sahab (1997). Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Jakarta: Bima Sumber Daya Manusia.

Tarwaka (2008). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Sragen: Harapan Press.

Tarwaka (2008). Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta :


Harapan Press.

Undang-Undang No.1 tahun 1997 tentang Keselamatan Kerja.

World Health Organization (2001). Occupational Health: A Manual For Primary


Health Careworker. http://www.who.int/occupational_health/regions/en
/oehemhealthcareworkers.pdf - Diakses pada tanggal 4 Oktober 2015.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 01/Men/1981 tentang Penyakit Akibat
Kerja (PAK)

Soputan GEM, Sompie BF, Mandagi RJM (2014). Manajemen Risiko


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Study Kasus pada
Pembangunan Gedung SMA Eben Haezar). Jurnal Ilmiah Media
Engineering Vol.4 No.4, (229- 238) ISSN: 2087-9334

34

Anda mungkin juga menyukai