Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh :

NUR ROCHMAH KUSUMA WARDANI

N320164061

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMMADIYAH KUDUS
2016/2017
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006)

Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan
kaki (Muttaqin, 2008)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan


oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2008).Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang
dapat diserap tulang.

B. ETIOLOGI
Menurut Sachadeva (2006), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cedera Traumatik
Cedera taumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatlan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang ( Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu prosesyang progresif, llambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan
absorbs vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri pembengkakan
2. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olahraga)
3. Gangguan fungsi anggota gerak
4. Deformitas : daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya/ perubahan keseimbangan dan contur.
5. Kelainan gerak
6. Krepitasi (bunyi gemertak akibat gesekan ujng-ujung tulang)dengan gejala-gejala lain

D. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman
nteri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan
kerusakan jaringan lunak sehingga mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang


terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh (Sylvia, 2005)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya trauma, scan
tulang, temogram, scan CI : memperlihatkan fraktur juga dapat digumnakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI : untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami
kerusakan.
3. Hitung darah lengkap :Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,
atau cederah hati

G. KOMPLIKASI
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih dan sindrom
kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak
ditangani segera. Komplikai lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat
menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler
diseminata (KID). Yok hipovolemik atau traumatic akibat pendarahan (baik
kehilangandarah eksterna maupun tak kelihatan) dan kehilangan cairan ektrasel ke
jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan
darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur
pelvis. Penganganan meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang
diiderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindung pasien dari
cedera lebih lanjut.
Sindrom emboli lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple, atau
cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khusunya pada dewasa muda 20-3- th pria pada
saat terjadi fraktur globula lemat dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,
ginjal dan organ lain yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu
minggu setelah cedera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan
pireksia.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi,
misalnya pemsangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa kedudukan
baik.
b. Reposisi(mengembalikan tulang yang patah keposisi yang seharusnya) reposisi
.tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau local.
c. Traksi adalah tahananyamh dipakai dengan berat/alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot ,mereduksi,mensejajarkan dan mengurangi
defortimitas untuk reposisi berlebihan.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
c. Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada
fraktur terbuka harus dilakukansecepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimaluntuk bertindak sebelum 6-7 jam
berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS)/ tetanus hama globidin. Berikan
antibiotic untuk kuman gram positif dan negatifdengan dosis tinggi. Lakukan
pemeriksaan kultur dan reistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka (Smeltzer,
2006)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Fokus Pengkajian
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metodeproses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan data
a) Anamnase
b) Identitas kilen
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.register, tanggal MRS, diagnose medis.
c) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nteri
tersebutbisa akutatau kronik tergantung dari lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
1) Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation,relief apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
e) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditentukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sangat beresikoterjadinya osteomyelitis akut
maupun ronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan luka.
f) Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakansalah satu fraktor predisposisi terjadinya fraktur seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjaadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
g) Pola Fungsional
Pola pernapasan dan oksigenasi
Tanyakan pada apsien apakah ada sesak napas atau tidak, kaji
bagaimana pola napas pasien, kaji suara napas, apakah normal
(vaskuler), apakah ada ronchi, wheezing, kaji frekuensi, kedalaman
dan saturasi oksigen.

Kebutuhan nutrisi
Berisikan data berapa kali frekuensi makan pasien, seberapa porsi per
makan, kaji berapa intake dan output cairan yang masuk, adakah
gangguan pada pola makan dan minum, adkah alergi makanan, kaji
adanya mual muntah anoreksia.
Kebutuhan eliminasi
Berpa frekuensi BAB atau BAK pasien, konsistensi, warna, bau , kaji
adanya gangguan eliminasi seperti hematuria, oliguria, anuria,dsb, kaji
adanya nyeri ketika BAB atau BAK.
Kebutuhan Istirahat Tidur
Berpa jam lama kebiasaan istirahat tidur per hari, kaji adanya
gangguan tidur seperti insomnia dsbnya.
Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Kaji adanya ketidaknyamanan pasien, dan apa saja penyebab
ketidaknyamanan yang dirasakan pasien.
Kebutuhan Pakaian
Kaji kebutuhan pakaian pasien, mandiri atau dibantu.Jika dibantu
maka tambahkan alasannya.
Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Regulasi
Bagaimana cara pasien menjaga tubuh agar tetap stabil
Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji tingkat kemandirian pasien dalam personal hygiene.
Kebutuhan Gerak dan Keseimbangan
Apakah ada gangguan gerak dan keseimbangan yang pasien alami.
Kebutuhan Berkomunikasi dengan Orang Lain
Bagaimana kemampuan komunikasi pasien, jenis bahasa apa ynag
digunakan sehari-hari.
Kebutuhan Spiritual
Tanyakan apakah ada gangguan dalam kebutuhan beribadah pasien,
pola beribadah seperti apa yang dilakukan, agama apa yang dianut, dan
sebagainya.

Kebutuhan Bermain dan Rekreasi


Tanyakan hal-hal yang dirasakan pasien untuk mengisi waktu luang
sebelum sakit, dan bagaimana kebutuhan bermain dan rekfreasi pasien
selama pasien sakit.
Kebutuhan Belajar
Tanyakan apakah pasien masih bekajar, apakah pasien masih sekolah,
jenis atau model belajar seperti apa yang pasien terapkan, dari mana
sumber-sumber informasi yang pasien dapatkan untuk kebutuhan
belajar walau sudah tidak.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum: baik atau buruk
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi
Peristaltik usus normal
e) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
c. Keadaan Lokal
5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah harus diperhitungkan keadaan proksimal
serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler)
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark).
c) Fistulae.
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi
atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
3) Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah
perbaikan, perubahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, menunjukkan
tindakan santai, dapat beraktivitas, tidur, istirahat, menunjukkan penggunaan
keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik
nyeri dan kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST
Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat
ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
2) Monitor tanda-tanda vital, observasi kondisi umum pasien dan keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien.
3) Atur posisi yang nyaman dan aman
Rasional : Mengurangi nyeri dan pergerakan.
4) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera.
Rasional : Membantu dalam menghilangkan ansietas.
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan nyeri atau spasme otot.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan ditandai dengan tekanan
darah dalam rentang yang normal, nadi perifer tidak teraba, edema
perifer tidak ada.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan
motorik/sensorik yang membaik, menunjukkan tidak terjadinya
tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Intervensi :
1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan.
2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
3) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung.
Rasional : Meningkatkan aliran darah balik vena.
4) Ajarkan pasien pentingnya mematuhi diit dan program pengobatan.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan,
contoh: heparin dan warfarin natrium.
Rasional : Untuk meningkatkan aliran darah serebral.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah
perbaikan, perubahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi di sekitar luka.
Rasional :Untuk menentukan intervensi selanjutnya, mengetahui indikasi,
keefektifan intervensi dan terapi yang diberikan.
2) Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang
dilakukan tindakan bedah.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan kulit.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan topical.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
Kriteria hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional,
meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan imobilisasi dan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Informasi yang benar dapat meningkatkan kemajuan kesehatan.
2) Bantu pasien dalam rentang gerak, latih dan bantu ROM(Range Of Motion)
pasif/aktif.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot, tulang dan mencegah kontraktur.
3) Bantu dan dorong pasien dalam mobilisasi.
Rasional : Menurunkan risiko komplikasi tirah baring (decubitus).
4) Observasi tekanan darah dan atur posisi elevasi tungkai.
Rasional : Mengawasi adanya hipotensi postural karena tirah baring, posisi
elevasi dapat mengurangi edema.
5) Beri bantuan dalam menggunakan alat gerak.
Rasional : Mobilisasi menurunkan komplikasi.
6) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk melatih pasien.
Rasional : Berguna dalam pembuatan aktivitas program latihan mobilisasi.

5) Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan. memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional :mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

Daftar Pustaka

Carpenito M & Lynda Jual.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi


10.Jakarta : EGC
Mansjoer, A, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gngguan sistem
Muskuloskeletal.Jakarta : EGC
NANDA International. 2007. NANDA-I Nursing Diagnosis :Definition and
Classification Philadhelphia : NANDA International
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. Pdf
Price, S, A, & Wilson, L. M. 2006.Pathofisiologi :Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Alih Bahasa : Editor Caroline Wijaya, Edisi 4, EGC, Jakarta
B. PATHWAY

Syok hipovolemik

Syok
hipovolemik

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

Anda mungkin juga menyukai