Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas
dan masih merupakan masalah karena penanggulannnya mencakup berbagai segi.
Angka kejadian karsinoma laring di RS Cipto Mangunkusuma Jakarta menduduki
urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan karsinomahidung dan sinus paranasal
(Hermani dkk, 2012).Tumor ini paling sering terjadi pada usia setelah 40 tahun dan
lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 7:1
(Kumar dkk, 2007).
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal
yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol,
sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis (Hermani dkk,
2012).Meningkatnya insiden karsinoma laring sangat berkaitan dengan merokok
dimana seorang perokok memiliki risiko 6 kali lipat untuk menderita tumor kepala
dan leher dibandingkan dengan bukan perokok dan lebih banyak terjadi pada laki-
laki. Namun, akhir-akhir ini jumlah penderita perempuan semakin meningkat karena
adanya kecenderungan makin banyaknya wanita yang merokok (American cancer
society, 2011).
Pasien karsinoma laringbiasanya datang dalam stadium lanjut sehingga hasil
pengobatan yang diberikan kurang memuaskan, oleh karena itu perlu diagnosis dini
untuk penanggulangannya.Secara umum penatalaksanaan karsinomalaring meliputi
pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun terapi kombinasi, tergantungstadium
penyakit dan keadaan umum penderita. Tujuan utamapenatalaksanaan
karsinomalaring adalah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan
memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring (Hermani dkk,
2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laring
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan
yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik
serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
1. Os hyoid
Os hyoid terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba pada leher
bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang
dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini dihubungkan
dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot (Boeis, 2012).
2. Kartilago epiglottis
3. Kartilago tiroid
Kartilago tiroid merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Pada
kartilago tiroid terdapat penonjolan yang disebut Adams apple, penonjolan ini dapat
diraba pada garis tengah leher (Robert dkk, 2003).
4. Kartilago krikoid
5. Kartilago aritenoid
7. Kartilago kuneiformis
8. Kartilago tritisea
c. Otot-otot
Otot-otot laring terbagi menjadi otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot-otot
ekstrinsik yaitu : otot suprahioid dan infrahioid. Otot-otot suprahioid terdiri dari : m.
stilohioideus, m. milohioideus, m. geniohioideus, m. digastrikus, m. genioglosus, dan
m. hioglosus. Otot-otot infrahioid terdiri dari : m. omohioideus, m.
sternokleidomastoideus, dan m. tirohioideus
2. Otot-otot abduktor
3. Otot-otot tensor
Laring mendapat perdarahan dari cabang a. tiroidea superior dan inferior yaitu
a. laringeus superior dan inferior. Arteri laringeus superior berjalan bersama ramus
interna n. laringeus superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah
diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis. Arteri laringeus inferior berjalan
bersama n. laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson
yaitu celah yang berada di bawah m. konstriktor faringeus inferior, di dalam laring
beranastomose dengan a. laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa
laring (Robert dkk, 2003).
f. Sistem Limfatik
Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu : daerah bagian atas
pita suara, daerah bagian bawah pita suara dan bagian anterior laring. Daerah bagian
atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus
membrana tiroidea menuju kelenjar limfe servikal superior profunda. Limfe ini juga
menuju ke superior jugular node dan middle jugular node. Daerah bagian bawah
pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan
inferior jugular node. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem
tersebut dan sistem limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan
metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya (Robert dkk, 2003).
Tumor ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di
seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus baru tumor ganas laring di
Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal (Vasan NR, 2008). Kasus
tumor ganas laring di RS. M. Djamil Padang periode Januari 2011-Desember 2012
tercatat 13 kasus baru dan ditatalaksana dengan laringektomi total sebanyak 6 kasus.
Kejadian tumor ganas laring berhubungan dengan kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol. Pada individu yang mengkonsumsi keduanya, faktor resikonya menjadi
sinergi dan kemungkinan terjadi kanker lebih tinggi (Iqbal N, 2011).
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang
paling sering ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang berasal dari
kelenjar ludah minor, neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari
tulang kartilaginosa laring (Shah J dkk, 2012). Karsinoma sel skuamosa laring
merupakan hasil dari interaksi banyak faktor etiologi seperti konsumsi tembakau dan
atau alkohol yang lama, bahan karsinogen lingkungan, status sosial ekonomi,
pekerjaan yang berbahaya, faktor makanan dan kerentanan genetik (Shehan dkk,
2009).
2.2.3 Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah
rokok, alkohol dan terpajan oleh sinar radioaktif (Hermani dkk, 2012). Virus yang
juga dikaitkan dengan kejadian karsinoma laring yaitu HPV (Human Papilloma
Virus) dan Eibstein Barr Virus(Robert dkk, 2012).
2.2.4 Patofisiologi
2.2.5 Klasifikasi
Tabel 1. Penentuan Stadium Tumor Laring dengan TNM berdasarkan AJCC 2010
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor
Tis Karsinoma insitu
Supraglottis
T1 Tumor terbatas pada satu sisi supraglotis dengan gerakan
pita suara masih baik
T2 Tumor sudah menginvasi mukosa lebih dari satu sisi
supraglotis atau glotis atau di luar regio supraglotis seperti
mukosa dari dasar lidah, valekula, dinding medial dari
sinus piriformis tanpa fiksasi dari laring
T3 Tumor terbatas pada laring dengan pita suara sudah
terfiksir dan/atau invasi ke daerah postcricoid, rongga pre-
epligotis, rongga paraglotis, dan/atau korteks dalam dari
kartilago tiroid
T4a Penyakit lokal lanjutan tingkat sedang
Tumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau
meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan
lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-
otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus
T4b Penyakit lokal sangat lanjut
Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral,
membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur
mediastinum
Glottis
T1 Tumor terbatas di pita suara (dapat melibatkan komisura
anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal
T1a Tumor terbatas pada satu pita suara
T1b Tumor mengenai kedua pita suara
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis dan/atau subglotis,
pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir
T3 Tumor terbatas pada laring dengan pita suara terfiksir
dan/atau meluas ke rongga paraglotis, dan/atau korteks
dalam dari kartilago tiroid
T4a Penyakit lokal lanjutan tingkat sedang
Tumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau
meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan
lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-
otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus
T4b Penyakit lokal sangat lanjut
Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral,
membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur
mediastinum
Subglottis
T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis
T2 Tumor meluas ke pita suara, pita suara masih dapat
bergerak atau sudah terfiksasi
T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah
terfiksasi
T4a Penyakit lokal lanjutan tingkat sedang
Tumor sudah meluas hingga ke kartilago tiroid dan/atau
meluas ke jaringan di atas laring seperti trakea, jaringan
lunak leher yang meliputi otot ekstrinsik dalam lidah, otot-
otot infrahyoid, tiroid, atau esofagus
T4b Penyakit lokal sangat lanjut
Tumor meluas hingga ke rongga prevertebral,
membungkus arteri karotis, atau menginvasi struktur
mediastinum
Kelenjar Limfa Regional (N)
NX Kelenjar limfa regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada penyebaran ke kelenjar limfa regional
N1 Teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran terbesar diameter
3 cm
Teraba satu kelenjar limfa ipsilateral >3 - 6 cm, atau teraba
N2 lebih dari satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran
terbesar tidak lebih dari 6 cm, atau teraba kelenjar limfa
bilateral atau kontralateral dengan ukuran terbesar tidak
lebih dari 6 cm.
Teraba satu kelenjar limfa regional ipsilateral ukuran
N2a >3 - 6 cm.
Teraba lebih dari satu kelenjar limfa ipsilateral dengan
N2b ukuran tidak lebih dari 6 cm.
Metastasis kelenjar limfa bilateral atau kontralateral
N2c dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 6 cm.
Teraba kelenjar limfa lebih dari 6 cm
N3
1. Anamnesis
Tanda dan gejala dari karsinoma laring sesuai dengan lokasi lesi kankernya
(Jeremy dkk, 2012). Keluhan yang sering didapatkan pada anamnesis yaitu keluhan
suara parau, sulit menelan, batuk darah, adanya benjolan di leher, nyeri tenggorokan,
nyeri telinga, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Adriane dkk, 2008). Serak
merupakan gejala dini dari karsinoma laring yang berlokasi di glotis (Hermani dkk,
2012 dan Jeremy dkk, 2012). Serak disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.
Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman
tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring,
pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara,
oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan
ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita
suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan
jalan nafas atau paralisis komplit (Hermani dkk, 2012).
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.
Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan
menetap. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir
atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan
subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok
(Hermani dkk, 2012 dan Jeremy dkk, 2012). Keluhan serak sebagai gejala awal tumor
supraglotis dan subglotis berkaitan dengan prognosis yang buruk (Jeremy dkk, 2012).
Keluhan lain seperti disfagia merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik,
hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering
pada tumor ganas postkrikoid. Suara bergumam (hot potato voice) timbul akibat nyeri
dan bila telah terjadi fiksasi lidah (Hermani dkk, 2012).
Dispnea dan stridor merupakan gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas
dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan
nafas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita
suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut.
Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada umumnya, dispnea
dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik (Hermani dkk, 2012).
Keluhan nyeri tenggorok ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa
nyeri yang tajam. Sedangkan rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan
adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring (Hermani dkk, 2012).
Batuk merupakan keluhan yang jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, Keluhan
ini biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke
dalam laring. Hemoptisis (batuk darah) sering terjadi pada tumor glotik dan tumor
supraglotik. Keluhan lainnya yaitu nyeri tekan laring yang merupakan gejala lanjut
yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan
perikondrium (Hermani dkk, 2012).
2. Pemeriksaan Fisik
laring harus dilakukan pemeriksaan kepala dan leher yang lengkap. Palpasi leher
harus dilakukan untuk memastikan apakah ada bekas operasi sebelumnya seperti
operasi tiroid yang juga dapat menyebabkan suara serak, dan juga untuk meraba
adanya limfadenopati akibat infeksi atau metastasis dari suatu karsinoma, nyeri tekan
atau gejala dan tanda lainnya yang dapat memperkuat kemungkinan karsinoma laring.
laring dan hipofaring. Contoh hasil pemeriksaan laringoskopi fleksibel dapat dilihat
Gambar 8. Gambaran Tumor Glotis sebelah Kanan dengan Menggunakan Laringoskopi Fleksibel
(Jeremy dkk, 2012)
Namun pemeriksaan ini tidak terdapat pada fasilitas pelayanan kesehatan
primer. Oleh karena itu, pada fasilitas kesehatan primer dapat dilakukan pemeriksaan
diagnosis. Jika hasil dari pemeriksaan laringoskopi indirek ini normal tetapi keluhan
menetap selama dua minggu maka pasien harus dirujuk. Adapun panduan terhadap
keluhan-keluhan yang harus dirujuk dapat dilihat pada gambar 9 (Jeremy dkk, 2012).
Gambar 9. Panduan Rujukan Pasien Suspek Karsinoma Laring (Jeremy dkk, 2012)
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan lain untuk menentukan metastasis dari
karsinoma laring yaitu dengan melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat
metastasis ke paru-paru, pemeriksaan bone survey untuk melihat metastasis ke tulang,
pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen untuk mengidentifikasi metastasis ke
hati, dan CT-Scan kepala untuk melihat apakah metastasis dari karsinoma tersebut
sudah mengenai otak (Hermani dkk, 2012; Adriane dkk, 2008, dan Jeremy dkk,
2012).
2.2.8 Penatalaksanaan
Secara umum, ada tiga jenis modalitas terapi terhadap karsinoma laring, yaitu
pembedahan, radiasi, dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. Pemilihan
modalitas terapi tergantung pada hasil yang diharapkan, harapan pasien, kemampuan
untuk megikuti keadaan pasien, dan kondisi medis umum. Terapi adjuvan tergantung
pada ada/tidaknya faktor yang dapat memperburuk. Pasien dengan stadium klinis
karsinoma insitu direncanakan untuk reseksi via endoskopi seperti laser atau
radioterapi. Untuk pasien karsinoma laring yang datang dalam stadium awal
direncanakan untuk dilakukan operasi (laringektomi parsial) atau radioterapi. Kedua
terapi ini memiliki efektivitas yang sama. Pada pasien dengan karsinoma insitu
direncanakan untuk radioterapi, pasien dengan stadium 2 dan 3 direncanakan untuk
pembedahan, sementara pasien dengan stadium 4 direncanakan untuk kemoterapi
(NCCN, 2015, Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).
2.2.8.1 Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari laringektomi total atau
laringektomi parsial dengan atau tanpa diseksi leher. Laringektomi total adalah
tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os
hioid) sampai batas bawah cincin trakea. Tumor primer glotis dan supraglotis stadium
lanjut yang dapat direseksi modalitas terapinya adalah terapi kombinasi. Jika
dilakukan operasi, maka dilakukan laringektomi total. Laringektomi parsial ditujukan
untuk tumor primer T1, T2, dan selected T3 yang dapat disertai dengan atau tanpa
diseksi leher (NCCN, 2015).
Pasien yang telah mengalami operasi sangatlah penting untuk dilakukan
rehabilitasi. Rehabilitasi mencakupVocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation
dan Social Rehabilitation(Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).Laringektomi
yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring dapat menyebabkan cacat pada
pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita suara yang berada di
dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher
(Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan
pertolongan alat bantu suara (passy muir), yakni semacam vibrator yang ditempelkan
di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui
proses belajar (Jeremy dkk, 2012 dan Robert dkk, 2003).
2.2.8.2 Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati pasien dengan karsinoma insitu,
pasien dengan tumor primer T1, T2, dan selcted . Radioterapi dapat merupakan terapi
tunggal atau kombinasi dengan kemoterapi. Radioterapi definitif diberikan pada
tumor insitu, T1, dan T2 dengan ketentuan Tis, N0 diberikan 60.75 Gy (2.25
Gy/fraksi) sampai 66 Gy (2.0 Gy/fraksi); T1, N0 diberikan 63 Gy (2.25 Gy/fraksi)
sampai 66 Gy (2.0 Gy/fraksi), dan T2, N0 diberikan 65.25 (2.25 Gy/fraksi) sampai 70
Gy (2.0 Gy/fraksi). Pasien yang diberikan radioterapi kombinasi dengan kemoterapi
diberikan dosis sebesar 70 Gy (2.0 Gy/fraksi) untuk risiko tinggi, dan 4450 Gy (2.0
Gy/fraksi) sampai 5463 Gy (1.61.8 Gy/fraksi) untuk risiko rendah hingga sedang.
Pada pasien yang telah dilakukan operasi sebelumnya, dilakukan radioterapi dengan
jarak waktu 6 minggu. Pasien dengan risiko tinggi diberikan radioterapi dengan dosis
6066 Gy (2.0 Gy/fraksi. Kemoradiasi yang diberikan pada pasien yang sudah
menjalani operasi diberikan radioterapi dengan dosis 4450 Gy (2.0 Gy/fraksi)
sampai 5463 Gy (1.61.8 Gy/fraksi) (NCCN, 2015; Jeremy dkk, 2012 dan Robert
dkk, 2003).
2.2.8.3 Kemoterapi
Pemilihan kemoterapi pada pasien dengan karsinoma laring harus disesuaikan
dengan karakteristik pasien dan tujuan terapi. Kemoradiasi yang diikuti dengan
kemoterapi adjuvan diberikan cisplatin + radioterapi (RT) diikuti dengan cisplatin/5-
Florouracyl (FU) atau carboplatin/5-FU (kategori 2B untuk carboplatin/5-FU) atau
cisplatin + radioterapi tanpa kemoterapi adjuvan (kategori 2B). Pendekatan
kemoradioterapi standar untuk pasien stadium lanjut diberikan terapi cisplatin
bersamaan dengan radioterapi. Pilihan terapi pada kemoterapi induksi/kemoterapi
sekuensial yaitu dengan docetaxel/cisplatin/5-FU atau paclitaxel/cisplatin/infusional
5-FU. Pilihan terapi pada terai kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi adalah
cisplatin dosis tinggi (terapi pilihan) atau cetuximab atau 5-FU/hydroxyurea atau
cisplatin/paclitaxel atau cisplatin/infusional 5-FU atau carboplatin/paclitaxel atau
cisplatin minnguan dengan dosis 40 mg/m (category 2B). Untuk pasien yang sudah
dilakukan operasi, kemoradiasi yang diberikan adalah cisplatin.
2.2.8.4 Penatalaksanaan Karsinoma Laring berdasarkan NCCN
National Comprehensive Cancer Network (NCCN) mengeluarkan panduan
penatalaksanaan karsinoma laring yang dibedakan berdasarkan stadiumnya. Di dalam
panduan tersebut, penatalaksanaan pasien dengan karsinoma laring dibagi menjadi
dua kategori yaitu tumor laring yang berlokasi di glotis dan tumor laring yang
berlokasi di supraglotis. Tumor laring yang berlokasi di subglotis tidak terdapat pada
panduan ini karena kasusnya yang sangat jarang. Penatalaksanaan karsinoma laring
berdasarkan NCCN adalah sebagai berikut (NCCN, 2015).
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada pasien karsinoma laring digambarkan melalui angka
ketahanan 5 tahun atau yang sering dikenal dengan 5-year survival rate. Angka
ketahanan 5 tahun ini mengacu pada presentasi pasien yang bisa bertahan hidup
selama 5 tahun setelah didiagnosis menderita suatu keganasan. Angka ketahanan 5
tahun dari pasien karsinoma laring dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini (ACA,
2014).
Karsinoma laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas
setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.Tumor
ganas laring merupakan 1-2% dari seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Di
RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97 kasus
karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8:1. Usia penderita
berkisar antara 30 sampai 79 tahun.
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring.Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian
karsinoma laring yaitu HPV (Human Papilloma Virus) dan Eibstein Barr Virus.Faktor
risiko lainnya adalah paparan debu kayu, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher
dan asbestosis.
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi
tumor ganas laring terbagi atas tumor supraglotis (30-35%), glotis (60-65%), dan
subglotis (1%). Penegakan diagnosis dari karsinoma laring didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang sering
dikeluhkan adalah serak, dispnea, stidor, nyeri tenggorok. Dari hasil pemeriksaan
fisik dengan pemeriksaan laringoskopi didapatkan adanya tumor di daerah pita suara.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi, sedangkan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan
histopatologi.
Penatalaksanaan dari karsinoma laring secara umum adalah dengan
pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan rehabilitasi. Prognosis pada pasien
karsinoma laring digambarkan melalui angka ketahanan 5 tahun yang dibedakan
berdasarkan lokasi tumor dan stadiumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adriane P. Concus, Md, Tuyet-Phuong N. Tran, Md, Nicholas J. Sanfilippo, Md, &
Mark D. Delacure, Md. CurrentDiagnosis & Treatment In Otolaryngology-
Head & Neck Surgery: Malignant Laryngeal Lesions. 2008. Mcgrawhill: New
York. Hal. 437-455.
American Cancer Society. 2014. Laryngeal And Hypopharyngeal Cancers.
Cancer Research UK. Risks and causes of laryngeal cancer. Available from:
http//www. Cancerresearchuk. org/cancer-help/type/larynx-cancer. Diakses
tanggal 4 September 2015
Centers for Disease Control and Prevention. Tobacco use and secondhand smoke:
Impact on cancer. Available from: http://
www.cdc.gov/tobacco/campaign.24/7. Diakses tanggal 4 September 2015.
Chris Tanto dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 4, Vol.2. Jakarta: Media
Aesculapius, 2014; 1060-1064.
Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi Ea, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti Rd Editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher.Edisi 7. 2012. Balai Penerbit Fkui Jakarta. H.
176-180.
Iqbal N. Laryngeal Carcinoma Imaging. Updated 2011 May 27; Available from:
http:// emedicine.medscape.com/article/383230.
Jeremy S. Williamson, Timothy C. Biggs And Duncan Ingrams. Laryngeal Cancer:
An Overview. 2012. Trends In Urology &Mens Health. Hal. 14-17.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7nd ed, Vol. 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2007 :569-570.
NCCN. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines ): Head
and Neck Cancers. 2015.
Robert A.Weisman, Md, Kris S.Moe, Md, Lisa A. Orloff, Md. Ballengers
Otorhinolaryngology Head And Neck Surgery 16th Edition. 2003. Bc Decker:
Ontario. Hal. 1255-1292.
Sheahan P, Ganly I, Evans PHR, Patel SG. Tumors of the larynx. In: Montgomery
PQ, Evans PHR, Gullane PJ, editors. Principles and practice of head and neck
surgery and oncology. Florida: Informa health care;. 2009. p. 257-90.
Shah J, Patel SG, Singh B. Larynx and Trachea. In: Shah J, Patel SG, Singh B,
editors. Head and Neck Surgery and Oncology. Philadelphia: Elsevier Mosby.
2012. p. 811-992.
Grunewald M, Zenk J, Alibek S, Knickenberg I, Ketelsen D, Iro H, Bautz W.A,
Greess H, Clinical Radiology Section ENT Medicine. Diunduh dari
http://www.idr.med.uni-erlangen.de/TNT-Radiology tanggal 11 September
2011.
Nair J, Atri R, Kaur P, Kumar S, Kaushal V. Laryngeal Leiomyosarcoma: A Case
Report And Review Of Literature. Diunduh dari
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_head_and_neck_surger
y/volume_2_number_1_27/article_printable/laryngeal_leiomyosarcoma_a_cas
e_report_and_review_of_literature.html
Henrot P, Blum A, Toussaint B, Troufleau P, Stines J, Roland J. Dynamic
Maneuvers in Local Staging of Head and Neck Malignancies with Current
Imaging Techniques: Principles and Clinical Applications. Diunduh dari http:
http://radiographics.rsna.org tanggal 11 September 2011.