Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN FRAKTUR LUMBAL

Di susun oleh:

Anindya Sekar Utami

20164030076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh trauma. Faktur terjadi jika tulang terkena stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Jika tulang patah, jaringan sekitarnya
juga akan terpengaruh, seperti dapat mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah. (Brunner and Suddarth, 2016).
Fraktur lumbal adalah kerusakan pada tulang belakang akibat trauma, biasanya
terjadi pada orang dewasa laki-laki dan anak-anak disebabkan oleh kecelakaan
kecepatan tinggi, seperti kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian yang dapat
menimbulkan fraktur stabil dan tidak stabil (Brunner and Suddarth, 2016).

B. KLASIFIKASI
1. Menurut Jong & Samsuhidayat (2015), terdapat dua tipe cedera berdasarkan
kestabilannya:
a. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla
spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan
normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak
terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil
b. Cedera tidak stabil : cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal
karena ligamen posteriornya rusak/robek. Fraktur medulla spinalis disebut
tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan
stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi.
Pemeriksaan radiografi minimal 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik
kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus
dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks
media dan kompleks anterior (kolumna anterior).

2. Berdasarkan mekanisme cederanya, dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh
dari ketinggian dengan posisi terduduk, osteoporosis dan adanya metastase
kanker dari tempat lain ke vertebra yang membuat bagian vertebra tersebut
menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra
dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada
ukuran vertebra sebenarnya (Schwartz, 2011).

b. Fraktur remuk (Burst fractures)


Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara
langsung, dan tulang menjadi hancur. Terminologi fraktur ini adalah
menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan kecelakaan
yang lebih berat dari fraktur kompresi. Tepi tulang yang menyebar/melebar itu
memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang
mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan
menyebabkan paralisis/gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering
terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan
gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan
dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan
apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur
dislokasi. Biasanya dengan scan MRI, fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya
perdarahan (Schwartz, 2011).
c. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena
kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga
sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada
atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada
ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan
yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses
pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior
dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan
sendi facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Pada mekanisme
rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa.
Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears
dan keluarnya serabut syaraf (Schwartz, 2011).

d. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)


Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-
tiba mengerem sehingga membuat vertebra dalam keadaan fleksi. Kombinasi
fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan
membentuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna
anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar
kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat
hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur
ini termasuk jenis fraktur tidak stabil (Schwartz, 2011).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa nyeri bila digerakkan dan adanya
spasme otot paravertebra.
2. Daerah yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang (krepitus) akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam
atau hari. Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur.
Diagnosis fraktur tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar X.

D. ETIOLOGI
Menurut Brunnar & Suddarth (2016), penyebab fraktur adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung merupakan penyebab utama yang sering menyebabkan fraktur.
Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.
2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan dapat
mengakibatkan dislokasi atau fraktur.
3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.
4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.
5. Postur tubuh (obesitas/kegemukan) dan body mekanik yang salah seperti
mengangkat benda berat.
E. PATOFISIOLOGI
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang
saling berdekatan. Diantaranya korpus vertebra mulai dari vertebra sevikalis kedua
sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk
sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus pulposus ditengah dan annulus fibrosus
di sekelilingnya. Nucleus pulposus merupakan rongga intervertebralis yang terdiri
dari lapisan tulang rawan dalam sifatnya semigelatin, mengandung berkas-berkas
serabut kolagen, sel sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.
Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang
berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan
antara discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
Apabila kontuinitas tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi
berbagai bagian struktur yang ada disekelilingnya seperti otot dan pembuluh darah.
Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas
fraktur. Pada umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, terjadi perdarahan
pada otot dan persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus
persyarafan, kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan
deformitas. Bila terjadi patah tulang, maka sel sel tulang mati. Perdarahan
biasanya terjadi disekitar tempat yang patah dan jaringan lunak disekitar tulang
tersebut biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul dapat
setelah fraktur.

F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk
melihat adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
2. CT-Scan: pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi.
Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan.
3. MRI: pemeriksaan ini menggunakan gelombang frekuensi radio untuk
memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah vertebra.
Gambaran yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi. MRI sering
digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus
intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.
H. PENATALAKSANAAN

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian
kesadaran, jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kemungkinan adanya perdarahan dan segera
mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurologis fungsi motorik, sensorik dan reflek
untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.

Terapi pada trauma vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi, semuanya tergantung dari tipe fraktur.
1. Braces & Orthotics
Ada tiga hal yang dilakukan yakni,
a. mempertahankan kesejajaran vertebra (alignment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. mengatasi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid
collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk
fraktur punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur
punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus,
umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokasi
memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran.
2. Pemasangan alat dan proses penyatuan (fusion).
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion
adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan
alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah
penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan
ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan
penyatuan yang solid.

3. Vertebroplasty & Kyphoplasty


Tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini
digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra.
Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarum menuju corpus
vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkan, dikembungkan untuk
melebarkan vertebra yang terkompresi.

4. Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi :


a. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi
tetapatau intermiten, dan evakuasi kandung kemih dengan kompresi supra pubik
setelah2 minggu
b. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia atau enema setiap
hari atau setiap dua hari
c. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
d. Pemberian nutrsi yang baik dengan diet tinggi protein tinggi, cairan secara
intravena, kalsiumdan transfuse
e. Cegah decubitus
I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN
1. Usia klien
2. Immobilisasi
3. Tipe fraktur dan area fraktur
4. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan
dengan tulang kompak
5. Keadaan gizi klien
6. Asupan darah dan hormon hormon pertumbuhan yang memadai
7. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
8. Komplikasi, misalnya infeksi yang bisa menyebabkan penyembuhan lebih lama
9. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data demografi/ identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, dan lainnya.
b. Keluhan utama
Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
c. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya
adanya predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat
pada fraktur psikologis).
d. Riwayat spiritual
Agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan bagaimana dalam
menjalankannya.
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa
benda- benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama
lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengukuran tinggi badan
b. Pengukuran tanda-tanda vital
c. Integritas tulang, deformitas tulang belakang
d. Kelainan bentuk pada dada
e. Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering,
sonor atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna
dan produktivitasnya.
f. Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian
kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.
g. Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau
tidak, apakah limpa membesar atau tidak.
h. Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena
adanya immobilisasi.
i. Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
j. Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan
keadaan tonus otot
F. ASUHAN KEPERAWATAN (NANDA-NOC-NIC)
No Dx Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Nyeri Akut Pain Level, Pain control, Pain Management, Relaxation
Definisi: Comfort level Therapy, Pemijatan, Mobility
Pengalaman sensori dan emosional Mampu mengontrol - Kaji nyeri secara komprehensif: - Mengetahui keadaan terbaru
tidak menyenangkan yang muncul nyeri (tahu penyebab lokasi, karakteristik, onset/durasi, pasien dan membantu menentukan
akibat kerusakan jaringan aktual nyeri, frekuensi, kualitas, skala, tindakan yang akan dilakukan,
atau potensial atau yang Melaporkan bahwa intensitas/beratnya nyeri, faktor sebagai bahan evaluasi
digambarkan sebagai kerusakan; nyeri berkurang pencetus
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan menggunakan - Observasi TTV - Mengetahui perkembangan pasien
dari intensitas ringan hingga berat manajemen nyeri - Observasi petunjuk nonverbal - Reaksi nonverbal adalah respon
dengan akhir yang dapat Mampu mengenali mengenai ketidaknyamanan yang dapat dilihat dan menjadi
diantisipasi atau diprediksi. nyeri (skala, evaluasi
Batasan karakteristik: intensitas, frekuensi - Kontrol faktor lingkungan yang - Lingkungan yang nyaman
- Diaforesis dan tanda nyeri) mempengaruhi nyeri seperti suhu membantu pasien dalam
- Dilatasi pupil Menyatakan rasa ruangan, pencahayaan, dan mengontrol nyeri
- Ekspresi wajah nyeri nyaman setelah nyeri kebisingan
- Fokus menyempit berkurang - Ajarkan terapi relaksasi: napas - Slow deep breathing memberikan
- Fokus pada diri sendiri Tanda vital dalam dalam (Slow deep breathing) efek rileks dan tenang. Suasana
- Perubahan posisi untuk rentang normal dengan cara tarik napas dalam rileks dapat meningkatkan hormon
menghindari nyeri selama 4 detik, tahan 3 detik, endorphin yang berfungsi
- Putus asa keluarkan melalui mulut selama 5 menghambat tranmisi impuls nyeri
- Sikap melindungi area nyeri detik. lakukan selama 5-10 menit sepanjang saraf sensoris dari
Faktor yang berhubungan: nosiseptor saraf perifer ke kornu
- Agens cedera biologis dorsalis kemudian ke thalamus,
- Agens cedra fisik serebri yang mengakibatkan
- Agens cedera kimiawi menurunnya persepsi nyeri
- Mobilisasi dini - Latihan ambulasi dini dapat
meningkatkan sirkulasi darah
yang akan memicu penurunan
nyeri dan penyembuhan luka
lebih cepat. Terapi latihan dan
mobilisasi merupakan modalitas
yang tepat untuk memulihkan
fungsi tubuh bukan saja pada
bagian yang mengalami cedera
tetapi juga pada keseluruhan
anggota tubuh
- Kolaborasi pemberian analgesik: - Ketorolac: penatalaksanaan nyeri
ketorolac sedang hingga berat.jangka pendek
1. Hambatan Mobilitas Fisik Mobility Level Exercise Therapy: Joint Mobility
Definisi: keterbatasan dalam Kriteria hasil: - Kaji kemampuan pasien - Untuk mengetahui sejauh
gerakan fisik atau satu atau lebih - Klien meningkat dalam dalam mobilisasi mana kemampuan pasien
ekstremitas secara mandiri dan aktivitas fisik dalam mobilisasi.
terarah - Mengerti tujuan dari - Monitor TTV sebelum/setelah - Sebagai bahan evaluasi dan
Batasan karakteristik peningkatan mobilitas latihan dan lihat repon pasien mengantisipasi hal yang
- Dispnea setelah beraktifitas - Memverbalisasikan saat latihan buruk pada pasien
- Gangguan sikap berjalan perasaan dalam - Inisiasi pengukuran kontrol - Mengurangi rasa tidak
- Gerakan lambat meningkatkan nyeri sebelum latihan nyaman pada pasien
- Gerakan spastik kekuatan dan - Latih pasien untuk melakukan - ROM meningkatkan rentang
- Gerakan tidak terkoordinasi kemampuan berpindah ROM gerak, kekuatan otot,
- Instabilita postur - Memperagakan stabilitas sendi dan
- Kesulitan membolak-balik posisi penggunaan alat bantu kardiovaskuler.
- Keterbatasan rentang gerak untuk mobilisasi - Dorong, dampingi dan bantu - Memotivasi kemadirian
- Ketidaknyamanan (misal: walker) pasien saat mobilisasi dan pasien dalam mobilisasi dan
- Melakukan aktivitas lain sebagai bantu penuhi kebutuhan bantu pasien saat pasien tidak
pengganti pergerakan bisa melakukan mobilisasi
- Penurunan kemampuan - Jelaskan pada pasien dan - Menambah pengetahuan dan
keterampilan motorik halus keluarga manfaat dan tujuan keterampilan keluarga serta
- Penurunan kemampuan dilakukan latihan pasien, sehingga dapat
keterampilan motorik kasar - Ajarkan latihan ROM pasif, melakukan sendiri setelah
- Penurunan waktu reaksi ROM dengan bantuan, atau keluar dari rumah sakit
- Tremor akibat bergerak ROM aktif - Terapi pasien lebih maksimal
Faktor yang berhubungan - Kolaborasi dengan fisioterapi dan terarah.
- Agens farmaseutikal
- Ansietas
- Depresi
- Fisik tidak bugar
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan metabolisme
- Gangguan muskulokeletal
- Gangguan neuromuskular
- Gangguan sensoriperseptual
- Gaya hidup kurang gerak
- IMT >persentil ke-75 sesuai usia
- Intoleransi aktivitas
- Kaku sendi
- Keengganan memulai pergerakan
- Kepercayaan budaya tentang
aktivitas yang tepat
- Kerusakan integritas tulang
- Keterlambatan perkembangan
- Kontraktur
- Kurang dukungan lingkungan
(mis. Fisik atau sosial)
- Kurang pengetahuan tentang
nilai aktivitas fisik
- Malnutrisi
- Nyeri
- Penurunan kekuatan otot
- Penurunan kendali otot
- Penurunan ketahanan otot
- Program pembatasan gerak
DAFTAR PUSTAKA
Jong & Samsuhidayat. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 13, Voumel 1. Jakarta:
EGC
Iowa Outcomes Project. 2014. Nursing Outcome Classification (NOC): Fourth
Edition.Missouri: Mosby, Inc.
Iowa Outcomes Project. 2014. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth
Edition. Missouri: Mosby Year Book, Inc.
Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid 2.
Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai