Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM JANTUNG

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Munculnya gangguan fungsi jantung merupakan fenomena yang unik. Kalau melihat
kerjanya yang non stop memompa darah ke seluruh tubuh, maka tidak diragukan lagi peran
jantung sangatlah menentukan bagi kelangsungan hidup tiap individu. Karena itu, bila sampai
muncul gangguan hingga menyebabkan kerusakan organ vital itu dan juga ada kerusakan
pada organ lain yang menjadi mitra kerja jantung, maka hal itu mengarah pada kematian.
Pada orang lain, adanya gangguan atau kerusakan mungkin bisa ada toleransi untuk bisa
bertahan hidup. Namun sayangnya upaya menghindari dari hal yang fatal pada jantung masih
sulit dilakukan.

Jantung adalah mesin kehidupan. Meski tersembunyi dalam rongga dada dan mustahil kita
melihatnya secara nyata baik dalam kondisi masih berdenyut maupun sudah berhenti. Jantung
berfungsi sebagai mekanisme pompa mendorong darah melalui seluruh sistem faskuler,
sebenarnya terdiri dua pompa; jantung kanan yang memompa darah melalui paru-paru, dan
jantung kiri yang memompa darah melalui organ dan jaringan perifer. Masing-masing unit
terdiri dari 2 ruangan, atrium dan ventrikel.

Sejak terjadinya konsepsi sampai meninggal, jantung berdenyut secara ritmik dan kontinus
untuk mempertahankan kehidupan. Beberapa penyakit timbul seiring dengan penurunan
fungsi organ.
Oleh karena itu, perawat harus memiliki pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi jantung
dalam upaya memberikan perawatan yang optimal, membantu pasien untuk memahami
kondisi yang terjadi dan mendukung pasien serta keluarga dalam mengembalikan fungsi
hidup secara optimal. Sehingga praktikum mengenai pemeriksaan fisik ini menjadi sangat
penting. Di mana pemeriksaan atau pengkajian fisik digunakan untuk memperoleh data
obyektif dari kesehatan kardiovaskuler atau jantung klien.

1.2 tujuan pembelajaran

1. Mempelajari 4 cara pemeriksaan fisis jantung


2. Menentukan posisi dari apeks jantung
3. Menentukan batas-batas jantung
4. Mempelajari suara suara yang di timbulkan oleh aktivitas jantung selama satu siklus
jantung.

BAB III

METODE PERCOBAAN

2.1 Alat kerja


Stetoskop

2.2 Cara kerja


Orang coba berbaring terlentang dengan kepala di sebelah kiri pemeriksa. Setiap anggota
regu melakukan pemeriksaan ini.
1. Inspeksi
Memperlihatkan posisi dari denyut apeks jantung dan menyatukan titik terendah dan terluar
daripada pulsasi jantung maksimal. Biasanya ini terletak pada ruang interkostal V kiri
sternum.
2. Palpasi (memeriksa raba)
Meraba dengan jari pada daerah apeks dan merasakan dorongan dari apeks selama sistol-
ventrikel.
3. Perkusi (memeriksa ketuk)
Meletakkan jari tengah kiri pada dinding kiri pada dinding toraks dan mengetuk dengan jari
tengah tangan kanan. Mula-mula meletakkan jari tengah tangan kiri di atas daerah paru-paru
kemudian sambil mengetuk, memindahkan jari tersebut menuju ke arah jantung.
Memperhatikan saat terjadinya perubahan dari bunyi ketukan yang terdengar dan memberi
tanda pada tempat tersebut. Dengan demikian, dapat melukiskan batas-batas jantung.
4. Auskultasi (memeriksa dengar)
Mempergunakan stetoskop untuk mendengarkan suara jantung pada lokasi tertentu.

Suara Jantung Pertama (S1)


Mempergunakan stetoskop pada dada yaitu pada ruang inter kostal V sebelah kiri sternum di
atas apeks jantung. Pada tempat ini S1 terdengar sangat jelas dengan intensitas yang
maksimum.

Suara Jantung Ke dua (S2)


Meletakkan stetoskop pada ruang interkostal II sebelah kanan sternum. Disini paling jelas
terdengar S2. Pada daerah pulmonal (Pinggir kiri sternum bagian atas) normal dapat
terdengar dua komponen S2 (suara kedua yang terpisah). Komponen I disebabkan oleh
penutupan katup aorta sedangkan komponen II disebabkan oleh penutupan katup pulmonalis.
Pemisahan (splitting) dari S2 ini manjadi lebih lebar (lebih jelas) pada inspirasi. Meletakkan
stetoskop pada pinggir kiri sternum pada bagian atas dan mendengarkan apakah terjadi
pemisahan S2 pada waktu inspirasi dalam.

Suara Jantung Ketiga (S3)


Suara ini umumnya terdengar pada orang muda, paling jelas pada apeks jantung. Sifatnya
lemah dan terjadi kira-kira 0,08 detik sesudah S2. Suara ini disebabkan oleh osilasi pada
dinding ventrikel akibat masuknya darah dari atrium dengan cepat (rapid filling). Meletakkan
stetoskop pada apeks jantung (inter kostal V kiri) dan mendengarkan ada tidaknya S3 sesudah
S2. untuk memperjelas S3, dengan meninggikan tungkai orang coba atau meminta orang coba
untuk melakukan kegiatan sebentar.

Suara Jantung Ke empat (S4)


Normalnya suara jantung tidak terdengar dengan tetoskop kecuali pada keadaan patologis.
Suara ini terjadi akibat kontraksi atrium yang menyebabkan darah masuk dengan cepat ke
dalam ventrikel.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan


Setelah melakukan pemeriksaan fisis jantung pada orang coba, hasil yang didapatkan yaitu :

NAMA INSPEKSI PALPASI PERKUSI AUSKULTASI


SAID Tampak Apeks teraba Batas-batas jantung orang coba : Suara jantung I (S1) :
denyut nadi di pada Interkostal V terdengar bunyi lub
daerah apeks (ICS V), Batas atas = pada ICS III pada ruang ICS V
sebelah kiri sternum di
Apeks segaris dengan Batas bawah = pada ICS V atas apeks jantung.
midclavicula kiri
Batas kiri = pada midclavicularis Suara jantung II (S2) :
atau 4 jari dari midsternum terdengar bunyi dub
pada ICS II sebelah
Batas kanan = sejajar sisi kanan sternum.
sternum kanan atau 1 jari dari
midsternum. Suara jantung III (S3) :
tidak terdengar pada
orang coba.

Suara jantung IV (S4) :


tidak terdengar pada
orang coba

3.2 Pembahasan

1. Cara Inspeksi (cara pandang)

dilakukan dengan memperhatikan posisi dari denyut apeks jantung dan menyatakan titik
terendah dan terluar daripada pulsasi jantung maksimal. Pada orang coba, terlihat adanya
denyutan di daerah apeks. Ictus Cordis (ICK) jantung terlihat pada apeks, yang terletak pada
intercostal V dan garis tengah clavicula. Pada orang gemuk, inspeksi denyut apeks sulit
dilakukan karena otot yang tebal yang tebal dan lapisan besar pada otot, sehingga
denyutannya tidak sampai ke permukaan dan suit untuk di amati. Pada wanita, biasanya
denyut apeks diamati pada bagian bawah putting susu (jarak 1 jari) dan di sebelah medial.
Pada orang coba,denyut apeks dapat diamati.
2. Palpasi (periksa raba)
Palpasi dilakukan dengan meraba orang coba dengan jari-jari pada daerah apeks dan
merasakan dorongan dari apeks selama sistol-ventrikel. Dengan teknik palpasi, dapat
mengkonfirmasikan apa yang dilihat.. dimana debaran jantung (apeks jantung) merupakan
pukulan ventrikel kiri terhadap dinding anterior yang terjadi selama kontrkasi ventrikel.
Debaran ini dapat diraba dan sering terlihat pada ruang intercostalis V (di antara costa V dan
costa VI) dan segaris dengan mid calavicula kiri. Dorongan apeks jantung dapat nampak,
karena dekat dengan dinding rongga dada sehinggga dapat diprediksi jika ada kelainan.
Terjadi pergeseran jika ada pembesaran jantung.
Pada pemeriksaan ini, dimulai dengan meraba dengan jari-jari pada daerah basis jantung dan
bergerak ke arah apeks. Pertama menginspeksi sudut Louis, yang berada di antara badan
sternum dan manubrium dan dapat diraba sebagai hubungan pada sternum kira-kira 5 cm di
bawah takik sterna. Garis batas lainnya adalah area epigastrik yang berada di ujung sternum.
Secara khas area tersebut digunakan untuk mempalpasi adanya abnormalitas aorta, (Potter &
Perry, 2005 : 876).
3. Perkusi (periksa ketuk)
Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah kiri pada dinding thoraks dan mengetuk
dengan jari tengah tangan kanan. Jari yang dianggap kuat, yang dijadikan sebagai plesimeter
(landasan tangan). Mula-mula jari tengah tangan kiri diletakkan di atas daerah paru-paru
orang coba, kemudian sambil mengetuk dan memindahkan jari tersebut menuju kea rah
jantung. Pada saat mengetuk kita memperhatikan saat terjadinya perubahan dari bunyi
ketukan dan memberi tanda pada tempat tersebut. Batas-batas jantung bisa ditentukan dengan
memperhatikan perubahan kualitas suara yaitu dari suara sonor menjadi redup/pekak.
Apabila bunyi yang ditimbulkan itu sonor berarti bagian yang diketuk yaitu paru-paru
karena pada paru-paru merupakan organ yang memiliki ruang udara sehingga menghasilkan
suara sonor. Dan apabila menimbulkan bunyi pekak berarti merupakan organ jantung
karena jantung merupakan organ yang memiliki konsentrasi darah yang tinggi sehingga bila
diketuk akan menimbulkan bunyi pekak. Dengan itu, batas-batas jantung dapat ditentukan.
Batas-batas jantung dapat dilukiskan sebagai berikut, (Tim Dosen, 2007 : 5) :

v Tepi kiri di sebelah cranial, berada pada tepi caudal pars cartilagines costa II Sinistra, yaitu
1 cm di sebelah lateral tepi sternum.

v Tepi kiri di sebelah caudal, berada pada ruang intercostalis V, yaitu kira-kira 9 cm
di sebelah kiri linea mediana, 2 cm di sebelah medial linea mediaclavicularis sinistra.

v Tepi kanan di sebelah caudal berada pada pars cartilagines costa VI dextra, kira-kira 1 cm
di lateral sternum.

v Tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilagines costa III dextra, kira-kira 1
cm di tepi lateral sternum.

4. Auskultasi (mendengar)
Auskultasi adalah suatu cara untuk mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop.

a. Suara Jantung (S1)


Untuk mendengarkan suara jantung pertama, dengan meletakkan stetoskop pada dada orang
coba yaitu pada ruangan intercostal V sebelah kiri sternum di atas apeks jantung. Di tempat
ini terdengar sangat jelas dengan intensitas maksimum. Suara jantung pertama didengar
dengan menggunakan diafragma stetoskop karena memiliki frekuensi bunyi yang tinggi.
Bunyi S1 yaitu bunyi lub. Bunyi lub disebabkan oleh penutupan katup mitral dan
trikuspidalis. Peristiwa ini menyebabkan turbulensi getaran dalam darah. Getaran kemudian
merambat melalui jaringan di dekatnya ke dinding dada, sehingga apat terdengar sebagai
bunyi, (Guyton & Hall, 1997 : 347).

b. Suara jantung II (S2)


Stetoskop diletakkan pada ruangan pad ruang interkostal II sebelah kanan sternum. Bunyi
yang terdengar yaitu dup. Pada daerah pulmonal (pinggir kiri sternum bagian atas) normal
dapat didengar dua komponen S2 (suara ke dua terpisah). Komponen I disebabkan oleh
penutupan katub aorta sedangkan komponen II disebabkan oleh penutupan katup pulmonalis.
Bunyi dub ditimbulkan oleh penutupan katup semilunaris yang berlangsung tiba-tiba,
ketika katup semilunaris menutup, katup ini menonjol ke arah ventrikel dan renggang elastik
katup akan melentingkan darah kembali ke arteri, yang menyebabkan pantulan yang
membolak-balikkan darah antara dinding arteri dan katup semilunaris dan juga antara katup
dan dinding ventrikel. Getaran yang terjadi di dinding arteri akan menimbulkan suara yang
dapat didengar, (Guyton & Hall, 1997 : 348). S2 didengarkan dengan menggunakan
diafragma stetoskopkarena memiliki frekuaensi bunyi yang tinggi sama halnya dengan S1.

c. Suara Jantung III (S3)


Pada orang coba, tidak terdengar bunyi S3. Suara ini umumnya terdengar pada orang muda,
paling jelas pada daerah apeks jantung. Sifatnya lemah dan didengar dengan mengunakan
bagian bel dari stetoskop. Suara dari S3 yaitu lubdubdee. Suara ini disebabkan oleh
isolasi pada dinding jantung bagian ventrikel akibat masuknya darah dari atrium dengan
cepat, (Guyton, 1997 : 348).
d. Suara jantung IV (S4)
Pada orang coba, tidak terdengar bunyi S4. Bunyi ini merupakan bunyi abnormal, terdengar
seperti deelubdub. Hal ini disebabkan oleh dorongan prematur darah ke dalam
ventrikel yang kaku atau dilatasi karena gagal jantung dan hipertensi, (Potter & Perry, 2005 :
876).

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Cara pemeriksaan fisis jantung, sebagai berikut :

v Inspeksi (periksa pandang)

v Palpasi (periksa raba),

v Perkusi (periksa ketuk),

v Auskultasi (periksa dengar).

2. Letak dari apeks jantung, yaitu :

v Terletak di ruang intercostalis V sinistra,

v Berada 9 cm dari linea m

v ediana sinistra,

v Berada 2 jari linea mediana medioclavicularis sinistra,

v Menghadap ke arah caudal-ventral kiri, terletak kurang lebih di bagian


tengah cavum,thoracia

v Segaris dengan midclavicula.

3. Batas-batas jantung, yaitu :


v Tepi kiri di sebelah cranial berada pada tepi caudal pars cartilangines costa II sinitra, yaitu
1 cm di sebelah lateral tepi sternum,

v Tepi kiri di sebelah caudal berada pada ruang intercostalis V, yaitu kira-kira 9 cm di
sebelah kiri linea mediana, 2 cm di sebelah media linea media linea medioclavicularis
sinistra,

v Tepi kanan di sebelah cranial berada pada tepi cranialis pars cartilagines costa III dextra,
kira-kira 1 cm tepi lateral sternum.

v Tepi kanan di sebelah caudal berada pada parscartilagines costa VI dextra, kira-kira 1 cm
di lateral sternum.
4. Suara-suara yang ditimbulkan oleh aktvitas jantung selama suatu siklus jantung, yaitu :

v Suara jantung I (S1), bunyi jantung yang terdengar seperti bunyi lub yang berhubungan
dengan penutupan katup atrioventricularis.

v Suara jantung II (S2), bunyi jantung yang terdengar seperti bunyi dub, yang
berhubungan dengan penutupan katup semilunaris.

v Suara jantung IV (S3), bunyi jantung yang terdengar seperti bunyi lubdubdee.

v Suara jantung IV (S4), bunyi jantung yang terdengar seperti bunyi deelubdub,
dikarenakan suatu keadaan abnormal.

PERCOBAAN HARVARD

Tujuan

Menentukan kesanggupan badan untuk melakukan suatu kerja atau dengan kata lain
menentukan kapasitas kerja

Alat Yang Digunakan

1. Bangku Harvard
2. Metronome
3. Stopwatch
4. Sphygmomanomete

Cara Kerja

Sebelum percobaan dimulai, aturlah metronome dengan kecepatan 30 kali per menit, yaitu
sesuai dengan kecepatan naik turun bangku yang akan dilakukan. Ukurlah tekanan darah dan
kecepatan denyut nadi orang coba dalam keadaan istirahat (duduk). Bila tekanan darah
melebihi 160mmHg (systole) sebaiknya percobaan ini dilakukan pada orang tersebut.
Sekarang mintalah orang coba untuk melakukan kerja naik turun bangku Harvard dengan
kecepatan tetap 30 kali naik turun setiap menit yaitu sesuai dengan bunyi metronome. Kerja
ini dilakukan sesanggup mungkin, tetapi tidak lebih 5 menit. Setelah selesai dengan kerja ini,
orang coba segera disuruh untuk duduk dan ukurlah tekanan darah dan denyut nadi orang
coba. Kemudian lakukan pencatatan denyut nadi pada 1 menit, 2 menit, dan 3 menit setelah
percobaan (denyut nadi dihitung selama 30 menit)

Hasil Percobaan

NO ORANG COBA SEBELUM SESUDAH NADI WAKTU


TD Nadi TD Nadi 1mnt 2mnt 3mnt
1. Suci Indra Saputri 110/60 70 120/60 77 76 74 75 5 menit
2. Yayuk Amriani 120/90 84 120/90 90 88 86 85 5 menit
3. Sri Wahyuni 110/70 72 120/80 85 84 81 80 5 menit

Pembahasan

Rumus indeks kesanggupan badan(IKB) :

Rumus cepat: Rumus lambat:

T x 100 T x 100
IKB = IKB =
5,5 F1 2( F1+F2+F3)

T : lamanya orang coba naik turun ( dalam detik )

Keterangan:

Cara cepat : <50 : kesanggupan kurang

50 80 : kesanggupan sedang

>80 : kesanggupan baik

Cara lambat : <55 : kesanggupan kurang

55 64 : kesanggupan sedang

Rumus indeks kesanggupan badan ( IKB ) :


Orang coba 1

Cara cepat:

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 71,77
5,5 F1 418

Cara lambat:

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 66,66
2(F1+F2+F3) 450

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa orang coba memiliki kesanggupan
sedang

Orang coba 2:

Cara cepat

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 61,98
5,5 F1 484

Cara lambat

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 57,92
2(F1+F2+F3) 518

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa orang coba memiliki kesanggupan
sedang

Orang coba 3:

Cara cepat

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 64,94
5,5 F1 462

Cara lambat

T X 100 30000
IKB = => IKB = => IKB = 61,22
2(F1+F2+F3) 490

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh bahwa orang coba memiliki kesanggupan
sedang

Selama olahraga, otot- otot berkontraksi dan mengalami pemendekan, sehingga terjadi
penekanan pada pembuluh vena menyebabkan aliran darah ke jantung meningkat. Selain itu,
aliran darah total ke otot dapat menjadi lebih besar karena pembuluh darah mengalami
vasodilatasi akibat berkurangnya oksigen di dalam jaringan otot (pembuluh darah tidak dapat
mempertahankan kontraksinya). Karena itu saat melakukan aktivitas berat, frekuensi inspirasi
lebih besar daripada ekspirasi sebagai bentuk adaptasi akan kebutuhan oksigen yang
meningkat.

Selama melakukan kerja, distribusi curah jantung disesuaikan untuk menunjang peningkatan
aktivitas fisik tersebut. Persentase curah jantung yang mengalir ke otot rangka dan jantung
meningkat, sehingga lebih banyak O2 dan nutrient yang disalurkan untuk menunjang
peningkatan kecepatan konsumsi ATP di kedua jaringan tersebut.

Pada permulaan gerak badan, stimulus-stimulus tidak hanya dikirimkan dari otak ke otot
untuk menimbulkan kontraksi otot tetapi juga dari tingkat otak yang tinggi ke dalam sistem
saraf simpatis. Secara bersamaan, stimulus parasimpatis ke jantung dilemahkan. Karena itu,
jantung dirangsang untuk sangat meningkatkan frekuensi jantung dan kekuatan pemompaan,
selain itu, semua pembuluh darah dari sirkulasi perifer berkontraksi kuat kecuali pembuluh di
dalam otot yang aktif, yang sangat melebar oleh efek vasodilator dari otot itu sendiri. Jadi
jantung dirangsang untuk menyuplai peningkatan darah yang diperlukan oleh otot-otot
tersebut dan aliran darah melalui kebanyakan daerah bukan otot untuk sementara waktu
dikurangi (meminjamkan suplai darah).

Pencetusan simpatis secara besar-besaran di seluruh tubuh selama beraktivitas dan


vasokonstriksi meningkatkan tekanan arteri, kecuali pembuluh darah di dalam otot yang
berkontraksi. Bila seseorang melakukan aktivitas dalam keadaan sangat tegang tetapi hanya
menggunakan beberapa otot saja, reaksi simpatis masih terjadi di seluruh tubuh tetapi
vasodilatasi hanya terjadi di beberapa otot saja, sehingga peningkatan tekanan arteri sangat
besar. Akan tetapi, bila orang yang melakukan kerja seluruh tubuh, kenaikan tekanan arteri
tidak terlalu besar karena vasodilatasi yang terjadi, di dalam massa otot yang besar. Karena
itu, tekanan darah pada orang coba hanya meningkat sebesar 10 mmHg setelah melakukan
kerja.

Persentase curah jantung yang mengalir ke kulit meningkat sebagai cara untuk menyalurkan
kelebihan panas yang dihasilkan otot ke permukaan tubuh untuk dieliminasi. Peningkatan
persentase aliran darah ke otot rangka dan jantung diimbangi oleh penurunan persentase
curah jantung ke organ lain. Hanya besar aliran darah ke otak yang tidak berubah pada saat
terjadi penyesuaian distribusi curah jantung ketika berolahraga.

TEKANAN DARAH ARTERI PADA MANUSIA

Tujuan :

1. Mempelajari cara-cara pengukuran tekanan darah arteri


2. Mempelajari beberpa factor yang dapat mempengaruhi tekana darah secara fisiologis

Alat-alat yang dibutuhkan:

1. Manometer air raksa


2. Stetoskop
Cara kerja :

1. 1. Cara palpasi (metode Riva Rocci)


1. Segala bentuk pakaian harus dilepaskana dari lengan atas
2. Manset dipasang dengan ketat dan sempurna pada lengan
3. Saluran karet dari manset kemudian dihubungkan deengan manometer
4. Rabalah arteri radialis pada pergelangan tangan orang coba dan tekanan dalam
manset dinaikkan dengan memompa samapai denyut nadi (denyut arteri
radialis) menghilang
5. Tekanan dalam manset kemudian diturunkan dengan memutar tomobol pada
pompa perlahan lahan yaitu dengan kecepatan kira-kira 3 mm/detik. Saat
dimana denyut arteri radialis teraba kemabli menunjukkan tekanan darah
sistolis. Dengan metode ini tidak dapat ditentukan tekanan darah diastolis.
Metode palpasi harus dilakukan sebelum melakukan auskultasi untuk
menentukan tinggi teklanan sistol yang diharapkan
6. 2. Cara auskultasi
1. Dalam cara auskultasi ini harus diperhatikan bahwa terdapat suatu
jarak paling sedikit 5cm, anatara manset dan tempat melekatkan
stetoskop.
2. Mula-mula rabalah arteri brachialis untuk mengetahui tempoat
melekatkan stetoskop.
3. Kemudian pompalah manset sehingga tekanannya melenbihi tekanan
sistolis yang diketahui dari palpasi
4. Turunkanlah tekanan manset perlahan-0lahanh sambil melektakna
stetoskop di atas arteri brachialis pada siku. Mula-mula tidak terdengar
suatu bunyi kemudian akan terdengar bunyi meletup yaitu ketika darah
melewarti arteri yang tertekan o0leh manset sehingga terjadilah
turbulensi.

1. 3. Cara osilasi

Dengan melihat osilasi air raksa pada manometer. Manset dipompa samapai tekanannya 10-
20 mmHg melebihi tekanan sistoluis yang ditentukan oleh metode palapsi. Tekanan mansetv
diturunkan perlahan-lahan sambil memperhatikan air raksaq manometer. Saat timbulnya
osilasi pada manometer menujukkan tekana darah sistolis. Tekanan manset terus diturunkan
smapai osilassi menghilang yang menunjukkan tekanan darah diastolis.

DATA HASIL PRAKTIKUM

1. Tekanan Darah Istirahat

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 100/80
Setelah berbaring 5 menit 100/80
Setelah duduk 5 menit 120/70
Stelah berdiri 130/70

1. Pengaruh Perubahan Sikap

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 100/75
Menit ke-1 110/80
Menit ke-2 120/80
Menit ke-3 130/70
Menit ke-4 140/70
Menit ke-5 145/80

1. Pengaruh Kerja Otot

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 110/80
Setelah berlari aktivitas 140/90
Setelah 1 menit 110/80

1. Pengaruh Berpikir

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 110/70
Berpikir 115/80

1. Percobaan Valsava

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 120/80
Valsava 130/80

1. Percobaan Muller

Aktivitas Tekanan Darah


Kontrol 100/70
Muller 90/70

PEMBAHASAN:

Dua bunyi yang secara normal didengar melalui stetoskop selama tiap siklus jantung yaitu
sistole dan diastole. Yang pertama (S1) adalah rendah, sedikit memanjang disebabkan oleh
getaran yang ditimbulkan oleh penutupan tiba-tiba katub mitral dan trikuspid pada permulaan
sistole ventrikel. Yang kedua (S2) lebih pendek, nada tinggi disebabkan oleh getaran yang
berhubungan dengan dengan penutupan katub aorta dan pulmonal segera setelah akhir systole
ventrikel. Bunyi yang ketiga (S3) yang lembut, nada rendah di dengar kira-kira sepertiga
jalan sepanjang diastole pada banyak individu mudah normal. Bunyi keempat (S4) kadang-
kadang dapat didengar sesaat sebelum bunyi pertama ketika tekanan atrium tinggi atau
ventrikel kaku misalnya pada keadaan hipertropi.

Untuk melakukan pengukuran tekanan secara rutin, tidaklah mungkin untuk menggunakan
bermacam-macam pencatat tekanan yang mengharuskan jarum masuk ke dalam arteri,
walaupun cara tersebut kadang-kadang diperlukan dalam penelitian khusus. Sebagai
gantinya, para klinis menentukan tekanan sistolik dan diastolik dengan cara auskultasi.
Manset dipasang di lengan kemudian arteri brachialis diraba untuk mengetahui tempat
meletakkan stetoskop. Kemudian manset dipompa, Pada awalnya tidak terdengar bunyi
namun kemudian akan terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika darah melewati arteri yang
tertekan oleh manset sehingga terjadilah turbulensi.Bunyi yang terdengar disebut bunyi
korotkof.

1. Tekanan Darah Istirahat

Tekanan darah istirahat diperoleh hasil ketika berbaring 100/80, saat duduk 120/70, saat
berdiri 130/70. Pada saat berbaring, pembuluh-pembuluh darah letaknya seimbang dengan
posisi jantung, mengakibatkan aliran darah menuju jantung menjadi lancar sehingga tekanan
yang digunakan untuk mendorong darah relatif rendah. Tetapi, pada saat berdiri, tekanan
darah lebih tinggi dibandingkan saat duduk, disebabkan karena pada saat berdiri tegak, tubuh
kita hampir seluruhnya melawan gaya gravitasi. Sementara saat duduk, hanya setengah
bagian dari tubuh kita yang melawan gaya gravitasi tersebut sehingga tekanan yang
diperlukan untuk memompa darah kembali ke jantung tidak terlalu besar, dibanding ketika
orang coba berdiri.

1. Pengaruh Perubahan Sikap

Tekanan darah pada posisi bediri setelah bebaring selama 5 menit adalah 110/80.. Pada 1
menit tekanan darahnya 120/80, dan pada 2 menit tekanan darahnya 120/70 dan pada menit
ketiga 130/70 dan meningkat sampai menit ke-5. Hal ini disebabkan oleh gaya gravitasi.
Dimana tekanan darah pada pembuluh darah yang terletak di bawah posisi jantung
meningkat, itu disebabkan karena adanya tekanan yang melawan gravitasi Hal ini disebabkan
oleh tidak seimbangannya antara kapasitas vaskuler dan volume darah. Setelah mendapat
informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan potensial aksi
tersebut, pusat control kardiovaskuler merespon dengan mengurangi aktivitas parasimpatis ke
sistem kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung,
menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke
tingkat normal. Sehingga pada suatu saat dimana tekanan darah orang coba akan kembali
normal setelah tubuh melakukan mekanisme pengaturan tekanan darah.

1. Pengaruh Kerja Otot

Tekanan darah sebelum lari adalah 110/80 dan setelah lari tekanan darah naik sekitar
140/90 dan pada menit berikutnya kembali normal. Hal ini terjadi karena setelah lari terjadi
kontraksi otot, dimana curah jantung meningkat dan tekanan darah pun ikut meningkat. Pada
saat otot berkontraksi maka akan terjadi penyempitan pada pembuluh vena. Sehingga
terjadilah peningkatan pada tekanan balik vena, artinya volume darah menuju jantung
meningkat. Kontraksi jantung semakin cepat untuk memompa darah tersebut sehingga
volume darah meningkat. Jika volume meningkat maka secara tidak langsung tekanan arteri
juga akan meningkat.
1. Pengaruh Berpikir

Tekanan darah pada pengaruh berpikir mengalami peningkatan. Sebelum berpikir, tekanan
darah mencapai 110/70 dan setelah berpikir tekanan darah mencapai 115/80. Ini disebabkan
karena pada saat berpikir, kita membutuhkan energi. Disini terjadi pengaruh volume jantung
dan terjadi juga kontraksi jantung. Tekanan darah pada pengaruh berpikir hampir sama
dengan tekanan darah pada pengaruh kerja otot karena keduanya mengalami peningkatan
setelah melakukan aktifitas sehingga terjadi pengeluaran energi.

1. Percobaan Valsava

Pada percobaan ini tekanan darah mengalami peningkatan, dimana normalnya 120/80
kemudian naik menjadi 130/80.

Dalam percobaan ini seharusnya tekanan darah orang coba akan menurun tetapi karena
kesalahan perhitungan atau ketidakakuratan alat menyebabkan penyimpangan hasil
percobaan. Seseorang melakukan ekspirasi kuat dengan glottis tertutup dimana tekanan
intratorakal sehingga aliran balik vena menurun yang mengakibatkan curah jantung menurun
dan selanjutnya menyebebkan penurunan tekanan darah Setiap orang melakukan ekspirasi
terjadi reflex yang khas pada tekanan arteri yang disebabkan penyumbatan 2 arteri
karotiskomunis. Tekanan di dalam rongga thoraks menjadi lebih positif atau negative dari
biasanya mengakibatkan pembuluh darah mengembang, keadaan ini dapat mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung dan otak sementara menurunkan tekanan arteri dan
curah jantung.

1. Percobaan Muller

Tekanan darah pada percobaan Muller mengalami penurunan , dimana normalnya 100/70
kemudian naik menjadi 90/70. Seseorang melakukan inspirasi kuat dengan glottis tertutup
maka CO2 banyak keluar. Sehingga menurunkan volume darah yang akan mengangkut
Oksigen dan menurunkan curah jantung sehingga tekanan darah akan menurun.

Kesimpulan

1. Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh darah.

2. Ada 3 cara menentukan tekanan darah :

Cara palpasi

Cara auskultasi

Cara osilasi

3. Tekanan sistolik adalah tekanan puncak ditimbulkan oleh darah yang disemprotkan pada
dinding pembuluh selama sistol jantung. Tekanan diastolik adalah tekanan minimum di arteri
sewaktu darah mengalir ke luar untuk memasuki pembuluh-pembuluh di sebelah hilir selama
diastole jantung.

4. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah :

Elastisitas pembuluh darah

Volume darah

Curah jantung

Aktivitas

ELEKTROKARDIOGRAM

Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang
merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah
bagian yang berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk
jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti menulis. Analisis sejumlah gelombang dan
vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting.

Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung


EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot
jantung akut
EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan
hipokalemia)
EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas
kanan dan kiri)
EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung
EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli
paru atau hipotermia)

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG dapat
memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas.

Kertas Perekam EKG

Kertas perekam EKG

Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun
kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG
berukuran 1 mm. Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s
(40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena
itu, ada 5 kotak besar per menit. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan
sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal kalibrasi harus dimasukkan
dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal,
yakni 2 kotak besar di kertas EKG.

Seleksi saring
Monitor EKG modern memiliki banyak penyaring untuk pemrosesan sinyal. Yang paling
umum adalah mode monitor dan mode diagnostik. Dalam mode monitor, penyaring
berfrekuensi rendah (juga disebut penyaring bernilai tinggi karena sinyal di atas ambang
batas bisa lewat) diatur baik pada 0,5 Hz maupun 1 Hz dan penyaring berfrekuensi tinggi
(juga disebut penyaring bernilai rendah karena sinyal di bawah ambang batas bisa lewat)
diatur pada 40 Hz. Hal ini membatasi EKG untuk pemonitoran irama jantung rutin. Penyaring
bernilai tinggi membantu mengurangi garis dasar yang menyimpang dan penyaring bernilai
rendah membantu mengurangi bising saluran listrik 50 atau 60 Hz (frekuensi jaringan saluran
listrik berbeda antara 50 dan 60 Hz di sejumlah negara). Dalam mode diagnostik, penyaring
bernilai tinggi dipasang pada 0,05 Hz, yang memungkinkan segmen ST yang akurat direkam.
Penyaring bernilai rendah diatur pada 40, 100, atau 150 Hz. Sebagai akibatnya, tampilan
EKG mode monitor banyak tersaring daripada mode diagnostik, karena bandpassnya lebih
sempit.

Sadapan
Grafik yang menunjukkan hubungan antara elektrode positif, muka gelombang
depolarisasi (atau rerata vektor listrik), dan kompleks yang ditampilkan di EKG.

Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi: bisa merujuk ke kabel yang
menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau (yang lebih umum) ke gabungan
elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu,
istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan EKG
menggunakan arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya hanya
menggunakan 10 kabel/elektroda. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini.

Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara sejumlah


titik tubuh menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat sinyal
listrik jantung dari gabungan khusus elektrode rekam yang itempatkan di titik-titik tertentu
tubuh pasien.

Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata
vektor listrik) menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan
defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.
Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau
rerata vektor listrik) menciptakan kompleks equifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang
akan bernilai positif saat muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik)
mendekati (A), dan kemudian menjadi negatif saat melintas dekat (B).

Ada 2 jenis sadapanunipolar dan bipolar. EKG lama memiliki elektrode tak berbeda di
tengah segitiga Einthoven (yang bisa diserupakan dengan netral stop kontak dinding) di
potensial nol. Arah sadapan-sadapan ini berasal dari tengah jantung yang mengarah ke luar
secara radial dan termasuk sadapan (dada) prekordial dan sadapan ekstremitasVL, VR, &
VF. Sebaliknya, EKG baru memiliki kedua elektrode itu di beberapa potensial dan arah
elektrode yang berhubungan berasal dari elektrode di potensial yang lebih rendah ke tinggi,
mis., di sadapan ekstremitas I, arahnya dari kiri ke kanan, yang termasuk sadapan ekstremitas
I, II, dan III.Catat bahwa skema warna untuk sadapan berbeda antarnegara.

Sadapan ekstremitas

Sadapan I

Sadapan II

Sadapan I, II dan III disebut sadapan ekstremitas karena pernah pokoq elektrokardiogafi
benar-benar harus menempatkan tangan dan kaki mereka di ember air asin untuk
mendapatkan sinyal dari galvanometer senar Einthoven. EKG seperti itu membentuk dasar
yang kini dikenal sebagai segitiga Einthoven.[2] Akhirnya, elektrode ditemukan sehingga
dapat ditempatkan secara langsung di kulit pasien. Meskipun ember air asin sebentar saja
diperlukannya, elektrode-elektrode itu masih ditempatkan di lengan dan kaki pasien untuk
mengira-ngirakan sinyal yang diperoleh dari ember air asin itu. Elektrode-elektrode itu masih
menjadi 3 sadapan pertama EKG 12 sadapan modern.

Sadapan I adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode
positif (hitam) di lengan kiri.
Sadapan II adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan
elektrode positif (merah) di kaki kiri.
Sadapan III adalah dipol dengan elektrode negatif (hitam) di lengan kiri dan elektrode
positif (merah) di kaki kiri.

Sadapan ekstremitas tambahan

Sadapan aVR, aVL, dan aVF merupakan sadapan ekstremitas tambahan, yang diperoleh
dari elektrode yang sama sebagai sadapan I, II, dan III. Namun, ketiga sadapan itu
memandang jantung dari sudut (atau vektor) yang berbeda karena elektrode negatif untuk
sadapan itu merupakan modifikasi terminal sentral Wilson, yang diperoleh dengan
menambahkan sadapan I, II, dan III bersama dan memasangnya ke terminal negatif mesin
EKG. Hal ini membidik elektrode negatif dan memungkinkan elektrode positif untuk menjadi
elektrode penjelajah atau sadapan unipolar. Hal ini mungkin karena Hukum Einthoven
menyatakan bahwa I + (-II) + III = 0. Persamaan itu juga bisa ditulis I + III = II. Ditulis
dengan cara ini (daripada I + II + III = 0) karena Einthoven membalik polaritas sadapan II di
segitiga Einthoven, mungkin karena ia suka melihat kompleks QRS tegak lurus. Terminal
sentral Wilson meratakan jalan untuk perkembangan sadapan ekstremitas tambahan aVR,
aVL, aVF dan sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.

Sadapan aVR atau vektor tambahan kanan memiliki elektrode positif (putih) di
lengan kanan. Elektrode negatif merupakan gabungan elektrode lengan kiri (hitam)
dan elektrode kaki kiri (merah), yang menambah kekuatan sinyal elektrode positif
di lengan kanan.
Sadapan aVL atau vektor tambahan kiri mempunyai elektrode positif (hitam) di
lengan kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan
elektrode kaki kiri (merah), yang menambah kekuatan sinyal elektrode positif di
lengan kiri.
Sadapan aVF atau vektor tambahan kaki mempunyai elektrode positif (merah) di
kaki kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan
elektrode lengan kiri (hitam), yang menambah sinyal elektrode positif di kaki kiri.

Sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF diperkuat dengan cara ini karena sinyal
itu terlalu kecil untuk berguna karena elektrode negatifnya adalah terminal sentral Wilson.
Bersama dengan sadapan I, II, dan III, sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF
membentuk dasar sistem rujukan heksaksial, yang digunakan untuk menghitung sumbu
kelistrikan jantung di bidang frontal.

Sadapan prekordial

Penempatan sadapan prekordial yang benar.

Sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung di dada.
Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi. Terminal sentral
Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggap unipolar.
Sadapan prekordial memandang aktivitas jantung di bidang horizontal. Sumbu kelistrikan
jantung di bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z.

Sadapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4, V5, dan
V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri.

Kompleks QRS negatif di sadapan V1 dan positif di sadapan V6. Kompleks QRS harus
menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sadapan V2 dan V4. Sadapan
ekuifasik itu disebut sebagai sadapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sadapan V3,
peralihan ini disebut sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sadapan V3, peralihan ini
disebut sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo
gelombang R antara sadapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi gelombang R.
Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena dapat disebabkan
oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan
patologis lainnya.

Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.


Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks
berpindah).
Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.
Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.

Sadapan dasar

Sebuah elektrode tambahan (biasanya hijau) terdapat di EKG 4 dan 12 sadapan modern, yang
disebut sebagai sadapan dasar yang menurut kesepakatan ditempatkan di kaki kiri, meski
secara teoretis dapat ditempatkan di manapun pada tubuh. Dengan EKG 3 sadapan, saat 1
dipol dipandang, sisanya menjadi sadapan dasar bila tiada.
Gelombang dan interval
Gambaran skematik EKG normal

Sebuah EKG yang khas melacak detak jantung normal (atau siklus jantung) terdiri atas 1
gelombang P, 1 kompleks QRS dan 1 gelombang T. Sebuah gelombang U kecil normalnya
terlihat pada 50-75% di EKG. Voltase garis dasar elektrokardiogram dikenal sebagai garis
isoelektrik. Khasnya, garis isoelektrik diukur sebagai porsi pelacakan menyusul gelombang
T dan mendahului gelombang P berikutnya.

Analisis irama

Ada beberapa aturan dasar yang dapat diikuti untuk mengenali irama jantung pasien.
Bagaimana denyutannya? Teratur atau tidak? Adakah gelombang P? Adakah kompleks QRS?
Adakah perbandingan 1:1 antara gelombang P dan kompleks QRS? Konstankah interval PR?

Gelombang P

Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan dari nodus SA ke nodus
AV, dan menyebar dari atrium kanan ke atrium kiri. Vektor ini berubah ke gelombang P di
EKG, yang tegak pada sadapan II, III, dan aVF (karena aktivitas kelistrikan umum sedang
menuju elektrode positif di sadapan-sadapan itu), dan membalik di sadapan aVR (karena
vektor ini sedang berlalu dari elektrode positif untuk sadapan itu). Sebuah gelombang P harus
tegak di sadapan II dan aVF dan terbalik di sadapan aVR untuk menandakan irama jantung
sebagai Irama Sinus.

Hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS membantu membedakan sejumlah


aritmia jantung.
Bentuk dan durasi gelombang P dapat menandakan pembesaran atrium.

Interval PR

Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS, yang biasanya panjangnya
120-200 ms. Pada pencatatan EKG, ini berhubungan dengan 3-5 kotak kecil.

Interval PR lebih dari 200 ms dapat menandakan blok jantung tingkat pertama.
Interval PR yang pendek dapat menandakan sindrom pra-eksitasi melalui jalur
tambahan yang menimbulkan pengaktifan awal ventrikel, seperti yang terlihat di
Sindrom Wolff-Parkinson-White.
Interval PR yang bervariasi dapat menandakan jenis lain blok jantung.
Depresi segmen PR dapat menandakan lesi atrium atau perikarditis.
Morfologi gelombang P yang bervariasi pada sadapan EKG tunggal dapat
menandakan irama pacemaker ektopik seperti pacemaker yang menyimpang maupun
takikardi atrium multifokus

Kompleks QRS

Sejumlah kompleks QRS beserta tatanamanya.


Kompleks QRS adalah struktur EKG yang berhubungan dengan depolarisasi ventrikel.
Karena ventrikel mengandung lebih banyak massa otot daripada atrium, kompleks QRS lebih
besar daripada gelombang P. Di samping itu, karena sistem His/Purkinje
mengkoordinasikan depolarisasi ventrikel, kompleks QRS cenderung memandang tegak
daripada membundar karena pertambahan kecepatan konduksi. Kompleks QRS yang normal
berdurasi 0,06-0.10 s (60-100 ms) yang ditunjukkan dengan 3 kotak kecil atau kurang, namun
setiap ketidaknormalan konduksi bisa lebih panjang, dan menyebabkan perluasan kompleks
QRS.

Tak setiap kompleks QRS memuat gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Menurut
aturan, setiap kombinasi gelombang-gelombang itu dapat disebut sebagai kompleks QRS.
Namun, penafsiran sesungguhnya pada EKG yang sulit memerlukan penamaan yang pasti
pada sejumlah gelombang. Beberapa penulis menggunakan huruf kecil dan besar, bergantung
pada ukuran relatif setiap gelombang. Sebagai contoh, sebuah kompleks Rs akan
menunjukkan defleksi positif, sedangkan kompleks rS akan menunjukkan defleksi negatif.
Jika kedua kompleks itu dinamai RS, takkan mungkin untuk menilai perbedaan ini tanpa
melihat EKG yang sesungguhnya.

Durasi, amplitudo, dan morfologi kompleks QRS berguna untuk mendiagnosis aritmia
jantung, abnormalitas konduksi, hipertrofi ventrikel, infark otot jantung, gangguan
elektrolit, dan keadaan sakit lainnya.
Gelombang Q bisa normal (fisiologis) atau patologis. Bila ada, gelombang Q yang
normal menggambarkan depolarisasi septum interventriculare. Atas alasan ini, ini
dapat disebut sebagai gelombang Q septum dan dapat dinilai di sadapan lateral I,
aVL, V5 dan V6.
Gelombang Q lebih besar daripada 1/3 tinggi gelombang R, berdurasi lebih besar
daripada 0,04 s (40 ms), atau di sadapan prekordial kanan dianggap tidak normal, dan
mungkin menggambarkan infark miokardium.

Segmen ST

Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T serta berdurasi 0,08-0,12 s


(80-120 ms). Segmen ini bermula di titik J (persimpangan antara kompleks QRS dan segmen
ST) dan berakhir di awal gelombang T. Namun, karena biasanya sulit menentukan dengan
pasti di mana segmen ST berakhir dan gelombang T berawal, hubungan antara segmen ST
dan gelombang T harus ditentukan bersama. Durasi segmen ST yang khas biasanya sekitar
0,08 s (80 ms), yang pada dasarnya setara dengan tingkatan segmen PR dan TP.

Segmen ST normal sedikit cekung ke atas.


Segmen ST yang datar, sedikit landai, atau menurun dapat menandakan iskemia
koroner.
Elevasi segmen ST bisa menandakan infark otot jantung. Elevasi lebih dari 1 mm dan
lebih panjang dari 80 ms menyusul titik J. Tingkat ukuran ini bisa positif palsu sekitar
15-20% (yang sedikit lebih tinggi pada wanita daripada pria) dan negatif palsu sebesar
20-30%.[14]

Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau kembalinya) ventrikel. Interval dari awal
kompleks QRS ke puncak gelombang T disebut sebagai periode refraksi absolut. Separuh
terakhir gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau peride vulnerabel).

Pada sebagian besar sadapan, gelombang T positif. Namun, gelombang T negatif normal di
sadapan aVR. Sadapan V1 bisa memiliki gelombang T yang positif, negatif, atau bifase. Di
samping itu, tidak umum untuk mendapatkan gelombang T negatif terisolasi di sadapan III,
aVL, atau aVF.

Gelombang T terbalik (atau negatif) bisa menjadi iskemia koroner, sindrom Wellens,
hipertrofi ventrikel kiri, atau gangguan SSP.
Gelombang T yang tinggi atau bertenda bisa menandakan hiperkalemia. Gelombang
T yang datar dapat menandakan iskemia koroner atau hipokalemia.
Penemuan elektrokardiografi awal atas infark otot jantung akut terkadang gelombang
T hiperakut, yang dapat dibedakan dari hiperkalemia oleh dasar yang luas dan
sedikit asimetri.
Saat terjadi abnormalitas konduksi (mis., blok cabang berkas, irama bolak-balik),
gelombang T harus didefleksikan berlawanan dengan defleksi terminal kompleks
QRS, yang dikenal sebagai kejanggalan gelombang T yang tepat.

Interval QT

Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang T. Interval QT yang normal
biasanya sekitar 0,40 s. Interval QT di samping yang terkoreksi penting dalam diagnosis
sindrom QT panjang dan sindrom QT pendek. Interval QT beragam berdasarkan pada denyut
jantung, dan sejumlah faktor koreksi telah dikembangkan untuk mengoreksi interval QT
untuk denyut jantung.

Cara yang paling umum digunakan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut pernah
dirumuskan oleh Bazett dan diterbitkan pada tahun 1920.[15]

Rumus Bazett adalah

di mana QTc merupakan interval QT yang dikoreksi untuk denyut, dan RR adalah interval
dari bermulanya satu kompleks QRS ke bermulanya kompleks QRS berikutnya, diukur dalam
detik. Namun, rumus ini cenderung tidak akurat, dan terjadi kelebihan koreksi di denyut
jantung tinggi dan kurang dari koreksi di denyut jantung rendah.

Gelombang U

Gelombang U tak selalu terlihat. Gelombang ini khasnya kecil, dan menurut definisi,
mengikuti gelombang T. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot
papillaris atau serabut Purkinje. Gelombang U yang menonjol sering terlihat di hipokalemia,
namun bisa ada di hiperkalsemia, tirotoksikosis, atau pemajanan terhadap digitalis, epinefrin,
dan antiaritmia Kelas 1A dan 3, begitupun di sindrom QT panjang bawaan dan di keadaan
pendarahan intrakranial. Sebuah gelombang U yang terbalik dapat menggambarkan iskemia
otot jantung atau kelebihan muatan volume di ventrikel kiri.
Jumlah sadapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan jantung dari
sudut yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang berbeda dengan
tujuan mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sadapan yang melihat ke area
anatomis yang sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat tabel berkode warna).

Sadapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari tempat
yang menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.
Sadapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk
sadapan I dan aVL terletak di bahu kiri, sadapan I dan aVL terkadang disebut sebagai
sadapan lateral atas. Karena ada di dada pasien, elektode positif untuk sadapan V5
dan V6 disebut sebagai sadapan lateral bawah.
Sadapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelmpkkan bersama
dengan sadapan anterior.
Sadapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang
menguntungkan di anterior ventrikel kiri.
Di samping itu, setiap 2 sadapan prekordial yang berdampingan satu sama lain
dianggap bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sadapan anterior dan V5 lateral,
2 sadapan itu bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.
Sadapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri. Sebagai
gantinya, sadapan ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari sudut
pandangnya di bahu kanan.

Sumbu
Diagram yang menunjukkan bagaimana polaritas kompleks QRS di sadapan I, II, dan
III dapat digunakan untuk memperkirakan sumbu listrik jantung dalam bidang
frontal.

Sumbu kelistrikan jantung merujuk ke arah umum muka gelombang depolarisasi jantung
(atau rerata vektor listrik) di bidang frontal. Biasanya berorientasi di arah bahu kanan ke
kaki kiri, yang berhubungan dengan kuadran inferior kiri sistem rujukan heksaksial, meski -
30o hingga +90o dianggap normal.

Deviasi sumbu kiri (-30o hingga -90o) dapat menandakan blok fasciculus anterior kiri
atau gelombang Q dari infark otot jantung inferior.
Deviasi sumbu kanan (+90o hingga +180o) dapat menandakan blok fasciculus
posterior kiri, gelombang Q dari infark otot jantung lateral atas, atau pola nada
ventrikel kanan.
Dalam keadaan blok cabang berkas kanan, deviasi kanan atau kiri dapat menandakan
blok bifasciculus.

7 KRITERIA INTERPRETASI EKG DISERTAI NILAI NORMAL

1. Frekuensi (Heart Rate) : 60-100x/menit


2. Irama (Rhythm) : Sinus ritme
3. Gelombang P (P wave) : < 0,12 detik dan < 0,3 mV
4. Jarak P QRS (PR interval) : 0,12 0,20 detik
5. Kompleks QRS, ada 3 yang dinilai :

Lama/lebar (duration) : < 0,12 detik

Sumbu (axis) : -30 sampai 105 (00 sampai 900)

Bentuk (comfiguration) : a) Positif di I, II, aVF, V5, dan V6 (+)

b) Negatif di aVR, V1, dan V2 (-)

c) Bifasik di III, aVL, V3, dan V4 (+)

6. Segmen S-T (ST segmen) : sejajar garis sebelum dan sesudah QRS (isoelektris)

7. Gel. T (T wave) : > 0,1 mV sampai 0,5 mV pada I-aVF

< 1 mV pada prekordial lead

KESIMPULAN :

1. Elektrokardiografi adalah ilmu yan mempelajari aktivitas listrik jantung. Sedangkan


elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik
jantung.
2. Sebuah pendekatan metodik sederhana yang dapat diterakan pada setiap EKG. Setiap
EKG harus didekati dengan cara berurutan terutama kalau seorang perawat yang
masih baru di bidang ini, sehingga tidak ada hal penting yang terlewatkan. Kalau
perawat semakin banyak mengenal, membaca kardiogram, hal yang pada mulanya
mungkin tampak terpaksa dan secara mekanik akan memberikan keuntungan besar
dan akan segera menjadi seperti kebiasaan.
3. Macam-macam gelombang pada EKG yaitu :

Gelombang P : gambaran proses depolarisasi arium.


Kompleks QRS : gambaran proses depolarisasi ventrikel.
Gelombang T : gambaran proses repolrisasi ventrikel.
Gelombang U : timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya
(asal-usulnya tidak diketahui).
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS

Anda mungkin juga menyukai