Sirosis Hepatis
Oleh :
Pembimbing :
dr. Bambang Satoto, Sp. Rad (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nama :
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
iii
4
1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, dan cara penegakan
diagnosis sirosis hepatis.
1.2.2 Memahami gambaran radiologi sirosis hepatis.
1.3 Manfaat
1.3.1 Dapat menerapkan cara penegakan diagnosis sirosis hepatis
1.3.2 Dapat mengusulkan jenis pemeriksaan radiologi sirosis hepatis
1.3.3 Dapat mendeskripsikan gambaran radiologi sirosis hepatis
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
iii
7
masuk porta hepatis di belakang arteri. Venae hepaticae (tiga buah atau lebih)
muncul dari permukaan posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena cava
inferior (Snell, 2012).
Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
2.3.2. Etiologi
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
2.3.2.1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan
parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis.
2.3.2.2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut
yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut
yang terjadi sebelumnya.
2.3.2.3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi
dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.3.3. Tanda dan Gejala
Smeltzer, C., Suzanne dan Bare, G., Brenda., 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah, Alih bahasa: dr. H. Y. Kuncara, Jakarta, EGC
2.3.4. Patofisiologi
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan
terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan
fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan
gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan
peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra
hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan
dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang
terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari
vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif
vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata
dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh
vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan
trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi
vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang
merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan
vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta
ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan
resistensi vaskular sistemik. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri tekan pada regio
epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua
konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda
kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada
pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak
13
2.3.5.4.Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal
yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan
komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari
arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya
perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika
ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat
serumcreatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500
mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5
2.3.5.5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi
portopulmonal.1 Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi
berupa perdarahan pada saluran cerna akibat pecahnya varises
esophagus dan gastropati hipertensi porta yang dibuktikan melalui
pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi. Selain itu, pasien juga
diduga mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami
berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.
c. Hidronefrosis derajat 3.
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa
adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias
menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4.
Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta
adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias
menggembung.
artikan sebagai batu ureter. Film yang diambil saat inspirasi dan
ekspirasi akan mengubah posisi ginjal dan sering kali dapat
mengkonfirmasi bahwa daerah yang mengalami kalsifikasi pada
abdomen tersebut adalah batu.
2.2.6.2 IVU
Persiapan Pasien
Hari 1
19
Pagi : makan bubur + telur rebus + minum air putih sebanyak mungkin.
Siang : sda
Malam : sda + tidak boleh pakai sayur dan ikan.
Hari 2 :
Pagi makan bubur, siang-sore hanya minum susu.
Jam 9 malam minum garam inggris (MgSO4 1 bungkus + 1/4 gelas air putih).
Kemudian hanya boleh minum air putih sampai jam 11 malam. Mulai jam 12
malam puasa, kurangi bicara, dan tidak merokok.
Hari 3 :
Jam 8 pagi datang ke radiologi untuk difoto.Persiapan media kontras :- Media
kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg.
Prosedur pemeriksaan
1. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP untuk melihat persiapan pasien
2. Jika persiapan pasien baik, suntikan media kontras melalui intravena 1 cc
saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis
3. Jika tidak ada reaksi alergi, penyuntikan dapat dilanjtkan dengan memasang
alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri
4. Setelah itu, lakukan foto nephrogram dengan posisi AP supine 1 menit
setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke
collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak
5. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan
ukuran film 24x30 untuk melihat pelvicocaliseal dan ureter proksimal terisi
media kontras.
6. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film
24x30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter, dan bladder mulai terisi
media kontras.
7. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran
bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunkaan ukuran 30 x 40
8. Yang terakhir lakukan foto post void (habis kencing) dengan posisi AP
supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di
daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukkan adanya ren mobile
(pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus post hematuri.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVU yakni untuk melihat anatomi dan fungsi
dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
-Kelainan congenital
-Radang atau infeksi
-Massa atau tumor
-Trauma
ivp menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi
nefrogram dan sistem pyelocalices (PCS). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal
kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya sedang-
sedang saja.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-
penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis,
massa/tumor renal, dll.
Menit ke 15
22
Penilaian ureter:
1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, itu mungkin di sebabkan
kontraksi ureter saat pengambilan foto, jadi tidak nampak ketika difoto.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter.
Maksudnya diameternya, normal < 0.5 cm
4) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.
POST MIKSI
Pasien berbaring supine, dan pasien diminta untuk menahan nafas pada
inspirasi dalam. Posisi tersebut dimaksudkan untuk membebaskan hati dan
menampakkan ginjal lebih bawah. Pada posisi tersebut ginjal dapat
diperiksa dalam penampang membujur dan melintang, dengan mengatur
letak transducer miring ke bawah lengkung iga kanan, sejajar atau tegak
lurus dengan sumbu ginjal dan menggunakan hati sebagai acustic window.
Pemeriksaan dimulai dari bagian medial samping ke lateral secara teratur
berjarak 1 atau 2 parenkim ginjal.
Gambaran USG ginjal kiri paling baik terlihat bila dilakukan pada posisi
berbaring miring ke kanan (RLD). Penampampang melintang ginjal dapat
diperiksa dengan meletakkan transduser di sela iga, dalam keaadaan
ekspirasi
2.4. Nefrolithiasis
a. Pengertian
Nefrolitiasis adalah adanya timbunan zat padat yang
membatu pada ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks
organik.
28
b. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya
dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih
pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :
d. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang.
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada.
Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari
hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya
konstan. Terutama timbul pada costoverteral.
2. Hematuria
31
e. Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu ginjal perlu didukung
dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang
lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.
1. Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan
nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik
nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat
bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat
muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya
sering mempunyai tipe nyeri yang sama.
2. Pemeriksaan Fisik
Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai
takikardi, berkeringat, dan nausea.
Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita
dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
32
3. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau
radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis
batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa
yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu
asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos
sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila
diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu
terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput
dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu
ditambah foto urography intravena (IVU/UIV). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan
defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak
berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal
ini perludilakukan pielografi retrograd.
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak
mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan-
keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan
USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat
ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini
juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu
33
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari
kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di
saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.
ii. Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau
melarutkan batu. Terapi simtomatik berusaha untuk
menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan
bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser
melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling
sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan memecahkan
batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
3. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat
litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non-bedah
tidak berhasil.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Usia : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Godongsari, Balong Kembang, Jepara
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa (WNI)
Ruangan : Rawat Jalan
iii
35
36
FPA
UIV
o GINJAL Kanan ukuran, letak dan aksis normal, fungsi ekskresi baik,
3.5 Kesan
3.6 Diagnosis
iii
BAB V
KESIMPULAN
Hidronefrosis adalah dilatasi pielum dan kaliks ginjal pada salah satu
atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi yang di sebabkan karena adanya batu
ureter, sehingga terjadi tekanan balik ke ginjal.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang
lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi
renal terganggu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan
penunjang radiologi dengan USG Abdomen didapatkan tampak gambaran
hiperekoik disertai acoustic shadow pada ginjal kiri, dan tampak pelebaran
pielokalix pada ginjal kanan dan kiri, sehingga diagnosis hidronefrolitiasis pada
pasien ini dapat ditegakkan.
iii
40
DAFTAR PUSTAKA