Bom Kampung Melayu Dan Jangan Takut
Bom Kampung Melayu Dan Jangan Takut
http://www.mediaindonesia.com/news/read/108018/bom-kampung-melayu-dan-jangan-
takut/2017-06-08
Bila korban yang diakibatkan bom bunuh diri Kampung Melayu ini lebih
banyak dialami aparat kepolisian, seperti halnya pada saat bom Thamrin
dan bom di kantor serta pos polisi, dapat dipastikan bahwa target bom
bunuh diri Kampung Melayu ini ialah negara dengan simbol-simbolnya,
termasuk kepolisian negara. Target besarnya negara Indonesia yang
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam 4 konsensus dasarnya
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Pergeseran target besar ini semakin jelas, ketika bom-bom teroris itu yang
awalnya diarahkan terhadap simbol-simbol nilai-nilai Barat yang sekuler,
seperti target terhadap Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan
Mega Kuningan, bom di Kedubes Australia, bom di BEJ dan bom Bali
2002 dan 2005, bergeser ke target negara yang berdasarkan nilai-nilai 4
konsensus dasar.
Dalam kondisi demikian, apakah cukup efektif bila hanya disikapi dengan
slogan 'jangan takut' yang sebenarnya sudah sempat dikumandangkan
saat kita mengalami bom Thamrin tahun lalu, yang menghasilkan sikap
mental bangsa dan sebuah tekad yang tidak akan pernah menyerah
melawan radikalisme. Di sebuah koran nasional, penulis pernah
mengkritisi slogan itu agar tidak sekadar slogan yang utopis tanpa makna
sama sekali. Itu cenderung menjadi sikap keputusasaan yang seakan
buntu jalan dalam menghadapi aksi terorisme yang semakin menunjukkan
eksistensi filosofis 'esa hilang dua terbilang'-nya.
Pihak intelijen dan kepolisian cukup banyak menunjukkan
keberhasilannya dalam deteksi dini yang mampu menggagalkan beberapa
bom bunuh diri. Sebut saja keberhasilan ketika menangkap kelompok
yang berencana meledakkan bom panci berdaya ledak tinggi di Bekasi,
yang disiapkan untuk Istana Negara Desember 2016 lalu. Namun, seperti
yang dikatakan Sidney Jones, Indonesianis yang pengamat radikalisme di
Indonesia di Metro TV, sesaat setelah bom Kampung Melayu meledak,
bahwa satu atau dua kali akan ada saja tindakan terorisme atau bom
bunuh diri yang lolos dari pantauan aparat, dari demikian maraknya
perkembangan radikalisme di Indonesia.
Artinya, bom bunuh diri ini tidak habis-habisnya apabila para calon
'pengantin'-nya bisa hidup bagaikan ikan yang nyaman di dalam air yang
menghidupinya. Berdasarkan itu, menggunakan teori lawan insurjensi,
para calon 'pengantin' yang memerankan diri sebagai insurjen seharusnya
dipisahkan dari sumber air yang menghidupinya. Lingkungan yang anti 4
konsensus dasar. Artinya, jangan biarkan masyarakat terus
terkontaminasi nilai-nilai yang bertentangan dengan 4 konsensus dasar
bangsa yang justru menjadi asupan bergizi bagi calon-calon 'pengantin'
baru. Pekerjaan seperti ini menjadi tidak mudah apabila tidak dilakukan
secara masif dan sungguh-sungguh, yang tidak akan cukup dengan
teriakan 'jangan takut', tetapi lebih dari itu.
Sekali lagi dalam tulisan ini penulis ingin kembali menekankan pentingnya
konsep kewaspadaan nasional dilaksanakan. Kewaspadaan nasional
ialah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang
dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab setiap warga negara
terhadap kelangsungan kehidupan nasional dari suatu ancaman.
Seberapa hebat pun ancaman yang dihadapi, termasuk aksi terorisme,
akan mampu dipatahkan apabila sikap nasionalisme setiap anak bangsa
cukup kuat. Nasionalisme yang menurut Ernest Renan ialah nasionalisme
yang Le Desir D'Etre Ensemble, nasionalisme yang kuat kehendaknya
untuk bersatu.