Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS RUANG TERATAI III


RSUD RA. KARTINI JEPARA

Disusun untuk memenuhi tugas Progam Studi Profesi Ners


Stase Keperawatan KMB

OLEH:
Andy Pratama S. Kep
N320164013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2016 / 2017
A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Jumlah penyandang DM di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi. Indonesia kini menempati urutan
ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM didunia. Pada tahun 2000, jumlah
penyandang di Indonesia sebanyak 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2006, jumlah
penyandang DM di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50%
penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% di antaranya melakukan
pengobatan secara teratur. Penderita DM diperkirakan akan mencapai angka 21,3
juta jiwa pada tahun 2030 nanti (Hans, 2008).
Tingginya angka kejadian DM ini sangat perlu diwaspasai akan terjadinya
komplikasi yang mungkin akan terjadi. Setelah bertahun-tahun penyakit diabetes
melitus ini dapat merusak jaringan tubuh disebabkan terjadinya berbagai
komplikasi. Komplikasi tersebut diantaranya yaitu komplikasi pada mata
(penglihatan kabur, katarak, retinopati), gangguan pada saraf (neuropati), ulkus
diabetikum dan komplikasi pada sistem kardiovaskuler (Widharto, 2007).
Hingga saat ini belum ada obat yang secara pasti dapat menyembuhkan
penyakit DM. Akan tetapi, terapi (pengobatan) yang dilakukan bertujuan untuk
mengendalikan kadar gula dalam darah sehingga penderita tidak mengalami
gangguan berupa rasa sakit. Terapi yang selama ini dilakukan juga memerlukan
biaya yang cukup tinggi (Widharto, 2007).

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep teori ulkus diabetes dan asuhan
keperawatan yang tepat.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian dari ulkus diabetes.
2) Mengetahui etiologi ulkus diabetes.
3) Mengetahui patofisiologi ulkus diabetes.
4) Mengetahui tanda dan gejala ulkus diabetes.
5) Mengetahui pathway ulkus diabetes.
6) Mengetahui manifestasi klinis ulkus diabetes.
7) Mengetahui komplikasi ulkus diabetes.
8) Mengetahui penatalaksanaan ulkus diabetes.
9) Mengetahui pengkajian ulkus diabetes.
10) Mengetahui rencanan asuhan keperawatan ulkus diabetes.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2010 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2007).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(zaidah 2005).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1) Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
- Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
- Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2) Klasifikasi risiko statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
3. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pankreas.
2) Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
- Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
- Obesitas
- Riwayat keluarga
- Kelompok etnik
3) Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1. Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2. Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3. Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
- Adanya hormone aterogenik
- Merokok
- Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
- Kaki dingin
- Nyeri nocturnal
- Tidak terabanya denyut nadi
- Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
- Kulit mengkilap
- Hilangnya rambut dari jari kaki
- Penebalan kuku
- Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
- Trauma
- Infeksi

4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
a. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan
gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas
yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi
sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

5. Pathway
Proses menu/kemunduran Life style yang jelek (junk food,
minim olahraga, konsumsi alkohol, dll)

Fungsi pengecap Fungsi pankreas

Konsumsi gula >> kualitas dan kuantitas insulin

HIPERGLIKEMIA (DM)

Glukosa intra sel Komplikasi vaskuler Glycosuria

Glukoneogenesis Proses pembentukan osmotik


ATP/energi terganggu diuresis

Cadangan lemak Basa keton Mikrovaskuler Makrovaskuler


& protein <<

BB PK: KAD Retinopati Neuropati

Ketidakseimbangan Nefropati Kekuarangan


Nutrisi: kurang dari volume cairan
Kebutuhan tubuh Kelelahan/
Keletihan Risiko parestesia (kesemutan)
cedera semibilitas nyeri
suhu menurun
PK: GGK

Risiko infeksi

Nyeri Ulkus Ekstremitas

Tidak dirawat/kurang perawatan

Kurang vaskularisasi

Gangren

Kerusakan integritas kulit

6. Manifestasi klinis
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli membrikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Brunner
& Suddart, 2002).

7. Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999) :
a. Komplikasi akut
1) Kronik hipoglikemia
2) Ketoasidosis untuk DM tipe I
3) Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b. Komplikasi kronik
1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik dan
nefropati diabetik
3) Neuropati diabetik
4) Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus diabetikum (Price, 2007).

8. Penatalaksanaan
a. Strategi Pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan
terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat
melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu
hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku
harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh
kedalam dan merusak jaringan sekitar.
b. Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai
tingkatan:
1) Tingkat 0
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang
bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
2) Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius
3) Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
4) Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
5) Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian
atau seluruh kaki (Windhart, 2007).

9. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

10. Rencana Asuhan Keperawatan


Menurut NANDA (2012) diagnosa keperawatan yang muncul untuk
penderita ulkus diabetes adalah:
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
pengaturan.
f. Risiko cidera berhubungan dengan retinopati.
g. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
.
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Pressure management (manajemen daerah
kulit berhubungan x 24 jam, di harapkan integritas kulit klien utuh. penekanan)
dengan adanya Kriteria hasil: 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
gangren pada Indikator Awal Akhir yang longgar
ekstrimitas 1. Temperatur 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
jaringan sesuai 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
yang di harapkan kering
2. Warna sesuai yang 4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
diharapkan 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Tekstur sesuai yang 6. Oleskan lotion atau baby oil pada daerah
diharapkan yang tertekan
4. Ketebalan sesuai 7. Monitor aktifitas dan mibilisasi pasien
yang di harapkan 8. Memonitor status nutrisi pasien
5. Bebas lesi jaringan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
6. Perfusi jaringan hangat
7. Pertumbuhan
rambut pada kulit

Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan jam, diharapkan nyeri klien teratasi, dengan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
dengan agen cidera kriteria: durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
biologi. Indikator Skala Skala presipitasi.
awal tujuan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Ekspresi nyeri pada ketidaknyamanan.
wajah 3. Kontrol lingkungan yang dapat
Pernyataan nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Frekuensi nyeri pencahayaan dan kebisingan.
Perubahan frekuensi 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
pernafasan napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
Perubahan nadi hangat/ dingin.
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Perubahan tekanan
6. Tingkatkan istirahat.
darah
7. Berikan informasi tentang nyeri seperti
pupil
DAFTAR PUSTAKA

Barbara. (2001), Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),


Bandung.

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta: EGC.

McCloskey, Bulechek. (2000). Nursing Interventions Classification (NIC). United


States of America: Mosby.

Meidean, J., M. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America: Mosby.

NANDA Internasional. (2012). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Price, S.A., (2007), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1,


Edisi 4. Jakarta: EGC.

Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Jakarta: Gaya Baru.

Widharto. (2007). Kencing Manis (Diabetes Melitus). Jakarta: Sunda kelapa Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai