Dosen Pengampu:
Andar Nubowo, DEA
Oleh :
Auditya Rachmaniyah 111 211 3000 008
Khairi Fuady 111 111 3000 043
Labib Syarief 111 211 3000 033
Muhammad Sulthon 111 111 3000 031
Nurvika Vidyana Kesuma 111 211 3000 026
Segala Puji Bagi Allah Swt yang telah menganugerahkan segala nikmat, di antaranya
nikmat Islam, Iman dan sehat. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Kebijakan
Luar Negeri dengan baik. Shalawat serta salam, dihaturkan kepada Nabi Muhammad saw,
Nabi akhir zaman, yang membawa umatnya dari zaman yang penuh kegelapan, tanpa adanya
ilmu, ke zaman yang terang benderang, dengan banyaknya ilmu.
Makalah ini membahas pentingnya instrumen kebijakan luar negeri sebagai alat
analisis dinamika politik internasional. Kami selaku penulis berterimakasih kepada semua
pihak yang mendukung untuk penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada Bpk. Andar
Nubowo selaku dosen yang membimbing, mengarahkan dan mengajarkan Politik
Internasional yang sangat bermanfaat. Penulis memohon maaf, apabila makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Penulis
berharap makalah ini bisa bermanfaat, khususnya untuk kalangan akademik, baik itu
mahasiswa dan dosen.
Kelompok V
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 1
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 2
E. Kerangka Teori ..................................................................................... 2
F. Metode Penelitian Makalah ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Luar Negeri .................................................... 3
B. Kapabilitas Negara dan Kebijakan Luar Negeri ..................................... 4
C. Proses Perumusan Kebijakan Luar Negeri ............................................. 8
D. Model Kebijakan Luar Negeri ............................................................... 8
a. Faktor Psikologi dalam Kebijakan Luar Negeri .................................. 9
b. Rational Decision Actor Making Model ........................................... 11
1. Rational Actor Model .......................................................... 11
2. Organizational Process Models ........................................... 13
3. Bureaucratic Political Models.............................................. 13
c. Faktor Domestik ............................................................................. 14
a) James N. Rosenau ..................................................................... 14
b) Alex Mintz ................................................................................ 15
d. Faktor Sistem Internasional dalam Kebijakan Luar Negeri ............... 16
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca Westphalia muncul state sebagai entitas baru yang memiliki kedaulatan dan terdiri
dari pemerintahan, rakyat, teritorial, dan diakui oleh negara lain. Waktu terus berjalan,
manusia terus memperbaiki peradabannya dengan menemukan teknologi yang berdampak
pada kecanggihan alat militer. Hingga terjadi perang dunia satu dan dunia kedua dengan
intensitas korban yang banyak akibat canggihnya alat militer. Oleh karena itu, politik
internasional mengkaji bagaimana pola interaksi dunia antar negara terjadi, baik itu berupa
perang, diplomasi, dan lainnya.
Salah satu instrumen penting dalam menganalisa tindakan negara dalam sistem
internasional adalah melalui kebijakan luar negerinya. Bila kita mengetahui kebijakan luar
negeri mengetahui kita akan membaca arah politik internasional saat ini. Maka dari itu,
makalah ini akan membahas pengertian kebijakan luar negeri dari berbagai tokoh yang ahli
dalam bidangnya, tujuan dan proses dibuatnya, mengkaji tindakan tiap negara dalam sistem
internasional, serta model-model kebijakan internasional
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan yang dijelaskan di atas, agar pembahasan tidak melebar, rumusan
masalah akan dikerucutkan kedalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1. Apa pengertian kebijakan luar negeri?
2. Apa tujuan dilakukakannya kebijakan luar negeri?
3. Bagaimana kapabilitas negara mempengerahi kebijakan luar negerinya?
4. Apa saja model kebijakan luar negeri?
dosen, tentang dinamika pergerakan negara dalam politik internasional berdasarkan kacamata
kebijakan luar negerinya.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menjelaskan tiap bagian dalam makalah, penulis mengambil dari informasi
primer berupa buku, dari beberapa tokoh, di antaranya, K. J. Holsti, James N. Rosenau,
Graham T. Allison, Alex Mintz, serta lainnya. Untuk memperjelas tinjauan teoritis dengan
kasus, maka penulis mengambil dari beberapa media massa, sehingga penyusunan makalah
ini terarah dang kongkrit.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisa kasus-kasus yang berfokus pada
kebijakan luar negeri, sehingga perlu dijelaskan secara terperinci tentang pengertian
kebijakan luar negeri, serta melihat model-model kebijakannya yang menyebabkan mengapa
negara melakukan tindakan tersebut. Kerangka teori diambil dari tokoh-tokoh termuka di
antaranya, K. J. Holsti, James N. Rosenau, Graham T. Allison, Alex Mintz, serta lainnya.
Sehingga memudahkan penulis menganlisis setiap kejadian KLN dalam politik internasional
BAB II
PEMBAHASAN
1
Joshua Goldstein, International Relations, (New York: Longman, 1999), 147.
2
K.J. Holsti, International Politics : A Framework for Analysis. (New Jersey: Prentice-Hall, 1983) 107.
3
James N. Rosenau. International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory,
(New York: The Free Press, 1969), 167.
4
K. J. Holsti. Op. Cit., 145.
4
dan, militer. 5 Sedangkan Tujuan jangka panjang adalah rencana, impian dan pandangan
mengenai organisasi politik atau ideology terakhir dalam sistem internasional, ideologi
tersebut merupakan aturan yang mengatur tindakan negara dalam sistem internasional. 6 Bagi
Rosenau tujuan jangka panjang adalah untuk perdamiaan, kekuasaan dan keamanan. 7
5
Ibid., 146
6
Ibid., 147.
7
James N. Rosenau. Op. Cit., 167.
8
K. J. Holsti, Op. Cit., 159-160.
9
Robert Jervis, The Logic of Images in International Relations, (New Jersey: Princeton University Press.
1970). 34.
10
K. J. Holsti, Op. Cit., 158.
5
1. Pengaruh.
Pengaruh pada dasarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Pengaruh digunakan oleh
pemerintah atau negarawan untuk mencapai atau mempertahankan tujuan lain yang
mencakup gengsi, wilayah, jiwa, bahan mentah, keamanan, atau persekutuan.
2. Mobilisasi Sumber Daya Tertentu
Sumber Daya disini berarti objek fisik atau mental yang tersedia sebagai alat bujukan
atau untuk membujuk, member imbalan, atau menghukum negara yang menjadi tujuan
politik.
3. Tindakan mempengaruhi dan menyangkut hubungan kedua negara
Tindakan yang mempengaruhi B jelas menyangkut hubungannya dengan A walaupun
tidak ada komunikasi diantara kedua negara. Hal ini jika berlangsung dalam waktu yang lama
dapat dikatakan sebagai proses.
4. Pengaruh dan kekuasaan.
Jika negara A dapat mempengaruhi negara B tetapi tidak sebaliknya, dapat dikatakan bahwa
negara A lebih kuat daripada negara B
b. Aspek Kekuasaan dalam Kebijakan Luar Negeri
Pada intinya, kekuasaan dapat dilihat dari beberapa aspek. Kekuasaan (power) merupakan
suatu alat, didasarkan pada sumbernya, ia adalah hubungan dan suatu proses, serta dapat
diukur.
Aspek kekuasaan ini terdiri dari 3 hal yaitu:
1. Tindakan
Aspek kekuasaan tercermin dalam kebijakan internasional ketika mempunyai
pengaruh. Pengaruh dilihat ketika negara A berhasil membuat negara B meneruskan suatu
kebijakan di negara B sesuai kepentingan negara A. Pengaruh ini bersifat multilateral,
maksudnya tidak hanya negara B yang terkena pengaruh negara A melainkan negara lain juga
dan mewujudkan tujuan negara A. Negara A mendapatkan reaksi yang diharapkan dari
kekuasaannya.
2. Sumber daya
Sumber daya adalah media yang digunakan sebuah negara untuk memobilisasi,
mendukung tindakan, dan mempengaruhi negara B. dilihat dari pertumbuhan ekonomi,
pendidikan, tingkat pertumbuhan penduduk, militer. Hal ini bertujuan untuk menunjang
kebijakan luar negeri tertentu.
6
3. Tanggapan
Tanggapan adalah reaksi dari negara yang menerima pengaruh dari tindakan dan sumber
daya. Contohnya dari tindakan sebuah negar ke negara lain dan mobilisasi dengan sumber
daya, negara lain ini merespon. Responnya tergantung sekuat apa negara tadi
memengaruhinya.
11
c. Variabel yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengaruh Kebijakan Luar Negeri
1. Relevansi sumber daya terhadap situasi diplomatik
Suatu negara yang mempunyai sumber daya, contohnya sumber daya militer atau senjata
nuklir. Sumber daya ini besar, namun tiada artinya apabila sumber daya ini tidak dapat
digunakan untuk memobilisasi negara lain untuk melakukan keinginan negara tersebut.
2. Ketergantungan diantara dua negara dalam suatu hubungan pengaruh
Variabel ini menentukan sukses atau gagalnya hubungan diantara kedua negara. Umunya,
negara yang membutuhkan sesuatu rentan terhadap pengaruh negara lain. Inilah alasan
kenapa negara yang lemah mendapatkan konsensi dari negara yang kuat. Contohnya
ketergantungan Amerika dengan Arab Saudi. Walaupun amerika lebih berpengaruh, tetapi
Arab mempunyai minyak dan Amerika tergantung kepadannya. Pengaruh Arab Saudi kuat
terhadap Amerika.
3. Tingkat keahlian teknis suatu negara
Jumlah isu meningkat dalam kebijakan luar negeri sekarang ini sangat bersifat teknis, sepeti
hukum laut, siaran satelit, isu moneter dimana isu teknis jauh lebih penting dibandingkan tipe
sumber daya lainnya. Pemerintah yang memiliki data statistic yang lengkap, teknologi yang
maju, sepenuhnya menguasai sifat masalah dan dapat menyelesaikannya dengan ilmu
pengetahuan jauh lebih berpengaruh dibandingkan negara yang lainnya.
11
Ibid., 165.
12
Ibid., 170.
7
2. Tawaran imbalan
Untuk meningkatkan dukungan diplomatik pada sebuah kasus, sebuah negara
mungkin memberikan penawaran untuk meningkatkan pembayaran bantuan luar negeri,
membantu fasilitas komunikasi dan teknologi, atau berjanji untuk menghapuskan hukuman
sebelumnya.
3. Pemberian imbalan
Pemberian imbalan adalah bukti mematuhi sebuah persetujuan yang telah dibuatnya.
Seperti contohnya pada kasus gencatan senjata, tidak ada negara yang ingin mendemiliterisasi
terlebih dahulu kecuali ada imbalan yang benar-benar nyata.
4. Ancaman hukuman
Hampir sama seperti tawaran imbalan, ancaman hukuman digunakan untuk
menjalankan pengaruh kebijakan luar negeri. Ancaman hukuman terbagi menjadi dua yaitu 1)
ancaman positif. Yaitu ancaman penaikan tariff atau melakukan ancaman kekerasan. 2)
ancaman pencabutan, seperti mencabut bantuan luar negeri, atau menahan keuntungan untuk
negara yang sedang diancam.
5. Tindakan hubungan tanpa kekerasan
Merupakan sebuah ancaman yang dilakukan untuk mengubah sikap sebuah negara
yang tidak bisa diubah dengan cara lain.
6. Kekerasan
Kekerasan adalah salah satu proses yang dilakukan dalam perundingan. Kekerasan
adalah taktik yang efisien apabila kekuasaan negara ini lebih tinggi daripada negara yang
dilakukan kekerasan didalamnya. Tetapi pada masa sekarang sudah banyak cara pembujuk
lain yang menggantikan cara ini.
13
Ibid., 172.
8
Decision-Making
Policy-Output
Information
Assessment Internal Environment
Policy Implementation
External Environment
14
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 60.
9
15
Alex Mintz dan Karl Derouen, Understanding Foreign Policy Making: Decision Making, (New York:
Cambridge University Press, 2010), 3-4.
10
Libya yang mencari arah ke bandara udara. Dimana Israel salah menanggapi bahwa peaswat
tersebut adalah peasamat komersial. Dalam hal ini kedua belah pihak terlalu menafsirkan
informasi yang baru.
4. Emotions
Pembuatan keputusan dalam keadaan emosi buruk dapat menimbulakan keputusan yang salah
sebab saat itu keputusan akan berada pada keadaan yang sangat tidak menguntungkan. Emosi
yang buruk dapat membuat keputusan jauh dari sifat objektif. Namun emosi seperti simpati
dan empati sangat mempengaruhi pembuatan keputusan yang baik. Contoh kasus,
terbunuhnya 130 warga Israel oleh pasukan Hamas Palestine yang menimbulkan adanya rasa
dendam Israel yang berujung terhadap Isreals Operation Defensive Shield.
5. Images
Dalam melihat setiap keputusan, kita dapat melihat bagaimana gamabaran yang dilihat oleh
pemimpin untuk membuat keputusan yang baik bagi negaranya. Pada awalnya images atau
gambaran lebih terfokus bagaimana pembuat keputusan untuk melihat keadaan internasional
kedalam kebijakan luar negeri. Contoh kasus, pembuat keputusan Amerika Serikat terhadap
lingkungan politik Uni Soviet di masa Perang Dingin.
6. Belief and Belief Systems
Proses kebijakan luar negeri dapat membentuk kepercayaan terhadap suatu hal pada negara
itu. Hal ini membuat bingakai yang kuat terhadapa keadaan keputusan. Kepercayaaan juga
dapat menutup adanya informasi yang baru, pengaruh dari dalam negeri, dan faktor
internasional dalam membuat keputusan yang menengahi kepercayaan dari pemimpin.
Contoh kasus, kepercayaan Amerika Serikat terhadap adanya senjata pemusnah masal di Irak.
7. Analogies and learning
Adanya pengaruh dari masa lalu membuat kebijakan luar negeri dapat berubah. Adanya
pengalaman dari peristiwa yang pernah dialami dapat membuat suatu kebijakan luar negeri
yang hampir sama dengan peristiwa yang lampau menjadi berpotensi baik terhadap
negaranya. Namun adanya perhitungan situasi yang tidak sama dengan pengalaman dapt
menjadi sangat berbahaya terhadap negara. Contoh kasus, pengalaman Amerika Serikat
terhadap perang Vietnam mengubah pandangan Amerika terhadap masalah-masalah Asia
yang harus diselesaikan oleh negara Asia sendiri.
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri, negara sebagai aktor memerlukan cara untuk
menelaah kembali situasi dan bentuk peristiwa yang terjadi di dalam negara atau lingkungan
disekitar negara. Hal ini dikarenakan negara sebagai aktor dapat memilah bagaimana cara
11
terbaik untuk membuat kebijakan luar negeri negaranya. Graham T. Allison menyebutkan
tiga model dari proses pembuatan kebijakan luar negeri, yang akan dijelaskan antara lain
Rational Actor/Unitary Government, Governmental/Bureaucratic Politics Model, dan
Organizational Process Model.
16
Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs, 1982) 5.
12
Sebagai negara atau lebih tepatnya pemerintahan akan mengasumsi hampir sama
dengan individual rasional yang mempunyai nilai (atau biaya perhitungan), maksud, dan
menggunakan alat untuk memerintah taktik. Aktor ini kemudian mengumpulkan pilihan,
informasi, resiko berat, yang kemudian memilih dan membuat rencana dari setiap aksi
sebagai salah satu cara meilhat apa yan akan terjadi dan apa saja keuntungannya jika salah
satu terpilih. Maka jika Rational Actor gagal atau tidak dapat keuntungan sebesar-besarnya,
hal itu merupakan kesalahan dalam pengumpulan data informasi, perhitungan salah, atau
pilihan rasional yang salah. 17
National Interest
Input Ouput
Leader
National Power
Model ini dikenal pula sebagai model strategik (model aksi-reaksi) yang digunakan
para analis (terutama para ahli sejarah diplomasi) untuk menerapkan tiap respon sebagai
suatu perhitungan rasional (rational calculation) untuk menghadapi tindakan yang dilakukan
pihak lain. Kelemahan yang melekat pada model ini adalah asumsi mengenai perhitungan
rasional dari para pembuat keputusan. Sering terjadi suatu keputusan yang rasional bagi
seseorang belum tentu rasional pula bagi orang lain. Dalam banyak literatur mengenai studi
politik luar negeri dijelaskan bahwa para pengambil keputusan akan bertindak rasional.
Kesulitan muncul ketika kita mencoba mendefinsikan apa yang dimaksud dengan keputusan
atau tindakan rasional, dipandang rasional oleh siapa atau rasional untuk siapa?
Secara konvensional, rasionalitas terjadi ketika seorang pembuat keputusan akan
memilih alternatif terbaik dari sekian banyak alternatif yang tersedia. Untuk itu para
17
Lawrence S Falkowski, Psychological Models in International Politics, (Colorado: Westview Press:
1974) 15-46.
13
pengambil keputusan membutuhkan informasi-informasi yang terbaik pula. Bila hal ini tidak
terpenuhi, tentunya para pengambil keputusan tidak dapat memilih alternatif yang terbaik.
Contoh Kasus: Rational Decision-Making Model (Perang Irak)
Kasus mencul setelah 11 September dimana keamanan Amerika mulai terguncang.
Dalam kasus ini Presiden Bush yang berinisiatif terhadap Invasi Irak yang menghasilkan tiga
opsi, military force, vigilant containment, dan do nothing. Jika menggunakan militer terhadap
Irak, dengan alasan kepercayaan adanya senjata pemusnah massal di Irak. Outcomes:
Removal of Saddam; Destruction of WMD; Democracy in the region; Military casualties (US
and allies); Civilian casualties; High monetary cost; Lengthy occupation (quagmire);
Complicated relations with other countries. Laternatif yang lain adalah vigilant containment
dimana strategi untuk menekan Saddam, termasuk persetujuan ekonomi dan diplomasi, yang
juga berarti penguatan oposisi dengan Irak. Outcomes: Saddam remains in power; Risk of
continued development of WMD Risk of terrorism; International cooperation; Sanctions are
undermined by smuggling and non-compliance. Dan terakhir do nothing dimana Amerika
Serikat tidak akan melakukan apapun terhadap Irak, yang Outcomes-nya kepentingan dari
Amerika Serikat terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu setelah 11 September.
persepsi dan prioritas antar birokrasi, berbeda birokrasi berbeda saran yang diajukan kepada
pemimpin, hubungan komunikasi antar kekuasaan informal dan formal dalam negara.
Kemudian ia menjelaskan, bahwa BPM juga merupakan tindakan pemerintah: hasil
dari proses tawar-menawar politik di antara pemain kunci, tawar-menawar dan kompromi
hasil dalam kepuasan tidak mengoptimalkan pengambilan keputusan: pemilihan berdasarkan
dukungan dari birokrasi yang sukses melobi pemimpin, ambisi pribadi menjadi pertimbangan
birokrasi ketika membuat keputusan, permusuhan dan persahabatan terjadi antara birokrasi,
serta pendapat pribadi tentang isu-isu yang terjadi, dapat menyimpang sesuai kebutuhan
kebijakan publik yang seharusnya diambil.
Keuntungan dari model ini adalah, model menambahkan gambaran penting yang rinci
tentang politik dalam negeri, membantu menjelaskan peran birokrasi dalam pemerintah,
membantu menjelaskan mengapa tiap birokrasi bekerja sesuai perannya, namun terjadi
pertentangan dengan kepentingan pemerintah pada umumnya, membantu menjelaskan
mengapa kebijakan terkadang muncul irasional berdasarakan perspektif kesatuan pemerintah
(eksekutif), tetapi kelemahannya yaitu, sulit untuk mempelajari dan menganalisis dan terlalu
banyak variabel.
18
James N. Rosenau. Op. Cit., 180-185.
15
b) Alex Mintz
Model selanjutnya dijelaskan oleh Alex Mintz19, untuk menjelaskan bagaimana
kebijakan luar negeri suatu negara berdasarkan faktor domestiknya, yaitu:
1. Diversionary Tactics, adalah kebijakan luar negeri yang dilakukan apabila terjadi
perselisihan dalam sebuah negara, dan untuk mempertahankan posisi pemimpin dalam
negara, dengan mengalihkan isu tersebut terhadap isu yang muncul dari ancaman luar.
2. Economic Interests and Foreign Policy Decision, adalah kebijakan ekpansi sebuah
negara yang sering dipandang untuk mengejar kepentingan ekonomi mereka. Motivasi
imperialistik menjadi faktor utama untuk kebijakan luar negerinya.
Studi Kasus: Jepang melakukan politik dumping agar produk mereka diterima
dan dibeli negara lain, demi menaikkan income negaranya dan mencari pangsa pasar
perusahaannya, berupa elektronik, mobil, dan lainnya.
19
Alex Mintz dan Karl Derouen, Op. Cit., 129-132.
16
3. The Role of Public Opinion, adalah opini publik yang dapat menekan, memaksa, dan
mempengaruhi pemimpin dalam negara demokrasi untuk menerapkan keinginannya
dalam kebijakan luar negeri. Mereka juga dimungkinkan menjadi pengaruh utama
dalam penggunaan dan penghentian kekuatan militer negara dalam krisis.
Studi Kasus: Opini publik masyarakat Perancis terhadap perang Vietnam
pada 1950, bahwa publik menyukai untuk mengakhiri perang, mereka menganggap
perang adalah tindakan tidak bermoral dan illegal, sehingga terjadi pergeseran opini
untuk memilih jalan kooperasi.
4. Electoral Cycles, banyak bukti menggambarkan pemilu berperan penting dalam
menganalisa pembuatan kebijakan oleh pemimpin. Jangka waktu dalam pemilu
digunakan untuk mempertahankan politik dan melawan rivalnya. Pemimpin yang
ingin bertahan dalam politik tergantung pada konstituennya untuk menyetujui
kebijakan yang mereka inginkan agar mereka senang. Sehingga, dapat dimungkinkan
kesempatan terpilih kembali pemimpin tersebutjika baru satu periode di negara
demokrasisangat besar dalam pemilu selanjutnya.
20
Ibid., 121-127.
21
Ibid., 124
17
22
Ibid., 125.
23
Ibid., 126.
18
24
Endah Hapsari, Turki Diserang, NATO Siap Pasang Badan,
www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/02/13mi4q53/turki-diserang-nato-siap-pasang-badan diakses
pada 5 April 2014.
19
BAB III
PENUTUP
Interaksi negara dalam politik internasional tidak lepas dari instrumen utama dari tiap
negara yaitu kebijakan luar negeri. Perlu ditinjau secara mendalam untuk melihat tiap
interaksi antar negara apabila salah satu negara telah mengeluarkan kebijakan luar negerinya
yang mempengaruhi negara lain dan dinamika politik internasional. Dengan mengetahui
KLN, kita dapat menganalisis dan memprediksi tiap pergerakan negara selanjutnya. Di
samping itu, model-model kebijakan luar negeri sangat membantu secara khusus faktor apa
yang melatarbelakangi negara membuat kebijakannya. Dengan demikian, KLN memiliki
relevansi yang dekata sangat penting dalam membaca gejolak politik internasional.
Makalah kebijakan luar negeri ini perlu penyempurnaan lebih banyak bagi kalangan
akademisi yang minat dalam memperdalam kajian ini. Sehingga makalah ini hanyalah bagian
dalam referensi melihat kebijakan luar negeri dalam politik internasional. Untuk
memperbanyak wawasan dapat mengkomparasikan hasil makalah ini dengan buku atau hasil
karya ilmiah lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Falkowski, Lawrence S. Psychological Models in International Politics. Colorado.
Westview Press. 1974.
Holsti, K.J. International Politics. New Jersey. University of British Columbia Press.
1983.
Jensen, Loyd. Explaining Foreign Policy. New Jersey. Englewood Cliffs. 1982.
Jervis, Robert. The Logic of Images in International Relations. Princeton New Jersey:
Princeton University Press. 1970.
Mintz, Alex. Karl Derouen. Understanding Foreign Policy Making: Decision Making.
New York: Cambridge University Press, 2010.
Perwita, Anak Agung Banyu. Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung. Remaja Rosda Karya. 2006.
B. INTERNET
Endah Hapsari. Turki Diserang, NATO Siap Pasang Badan. Diakses pada 5 April
2014 dari www.republika.co.id/berita/internasional/glonal/13/02/13mi4q53/turki-diserang-
nato-siap-pasang-badan